Usahatani Sayur Keragaan Usahatani Padi

produksi yang lebih tinggi karena petani peserta Prima Tani lebih banyak menggunakan pupuk Urea. Dengan melihat ratio antara penerimaan dan biaya maka RC petani peserta Prima Tani lahan sawah irigasi menjadi lebih kecil. Salah satu faktor pendukung tercapainya produktivitas yang lebih tinggi adalah adanya bimbingan dan perbaikan teknologi dalam Prima Tani. Bila metode ini dapat dilaksanakan maka permasalahan rendahnya produktivitas padi dapat diatasi dengan pendampingan dan adopsi teknologi spesifik lokasi. Sirappa et al. 2007 mengemukakan bahwa peran inovasi teknologi sangat nyata dalam usaha meningkatkan produktivitas padi. Dengan pendampingan dan penerapan teknologi dapat memberikan kontribusi yang dominan terhadap peningkatan produktivitas padi Las, 2003. Implikasi penting dari hasil ini adalah masih diperlukannya penelitian dan pengembangan teknologi spesifik lokasi dengan pendampingan teknologi dengan mengintensifkan peran penyuluh pertanian di pedesaan.

5.3.4. Usahatani Sayur

Berbeda dengan usahatani padi maka usahatani sayur lebih banyak menggunakan tenaga kerja keluarga baik laki-laki maupun wanita. Tenaga kerja wanita lebih banyak digunakan sedangkan tenaga kerja pria hanya digunakan untuk persiapan lahan dengan membuat bedengan dan menyemprot. Beberapa jenis sayuran yang diusahakan petani adalah kacang panjang, bayam, kubis, cabai dan tomat. Alasan petani mengusahakan sayur : 1 memanfaatkan lahan kering dan sebagian lahan sawah, 2 relatif mudah dikerjakan dengan tenaga kerja keluarga, 3 memanfaatkan waktu luang setelah tanam padi, 4 mudah menjual hasil panen, dan 5 dapat digunakan untuk konsumsi rumahtangga. Usahatani sayur pada petani dilakukan pada luasan lahan relatif kecil, yaitu antara 0.16 – 0.27 ha. Perbedaan penggunaan input produksi antar petani peserta Prima Tani dan bukan peserta berdasarkan uji-t terlihat pada penggunaan pupuk SP-36, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita pada lahan irigasi, sedangkan pada lahan sawah tadah hujan perbedaan input pada pupuk SP-36, pupuk KCl dan tenaga kerja wanita. Keragaan input produksi pada usahatani sayur disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-Rata Penggunaan Input Produksi per Hektar Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 No Uraian Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta 1. Urea kg 70.00 a 127.14 a 122.67 a 103.07 a 2. SP-36 kg 34.00 a 131.67 b 0.00 a 50.00 b 3. KCl kg 66.50 a 70.95 a 5.60 a 0.00 a 4. Pupuk kandang kg 50 a 171.43 a 776.00 a 992.00 a 5. TK pria JOK 229.80 a 164.76 b 122.67 a 103.07 a 6. TK wanita JOK 46.20 a 168.10 b 153.33 a 293.60 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada setiap jenis lahan menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf α = η persen uji-t. Dilihat dari penggunaan input produksi, maka input yang digunakan oleh petani masih cukup beragam baik dari jenis maupun dosisnya. Penggunaan pupuk lebih tinggi di daerah penelitian dibandingkan dengan pupuk yang digunakan oleh Zuraida dan Hamdan 2008, yaitu pupuk SP-36 sebanyak 15 – 50 kgha. Penggunaan pupuk kandang cukup beragam namun tidak berbeda secara statistik. Tenaga kerja yang digunakan relatif kecil rata-rata 178.05 JOK atau 22.26 HOK hari orang kerja setara dengan 39.84 HOKha dibandingkan dengan tenaga kerja pada penelitian Zuraida dan Hamdan 2008 yaitu sebanyak 120 HOKha dan penelitian Kartika 2007 dimana rata-rata tenaga kerja yang digunakan berjumlah 95 HOKha. Agregat produktivitas usahatani sayur antar kelompok petani bervariasi antara 2.40 ton – 3,88 ton atau setara dengan produktivitas antara 3.73 tonha – 6.26 tonha. Dilihat dari nilai RC maka petani peserta Primatani memiliki nilai RC yang lebih besar dari petani bukan peserta Tabel 22. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan mengikuti perbaikan teknologi petani dapat meningkatkan produksi padi dan produksi sayur sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga petani. Tabel 22. Analisis Usahatani Sayur per Hektar di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 No Uraian Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Peserta Non Peserta Peserta Non Peserta 1. Produksi kgha 6 209.80 3 726.19 5 255.33 4 417.33 2. Biaya Rpha : a. Benih 91 500.00 1.88 82 888.89 1.22 183 600.00 2.44 230 666.67 3.44 b. Pupuk : Urea 96 600.00 1.98 207 666.67 3.07 171 733.33 2.28 154 373.33 2.30 SP-36 62 200.00 1.28 305 000.00 4.50 0.00 0.00 90 000.00 1.34 KCl 151 600.00 1.31 165 555.56 2.44 60 760.00 0.81 0.00 0.00 Kandang 190 000.00 3.90 200 000.00 2.95 582 000.00 7.72 744 000.00 11.09 Lainnya 60 000.00 1.23 0.00 0.00 119 200.00 1.58 28 800.00 0.43 c. Pestisida 159 000.00 3.27 235 833.33 3.48 505 333.33 6.70 864 666.67 12.89 d. Tenaga kerja : Pria 2 734 250.00 56.16 3 255 166.67 48.06 3 906 666.67 51.82 3 293 333.33 49.11 Wanita 1 323 300.00 27.18 2 320 555.56 34.26 2 010 000.00 26.66 1 300 000.00 19.39 Total biaya 4 868 450.00 6 772 666.68 7 539 293.33 6 705 840.00 3. Penerimaan Rpha 26 394 755.00 16 801 666.67 21 813 823.76 18 944 533.33 4. Keuntungan Rpha 21 526 305.00 10 028 999.99 14 274 530.43 12 238 693.33 5. RC 5.42 2.48 2.89 2.83 Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase terhadap biaya total Sebagaimana usahatani padi maka pada usahatani sayuran komponen biaya tertinggi pada upah tenaga kerja yang mencapai lebih dari 60 persen dari biaya usahatani. Dalam luasan usaha yang kecil, tenaga kerja untuk usahatani sayur menggunakan tenaga kerja keluarga, namun jika luasan usaha diperluas maka yang harus diperhitungkan dalam pengembangan usahatani sayur adalah ketersediaan tenaga kerja. Meskipun rata-rata produktivitas sayuran tergolong rendah jika dibandingkan dengan produktivitas sayur pada penelitian Kartika 1997; Zuraida dan Hamdan 2008 dapat mencapai 20 tonha, namun petani masih tetap mengusahakannya karena dapat menambah pendapatan dan dapat digunakan untuk konsumsi keluarga. Beberapa hambatan dalam mengembangkan usahatani sayur yang dihadapi petani adalah : 1. Belum semua petani mengetahui teknologi usahatani sayuran. 2. Kemampuan permodalan petani, bagi petani yang mempunyai modal lebih besar akan memilih jenis sayur yang bernilai ekonomi tinggi seperti cabai, tomat, semangka dan melon, tetapi bagi petani dengan modal terbatas lebih memilih jenis sayur subsisten seperti kacang panjang, bayam, sawi dan terong. 3. Terbatasnya akses ke pasar output. Ketika panen sebagian produksi sayur dikonsumsi dan sebagian lainnya dijual. Kebiasaan petani lahan irigasi menjual produksi padi di KUD dan atau di Gapoktan sedangkan produksi sayur dijual di Gapoktan. Berbeda dengan petani lahan irigasi, petani lahan tadah hujan menjual padi di KUD dan atau di RMU, namun untuk produksi sayur petani menjual langsung ke pasar desa atau ke pedagang keliling yang datang ke lokasi. 4. Rata-rata penguasaan lahan untuk sayur relatif kecil, yaitu antara 0.16 – 0.25 ha. Petani yang memiliki lahan lebih luas akan menanam cabai, tomat atau melon namun bagi petani yang berlahan sempit maka pilihan komoditas tertuju pada komoditas sayur konsumsi sehari-hari, yaitu bayam, kacang panjang dan kangkung. 5.4. Ekonomi Rumahtangga Petani Padi 5.4.1. Curahan Waktu Anggota Rumahtangga Petani Padi