V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA
5.1. Karakteristik Petani Padi
Padi masih merupakan komoditas utama yang diusahakan oleh petani tanaman pangan di Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan. Secara geografis
kedua daerah tersebut berbeda, Kabupaten Konawe sebagai sentra lahan sawah irigasi sedangkan Kabupaten Konawe Selatan merupakan sentra lahan sawah
tadah hujan di Sulawesi Tenggara. Adanya peningkatan harga gabah dan harga beras selama dua tahun terakhir tahun 2007 menyebabkan petani padi di kedua
daerah tersebut masih mengandalkan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama, yaitu sebagai sumber pendapatan utama dan penghasil bahan pangan
keluarga. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan
pendapatan petani dilakukan melalui kegiatan Prima Tani yang berbasis komoditas andalan daerah. Kegiatan Prima Tani pada lahan sawah selama tiga
tahun 2007 – 2009 di Provinsi Sulawesi Tenggara dilakukan di Kecamatan Wawotobi lahan sawah irigasi dan Kecamatan Palangga lahan sawah tadah
hujan. Perbedaan kedua wilayah tersebut selain karena perbedaan irigasi juga berbeda dalam hal kesuburan tanah, fasilitas umum infrastruktur jalan desa dan
saluran komunikasi, juga kebiasaan masyarakat. Dengan kondisi agroekosistem yang berbeda maka perilaku petani di kedua wilayah tersebut berbeda baik dalam
berproduksi maupun konsumsi. Perbedaan kedua perilaku tersebut juga disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik responden, seperti usia,
pendidikan, pengalaman berusahatani maupun aktivitas petani dalam usahatani.
Jika dilihat dari sisi usia maka rata-rata usia petani lahan sawah irigasi lebih muda dari petani lahan sawah tadah hujan. Usia petani peserta Prima Tani
lahan sawah irigasi adalah 46.39 tahun dan petani lahan sawah tadah hujan 51.07 tahun, sedangkan petani bukan peserta Prima Tani pada masing-masing lahan
rata-rata berusia 44.20 tahun dan 49.58 tahun. Persentase kisaran usia terbesar berada pada kisaran 41 – 60 tahun diikuti dengan kisaran umur 20 – 40 tahun
Tabel 10. Faktor usia merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan suatu usaha, dengan usia yang lebih muda atau umur produktif akan memacu petani
berusaha secara optimal untuk mendapatkan hasil dan keuntungan yang lebih tinggi dan lebih mau menerima perubahan.
Tabel 10. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Usia, Pendidikan dan Pengalaman Usahatani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009
Lahan Sawah irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan
Kisaran Peserta
Bukan Peserta Peserta
Bukan Peserta Jumlah
orang Jumlah
orang Jumlah
orang Jumlah
orang 1. Umur tahun :
a. 20 – 40 28
35.00 32
40.00 15
20.83 17
21.25 b. 41 – 60
42 52.50
47 58.75
43 59.72
52 65.00
c. 61 10
12.50 1
1.25 14
19.44 11
13.75 Rata-rata umur
46.39 44.20
51.07 49.58
2. Pendidikan tahun : a. 0 – 6
47 58.75
21 26.25
46 63.89
41 51.25
b. 7 – 9 19
23.75 18
22.50 18
25.00 24
30.00 c. 10 – 12
14 17.50
37 46.25
4 5.56
13 16.25
d. 12 0.00
4 5.00
4 5.56
2 2.50
Rata-rata pendidikan 4
7.13 4
9.80 5
6.82 4
7.40 3. Pengalaman usahatani tani tahun :
a 2 – 12
23 28.75
31 38.75
18 25.00
21 26.25
b. 13 – 23 47
58.75 42
52.50 26
36.11 41
51.25 c.
13 23
10 12.50
3 7
4 8.75
28 38.89
18 36.00
Rata-rata pengalaman 16.29
15.38 19.42
18.20
Pendidikan petani diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal melalui pelatihan, kursus ataupun mengikuti beberapa kegiatan
penelitian, namun dalam penelitian ini yang dikaji hanyalah tingkat pendidikan
formal yang pernah diikuti oleh petani responden. Sebagian besar pendidikan petani kepala keluarga hanya setingkat sekolah dasar SD, yaitu masing-masing
pada kelompok petani sebesar 58.75 persen, 26.25 persen, 63.89 persen dan 51.25 persen. Persentase pendidikan terbesar adalah setingkat SD dan terdapat di lokasi
binaan Prima Tani lahan sawah tadah hujan diikuti dengan petani peserta Prima Tani pada lahan sawah irigasi. Hal ini dikarenakan pada kedua wilayah tersebut
merupakan wilayah transmigrasi penduduk dari Pulau Jawa dengan rata-rata usia petani terbesar berada pada kisaran 41 – 60 tahun yang bersekolah hingga SD
karena pada saat itu hanya terdapat satu sekolah saja sedangkan Sekolah Lanjutan Pertama SMP relatif masih baru yaitu pada sekitar tahun 1990-an.
Petani yang berusia lebih muda mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yaitu hingga Perguruan Tinggi PT baik D
2
Diploma Dua maupun S
1
Strata Satu. Hal ini mengindikasikan bahwa dari usahatani padi petani bisa menyekolahkan anak sebagai generasi muda ke jenjang yang lebih tinggi.
Diharapkan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi bagi petani yang berusia muda bisa memotivasi petani yang berusia lebih tua dengan memperbaiki cara
berusahatani dengan menggunakan input seoptimal mungkin, namun yang terjadi dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi peluang untuk bekerja di usahatani
semakin kecil dan petani lebih memilih bekerja di luar pertanian dan kegiatan usahatani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga yang disewa.
Pengalaman usahatani merupakan guru terbaik untuk belajar, dengan bekal pengalaman yang cukup akan memudahkan petani untuk menerima dan memilih
teknologi yang lebih sesuai dan tepat guna. Rata-rata pengalaman usahatani petani yang terlibat dalam kegiatan Prima Tani maupun yang tidak terlibat
memiliki pengalaman rata-rata 17.77 tahun dan 16.79 tahun dengan variasi antara 3 – 30 tahun. Pengalaman usahatani petani peserta Prima Tani lebih tinggi
daripada petani bukan peserta yang disebabkan oleh karena petani peserta Prima Tani adalah pendatang pada saat program transmigrasi pada awal tahun 1980-an
yang memulai hidup di daerah baru dengan membuka lahan persawahan, sedangkan petani bukan peserta sebagian besar atau 88.46 persen adalah
pendatang berikutnya transmigran dari Jawa dan Sulawesi Selatan dan 11.54 persen adalah penduduk lokal dimana penduduk lokal memulai usahatani
bersama-sama dengan petani pendatang. Pengalaman berusahatani yang relatif baru beberapa tahun atau kurang dari 10 tahun adalah mereka yang terlahir di
daerah penelitian dan meneruskan pekerjaan orangtuanya walau diantara mereka ada yang lebih memilih bekerja di luar pertanian.
Seperti halnya kepala keluarga, pendidikan ibu rumahtangga juga setingkat SD, kecuali pada kelompok petani bukan peserta Prima Tani lahan sawah irigasi
yang rata-rata tamat SMP bahkan ada yang tamat perguruan tinggi 3.75 persen, sedangkan pada kelompok yang lain pendidikan ibu rumahtangga hanya tamat
SD hingga SMP tidak tamat. Tabel 11 memperlihatkan karakteristik ibu rumahtangga dan anggota keluarga petani responden.
Tabel 11. Karakteristik Anggota Rumahtangga Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009
Uraian Lahan Sawah Irigasi
Lahan Sawah Tadah Hujan Peserta
Bukan Peserta Peserta
Bukan Peserta 1. Ibu rumahtangga :
a. Rata-rata umur tahun 38.43
38.24 43.44
43.63 b. Rata-rata pendidikan tahun
6.06 9.22
5.93 5.59
2. Anggota rumahtangga orang : a. Rata-rata jumlah anggota keluarga
3.93 4.17
3.66 3.70
b. Rata-rata jumlah yang bekerja 1.43
1.36 1.72
1.50 c. Rata-rata jumlah anak sekolah
0.98 1.19
0.76 0.78
Dilihat dari jumlah anggota rumahtangga yang masih menjadi tanggung jawab kepala keluarga petani bervariasi antara 2 hingga 9 orang dengan rata-rata 4
orang per rumahtangga, sedangkan anggota rumahtangga yang bekerja dan sebagai tulang punggung keluarga rata-rata adalah 1 orang yaitu kepala keluarga,
sedangkan ibu rumahtangga jika ikut membantu bekerja untuk mendapatkan upah adalah bekerja sebagai buruh tani pada saat tanam dan panen. Apabila dalam
rumahtangga terdapat anak yang sudah dewasa dan belum berumahtangga maka anak juga ikut bekerja sebagai buruh tani maupun buruh di luar pertanian,
sebagian pendapatan digunakan untuk keperluan keluarga dan sebagian lainnya digunakan untuk keperluan sendiri. Di sisi lain jumlah anggota keluarga yang
bersekolah rata-rata satu orang per rumahtangga. Dari sisi penguasaan lahan garapan sebagian besar lahan adalah milik
sendiri dan digarap sendiri hanya sedikit petani yang berstatus sebagai penyakap atau penggarap. Luas kepemilikan lahan bervariasi antara 0.25 – 3.0 ha.
Sempitnya kepemilikan lahan disebabkan telah terbaginya lahan yang dimiliki ke anggota keluarga lainnya yang telah berumahtangga. Petani peserta Prima Tani
pada lahan sawah tadah hujan lebih banyak yang memiliki lahan sempit 0.25 ha – 0.5 ha dengan rata-rata 0.63 ha dibandingkan dengan petani lainnya.
Status petani penggarap lebih banyak pada lahan sawah tadah hujan pada lokasi binaan Prima Tani. Petani yang berstatus sebagai penggarap disebabkan
oleh : 1 tidak mempunyai lahan sendiri, 2 mengerjakan lahan milik orang lain yang telah berusia lanjut yang sudah tidak mampu bersawah, dan 3 mencari
tambahan pendapatan lain dengan mengerjakan sawah orang lain. Bagi petani yang tidak memiliki lahan sendiri dan hanya mengerjakan lahan sawah orang lain
semata-mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok keluarga. Gambaran kepemilikan lahan dan status petani disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Kepemilikan Lahan dan Status Petani Padi di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009
Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan
Kisaran Peserta
Bukan Peserta Peserta
Bukan Peserta Jumlah
orang Jumlah
orang Jumlah
orang Jumlah
orang 1. Luas lahan ha :
a. 0.25 – 0.50 29
36.25 25
31.25 41
56.94 18
25.50 b. 0.60 – 1.00
38 47.50
42 52.50
22 30.56
39 48.75
c. 1.10 – 1.50 7
8.75 5
6.25 8
11.11 9
11.25 d. 1.50
6 1.39
8 10.00
1 1.39
14 17.50
Rata-rata luas lahan 0.97
1.04 0.69
1.06 Status petani :
a. Pemilik penggarap
74 92.50
79 98.81
60 83.33
71 88.75
b. Penggarap 6
7.50 1
1.19 12
16.67 9
11.25 Jumlah
80 100.00
80 100.00
72 100.00
80 100.00
5.2. Pola Tanam dan Diversifikasi Usahatani 5.2.1. Pola Tanam Lahan Sawah