PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISSION(STAD) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI DAN INTERAKSI SOSIAL SISWA

(1)

commit to user

i

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISSION(STAD) DAN NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI DAN INTERAKSI SOSIAL SISWA

(Studi Kasus pada Materi Fisika Hukum-hukum Newton untuk Siswa Kelas X SMK Negeri Jenawi Semester I Tahun Pelajaran 2010/2011)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains

Minat Utama : Pendidikan Fisika

Oleh :

Bambang Siwiharjo S830809204

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISSION(STAD) DAN NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN

MOTIVASI DAN INTERAKSI SOSIAL

(Studi Kasus pada Materi Fisika Hukum-hukum Newton untuk Siswa Kelas X SMK Negeri Jenawi Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun oleh : Bambang Siwiharjo

S830809204

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I : Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.

NIP. 19520116 198003 1 001 ... ... Pembimbing II : Dra. Suparmi, MA. Ph.d

NIP. 19520915 197603 2 001 ... ...

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd NIP. 19520116 198003 1 001


(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISSION(STAD) DAN NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN

MOTIVASI DAN INTERAKSI SOSIAL

(Studi Kasus pada Materi Fisika Hukum-hukum Newton untuk Siswa Kelas X SMK Negeri Jenawi Tahun Pelajaran 2010/2011)

Disusun oleh : Bambang Siwiharjo

S830809204

Telah disetujui oleh Tim Penguji Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua : Prof. Dr. H. Ashadi

NIP. ... ...

Sekretaris : Drs. Cari, M.Sc, MA, Ph.D.

NIP. ... ... Anggota Penguji : 1. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd.

NIP. 19520116 198003 1 001 ... ...

2. Dra. Suparmi, MA. Ph.d

NIP. 19520915 197603 2 001 ... ... Mengetahui,

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Prof. Drs. Suranto, M.A, Ph.D Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd NIP NIP


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Bambang Siwiharjo NIM : S830809204

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISSION(STAD) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER

(NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN MOTIVASI DAN INTERAKSI SOSIAL

(Studi Kasus pada Materi Fisika Hukum-hukum Newton untuk Siswa Kelas X SMK Negeri Jenawi Tahun Pelajaran 2010/2011) adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tesebut.

Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan petunjuk, kemudahan dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ” PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE STUDENTS TEAM ACHIEVEMENT DIVISSION(STAD) DAN

NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DENGAN MEMPERHATIKAN

MOTIVASI DAN INTERAKSI SOSIAL (Studi Kasus pada Materi Fisika Hukum-hukum Newton untuk Siswa Kelas X SMK Negeri Jenawi Tahun Pelajaran 2010/2011).

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar pada Program Pascasarjana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Drs. Suranto, M.A, Ph.D yang telah berkenan memberikan fasilitas dalam menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing pertama Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd yang telah memberikan arahan selama penulisan tesis ini.


(6)

commit to user

vi

4. Pembimbing kedua Dra. Suparmi, M.A, Ph.D yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Segenap dosen pengampu mata kuliah Program Studi Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pendalaman ilmu kepada penulis.

6. Semua karyawan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan demi kelancaran tugas-tugas penulis.

7. Istri tercinta (B. Dwi Kristiani M) dan anak pertama kami tersayang (Galatia Vega Raharjo) yang rela mengijinkan untuk terus belajar.

8. Rekan-rekan pascasarjana angkatan paralel September 2009, utamanya Bu Agin dan suami (Pak Aris), Bu Sumiati, Bu Pudji dan Bu Yayuk, yang senasib sepenanggungan.

9. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mendoakan semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan yang lebih baik dan berlipat di sisi Allah SWT.

Tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dalam pemanfaatan penelitian ini.

Surakarta, Januari 2011


(7)

commit to user

vii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

KATA-KATA MUTIARA... iv

PERNYATAAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 12

D. Perumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 13


(8)

commit to user

viii

BAB II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS ... 16

A. Kajian Teori 1. Hakekat Pembelajaran Fisika ... 16

a. Teori Belajar ... 17

b. Teori Belajar Konstruktivisme ... 18

c. Teori Belajar Kognitif ... 25

1). Teori Belajar Piaget ... 26

2). Teori Belajar Ausubel ... 30

3). Teori Belajar Gagne ... 32

d. Teori Belajar Sosial... 33

e. Pembelajaran Kooperatif ... 35

1). Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 35

2). Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 37

3). Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 40

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division(STAD) ... 42

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 45

4. Motivasi Belajar ... 45

5. Interaksi Sosial ... 50

a. Definisi Interaksi Sosial ... 50


(9)

commit to user

ix

6. Pengertian Prestasi Belajar dan Penilaian Hasil Belajar ... 52

7. Mata Pelajaran Fisika ... 57

a. Konsep Gaya ... 57

b. Hukum-hukum Newton tentang Gerak ... 58

c. Penerapan Hukum-hukum Newton ... 60

B. Penelitian yang Relevan ... 65

C. Kerangka Berpikir ... 69

D. Pengajuan Hipotesis ... 75

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 76

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 76

1. Tempat Penelitian ... 76

2. Waktu Penelitian ... 76

B. Metode Penelitian ... 77

C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 77

1. Penetapan Populasi Penelitian ... 77

2. Penetapan Sampel Penelitian ... 78

3. Teknik Pengambilan Sampel ... 78

D. Variabel Penelitian ... 78

1. Variabel Bebas ... 78

2. Variabel Terikat ... 80

E. Teknik Pengumpulan Data ... 81

1. Metode Tes ... 81


(10)

commit to user

x

3. Metode Dokumentasi ... 81

F. Instrumen Penelitian... 82

1. Instrumen Pembelajaran ... 82

2. Instrumen Pengambilan Data ... 82

G. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 82

1. Istrumen Penilaian Kognitif ... 82

a. Uji Validitas ... 82

b. Uji Reliabilitas ... 84

c. Uji Tingkat Kesukaran Soal ... 85

d. Uji Daya Beda Soal ... 87

2. Istrumen Penilaian Motivasi dan Interaksi Sosial ... 88

a. Uji Validitas ... 89

a. Uji Reliabilitas ... 90

H. Teknik Analisis Data ... 91

1. Uji Prasyarat Analisis ... 92

a. Uji Normalitas ... 92

b. Uji Homogenitas ... 92

2. Uji Hipotesis ... 93

a. Uji Anava ... 93

a. Uji Lanjut Anava ... 97

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 99

A. Deskripsi Data ... 99


(11)

commit to user

xi

2. Data Motivasi ... 102

3. Data Interaksi Sosial ... 105

B. Pengujian prasyarat analisis ... 107

1. Uji Normalitas ... 107

2. Uji Homogenitas ... 111

C. Pengujian Hipotesis ... 113

1. Hasil Uji Hipotsis ... 113

2. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Tiga Jalan ... 116

D. Pembahasan ... 119

E. Keterbatasan Penelitian ... 131

BAB V. KESIMPILAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 132

A. Kesimpulan ... 132

B. Implikasi ... 134

1. Implikasi Teoritis ... 134

2. Implikasi Praktis ... 135

C. Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 138


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1.1 Nilai rata-rata Ulangan Kelas X Semester 1 Tahun 2009 ... 2

Tabel 1.2 Pendidikan Orang Tua ... 5

Tabel 1.3 Pekerjaan Orang Tua ... 6

Tabel 2.1 Perbandingan Konstruktivisme Piaget dan Vygotsky ... 23

Tabel 2.2 Perkembangan Kognitif Piaget ... 28

Tabel 2.3 Ranah Kognitif, Indikator dan Cara Evaluasi ... 56

Tabel 2.4 Ranah Afektif, Indikator dan Contoh Perolehan Kemampuan ... 56

Tabel 3.1 Tahap Penelitian ... 74

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 75

Tabel 3.3 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Prestasi Belajar ... 82

Tabel 3.4 Rangkuman Hasil Uji Reliabelitas Instrument Tes prestasi belajar 83

Tabel 3.5 Tabel Indeks Kesukaran……… 84

Tabel 3.6. RangkumanTaraf Kesukaran Soal Tes Prestasi Belajar ... 85

Tabel 3.7 Tabel Nilai Daya Pembeda Soal ... 86

Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal Tes Prestsi Belajar ... 86

Tabel 3.9 Rancangan Komputasi Data Statistik ... 93

Tabel 3.10 Rangkuman Analisis Varians Tiga Jalan ... 95

Tabel 4.1 Diskripsi Data Nilai Prestasi Belajar Fisika ... 98

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Fisika ... 99

Tabel 4.3 Jumlah Siswa yang Mempunyai Motivasi Tinggi dan Rendah .... 101


(13)

commit to user

xiii

Tabel 4. 5 Diskripsi Data Prestasi Belajar Fisika Kelas NHT ... 102 Tabel 4.6 Jumlah Siswa yang Mempunyai Kemampuan Interaksi Sosial Tinggi

dan Rendah………... 103 Tabel 4.7 Diskripsi Data Prestasi Belajar Fisika Kelas STAD ... 104 Tabel 4.8 Diskripsi Data Prestasi Belajar Fisika Kelas NHT ... 104 Tabel 4.9 Jumlah Siswa dengan Motivasi Tinggi Rendah dan Interaksi Sosial

Tinggi Rendah ... 105 Tabel 4.10 Rangkuman Anava Tiga Jalan ... 113 Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Komputasi ANOVA General Linear Model .. 113 Tabel 4.12 Rangkuman Uji Hasil Komparasi Ganda (Uji Scheffe’) ... 115


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Balok ditarik dengan gaya yang membentuk sudut α ... 61

Gambar 2.2 Dua balok dihubungkan oleh katrol licin ... 61

Gambar 2.3 Dua balok dihubungkan oleh katrol licin dan tergantung ... 62

Gambar 2.4 Balok meluncur pada bidang miring yang membentuk sudut α 63

Gambar 2.5 Orang berada di dalam lift ... 63

Gambar 4.1 Diagaram Batang Prestasi Belajar Fisika Kelas STAD ... 100

Gambar 4.2 Diagaram Batang Prestasi Belajar Fisika Kelas NHT ... 100

Gambar 4.3 Uji Normalitas Prestasi Belajar Fisika ... 107

Gambar 4.4 Uji Normalitas Prestasi Belajar Fisika Kelas STAD ... 108

Gambar 4.5 Uji Normalitas Prestasi Belajar Fisika Kelas NHT ... 109

Gambar 4.6 Uji Homogenitas Prestasi Belajar Fisika menurut Metode ... 110

Gambar 4.7 Uji Homogenitas Prestasi Belajar Fisika menurut Motivasi ... 111

Gambar 4.8 Uji Homogenitas Prestasi Belajar Fisika menurut Interaksi Sosial……… 114

Gambar 4.9 Diagram ANOM pengaruh metode terhadap prestasi belajar .... 116

Gambar 4.10 Diagram ANOM pengaruh motivasi terhadap prestasi belajar 117 Gambar 4.11 Diagram ANOM pengaruh interaksi sosial terhadap prestasi Belajar ... 118


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Silabus ... 138

Lampiran 2. Skenario Pembelajaran (RPP) ... 140

Lampiran 3. LKS ... 162

Lampiran 4. Kisi-kisi Angket Motivasi Siswa ... 174

Lampiran 5. Angket Motivasi siswa ... 175

Lampiran 6. Kisi-kisi Angket Interaksi Sosial ... 180

Lampiran 7. Angket Interaksi Sosial ... 181

Lampiran 8. Kisi-kisi Tes Prestasi Kognitif ... 188

Lampiran 9. Tes Prestasi Kognitif ... 190

Lampiran 10. Kisi-kisi Angket Penilaian Afektif ... 197

Lampiran 11. Angket Penilaian Afektif ... 198

Lampiran 12. Hasil Uji Coba Instrumen ... 202

Lampiran 13. Data Induk Penelitian ... 213

Lampiran 14. Hasil Olah Data Minitab 15 ... 215

Lampiran 15. Hasil Analisis Variansi ... 224

Lampiran 16. Hasil Uji Scheffe’ ... 228

Lampiran 17. FotoKegiatan ... 232


(16)

commit to user

xvi ABSTRAK

Bambang Siwiharjo, S830809204, 2011, ”Pembelajaran Fisika dengan Metode Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Heads Together (NHT) dengan Memperhatikan Motivasi dan Interaksi Sosial Siswa” (Studi kasus pada materi Hukum-hukum Newton untuk kelas X SMK Negeri Jenawi Semester 1 Tahun Pelajaran 2010-2011). Tesis: Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing: 1) Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd; 2) Dra. Suparmi, MA, Ph.D.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1) Perbedaan prestasi belajar siswa yang diberi metode pembelajaran STAD dan NHT, 2) Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan rendah, 3) Perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai interaksi sosial tinggi dan rendah, 4) Interaksi antara metode dan motivasi terhadap prestasi belajar siswa, 5) Interaksi antara metode dan interaksi sosial terhadap prestasi belajar siswa, 6) Interaksi antara motivasi dan interaksi sosial terhadap prestasi belajar siswa, 7) Interaksi antara metode, motivasi dan interaksi sosial terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2010, dengan populasi siswa SMK N Jenawi I tahun pelajaran 2010/2011. Populasinya kelas X, XI dan XII, sampel penelitian menggunakan sampel acak mengambil 2 kelas. Kelas pertama (X TKJ 1) yang diberi metode STAD dan kelas kedua (X TKJ 2) yang diberi metode NHT. Tes soal diberikan untuk prestasi belajar aspek kognitif, dan angket untuk motivasi, interaksi sosial siswa dan prestasi belajar aspek afektif. Hipotesis menggunakan Anava tiga jalan 2x2x2 dan uji lanjut menggunakan uji schefee’.

Hasil uji ANAVA yang menggunakan taraf signifikasi 5% dan Ftabel =

3,98, menunjukkan : 1) ada perbedaan prestasi belajar siswa yang diberi metode STAD dan NHT (Fobs = 4,56), 2) ada perbedaan prestasi belajar siswa yang

memiliki motivasi tinggi dan rendah (Fobs = 12,60), 3) ada perbedaan prestasi

belajar siswa yang memiliki interaksi sosial tinggi dan rendah (Fobs = 7,58), 4)

tidak ada interaksi antara metode dan motivasi terhadap prestasi belajar (Fobs =

0,16), 5) tidak ada interaksi antara metode dan interaksi sosial terhadap prestasi belajar (Fobs = 0,01), 6) tidak ada interaksi antara motivasi dan interaksi sosial

terhadap prestasi belajar (Fobs = 0,01), 7) tidak ada interaksi antara media,

keingintahuan, dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar (Fobs = 3,21).

Kata Kunci : STAD, NHT, Motivasi, Interaksi Sosial, hukum-hukum Newton, Prestasi Belajar.


(17)

commit to user

xvii ABSTRACT

Bambang Siwiharjo, S830809204, 2011,”Science Learning Using Student Teams Achievement Division (STAD) and Numbered Heads Together (NHT) Methods Over Viewed from Student Motivation and Sosicial Interaction” (A case study on Newton Laws for grade X SMKN Jenawi 1st Semester Academic Year 2010/2011). Thesis: Science Education Post Graduate Program, Sebelas Maret Univercity, Surakarta, 2011. Advisors: 1) Prof. Dr. H. Widha sunarno, M.Pd, 2) Dra. Suparmi, MA, Ph.D.

The purposes of this research were to know : 1) the difference of student achievement between student who learnt using STAD and NHT methods, 2) the difference of student achievement between student who had high and low motivation, 3) the difference of student achievement between student who had high and low social interaction, 4) the interaction between mothods and motivation toward student achievement, 5) the interaction between methods and social interaction toward student achievement, 6) the interaction between motivation and social interaction toward student achievement, 7) the interaction between mothods, motivation and social interaction toward student achievement.

The research used experimental method and was conducted on November 2010, the population was all student of SMK N Jenawi academic year 2010/2011. The population were grade X, XI and XII. The sample was taken using cluster random sampling, consisted of 2 classes. The first class (XTKJ I) treaded using STAD method and the second class (X TKJ 2) treaded using NHT method. The data was taken using test for student achievement; and questionere for motivation and social interaction. The hypotheses were tested using Anava with 2x2x2 factorial design and unegual cell member, continued by scheffe’.

From the data analysis can be concluded that : 1) there was differencess of student achievement between student who learnt using STAD and NHT methods (Fobs = 4,56), 2) there was differences of student achievement between student

who had high and low motivation(Fobs = 12,60), 3) there was difference of student

achievement between student who had high and low social interaction (Fobs =

7,58), 4) there was no interaction between methods and motivation toward student achievement (Fobs = 0,16); 5) there was no interaction between methods and social

interaction toward student achievement (Fobs = 0,01); 6) there was no interaction

between motivation and social interction toward student achievement (Fobs =

0,01); 7) there was no interaction between methods, motivation and social interaction toward the student achievement (Fobs = 3,21).

Key words: STAD, NHT, motivation, social interaction, Newton Laws, student achievement.


(18)

commit to user

xviii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian alam yang terjadi di sekitar kita, juga mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Kemudian digeneralisasikan ke dalam konsep atau prinsip-prinsip. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada era globalisasi ini pengetahuan manusia semakin banyak dan maju dengan pesat. Akibatnya pengetahuan seseorang akan cepat usang, tidak relevan lagi, dan kehilangan nilai dan utilitas. Agar pengetahuan semakin mutakhir, maka harus dikembangkan dengan cara-cara belajar baru, misalnya bagaimana mencari, mengolah, memilih informasi yang demikian banyak sesuai dengan kebutuhannya. Menyadari hal di atas maka penyempurnaan kurikulum termasuk kurikulum fisika SMK mutlak harus dilaksanakan secara dinamis. Penyempurnaan kurikulum harus dilaksanakan melalui prosedur yang benar, yaitu: evaluasi kurikulum yang lama atau yang sedang berjalan uji coba kurikulum baru, sosialisaai kurikulum baru, maupun menetapkan kurikulum yang baru.

Kedinamisan perubahan kurikulum juga harus diikuti perubahan paradigma guru dalam mengajar. Namun sebagian besar guru masih mengajar


(19)

commit to user

xix

dengan menganggap bahwa guru adalah yang paling hebat di kelas, guru sebagai sumber pokok di kelas. Guru adalah subyek dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Sebagai akibatnya adalah aktifitas siswa dalam proses pembelajaran rendah atau kurang. Hal ini berdampak pada prestasi belajar siswa yang rendah. Data prestasi belajar siswa dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.1: Nilai Rata-rata Ulangan Kelas X Semester 1 Tahun 2009

No Kelas KK

M Nilai Rata-rata Ulangan Harian Prosentase di atas KKM Mid Semester Prosentase di atas KKM Ujian Semester Prosentase di atas KKM 1 2 3 XTMO XTKJ 1 XTKJ 2 65 65 65 50 57 56 14,8 % 42,5 % 32,4 % 57 59 57 18,5 % 35 % 30 % 56 61 60 33,3 % 40 % 31,5 %

Sumber: Data Guru Rendahnya kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah “ belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun oleh peserta didik. Hal tersebut lebih dipersulit lagi oleh kondisi yang turun menurun, dimana guru mendominasi kegiatan pembelajaran” (Mulyasa E 2002 : 47). Dalam KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) maupun KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) peranan guru tidak berlaku sebagai subyek dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran bisa dilakukan dari berbagai sumber belajar. Dan guru berperan sebagai motivator dan fasilitator dalam proses pembelajaran.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMK sebagai perwujudan dari kirikulum pendidikan menengah dikembangkan sesuai dengan relevensinya oleh


(20)

commit to user

xx

setiap kelompok keahlian atau satuan pendidikan. Merujuk Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Permendiknas No. 24 tentang Pelaksanaan Standar Isi SKL , untuk mata pelajaran fisika di SMK beban belajarnya adalah 192 jam / 3 tahun yang kemudian dijabarkan menjadi 3 jam tatap muka per minggu.

Materi fisika yang diajarkan pada semester I kelas X adalah Besaran dan Pengukuran (meliputi besaran fisis, dimensi dan pengukuran), Gerak (meliputi kerangka acuan, perpindahan, kecepatan, percepatan, gerak lurus dan gerak melingkar), Gaya dan Hukum-Hukum Newton (meliputi vektor, gaya, hukum-hukum Newton dan penerapan hukum-hukum-hukum-hukum Newton) dan Rotasi Benda Tegar (meliputi gerak rotasi, momentum sudut dan keseimbangan benda tegar).

Materi hukum-hukum Newton merupakan materi yang banyak dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kekadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari banyak yang merupakan penerapan hukum-hukum Newton yang sering kali tidak dipahami oleh siswa. Sebagai contoh ketika seseorang sedang naik bis dan tiba-tiba bis tersebut direm mendadak, maka kita menerapkan hukum I Newton. Ketika mendorong mobil yang mogok, sebenarnya kita sedang menerapkan hukum II Newton. Ketika kita memukul meja dengan kepalan tangan atau mendorong tembok dengan kaki sambil duduk, sebenarnya kita sudah menerapkan hukum aksi reaksi atau hukum III Newton.

Dengan melihat/memperhatikan kurikulum di atas, maka guru sebagai pengajar dan pendidik dituntut untuk mampu memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan juga materi yang diajarkannya.


(21)

commit to user

xxi

Namun kenyataannya, belum semua guru mampu merancang skenario pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan menerapkan metode pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan siswa.

SMA Negeri Jenawi berdiri berdasarkan SK Bupati Karanganyar No. 211 Tahun 2002 dan berdasarkan SK Bupati Karanganyar No. 421.5/769 Tahun 2009 mengalami alih fungsi dan berubah menjadi SMK Negeri Jenawi. Hal ini disesuaikan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dan juga atas dasar kajian bahwa hanya ada sekitar 10 % lulusan SMA Negeri Jenawi yang melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Visi SMK Negeri Jenawi adalah mencetak lulusan yang terampil, cerdas dan berbudi pekerti luhur. Sejalan dengan visi tersebut maka para guru dituntut untuk mampu mengembangkan kompetensi siswa di bidang/ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Kebutuhan tenaga kerja di masyarakat menuntut siswa untuk memiliki kompetensi kognitif, psikomotor dan afektif yang optimal.

Metode pembelajaran yang selama ini diterapkan oleh para guru di SMK Negeri Jenawi adalah metode konvensional, seperti mengajar dengan ceramah, pemberian tugas/pekerjaan rumah (PR), merangkum dan mencatat. Bahkan tidak jarang seorang guru berceramah secara terus-menerus selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga metode pembelajaran yang diterapkan bersifat teacher

centered atau pembelajaran berpusat pada guru. Guru seolah-olah sebagai

satu-satunya sumber belajar di kelas, orang yang paling pandai di kelas, orang yang paling hebat di kelas. Banyak guru di SMK Negeri Jenawi belum menggunakan metode pembelajaran kooperatif sebagai alternatif dari metode konvensional.


(22)

commit to user

xxii

Prestasi belajar siswa ditentukan oleh banyak hal, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut adalah IQ, motivasi, interaksi sosial siswa, kondisi fisik, kesehatan, kreatifitas dan lain-lain. Faktor eksternal tersebut antara lain guru, sarana dan prasarana, lingkungan keluarga dan masyarakat, perkembangan teknologi, metode pembelajaran, dan lain-lain. Para guru di SMK Negeri Jenawi dalam melaksanakan pembelajaran belum memperhatikan faktor-faktor tersebut, khususnya motivasi dan interaksi sosial (faktor internal).

Berdasarkan data dari sekolah, sebagian besar orang tua atau wali murid dari siswa SMK Negeri Jenawi berpendidikan SD, hal ini bisa dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.2: Pendidikan Orang Tua

No Tahun

Pendidikan Orang Tua

SD SMP SMA Diploma S1

1. 2. 3. 4. 2006 2007 2008 2009 71,34 % 70,31 % 56,66 % 63,46 % 16,66 % 15,62 % 21,66 % 21,15 % 14,06 % 9,37 % 18,33 % 15,38 % 1,56 % 3,12 % 3,33 % - - 1,56 % - -

Kondisi pendidikan orang tua/wali murid ini sudah barang tentu juga berpengaruh pada prestasi siswa, karena jika siswa mengalami kesulitan dalam belajar di rumah (saat mengerjakan pekerjaan rumah) maka orang tua tidak bisa membantu dalam memecahkan soal yang dihadapi oleh siswa tersebut.


(23)

commit to user

xxiii

Berdasarkan data dari sekolah, sebagian besar pekerjaan orang tua/wali murid dari siswa SMK Negeri Jenawi adalah petani, hal ini bisa dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.3: Pekerjaan Orang Tua

No Tahun

Pekerjaan Orang Tua

Petani Buruh Wiraswasta PNS

1. 2. 3. 4. 2006 2007 2008 2009 57,5 % 58,33 % 41,93 % 73,07 % 10 % 5,55 % 6,45 % 7,69 % 35 % 27,77 % 41,93 % 34 % 7,5 % 11,11 % 6,45 % 16,66 %

Kondisi ini sudah barang tentu juga berpengaruh terhadap prestasi siswa, karena dengan penghasilan yang tidak tentu orang tua/wali murid tidak mampu untuk memberikan pelajaran tambahan kepada anak-anaknya. Pelajaran tambahan tersebut misalnya mengikuti bimbingan belajar atau memanggil guru privat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi yang kita jumpai di daerah perkotaan.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat membawa dampak positif dan negatif bagi siswa. Salah satu dampak positifnya adalah dengan tersedianya fasilitas internet di setiap sekolah maka siswa mampu mengakses banyak informasi sebagai bahan dalam belajar. Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi tesebut adalah semakin meningkatnya sifat individualisme para siswa. Semakin banyaknya permainan di komputer maupun di


(24)

commit to user

xxiv

kompetisi tersebut kadang-kadang tidak sehat. Sehingga siswa ketika menghadapi tes/ujian akan mencontek jawaban dari teman atau dari buku.

Siswa di kelas X SMK merupakan siswa yang akif, interaktif dan mereka memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka memiliki kelompok-kelompok sosial tertentu dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kelompok siswa yang suka bermain sepak bola, bermain bola voli. Mereka terlibat secara emosional di dalam kelompok tersebut.

Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, karakteristik siswa, sarana dan prasarana dan juga penguasaan kompetensi guru. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang tidak hanya mampu secara materi saja tetapi juga mampu membangkitkan motivasi siswa dan mengembangkan interaksi sosial siswa selama pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran yang mampu membuat siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan cara berdiskusi dengan teman-temannya, saling membantu teman yang belum menguasai materi pelajaran, mampu menyampaikan ide-ide yang membangun dan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugasnya masing-masing. Sehingga paradigma pembelajaran yang berlaku selama ini yaitu teacher centered akan berubah menjadi paradigma

pembelajaran yang baru yaitu student centered.

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang merujuk pada bermacam-macam metode pembelajaran dimana para siswa bekerja/belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5


(25)

commit to user

xxv

orang. Disini, siswa diharapkan dapat saling membantu dalam memahami materi pelajaran, saling berdiskusi dan berargumentasi dan mampu menyampaikan ide/gagasan. Pada model pembelajaran kooperatif, siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk saling bekerja sama selama proses pembelajaran berlangsung. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajarn yang mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, sehingga siswa akan lebih bersemangat, tangguh, dan bergairah selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, model pembelajaran kooperatif juga akan membuat siswa untuk saling berinteraksi dengan teman-temannya. Sehingga mereka mampu menerima perbedaan terhadap teman yang mempunyai kemampuan akademik lemah, teman yang berbeda jenis kelamin, kondisi ekonomi orang tuanya, mengembangkan hubungan antar siswa sehingga proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan juga meningkatkan rasa percaya diri siswa.

Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam metode pembelajaran, diantaranya adalah Jigsaw, Group Investigation (GI), Students

Teams Achievement Division (STAD), Think-Pair-Share (TPS), Nubmbered Heads

Together (NHT), Two Stay Two Stray (TSTS) dan lain-lain. Langkah-langkah

pembelajaran pada metode Students Teams Achievement Division (STAD) adalah:

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. 2) Menyajikan informasi. 3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. 4) Membimbing kelompok kerja dan belajar. 5) Evaluasi. 6) Penghargaan kelompok. Pada metode STAD ini dalam satu tim/kelompok siswa akan saling membantu, berdiskusi dan


(26)

commit to user

xxvi

siswa yang kurang dalam pemahaman materi tidak akan malu untuk bertanya kepada teman yang lain karena usia mereka relatif sama (tutor sebaya), sehingga siswa dalam satu tim/kelompok mampu memecahkan dan memahami semua masalah/soal yang diberikan oleh guru. Langkah-langkah pembelajaran pada metode NHT adalah: 1) Membagi siswa dalam kelompok-kelompok lalu masing-masing siswa diberi nomor. 2) Guru mengajukan pertanyaan atau permasalahan kepada siswa. 3) Siswa saling berdiskusi untuk menemukan jawaban atas pertanyaan atau permasalahan tersebut. 4) Guru memanggil sebuah nomor dan siswa yang memiliki nomor tersebut memberikan jawabannya, dan seterusnya hingga pertanyaan atau permasalaham habis. Pada metode NHT ini seorang siswa akan memberikan jawaban yang diterima oleh seluruh siswa di kelas tersebut, sehingga siswa yang mempunyai tanggung jawab terhadap soal tersebut juga akan mengetahui jawabannya dan mampu memahami materi pembelajaran.

Menurut Mohammad Asrori (2007:183), motivasi diartikan sebagai: “(1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang, yang disadari atau tidak disadari untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; (2) Usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai”. Suatu proses pembelajaran memiliki tujuan akhir yaitu memiliki prestasi belajar yang tinggi. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka dorongan dari pihak lain maupun dari diri sendiri sangat penting agar setiap langkah yang diambil tepat atau sesuai. Dengan adanya motivasi belajar , siswa akan memiliki gairah belajar yang tinggi yang akan memberikan semangat untuk belajar. Semangat belajar yang tinggi


(27)

commit to user

xxvii

akan membawa siswa untuk terus-menerus mengasah diri sehingga tumbuh rasa percaya diri dan kemadirian pada diri siswa. Hingga akhirmya terbentuk karakter siswa yang tangguh, sabar, berdaya juang tinggi dan berprestasi.

Fisika merupakan mata pelajaran yang sulit, sehingga diperlukan sikap saling membantu antar siswa ketika sedang belajar. Pada model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri dari berbagai macam sifat heterogenitas siswa. Sifat heterogenitas tersebut santara lain kepandaian, jenis kelamin, latar belakang sosial dan lain-lain. Model pembelajaran kooperatif akan berjalan dengan baik jika para siswa saling berinteraksi sehingga mereka mampu menerima setiap perbedaan yang ada. Ketika mereka berinteraksi dengan teman-teman sebaya, interaksi ini akan berkembang menjadi kelompok persahabatan . Dalam kelompok persahabatan ini mereka akan merasa aman, tumbuh dengan baik, menyalurkan perasaan, mengembangkan ketrampilan, rasa ingin tahu dan bersikap lebih dewasa. Sehingga siswa dalam kelompok tersebut akan saling membantu, siswa yang lebih pandai membantu siswa yang kurang pandai dalam memahami materi pembelajaran dan siswa yang kurang pandai tidak akan malu untuk bertanya kepada yang lebih pandai karena usia mereka relatif sama. Akibatnya mereka akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik.

Bertolak dari uraian di atas, maka pada penelitian ini diangkat judul sebagai berikut: “Pembelajaran Fisika dengan Metode Student

Teams-Achievement Division (STAD) dan Numbered Heads Together (NHT) dengan


(28)

commit to user

xxviii

hukum-hukum Newton untuk Siswa Kelas X Semester I SMK Negeri Jenawi Tahun Pelajaran 2010/2011).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan yang ada sebagai berikut :

1. Rendahnya kualitas pembelajaran di SMK Negeri Jenawi Kabupaten Karanganyar karena guru mengajar secara konvensional dan monoton.

2. Ada beberapa metode pembelajaran kooperatif yang bisa diterapkan pada mata pelajaran fisika, misalnya: STAD, NHT, GI, Jigsaw, TPS, TSTS dan lain-lain. Namun guru belum menerapkan metode yang bervariasi.

3. Ada beberapa faktor internal siswa yang mempengaruhi proses pembelajaran, misalnya: motivasi, kreativitas, interaksi sosial, sikap ilmiah, IQ, gaya belajar dan lain-lain. Namun guru belum memperhatikan faktor-faktor tersebut.

4. Ada beberapa bentuk interaksi sosial, antara lain: kerja sama, persaingan, pertentangan, persesuaian dan perpaduan. Namun guru belum memperhatikan bentuk-bentuk interaksi sosial tersebut.

5. Guru belum memperhatikan semua aspek pembelajaran yang meliputi aspek/ranah kognitif, psikomotor dan afektif.

6. Ada beberapa materi pembelajaran yang disajikan pada kelas X semester 1 antara lain Besaran dan Pengukuran, Gerak, Gaya dan Hukum-hukum Newton dan Rotasi Benda Tegar, namun dalam proses pembelajaran guru belum


(29)

commit to user

xxix

menunjukkan saling keterkaitan konsep-konsep tersebut sehingga proses pembelajarannya belum bermakna.

7. Sumber belajar yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal oleh guru. 8. Tingkat pendidikan orang tua/wali murid sebagian besar adalah SD. 9. Pekerjaan orang tua/wali murid sebagian besar adalah petani .

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah STAD dan NHT. 2. Faktor internal dibatasi pada motivasi dan interaksi sosial.

3. Aspek yang dinilai meliputi prestasi belajar ranah kognitif dan afektif siswa. 4. Materi pelajaran fiska dibatasi pada bahasan hukum-hukum Newton.

5. Subyek yang diteliti adalah siswa-siswi kelas X SMK Negeri Jenawi tahun pelajaran 2010 /2011.

D. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berkut : 1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan

metode STAD dan NHT ?

2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa ?


(30)

commit to user

xxx

3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa mempunyai yang interaksi sosial tinggi dan rendah ?

4. Apakah ada interaksi antara penggunaan metode STAD dan NHT dengan motivasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa ?

5. Apakah ada interaksi antara penggunaan metode STAD dan NHT dengan interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa ?

6. Apakah ada interaksi antara motivasi dengan gaya interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa ?

7. Apakah ada interaksi antara penggunaan metode STAD dan NHT, motivasi, dengan interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Perbedaan prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan metode STAD dan NHT .

2. Perbedaan prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi tinggi dan rendah . 3. Perbedaan prestasi belajar siswa yang memiliki interaksi sosial tinggi dan

rendah .

4. Interaksi antara metode STAD dan NHT dengan motivasi tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa .

5. Untuk mengetahui interaksi antara metode STAD dan NHT dengan interaksi sosial tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar fisika siswa .


(31)

commit to user

xxxi

6. Untuk mengetahui interaksi antara motivasi dengan interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa .

7. Untuk mengetahui interaksi antara metode STAD dan NHT, motivasi dengan interaksi sosial terhadap prestasi belajar fisika siswa .

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat praktis :

a) Memberikan masukan kepada guru fisika untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

b) Memberikan masukan bagi peneliti, bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai contoh untuk mengembangkan metode pembelajaran yang serupa pada pokok pembelajaran yang lain.

c) Memberikan bahan pertimbangan bagi pengembang kurikulum dalam rangka pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada masa yang akan datang.

2. Manfaat teoritis :

a) Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penggunaan metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar yang dapat meningkatkan prestasi belajar.

b) Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan serta acuan bagi penelitian selanjutnya.


(32)

commit to user

xxxii BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR

DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Hakekat Pembelajaran Fisika

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi kemampuan baru sebagai upaya menguasai materi pelajaran.

Menurut Syiful Sagala (2008:61), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Corey (1986) dalam Syaiful Sagala (2008:61) menyatakan bahwa, “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinka ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari penddidikan.


(33)

commit to user

xxxiii

Menurut Kirk dan Gustafson (1986) dalam Syaiful Sagala (2008:64), pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi secara seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahapan rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dan pembelajaran fisika adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru fisika untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahapan rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

a. Teori Belajar

Banyak definisi tentang belajar. Sesungguhnya masalah belajar sangatlah kompleks, sehingga apa bila orang menganggap beberapa macam kegiatan yang berbeda , dapat diistilahkan secara umum sebagai belajar.

Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut: Travers dalam Agus Suprijono (2009:2) mendefinisikan “Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. Cronbach dalam Agus Suprijono (2009:2) menyatakan “Learning is shown by a change in behavior as a result of

experience”. (Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).


(34)

commit to user

xxxiv

observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow

direction”. (Dengan kata lain, belajar adalah mengamati, membaca, meniru,

mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu). Geoch dalam Agus Suprijono (2009:2) menyatakan “Learning is change performance as aresult of

practice”. (Belajar adakah perubahan performance sebagai hasil latihan). Morgan

dalam Agus Suprijono (2009:2) menyatakan “Learning is any relatively

permanent change in behavior that is a result of past experience”. (Belajar adalah

perubahan perilaku yang bersifat permenen sebagai hasil dari pengalaman).

Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku untuk mendapatkan pengetahuan sebagai hasil dari latihan. Proses ini berlangsung di sekolah dan masyarakat. “Proses belajar ini banyak didominasi aktivitas menghafal” (Agus Suprijono, 2009:3). Sehingga peserta didik sudah belajar jika sudah hafal hal-hal yang telah mereka pelajari. Satu hal yang harus dipahami bahwa perolehan pengetahuan maupun upaya penambahan pengetahuan hanyalah salah satu bagian kecil dari kegiatan menuju terbentuknya kepribadian yang seutuhnya. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan tugas-tugas sekolah. b. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseoran terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Paul Suparno (2008 : 25) menyatakan kaum “Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konsturksi manusia”. Teori – teori pembelajaran kognitif


(35)

commit to user

xxxv

dalam psikologi pendidikan dapat dikelompokkan dalam pandangan konstuktivisme tentang belajar yang menyatakan bahwa “ siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan – aturan lama dan merevisinya apabila aturan – aturan itu tidak lagi sesuai” (Mohammad Nur dan Muchlas Samani 1996 : 2). Menurut teori ini berarti guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam pikirannya. Seorang guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan ide – ide merekan sendiri dan membelajarkan siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Wadsworth dalam Suparno (2008 : 35) menyatakan “ bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual dan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri – ciri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan :. Jadi belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi berupa teks, dialog atau pengalaman fisik. Belajar merupakan suatu proses yang menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Belajar merupakan suatu perkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Siswa dalam belajar harus mempunyai pengalaman dengan membaut hipotesis, menguji hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan , mencari jawaban, menggambar, meneliti, mengadakan refleksi,


(36)

commit to user

xxxvi

mengungkapkan pertanyaan dan mengekpresikan gagasan untuk membentuk konstruksi baru.

Baru menurut kaum konstruktif merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi pikirnya. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.

Piaget dalam Suparno ( 2008 : 38 ) menyatakan bahwa “ Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan/tindakan seseorang.” Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru. Penganut konstruktivisme ini menyakini bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang belajar. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari seorang guru kepada murid, sehingga murid sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman – pengalaman mereka. Menurut pandangan ini seorang anak membangun melalui berbagai jalur yakni membaca, mendengarkan, bertanya, menelusuri dan melakukan eksperimen terhadap lingkungannya.

Piaget dalam Agus Suprijono (2009:31) menyatakan bahwa pengkonstruksian pengetahuan dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: “ pengetahuan fisis, pengetahuan matematis logis dan pengetahuan sosial”. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi langsung terhadap obyek yang dipelajari. Pengetahuan matematis logis adalah pengetahuan yang dibentuk dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi maupun penggunaan


(37)

commit to user

xxxvii

obyek. Pengetahuan ini dibentuk dari perbuatan berpikir seseorang terhadap obyek yang dipelajari. Pengetahuan yang didapat dapat disimbolkan menjadi suatu logika matematika murni. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang dibentuk melalui interaksi seseorang dengan orang lain.

Menurut Paul Suparno dalam Agus Suprijono (2009:32), “konstruksi pengetahuan Piaget bersifat personal”. Asumsi dari Piaget adalah dalam bahasa setiap individu terdapat egosentris. Dengan menggunakan bahasanya sendiri individu membentuk skema dan mengubah skema. Jadi individu sendiri yang mengkonstruksi pengetahuan ketika beriteraksi dengan pengalaman dan obyek yang dihadapi.

Konstruktivisme sosial berasal dari Vygotsky. Asumsi Vygotsky adalah bahasa merupakan aspek social . Vigotsky dalam Agus Suprijono (2009:32) menyatakan bahwa “pembicaraan egosentrik merupakan permulaan dari pembentukan inner speech (kemampuan bicara yang pokok) yang akan digunakan

sebagai alat dalam berpikir”. Inner speech berperan dalam pembentukan pengertian spontan. Pengertian spontan mempunyai dua segi suatu pengertian dalam dirinya sendiri dan pengertian untuk orang lain. Dua pengertian tersebut membentuk ketegangan dialktik sejak awal. Individu teus berusaha untuk mengungkapkan pengertian mereka dengan simbol yang sesuai untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Konstruktivisme Vygotsky memandang bahwa pengetahuan dikostruksi secara kolaboratif antar individu dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan melalui adaptasi intelektual


(38)

commit to user

xxxviii

dalam konteks sosial; budaya. Proses penyesuaian itu ekuivalen dengan pengkonstruksian pengetahuan secraa intra individual yakni melalui proses regilasi diri internal. Dalam hubungan ini , para konstruktivis vygotskian lebih menekankan kepada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual. Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda, sampai pada tukar menukar informasi dan pengetahuan; serta

zone of proximal development. Guru sebagai mediator memiliki peran mediator

pendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan , pengertian dan kompetensi

Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Inti teori ini adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori ini, fungsi kognitif manusia berasal dari interasi sosoal masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi pada saat siswa menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas tersebut masih dalam jangkauan kemempuannya atau tugas tersebut berada dalam zone of proximal development

mereka.

Menurut Paul Suparno dalam Agus Suprijono (2009:34) menyatakan bahwa

“Kedua perspektif itu sama-sama mengimplikasikan keaktifan peserta didik dalam belajar. Keduanya menekankan pada tindakan terhadap obyek. Hanya saja yang satu menekankan pentingnya keaktifan individu dalam melakukan tindakan terhadap obyek, sedangkan yang lain lebih


(39)

commit to user

xxxix

menekankan pentingnya lingkungan social-kultural dalam melakukan tindakan terhadap obyek. “

Belajar menurut model konstruktivisme merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pikirannya. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya.

Perbandingan antara teori Piaget dan Vygotsky menurut Santrok dalam Agus Suprijono (2009:34-35) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Perbandingan Konstruktivisme Piaget dan Vygotsky

TOPIK PIAGET VYGOTSKY

KONTEKS

SOSIOKULTURAL

Sedikit penekanan Penekanan Kuat

KONSTRUKTIVISME Konstruktivis kognitif Konstruktivis Sosial

TAHAPAN Penekanan perkembangan

kognitif (sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal)

Kurang menekankan perkembangan kognitif

PROSES KONSTRUKSI Skemata, asimilasi,

akomodasi, equilibirasi

Zo-Ped, bahasa, dialog adalah alat ukur

PERAN BAHASA Perkembangan kognitif

menentukan bahasa

Bahasa memainkan peranan kuat dalam membentuk pemikiran

PERAN PENDIDIKAN Pendidika memperbaiki

ketrampilan peserta didik

Pendidikan memainkan peran sentral, membantu peerta didik mepelajari alat-alat ukur

IMPLIKASI PENGAJARAN

Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk menemukan pengetahuan

Guru sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didikuntuk belajar berama guru, teman dan para ahli

Sumber: Santrok, John W., Psikologi

Pendidikan.

Proses belajar dalam model konstruktivisme bercirikan sebagai berikut : (Suparno, 2008 : 61 ) a) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh awal dari apa yang mereka lihat, dengar , rasakan dan alami. Konstruksi berarti dipengaruhi oleh pengertian yang dipunyai, b) Konstruksi arti adalah


(40)

commit to user

xl

proses terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atrau persoalan yang baru, diadakan konstruksi baik secara kuat atau lemah, c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pangertian baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan , melainkan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menurut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang, d) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemaseseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium ) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar, e) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya, f) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui si pelajar : konsep-konsepn tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaaksi dengan bahan yang dipelajari.

Tujuan belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaiakan masalah yang dihadapi. Kurikulum yang berlaku dirancang agar sesuai dengan kondisi yang memungkinkan pengetahuan dan ketrampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

Menurut Mohammad Asrori (2007:28-29), ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme adalah:

a).Menekankan pada proses belajar, bukan mengajar.b) Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.c) Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.d) Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil. e) Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan. f) Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar. g) Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa. h) Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa. i) Mendasarkan proses


(41)

commit to user

xli

belajarnya pada prinsip-prinsip teori kognitif. j) Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran; seperti: prediksi, kreasi dan analisis. k) Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar. l) Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru. m) Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif. n) Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata. o) Menekankan pentingnya konteks dalam belajar. p) Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar. q) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.

Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Orientasi, merupakan fase untuk member kesempatan kepada peserta didik memperhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran. 2) Elicitasi, merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh peserta didik. 3) Restrukturisasi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengkontraskan id-idenya dengan ide orang lain melalui diskusi. 4) Aplikasi ide, dalam langkah ini idea atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan dalam bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan peserta didik lebih lengkap bahkan lebih rinci. 5) Reviu, dalam fase ini peserts didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapinya sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah satu keterangan atau dengan mrngubahnya menjadi lebih lengkap.

c. Teori Belajar Kognitif

Menurut Ratna Wilis Dahar (1996 : 19) “ belajar dapat dikelompokkan ke dalam dua keluarga , yaitu keluarga perilaku ( behavioristik ) yang meliputi


(42)

commit to user

xlii

stimulus-stimulus respon conditioning dan keluarga Gestald-field yang meliputi teori- teori kognitif”. Jadi secara umum teori belajar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu teori perilaku dan teori Gestalt (kongitif). Teori kognitif dipelopori oleh Piaget, Ausubel dan Gagne.

C.Asri Buduningsih (2005 : 51) menyatakan bahwa pengertian “belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur “. Jadi setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Prases belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru mampu menyesuaikan dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.

Menurut Agus Suprijono (2009:22) “Dalam perspektif teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap belajar”. Perilaku indiviu bukan semata-mata respon terhadap yang ada melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai , mengingat dan menggunakan pengatahuan. Belajar adalah perseptual. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif menekankan belajar sebagai proses internal. Belajar adalah aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.


(43)

commit to user

xliii

Menurut Piaget dalam Mohamad Surya (2003 :56) “Perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana kemajuan ivdividu melalui suatu rangkaian yang secara kualitatif berbeda dalam berpikir. Hal yang diperoleh dalam satu peringkat merupakan dasar bagi peringkat berikutnya “. Dan menurut Piget dalam C. Asri Budiningsih (2005 : 35) “ Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf “. Perkembangan kognitif yang terbentuk adalah melalui interaksi yang konstan antara individu dengan lingkunngannya sehingga terjadi dua proses yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi merupakan proses penataan segala sesuatu yang ada di lingkungan sehingga dikenal oleh individu. Sedangkan adaptasi merupakan proses terjadinya penyesuaian antara individu dan lingkungannya. Adaptasi terjadi dalam dua bentuk yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses menerima dan mengubah dengan dirinya, sedangkan akomodasi adalah proses individu mengubah dirinya agar bersesuaian dengan apa yang diterima dari lingkungannya.

Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau sesuatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Interaksi individu dengan lingkungan dikendalikan oleh adanya prinsip keseimbangan yaitu upaya individu agar memperoleh keadaan seimbangan antara keadaan dirinya dengan yang datang dari lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungannya akan memperoleh pengetahuan dengan asimilasi, akomodasi dan dikendalikan oleh prinsip keseimbangan. Pada masa bayi dan anak – anak pengetahuan bersifat subyektif


(44)

commit to user

xliv

dan akan berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan dewasa.

Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989) dan Asri Budiningsih ( 2005 ) membagi tahap – tahap perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat, yaitu: 1). Tahap Sensori-Motor (umur 0-2 tahun), 2). Tahap Pra-operasional (umur 2-7/8 tahun), 3). Tahap Operasional Konkret (umur 7/8-11/12 tahun) dan 4). Tahap Operasional Formal (umur 11/12-18 tahun).

Paul Suparno dalam Agus Suprijono (2009:23) menggambarkan perkembangan kognitif Piaget adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2. Perkembangan Kognitif Piaget

TAHAP UMUR CIRI POKOK PERKEMBANGAN

SENSORIMOTOR 0-2 tahun Berdasarkan tindakan langkah demi

Langkah

PRAOPERASIONAL 2-7 tahun Penggunaan symbol/bahasa

Tanda

Konsepintuitif

OPERASI KONKRET 8-11 tahun Pakai aturan jelas/logis

Reversible dan kekekalan

OPERASI FORMAL 11 tahun ke atas Hipotesis

Abstrak

Deduktif dan induktif Logis dan Probabilitas

Menurut Piaget, pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-operasional anak mengendalikan diri pada persepsi


(45)

commit to user

xlv

tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar dan menggolong-golongkannya. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti pikiran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara trial and error .

Ia dapat mengerti setiap langkah dari transformasi secara keseluruhan, bukan bagian demi bagian. Ia sudah dapat mengerti adanya konsep kekekalan dari sutu obyek. Anak menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, masih mengalami kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai banyak variable. Pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa. Anak dapat berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis serta dapat mengambil kesimpulan yang umum dari kejadian –kejadian yang khusus. Ia dapat berpikir fleksibel dan efektif, mampu berhadapan dengan persoalan yang kompleks. Mampu berpikir secara abstraksi rafleksif yaitu abstraksi yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan matematis logis.

Perkembangan kognitif yang digambarkan Piaget merupakan proses adaptasi intelektual. Adaptasi ini merupakan proses yang melibatkan skemata, asimilasi, akomodasi dan equilibration. Skemata adalah struktur kognitif berupa

ide, konsep dan gagasan. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif (skemata) yang ada sekarang. Asimilasi adalah proses pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki individu. Akomodasi adalah proses penyesuain struktur kognitif ke dalam situasi baru. Equlibration adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur


(46)

commit to user

xlvi

keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang.

Siswa SMK termasuk dalam tahap perkembangan kognitif operasional formal. Beberapa karakteristik perkembangan kognitif pada tahap ini adalah: 1). Siswa sudah dapat berfikir adolensi, yaitu masa dimana ia dapat merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah, tetapi ia belum mempunyai kemampuan untuk menerima atau menolak hipotesis. 2). Siswa sudah mulai mampu berpikir secara proporsional yaitu berpikir yang tidak hanya terbatas pada peristiwa – peristiwa konkret saja, 3). Siswa mampu berpikir kombinatorial, yaitu yang meliputi kombinasi benda – benda, gagasan – gagasan yang abstrak dan konkret dengan menggunakan pola pikir kemungkinan. 4). Siswa mampu berpikir reflektif, yaitu berpikir kembali pada satu seri operasional mental, atau sudah mampu berpikir tentang berikutnya.

2). Teori Belajar Ausubel

Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 112) “menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada kosep – konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”. Menurut Ausubel, Novak dan Hanesian dalam Suparno (2005 : 53) “ Belajar ada dua jenis yaitu belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote

learning)”. Ausubel dalam Agus Suprijono (2009:25) “mengemukakan belajar


(47)

commit to user

xlvii

deduktif. Salah satu konsep penting dalam reception learning adalah advance

organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari

individu”. Advance organizer adalah statement perkenalan yang menghubungkan

antara skematayang sudah dimiliki oleh individu dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Fungsi advance organizer adalah memberi bimbingan untuk

memahami informasi baru. Advance organizer dapat menjadi jembatan antara

informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki individu. Pemberian

advance organizer bertujuan: (1) member arah bagi individu mengetahui apa

yang terpenting dari materi yang dipelajarinya ; (2) memberi penguatan terhadap pengetahuan yang diperoleh/dipelajari.

Belajar bermakna merupakan suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah ada pada diri seseorang yang sedang belajar. Dalam belajar bermakna siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan yang ada, serta kesiapan dan niat dari anak didik untuk belajar dari kebermaknaan materi pelajaran secara potensial. Hal ini dapat berlangsung apabila melalui belajar konsep dan perubahan konsep yang telah ada akan mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah ada atau dimiliki siswa. Belajar menghafal diperlukan apabila dalam struktur kognitif siswa belum ada konsep/informasi baru yang dipelajari. Jika konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada dalam struktur kognitif siswa, maka konsep/informasi baru tersebut harus dipelajari dengan belajar menghafal.


(48)

commit to user

xlviii

Ausubel lebih lanjut menegaskan bahwa pentingnya belajar dengan mengasosiasikan konsep/fenomena baru ke dalam skema yang dimiliki siswa. Dalam proses ini siswa dapat mengembangkan skema yang ada atau bahkan dapat mengubahnya sehingga dalam kegiatan belajar siswa mengkontruksi apa yang dipelajari oleh siswa sendiri.

Pembelajaran fisika sesuai dengan teori belajar Ausubel harus memiliki pola tertentu yang khas. Pola ini sebaiknya diawali dengan menampilkan sesuatu yang pernah dipelajari siswa sebelumya, tetapi juga mampu menumbuhkan konflik

kognitif. Adanya konflik kognitif akan menumbuhkan permasalahan yang harus

dipecahkan. Jika akhir pembelajaran mampu memecahkan permasalahan yang muncul diawal pembelajaran, ini akan menumbuhkan kebermaknaan pembelajaran fisika yang lebih mendalam .

3). Teori Belajar Gagne

Gagne dalam Agus Suprijono (2009:2) mendefinisikan bahwa “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktifitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah”.

Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:10), belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas yang baru.


(49)

commit to user

xlix

Dari pendapat Gagne ini dapat disimpulkan bawa kemampuan yang dicapai seseorang didapatkan melalui usaha yang sengaja dirancang, direncanakan dan dilaksanakan agar seseorang memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Bukan sesuatu yang terjadi secara otomatis bersama-sama dengan pertambahan umur seseorang.

d. Teori Belajar Sosial

Albert Bandura dalam Mohammad Asrori ( 2008:23 ) berpandangan bahwa “individu dalam mengembangkan tingkah laku positif dilakukan dengan meniru tingkah laku yang diterima masyarakat (sosially accepted behavior).

Demikian juga tingkah laku negatif dapat berkembang dengan meniru tingkah laku yang tidak diterima oleh msyarakat”.

Tingkah laku yang diterima masayarakat tersebut adalah : (a) Berbeda satu budaya dengan budaya lain; (b) Berbeda antara individu satu dengan yang lain; (c) Berbeda menurut situasi. Dengan demikian, pembelajaan sosial tidak hanya melibatkanmempelajari tingkah laku yang diterima masyarakattetapi juga tingkah laku yang tidak diterima oleh masyarakat.

Bandura dalam Agus Suprijono (2009:26) berpendapat “walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memerhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme”. Pertama, manusia dapat berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi obyek pengaruh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, banyak aspek kepribadian interaksi orang satu dengan orang lain.


(50)

commit to user

l

Teori belajar sosial dari Bandura didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism), tanpa penguatan (beyond reinforcement),

dan pengaturan diri/berpikir (self-regolation/cognition). Determinasi resiprokal

adalah pendekatan yang menjelaskan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbale-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan atau mempengaruhi tingkah lakunya dengan menngontrol kekuatan lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu.

Mencermati Teori Belajar Sosial ini nampak semakin jelas bahwa betapa pentingnya seorang guru mampu menunujukkan perilaku yang berkualitas di hadapan para siswanya. Perilaku yang berkualitas tersebut antara lain : menguasai materi pelajran dengan baik, mampu mengajar dengan menarik, berperilaku sopan, bertutur kata santun dan perilaku lain yang sejenis. Ini sangat penting karena menurut sudut pandang teori ini perilaku guru tersebut akan menjadi model bagi parasiswanya dan akan cenderung ditiru. Jadi, guru harus bisa menjadi model bagi siswanya. Jika guru justru menunujukkan perilaku yang sebaliknya, yaitu perilaku yang tidak berkualitas, maka akan sangat membahayakan perkembangan para siswanya.

Menurut Teori Belajar Sosial ini nampak bahwa dalam proses pembelajaran, siswa akan mencontoh perilaku/tindakan dari teman-temannya. Mereka akan mengamati perilaku, sikap dan raksi emosi orang lain. Disini perilaku seorang siswa akan menjadi model bagi siswa yang lain.


(51)

commit to user

li

Keterkaitan teori belajar Bandura dalam penelitian ini adalah bahwa dalam pembelajaran kooperatif STAD dan NHT, siswa belajar dalam kelompok-kelompok. Mereka saling berinteraksi dengan teman-temannya selama pembelajaran berlangsung. Diharapkan perilaku-perilaku positif seperti bersemangat, tangguh, menerima perbedaan akan berkembang.

e. Pembelajaran Kooperatif

1). Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktifisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota keompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa sebagai anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar belum dikatakan selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Sejalan dengan itu menurut Johnson “struktur tujuan koperatif menciptakan sebuah situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka jika kelompok mereka bisa sukses” (Slavin:2008:34).

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka adalah satu tim. 2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab pada diri sendiri dalam menuasai


(52)

commit to user

lii

materi pelajaran. 3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama. 4) Para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab diantara para anggota kelompok. 5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh dalam evaluasi kelompok. 6) Para siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerjasam selama belajar. 7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual yang ditangani oleh kelompok kooperatif.

Pada pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok yang saling membantu satu dengan yang lainnya. Jumlah kelompok-kelompok di dalam kelas disusun berdasarkan jumlah materi yang akan diajarkan oleh guru. Jumlah anggota tiap kelompok merupakan hasil pembagian jumlah siswa dengan jumlah kelompok. Anggota tiap kelompok memiliki kemampuan yang heterogen. Artinya bahwa anggota tiap kelompok terdiri dari berbagai kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini dimaksudkan untuk melatih siswa agar dapat menerima perbedaan an siswa dapat bekerja sama dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Deutsch (1949) dan Thomas (1957) ”Ketika para siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah tujuan kelompok, membuat mereka mengekspresikan norma-norma yang baik dalam melakukan apapun yang diperlukan untuk keberhasilan kelompok”(Slavin:2008:35).

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik. Siswa diberi lembar kegiatan yang berisi


(1)

commit to user

cliii

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan hasil analisis data yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Penerapan metode STAD dengan langkah-langkah presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan penghargaan kelompok menuntut setiap siswa untuk berdiskusi dengan teman-temannya dalam memecahkan dan memahami semua soal atau permasalahan yang diberikan oleh guru. Penerapan metode NHT dengan langkah-langkah pembentukan kelompok dan penomoran siswa, guru mengajukan pertanyaan, siswa menyatukan “kepala” dan terakhir guru memenggil sebuah nomor dan siswa dengan nomor tersebut memberikan jawabannya kepada seluruh kelas sampai semua soal habis menuntut setiap siswa untuk memahami pertanyaan sesuai dengan nomor “kepalanya”. Prestasi belajar fisika siswa yang diberi pembelajaran dengan metode STAD lebih baik dari pada siswa yang diberi pembelajaran dengan metode NHT.

b. Siswa dengan motivasi tinggi memiliki gairah yang tinggi, bersemangat, rasa ingin tahu tinggi, mampu “jalan sendiri”, percaya diri, daya konsentrasi tinggi dan berdaya juang yang tinggi. Mereka telah menyiapkan materi pelajaran dari rumah, rajin ke perpustakaan, soal-soal di buku paket atau modul sudah dikerjakan tanpa diperintah oleh guru. Sedangkan siswa dengan motivasi yang rendah memiliki perhatian yang rendah terhadap pelajaran, semangat


(2)

commit to user

cliv

juang rendah, mengerjakan sesuatu karena dipaksa, sulit “ jalan sendiri”, suka membuat kegaduhan dan mudah berkeluh kesah serta pesimis ketika menghadapi kesulitan. Prestasi belajar fisika siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih baik dari pada siswa yang memiliki motivasi rendah.

c. Siswa dengan interaksi sosial tinggi akan mudah bekerjasama, menyukai persaingan tanpa harus menjatuhkan pihak yang lain, tidak menyukai pertentangan, mudah meyesuaikan diri atau berakomodasi dengan lingkungan tempat ia berada dan menyukai perpaduan. Sedangkan siswa dengan interaksi sosial rendah akan sulit bekerjasama (egois), menyukai persaingan yang tidak sehat, menyukai pertentangan (mempertahankan pendapat meskipun salah), sulit menyesuaikan diri dan tidak menyukai perpaduan. Prestasi belajar fisika siswa yang memiliki interaksi sosial tinggi lebih baik dari pada siswa yang memiliki interaksi sosial rendah.

d. Siswa dengan motivasi tinggi diberi metode STAD ataupun NHT memiliki prestasi yang lebih baik dari pada siswa dengan motivasi rendah, sehingga tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran STAD dan NHT dengan motivasi siswa terhadap prestasi belajar fisika.

e. Siswa dengan interaksi sosial tinggi diberi metode STAD ataupun NHT memiliki prestasi yang lebih baik dari pada siswa dengan interaksi sosial rendah, sehingga tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran STAD dan NHT dengan interaksi sosial siswa terhadap prestasi belajar fisika. f. Siswa dengan motivasi tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik


(3)

commit to user

clv

rendah, sehingga tidak terdapat interaksi antara motivasi dengan interaksi sosial siswa terhadap prestasi belajar fisika.

g. Siswa dengan motivasi tinggi diberi metode STAD memiliki prestasi yang lebih baik daripada metode NHT, siswa dengan interaksi sosial tinggi diberi metode pembelajaran STAD dan NHT memilki prestasi yang lebih baik daripada interaksi sosial rendah untuk motivasi tinggi maupun rendah, siswa dengan motivasi tinggi diberi metode pembelajaran STAD dan NHT memiliki prestasi yang lebih baik daripada siswa dengan motivasi rendah untuk interaksi sosial tinggi maupun rendah. Sehingga tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran STAD dan NHT, motivasi dan interaksi sosial siswa terhadap prestasi belajar fisika.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

a. Efektifitas pembelajaran dapat diciptakan dengan merancang metode yang mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Penerapan metode STAD menghasilakan prestasi belajar yang lebih baik dari pada metode NHT. b. Motivasi merupakan faktor internal siswa yang mempunyai pengaruh

terhadap presatsi belajar fisika. Dalam penelitian ini motivasi tinggi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap prestasi belajar fisika siswa. Untuk itu guru perlu untuk meningkatkan/membangkitkan motivasi belajar siswa agar prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.


(4)

commit to user

clvi

c. Interaksi sosial merupakan faktor internal yang mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini kemampuan interaksi sosial tinggi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap prestasi belajar siswa. untuk itu untuk itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk senantiasa berinteraksi dengan teman-temannya selama proses pembelajaran belangsung.Sehingga prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.

2. Implikasi Praktis

a. Diperoleh nilai rata-rata sebesar 63,33 untuk kelas yang diberi metode STAD dan 58,33 untuk kelas yang diberi metode NHT yang besarnya kurang dari KKM yaitu 65, dengan prosentase di atas KKM sebesar 52,7 % untuk kelas yang diberi metode STAD (lebih besar daripada sebelum penelitian) dan 36 % untuk kelas yang diberi metode NHT sehingga metode STAD disarankan untuk diterapkan pada mata pelajaran fisika khususnya pada materi hukum-hukum Newton.

b. Penerapan metode STAD mendorong siswa lebih aktif dalam diskusi selama proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi bersifat “student centered”.

c. Pelayanan kepada siswa dengan memperhatikan motivasi, interaksi social dan metode yang tepat akan membantu menemukan cara dalam mempercepat pemrosesan informasi.


(5)

commit to user

clvii

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian di atas maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi Pendidik

a. Dalam pembelajaran fisika, pendidik dan calon pendidik hendaknya memperhatikan pemilihan metode pembelajaran yang tepat yaitu yang melibatkan siswa aktif selama proses pembelajaran berlangsung dan sesuai dengan karakter materi yang akan diajarkan. Penerapan metode STAD dilengkapi ekperimen akan menghasilkan prestasi yang lebih baik. b. Dalam proses pembelajaran fisika perlu memperhatikan motivasi dan

interaksi sosial siswa. Motivasi dan ineraksi sosial yang dimiliki peserta didik, guru dapat menumbuhkan, mengarahkan dan membimbing peserta didik agar memiliki motivasi dan kemampuan interaksi sosial yang tinggi 2. Bagi Peserta Didik

a. Setiap peserta didik mempunyai motivasi dan interaksi sosial yang berbeda-beda dan masing-masing dapat dikembangkan, karena motivasi dan interaksi sosial yang tinggi berpengaruh pada prestasi belajar.

b. Peserta didik hendaknya mempunyai motivasi yang tinggi dan interaksi sosial yang tinggi pula.

3. Bagi Peneliti lain

a. Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang diperoleh adalah metode STAD dan NHT dengan memperhatikan motivasi dan intersksi sosial siswa. Bagi para calon peneliti yang lain mungkin dapat melakukan


(6)

commit to user

clviii

penelitian yang lain, yang mungkin dari metode yang akan digunakan dalam penelitian bahkan mungkin dengan memperhatikan faktor internal yang lainnya.

b. Hasil penelitian ini terbatas pada materi hukum-hukum Newton peserta didik kelas X SMK N Jenawi Kabupaten Karanganyar, sehingga memungkinkan bisa diterapkan pada materi yang lain dan mungkin di sekolah yang lain.

c. Harapan peneliti bagi peneliti yang lain adalah apa yang diteliti pada penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran peneliti maupun pendidik pada umumnya.


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

Efektifitas pembelajaran kooperatif metode numbered heads together (NHT) terhadap hasil belajar pendidikan Agama Islam di SMP Islam al-Fajar Kedaung Pamulang

0 10 20

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

1 10 208

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN STRATEGI NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STRATEGI STUDENT TEAMS ACHIEVEMENTDIVISION (STAD) Studi Komparasi Penggunaan Strategi Numbered Heads Together (NHT) Dan Strategi Student Teams Achievementdivision (STAD) Terhadap Hasi

0 3 16

STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN STRATEGI NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DENGAN STRATEGI STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT Studi Komparasi Penggunaan Strategi Numbered Heads Together (NHT) Dan Strategi Student Teams Achievementdivision (STAD) Terhadap Hasil Belajar Te

0 2 13

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

4 18 99

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA YANG MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAIN (SFAE) DAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISSION (STAD)

0 0 7