Teori Belajar Konstruktivisme Hakekat Pembelajaran Fisika

commit to user xxxiv observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”. Dengan kata lain, belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Geoch dalam Agus Suprijono 2009:2 menyatakan “Learning is change performance as aresult of practice”. Belajar adakah perubahan performance sebagai hasil latihan. Morgan dalam Agus Suprijono 2009:2 menyatakan “Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of past experience”. Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permenen sebagai hasil dari pengalaman. Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku untuk mendapatkan pengetahuan sebagai hasil dari latihan. Proses ini berlangsung di sekolah dan masyarakat. “Proses belajar ini banyak didominasi aktivitas menghafal” Agus Suprijono, 2009:3. Sehingga peserta didik sudah belajar jika sudah hafal hal-hal yang telah mereka pelajari. Satu hal yang harus dipahami bahwa perolehan pengetahuan maupun upaya penambahan pengetahuan hanyalah salah satu bagian kecil dari kegiatan menuju terbentuknya kepribadian yang seutuhnya. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseoran terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Paul Suparno 2008 : 25 menyatakan kaum “Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konsturksi manusia”. Teori – teori pembelajaran kognitif commit to user xxxv dalam psikologi pendidikan dapat dikelompokkan dalam pandangan konstuktivisme tentang belajar yang menyatakan bahwa “ siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan – aturan lama dan merevisinya apabila aturan – aturan itu tidak lagi sesuai” Mohammad Nur dan Muchlas Samani 1996 : 2. Menurut teori ini berarti guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam pikirannya. Seorang guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan ide – ide merekan sendiri dan membelajarkan siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Wadsworth dalam Suparno 2008 : 35 menyatakan “ bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual dan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri – ciri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan :. Jadi belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi berupa teks, dialog atau pengalaman fisik. Belajar merupakan suatu proses yang menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Belajar merupakan suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Siswa dalam belajar harus mempunyai pengalaman dengan membaut hipotesis, menguji hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan , mencari jawaban, menggambar, meneliti, mengadakan refleksi, commit to user xxxvi mengungkapkan pertanyaan dan mengekpresikan gagasan untuk membentuk konstruksi baru. Baru menurut kaum konstruktif merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi pikirnya. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Piaget dalam Suparno 2008 : 38 menyatakan bahwa “ Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi bentukan dari kegiatantindakan seseorang.” Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru. Penganut konstruktivisme ini menyakini bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang belajar. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari seorang guru kepada murid, sehingga murid sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman – pengalaman mereka. Menurut pandangan ini seorang anak membangun melalui berbagai jalur yakni membaca, mendengarkan, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen terhadap lingkungannya. Piaget dalam Agus Suprijono 2009:31 menyatakan bahwa pengkonstruksian pengetahuan dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: “ pengetahuan fisis, pengetahuan matematis logis dan pengetahuan sosial”. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi langsung terhadap obyek yang dipelajari. Pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi maupun penggunaan commit to user xxxvii obyek. Pengetahuan ini dibentuk dari perbuatan berpikir seseorang terhadap obyek yang dipelajari. Pengetahuan yang didapat dapat disimbolkan menjadi suatu logika matematika murni. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang dibentuk melalui interaksi seseorang dengan orang lain. Menurut Paul Suparno dalam Agus Suprijono 2009:32, “konstruksi pengetahuan Piaget bersifat personal”. Asumsi dari Piaget adalah dalam bahasa setiap individu terdapat egosentris. Dengan menggunakan bahasanya sendiri individu membentuk skema dan mengubah skema. Jadi individu sendiri yang mengkonstruksi pengetahuan ketika beriteraksi dengan pengalaman dan obyek yang dihadapi. Konstruktivisme sosial berasal dari Vygotsky. Asumsi Vygotsky adalah bahasa merupakan aspek social . Vigotsky dalam Agus Suprijono 2009:32 menyatakan bahwa “pembicaraan egosentrik merupakan permulaan dari pembentukan inner speech kemampuan bicara yang pokok yang akan digunakan sebagai alat dalam berpikir”. Inner speech berperan dalam pembentukan pengertian spontan. Pengertian spontan mempunyai dua segi suatu pengertian dalam dirinya sendiri dan pengertian untuk orang lain. Dua pengertian tersebut membentuk ketegangan dialktik sejak awal. Individu teus berusaha untuk mengungkapkan pengertian mereka dengan simbol yang sesuai untuk berkomunikasi dengan orang lain. Konstruktivisme Vygotsky memandang bahwa pengetahuan dikostruksi secara kolaboratif antar individu dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual commit to user xxxviii dalam konteks sosial; budaya. Proses penyesuaian itu ekuivalen dengan pengkonstruksian pengetahuan secraa intra individual yakni melalui proses regilasi diri internal. Dalam hubungan ini , para konstruktivis vygotskian lebih menekankan kepada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual. Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda, sampai pada tukar menukar informasi dan pengetahuan; serta zone of proximal development. Guru sebagai mediator memiliki peran mediator pendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan , pengertian dan kompetensi Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Inti teori ini adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori ini, fungsi kognitif manusia berasal dari interasi sosoal masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi pada saat siswa menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tersebut masih dalam jangkauan kemempuannya atau tugas tersebut berada dalam zone of proximal development mereka. Menurut Paul Suparno dalam Agus Suprijono 2009:34 menyatakan bahwa “Kedua perspektif itu sama-sama mengimplikasikan keaktifan peserta didik dalam belajar. Keduanya menekankan pada tindakan terhadap obyek. Hanya saja yang satu menekankan pentingnya keaktifan individu dalam melakukan tindakan terhadap obyek, sedangkan yang lain lebih commit to user xxxix menekankan pentingnya lingkungan social-kultural dalam melakukan tindakan terhadap obyek. “ Belajar menurut model konstruktivisme merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pikirannya. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya. Perbandingan antara teori Piaget dan Vygotsky menurut Santrok dalam Agus Suprijono 2009:34-35 adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Konstruktivisme Piaget dan Vygotsky TOPIK PIAGET VYGOTSKY KONTEKS SOSIOKULTURAL Sedikit penekanan Penekanan Kuat KONSTRUKTIVISME Konstruktivis kognitif Konstruktivis Sosial TAHAPAN Penekanan perkembangan kognitif sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal Kurang menekankan perkembangan kognitif PROSES KONSTRUKSI Skemata, asimilasi, akomodasi, equilibirasi Zo-Ped, bahasa, dialog adalah alat ukur PERAN BAHASA Perkembangan kognitif menentukan bahasa Bahasa memainkan peranan kuat dalam membentuk pemikiran PERAN PENDIDIKAN Pendidika memperbaiki ketrampilan peserta didik Pendidikan memainkan peran sentral, membantu peerta didik mepelajari alat- alat ukur IMPLIKASI PENGAJARAN Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk menemukan pengetahuan Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didikuntuk belajar berama guru, teman dan para ahli Sumber: Santrok, John W., Psikologi Pendidikan. Proses belajar dalam model konstruktivisme bercirikan sebagai berikut : Suparno, 2008 : 61 a Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh awal dari apa yang mereka lihat, dengar , rasakan dan alami. Konstruksi berarti dipengaruhi oleh pengertian yang dipunyai, b Konstruksi arti adalah commit to user xl proses terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atrau persoalan yang baru, diadakan konstruksi baik secara kuat atau lemah, c Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pangertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan , melainkan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menurut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang, d Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemaseseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan disequilibrium adalah situasi yang baik untuk memacu belajar, e Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya, f Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar : konsep-konsepn tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaaksi dengan bahan yang dipelajari. Tujuan belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaiakan masalah yang dihadapi. Kurikulum yang berlaku dirancang agar sesuai dengan kondisi yang memungkinkan pengetahuan dan ketrampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Menurut Mohammad Asrori 2007:28-29, ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme adalah: a.Menekankan pada proses belajar, bukan mengajar.b Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.c Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.d Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil. e Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan. f Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar. g Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa. h Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa. i Mendasarkan proses commit to user xli belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif. j Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti: prediksi, kreasi dan analisis. k Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar. l Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru. m Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif. n Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata. o Menekankan pentingnya konteks dalam belajar. p Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar. q Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata. Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1 Orientasi, merupakan fase untuk member kesempatan kepada peserta didik memperhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran. 2 Elicitasi, merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh peserta didik. 3 Restrukturisasi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengkontraskan id-idenya dengan ide orang lain melalui diskusi. 4 Aplikasi ide, dalam langkah ini idea atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan dalam bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan peserta didik lebih lengkap bahkan lebih rinci. 5 Reviu, dalam fase ini peserts didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapinya sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah satu keterangan atau dengan mrngubahnya menjadi lebih lengkap.

c. Teori Belajar Kognitif

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

Efektifitas pembelajaran kooperatif metode numbered heads together (NHT) terhadap hasil belajar pendidikan Agama Islam di SMP Islam al-Fajar Kedaung Pamulang

0 10 20

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

1 10 208

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN STRATEGI NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STRATEGI STUDENT TEAMS ACHIEVEMENTDIVISION (STAD) Studi Komparasi Penggunaan Strategi Numbered Heads Together (NHT) Dan Strategi Student Teams Achievementdivision (STAD) Terhadap Hasi

0 3 16

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN STRATEGI NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN STRATEGI STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT Studi Komparasi Penggunaan Strategi Numbered Heads Together (NHT) Dan Strategi Student Teams Achievementdivision (STAD) Terhadap Hasil Belajar Te

0 2 13

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

4 18 99

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA YANG MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAIN (SFAE) DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISSION (STAD)

0 0 7