EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

(1)

commit to user

i

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: MISBAHUL IBAD

S850809312

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

LEMBAR PERSETUJUAN

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

Disusun oleh: MISBAHUL IBAD

NIM. S850809312

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Drs. TRI ATMOJO K, M.Sc, Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002

... ...

Pembimbing II Drs. SUYONO, M.Si

NIP. 19500301 197603 1 002

... ...

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. MARDIYANA, M.Si NIP. 19660225 199302 1 002


(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

Disusun oleh: MISBAHUL IBAD

NIM. S850809312

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. MARDIYANA, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002

... ...

Sekretaris Dr. RIYADI, M.Si

NIP. 19670116 199402 1 001

... ...

Anggota Drs. TRI ATMOJO K, M.Sc., Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002

... ...

Drs. SUYONO, M.Si

NIP. 19500301 197603 1 002

... ...

Direktur Program Pascasarjana UNS,

Prof. Drs. SURANTO, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

Surakarta,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,

Dr. MARDIYANA, M.Si NIP. 19660225 199302 1 002


(4)

commit to user

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : MISBAHUL IBAD

NIM : S850809312

Prodi : Pendidikan Matematika

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul: ”Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan saya, apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Yang menyatakan


(5)

commit to user

iv ABSTRAK

Misbahul Ibad. S850809312. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Pembimbing I: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. Pembimbing II: Drs. Suyono, M.Si. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD (2) Apakah peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual, peserta didik dengan gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik, dan peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik (3) Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing gaya belajar siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada setiap motode pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2×3. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh) SMA Negeri di kota Kediri. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified

cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 219 orang

dengan rincian 109 orang untuk kelas eksperimen 1 dan 110 orang untuk kelas eksperimen 2. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan angket gaya belajar siswa. Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen tes prestasi dan angket gaya belajar terlebih dahulu diujicobakan. Penilaian validitas isi instrumen tes dan angket dilakukan oleh validator. Uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR-20, sedangkan uji reliabilitas instrumen angket menggunakan rumus Cronbach Alpha. Daya pembeda tes dan konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Uji keseimbangan menggunakan uji rerata t, dengan α =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan seimbang. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode uji Lilliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan α =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.

Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Metode pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. (2) Siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar auditorial


(6)

commit to user

memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. (3) Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar dan perbedaan antara masing-masing gaya belajar konsisten pada setiap metode pembelajaran. Sehingga pada masing-masing metode pembelajaran siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial, siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. Demikian juga pada masing-masing gaya belajar, metode pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Kata kunci: Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), gaya belajar siswa


(7)

commit to user

  vi

ABSTRACT

Misbahul Ibad. S850809312. Experimentation of Mathematics Learning of Cooperative Method Student Teams Achievement Divisions (STAD) Type and Cooperative Method Numbered Heads Together (NHT) Type considered from the Student Learning Styles. 1st advisor: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. 2nd advisor: Drs. Suyono, M.Si. Thesis. Mathematics Education Studies Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.

The purposes of this study are to determine: (1) whether the learning of mathematics in the material of linear and quadratic equation system using cooperative learning methods NHT type better than cooperative methods STAD type (2) whether students who have auditory learning style will have a better achievement compared with students who have a visual learning style, students who have auditory learning style will have a better achievement compared with students who have a kinesthetic learning style, and students who have a visual learning style will have a better achievement than students who have a kinesthetic learning style (3) whether the difference in achievement of each learning method consistent to each student's learning style and whether the differences among students' learning styles are consistent in each learning method.

This study is a quasi experimental research with 2×3 factorial design. The population of this study is all tenth grade students of senior high schools in Kediri. Sampling was done by stratified cluster random sampling. The sample in this study are 219 people with details of 109 people for class experiment 1 and 110 people for class experiment 2. The Instruments used to collect data are mathematics achievement test and student learning styles questionnaire. Before being used for data collection, the instruments firstly tested. Validity of the content of test instruments and questionnaires were assessed by the validator. Reliability of test instruments tested using KR-20 formula, while the questionnaire instrument using Cronbach alpha formula. Discriminant of test and internal consistency of questionnaires using the product moment correlation formula of Karl Pearson. Average balance test using t test, withα =0.05concluded that both the experimental group in a balance condition. Prerequisites test include normality test using Lilliefors test method and homogeneity test using Bartlet method by Chi Square test statistic. With

05 . 0

=

α concluded that the samples come from populations with normal distribution and homogeneous.

Based on the hypothesis test, it is concluded that: (1) Cooperative learning methods NHT type provide a better performance than cooperative learning method STAD type. (2) Students with visual learning style have the same achievement with students with auditory learning styles. Students with visual learning style have the same achievement with students with kinesthetic learning styles. Students with auditory learning styles have a better academic achievement than students with kinesthetic learning styles. (3) Difference in achievement of each learning method is consistent with their respective learning styles and differences between individual learning style is consistent in each learning


(8)

commit to user

method. So in each learning method, students with visual learning style have the same achievement with students with auditory learning style, students with visual learning style have the same achievement with students with kinesthetic learning styles, students with auditory learning styles have better achievement than students with kinesthetic learning styles. Similarly, in their respective learning styles, cooperative learning methods NHT type provides better performance than cooperative learning method STAD type.

Keywords: Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Learning Styles


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul ”Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa” dapat terselesaikan

dengan baik.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini bisa terselesaikan atas bantuan, dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengesahkan proposal penelitian ini dan selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan penulisan tesis.

3. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D, dosen Pembimbing I, dan Drs. Suyono, M.Si, dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.

4. Drs. H. A. Wahid Anshory, S.Pd., MM, Plt. Kepala Dinas Pendidikan kota Kediri, yang telah memberikan rekomendasi untuk melaksanakan penelitian.


(10)

commit to user

5. Drs. Dwi Rajab Januhadi, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Kediri, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kediri. 6. Drs. Gunawan S, M.Pd, Plt. Kepala SMA Negeri 3 Kediri, yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Kediri. 7. Drs. Halimi Mahfudz, Kepala SMA Negeri 6 Kediri, yang telah mengijinkan

penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 6 Kediri.

8. Lukito, S.Pd, guru SMA Negeri 1 Kediri, Wiji Lestari, S.Pd, guru SMA Negeri 3 Kediri, dan Amor Widjoyanto, S.Pd, guru SMA Negeri 6 Kediri yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini.

9. Segenap siswa SMA Negeri 1 Kediri, SMA Negeri 3 Kediri dan SMA Negeri 6 Kediri yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu terselesaikanya tesis ini

11.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca semuanya. Amin.

Surakarta, Januari 2011


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... vi

PERNYATAAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pemilihan Masalah ... 8

D. Pembatasan Masalah ... 8

E. Rumusan Masalah ... 9

F. Tujuan Penelitian ... 10

G. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 12


(12)

commit to user

1. Pembelajaran Matematika ... 12

2. Pembelajaran Kooperatif ... 16

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ... 20

4.Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 23

5. Gaya Belajar ... 25

6. Hasil Belajar ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Hipotesis ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ... 38

B. Jenis Penelitian ... 38

C. Langkah-langkah Penelitian ... 39

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

1. Populasi ... 40

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 40

E. Variabel dan Rancangan Penelitian ... 42

1. Variabel Penelitian ... 42

2. Rancangan Penelitian ... 44

F. Metode Pengumpulan Data, Penyusunan dan Uji Instrumen ... 45

1. Metode Pengumpulan Data ... 45


(13)

commit to user

xiii

G. Teknik Analisis Data ... 53

1. Uji Prasyarat untuk Uji Keseimbangan dan Analisis Variansi ... 53

2. Uji Keseimbangan ... 55

3. Pengujian Hipotesis ... 56

4. Uji Komparasi Ganda ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Uji Keseimbangan ... 64

B. Hasil Uji Coba Instrumen ... 65

1. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 65

2. Angket Gaya Belajar Siswa ... 67

C. Deskripsi Data Penelitian ... 69

D. Uji Prasyarat ... 70

1. Uji Normalitas ... 70

2. Uji Homogenitas ... 70

E. Uji Hipotesis ... 71

F. Uji Komparasi Ganda ... 73

G. Pembahasan ... 74

1. Hipotesis Pertama ... 74

2. Hipotesis Kedua ... 75

3. Hipotesis Ketiga ... 77

BAB V PENUTUP ... 79


(14)

commit to user

B. Implikasi ... 80 C. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(15)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) STAD ... 87

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) NHT ... 104

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa ... 121

Lampiran 4 : Kisi-kisi soal tes ... 141

Lampiran 5 : Soal tes ... 144

Lampiran 6 : Lembar validasi soal tes ... 152

Lampiran 7 : Analisis butir soal ... 154

Lampiran 8 : Uji reliabilitas soal ... 160

Lampiran 9 : Soal tes setelah divalidasi dan dianalisis ... 166

Lampiran 10 : Kunci jawaban soal tes ... 171

Lampiran 11 : Kisi-kisi angket gaya belajar ... 172

Lampiran 12 : Angket gaya belajar ... 175

Lampiran 13 : Lembar validasi angket gaya belajar ... 181

Lampiran 14 : Analisis angket gaya belajar visual ... 187

Lampiran 15 : Uji reliabilitas angket gaya belajar visual ... 193

Lampiran 16 : Analisis angket gaya belajar auditorial ... 199

Lampiran 17 : Uji reliabilitas angket gaya belajar auditorial ... 205

Lampiran 18 : Analisis angket gaya belajar kinestetik ... 211

Lampiran 19 : Uji reliabilitas angket gaya belajar kinestetik ... 217

Lampiran 20 : Angket gaya belajar setelah divalidasi dan dianalisis ... 223

Lampiran 21 : Uji keseimbangan ... 228


(16)

commit to user

Lampiran 23 : Uji normalitas data metode STAD ... 244

Lampiran 24 : Uji normalitas data metode NHT ... 248

Lampiran 25 : Uji normalitas data gaya belajar visual ... 252

Lampiran 26 : Uji normalitas data gaya belajar auditorial ... 255

Lampiran 27 : Uji normalitas data gaya belajar kinestetik ... 258

Lampiran 28 : Uji homogenitas data metode pembelajaran ... 261

Lampiran 29 : Uji homogenitas data gaya belajar ... 266

Lampiran 30 : Uji hipotesis ... 271

Lampiran 31 : Uji komparasi ganda ... 278

Lampiran 32 : Surat ijin penelitian ... 281


(17)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika

UN SMA kota Kediri 2009/2010 ... 3

Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD ... 22

Tabel 3.1. Tahapan penelitian ... 38

Tabel 3.2. Rancangan penelitian ... 44

Tabel 3.3. Kriteria penilain angket ... 47

Tabel 4.1. Deskripsi data prestasi belajar matematika ... 69

Tabel 4.2. Rangkuman uji normalitas ... 70

Tabel 4.3. Rangkuman uji homogenitas variansi ... 71

Tabel 4.4. Data amatan, rerata dan jumlah kuadrat deviasi ... 72

Tabel 4.5. Rangkuman analisis variansi ... 72


(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan matematika merupakan hal yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berorientasi pada peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari berbagai data yang ada, kemampuan matematika suatu negara berbanding lurus dengan tingkat kemajuan negara tersebut.

Data dari Trends in International Mathematics and Science Study

(TIMSS) pada tahun 2007 kemampuan matematika Indonesia berada pada peringkat 36 dari 48 negara yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai rata-rata Indonesia masih jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500. Nilai rata-rata Indonesia juga masih berada di bawah Thailand (441), Malaysia (474) dan Singapura (593). Data UNESCO juga menunjukkan peringkat matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional, di banyak sekolah juga menjadi penyebab utama ketidaklulusan siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan.

Secara lebih spesifik, permasalahan pembelajaran matematika di kelas X SMA Negeri di kota Kediri berdasar hasil wawancara dengan guru


(19)

commit to user

matematika dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) matematika dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu siswa masih belum aktif dalam mengikuti proses pembelajaran matematika di kelas. Ada beberapa yang siswa antusias dan bersikap aktif dalam proses pembelajaran, tetapi kebanyakan siswa masih bersikap pasif dalam proses pembelajaran yang disebabkan siswa merasa kurang mampu dalam menguasai mata pelajaran matematika. Hasil identifikasi awal ditemukan beberapa indikator yakni: siswa tidak berani bertanya, kurang berani menjawab pertanyaan, tidak aktif ketika bekerja dalam kelompok, dan jarang yang berani mengemukakan pendapat baik pada waktu kerja kelompok maupun pada waktu presentasi.

Selain itu dari data sekolah diperoleh informasi bahwa rata-rata ketuntasan pembelajaran matematika (dengan nilai kriteria ketuntasan minimal 70 atau 75) juga masih rendah. Dari rata-rata 36 siswa perkelas yang pembelajarannya tuntas (tidak perlu mengikuti remidial) hanya berjumlah sekitar 7 sampai 15 anak. Demikian juga data hasil Ujian Nasional pada mata pelajaran matematika SMA/MA tahun pelajaran 2009/2010 di kota Kediri menunjukkan angka ketidaklulusan mencapai 9,72%. Kegagalan dalam Ujian Nasional banyak pada bidang studi matematika. Kondisi ini antara lain bisa dilihat dari data Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur tentang nilai tertinggi dan nilai terendah Ujian Nasional SMA tahun 2009/2010 yang disajikan dalam tabel berikut:


(20)

Tabel 1.1 Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika UN SMA kota Kediri 2009/2010

No Nama Sekolah Nilai Terendah Nilai Tertinggi

1 SMA Negeri 1 Kediri 3,75 10,00

2 SMA Negeri 2 Kediri 3,75 10,00

3 SMA Negeri 3 Kediri 4,50 9,25

4 SMA Negeri 4 Kediri 3,75 10,00

5 SMA Negeri 5 Kediri 2,50 9,50

6 SMA Negeri 6 Kediri 0,75 9,75

7 SMA Negeri 7 Kediri 5,50 10,00

8 SMA Negeri 8 Kediri 6,75 9,75

Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan matematika, diantaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia. Matematika selama ini sering diasumsikan dengan berbagai hal yang berkonotasi negatif, mulai dari matematika dianggap sebagai ilmu yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus, berhubungan dengan kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan realita, sampai pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin lengkap pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang dalam menyampaikan pelajaran: galak, tidak menarik, bahkan cenderung menciptakan rasa takut dan tegang pada peserta didik. Situasi semacam ini semakin menjauhkan rasa ketertarikan peserta didik dalam mempelajari matematika. Apalagi jika siswa tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan berpikir yang kurang dibandingkan teman-temannya.

Kualitas pendidikan matematika dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan persoalan yang dihadapi, diantaranya, selain


(21)

commit to user

kurikulum yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, adalah penerapan metode pembelajaran yang dapat membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan prediksi pembelajaran masa kini dan mendatang. Pembenahan yang dianggap sangat mendesak, pertama, mengubah pembelajaran dari siswa belajar pasif ke belajar aktif. Meskipun hampir semua guru menyadari bahwa dalam pembelajaran, harus melibatkan siswa secara aktif, namun pada kenyataannya sering terjadi miskonsepsi, yaitu aktif berdasarkan fisik semata. Seharusnya, guru merancang pembelajaran yang menantang siswa untuk lebih aktif berpartisipasi, terlibat dalam diskusi dan penjelasan ide-ide, membuat dan memecahkan masalah secara kolaborasi untuk sampai pada pemahaman materi yang dipelajari.

Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam proses pembelajarannya, matematika harus dapat disajikan lebih menarik dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan kondisi siswa. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar siswa dapat ikut serta berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tertarik dengan materi yang diajarkan tersebut. Siswa tidak boleh dibiarkan merasa tidak mampu dalam belajar matematika, karena siswa akan menjadi malas untuk mempelajari dan akhirnya siswa tidak mampu menguasai mata pelajaran matematika, ketika siswa merasa kesulitan guru harus secara aktif membimbing dan mengarahkan siswa, sehingga diharapkan siswa yang mengalami kesulitan dapat lebih tertantang untuk mempelajarinya.


(22)

Dengan memperhatikan hal tersebut, seorang guru dituntut untuk dapat memilih metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode pembelajaran tertentu yang digunakan oleh guru diharapkan juga dapat meningkatkan aktifitas siswa di kelas dalam belajar, siswa berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang lain, serta kreatif dalam mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi.

Suasana yang komunikatif di dalam kelas harus dibangkitkan oleh guru dengan baik, komunikasi tersebut dapat terjadi antara guru dengan siswa maupun antar sesama siswa. Tetapi pada pelaksanaannya masih terdapat guru yang mengarahkan siswa pada pola belajar individualitas yaitu proses pembelajaran yang berlangsung tanpa saling ketergantungan atau komunikasi antar siswa.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif adalah metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif telah banyak berkembang dan diteliti di Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an (Slavin, 2009: 9). Dari berbagai penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Sayangnya pembelajaran kooperatif masih belum banyak dipraktikkan dalam pembelajaran di negara kita.

Selain itu, masih terkait dengan matematika sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam upaya membelajarkan matematika kepada siswa, guru seyogyanya juga menggunakan alat bantu (media) dalam proses pembelajaran. Dengan penggunaan media yang tepat dan dekat dengan keseharian siswa, diharapkan


(23)

commit to user

akan dapat membantu siswa untuk lebih menyenangi dan lebih mudah memahami materi pembelajaran. Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya teknologi, ada banyak pilihan media audiovisual yang menarik dan mungkin akan dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi pembelajaran.

Hal lain yang perlu diperhatikan agar siswa berhasil dalam belajar metematika adalah karakteristik dan kondisi siswa. Karakteristik siswa yang dimaksud di sini antara lain: kemampuan awal, motivasi dan gaya belajar. Matematika sebagai ilmu yang logis, kritis, sistematis dan konsisten, antar satu konsep dengan konsep yang lain saling memiliki keterkaitan. Adanya saling keterkaitan ini menjadikan kemampuan awal siswa sebagai salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan siswa belajar matematika. Gaya belajar dan motivasi dari seorang siswa juga perlu diperhatikan. Seorang guru yang baik tentu tidak akan langsung memvonis siswa yang nilainya jelek adalah siswa yang tidak bisa. Guru harus mencari informasi kenapa siswa yang bersangkutan mendapat nilai yang jelek. Terkait dengan hal tersebut, informasi penting yang perlu diketahui guru antara lain terkait dengan gaya belajar dan motivasi belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah antara lain sebagai berikut:

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena guru tidak menggunakan media pembelajaran yang menarik. Terkait dengan isu


(24)

ini muncul pertanyaan apakah kalau guru menggunakan media pembelajaran yang menarik, prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media. 2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika disebabkan oleh

metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan apakah kalau metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru diubah, apakah prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan berbagai metode pembelajaran. Dapat diteliti juga apakah metode pembelajaran yang menarik tersebut cocok dengan berbagai karakteristik siswa.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena jam pembelajaran matematika kurang. Terkait dengan hal ini muncul pertanyaan apakah kalau waktu pembelajaran matematika ditambah, prestasi belajar siswa akan menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran dengan alokasi waktu seperti biasa dengan pembelajaran yang alokasi waktunya ditambah.

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena guru yang mengajar hanya satu orang sehingga tidak mampu menguasai kelas yang diajar. Terkait dengan isu ini muncul pertanyaan apakah kalau jumlah gurunya ditambah (lebih dari satu orang), prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan


(25)

commit to user

penelitian yang membandingkan pembelajaran yang diajar oleh satu orang guru dengan pembelajaran yang diajar oleh guru tim (lebih dari satu orang) 5. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena jumlah siswa dalam satu kelas terlalu banyak. Terkait dengan isu ini muncul pertanyaan apakah kalau jumlah siswa dikurangi, prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan pembelajaran pada kelas besar dengan pembelajaran pada kelas kecil.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan kelima masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin melakukan penelitian yang terkait dengan masalah yang kedua, yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode yang menarik dan apakah metode tersebut cocok dengan berbagai gaya belajar siswa.

Alasan dipilihnya masalah tersebut disamping karena keterbatasan peneliti untuk dapat meneliti semua permasalahan di atas, karena peneliti memandang bahwa salah salah satu permasalahan yang paling mendasar dari pembelajaran matematika saat ini adalah kebanyakan guru masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi dan enggan menggunakan metode yang lain.

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini dapat lebih terfokus, perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:


(26)

1. Metode pembelajaran yang dibandingkan adalah metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah gaya belajar siswa yang meliputi gaya belajar tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.

3. Penelitian dilakukan di SMA Negeri di kota Kediri kelas X tahun pelajaran 2010/2011.

4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pemilihan masalah di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan metode kooperatif tipe NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD?

2. Apakah siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik, dan siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik?


(27)

commit to user

3. Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada setiap metode pembelajaran?

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD.

2. Untuk mengetahui apakah siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik, dan siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik.

3. Untuk mengetahui apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada setiap motode pembelajaran.


(28)

G. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang eksperimentasi pembelajaran matematika metode kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan metode kooperatif tipe NHT.

2. Memberikan informasi tentang perbedaan kemampuan matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat pada siswa dengan gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih metode pembelajaran yang tepat sehingga ada variasi metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa juga meningkat.

4. Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam penelitian tentang metode pembelajaran khususnya metode kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.


(29)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah karakteristik khusus yang hanya dimiliki oleh manusia. Makhluk lain tidak mampu melakukan proses belajar. Menurut Gagne belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa pada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Kemudian Lester D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (Syaiful Sagala, 2009: 13).

Senada dengan hal di atas, Witherington menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Sedangakan Hilgard menyatakan bahwa belajar adalah proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap suatu situasi. Di Vesta dan Thompson menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman (Nana Syaodih Sukmana, 2009: 155-156). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar diartikan sebagai proses


(30)

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari respon atau situasi tertentu. Teori belajar ini sesuai dengan pandangan teori belajar behaviorisme.

Sedangkan dalam teori belajar konstruktivisme, belajar diartikan sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Paul Suparno (2001: 61) bahwa belajar diartikan sebagai proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Von Glasefeld (dalam Aunurrahman, 2009: 16) menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu.

Terkait dengan teori belajar di atas, Marzano (dalam Abdur Rahman As’ari, 2007: 6) menyatakan bahwa ada lima dimensi yang perlu kita perhatikan kalau menginginkan siswa berhasil dalam belajarnya. Lima dimensi itu adalah sebagai berikut: (1) Sikap dan persepsi siswa terhadap belajar yang sedang dan akan dijalaninya, (2) Penguasaan pengetahuan dan menjadisatukannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, (3) Pengembangan dan peningkatan pengetahuan yang sudah dimiliki, (4) Penggunaan pengetahuan yang dimiliki tersebut secara bermakna, (5) Pembentukan pola pikir (kritis, kreatif, dan self-regulated).


(31)

commit to user

Pembelajaran diartikan sebagai proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 157). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Syaiful Sagala, 2009: 62).

Biggs dalam Goldman (2002) menyatakan bahwa:

Learning is a way of interacting with the world. As we learn,

conception of phenomena change, and we see the world differently. The acquisition of information in it self does not bring about such a change, but the way we structure that information and think with it does. Thus education is about conceptual change, not just the

acquisition of information”. Pembelajaran adalah suatu cara saling

berinteraksi dengan dunia. Ketika kita belajar, konsepsi kita tentang suatu fenomena berubah, dan kita akan melihat dunia yang berbeda. Perolehan informasi tidak dengan sendirinya membawa perubahan, tetapi dengan jalan kita menyusun informasi tersebut dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan dengannya. Jadi pendidikan adalah tentang perubahan konsep, bukan hanya perolehan informasi.

Matematika merupakan ilmu yang sering digunakan untuk menunjang ilmu yang lain, baik ilmu eksakta maupun ilmu sosial. Dalam penggunaanya matematika juga sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga matematika menjadi ilmu yang sangat penting untuk dikuasai. Disebutkan dalam NCTM (National Council of Theachers of Mathematics) (dalam Walle, 2008: 1), mereka yang memahami dan dapat mengerjakan matematika akan


(32)

memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam menentukan masa depannya. Kemampuan dalam matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang lebih produktif. Lemah dalam matematika berarti membiarkan pintu tersebut tertutup.

Begle (dalam Herman Hudojo, 2005: 36) menyatakan bahwa sasaran atau obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Obyek penelaahan tersebut menggunakan simbol-simbol yang kosong dari arti. Ciri ini yang memungkinkan matematika dapat memasuki wilayah bidang studi atau cabang ilmu lain. Sedangkan menurut Soedjadi (2000: 13), matematika mempunyai karakteristik: (1) Memiliki objek kajian abstrak, (2) Bertumpu pada kesepakatan, (3) Berpola pikir deduktif, (4) Memiliki simbol yang kosong dari arti, (5) Memperhatikan semesta pembicaraan, (5) Konsisten dalam sistemnya.

Prinsip pembelajaran matematika yang tertuang pada NCTM (National

Council of Theachers of Mathematics) (dalam Walle, 2008: 3) menyebutkan,

para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Menurut Herman Hudojo (2005: 103), agar proses belajar matematika terjadi, bahasan matematika seyogyanya tidak disajikan dalam bentuk yang sudah tersusun secara final, melainkan siswa dapat terlibat aktif didalam menemukan konsep-konsep, srtuktur-struktur sampai kepada teorema dan rumus-rumus.


(33)

commit to user

2. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004: 61) dapat diartikan sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Sedangkan menurut Slavin (dalam Etin Solihati 2005: 4) pembelajaran kooperatif diartikan sebagai suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang, dengan struktur kelompoknya bersifat heterogen.

Menurut Abdur Rahman As’ari (2003: 2-3) ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pebelajar dikelompok-kelompokkan menjadi beberapa kelompok. Kedua, kelompok-kelompok tersebut merupakan kelompok-kelompok kecil. Ketiga, para siswa di dalam kelompok tersebut melakukan kegiatan belajar secara bersama-sama. Mereka berkelompok untuk saling belajar dan membelajarkan. Keempat, masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan teman anggota kelompoknya. Mereka membentuk suatu kesatuan yang saling mendorong, saling menolong demi keberhasilan bersama. Kelima, topik yang dipelajari bisa berupa masalah, tugas, atau hal-hal lain yang pada prinsipnya merupakan tujuan bersama dari anggota-anggota kelompok tersebut.

Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 6) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (c) apabila mungkin, anggota


(34)

kelompok berasal dari ras, budaya, agama, etnis, dan jenis kelamin yang berbeda-beda dan (d) pembelajaran lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Terkait dengan tujuan dan proses pembelajaran kooperatif, Ozkan (2010) menyatakan bahwa:

“The main aim of cooperative learning is to increase both their own and their friends' learning to the top level. It should be organized in such a way that every member in the group should know that the other members of the group can't learn before s/he does. Every member of the group should help all the other members to learn. In order to carry out cooperative learning successfully, me group must have a purpose, and all die students in the group should undertake responsibility to achieve the aim of the group and try to get the group reward. In this approach, students should combine their own efforts with those of their friends in the group because the essence of Uns approach is "either we swim together or we sink together". No matter what his/her success level is, every student should believe that s/he does what s/he can to contribute to the success of the group. Every group member should be aware of concepts of commitment of aim and commitment of success. In this method, the group members should be in face-to-face interaction. This interaction is obtained by helping each other, giving

feedback, relying on each omer, discussing, encouraging, etc”.

Artinya bahwa tujuan utama dari pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan pembelajaran dirinya (siswa) dan teman-temannya kepada prestasi tertinggi. Pembelajaran kooperatif harus diorganisasikan dengan jalan setiap anggota kelompok harus memahami bahwa anggota yang lain tidak dapat belajar sebelum dia (siswa tersebut) melakukan (belajar). Setiap anggota kelompok harus membantu anggota yang lain untuk belajar. Untuk membuat pembelajaran kooperatif berhasil, setiap kelompok harus mempunyai tujuan, dan semua siswa dalam kelompok harus mengambil tanggung jawab untuk mencapai tujuan kelompok dan mencoba untuk memperoleh penghargaan kelompok. Dalam pendekatan ini, siswa harus menggabungkan usahanya dengan teman-temannya yang lain dalam kelompok, sebagaimana pepatah “berenang bersama atau tenggelam bersama”. Setiap siswa harus percaya bahwa dia dapat memberikan kontribusi untuk kesuksesan kelompok. Setiap anggota kelompok harus sadar dan berkomitmen terhadap tujuan dan berkomitmen untuk sukses. Dalam metode ini, setiap anggota kelompok harus berinteraksi langsung. Interaksi ini dicapai dengan saling membantu, memberi umpan balik, saling ketergantungan, diskusi, saling memberikan semangat dan lain-lain.


(35)

commit to user

Menurut Slavin (dalam Anita Lie, 2008: 13), tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

Dyson dan Rubin (dalam Constantinou, 2010) menyatakan bahwa:

“pointed out that cooperative learning has many benefits. It can help students to improve motor skills, develop social skills, work together as a team, take control of their learning process, give and receive

feedback, and become responsible individuals”. artinya adalah bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki beberapa manfaat. Pembelajaran kooperatif mampu membantu siswa untuk: mengembangkan kemampuan motorik, mengembangkan kemampuan sosial, bekerja sama sebagai satu tim, mengawasi proses pembelajaran mereka sendiri, memberi dan menerima umpan balik dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Roger dan Johnson (dalam Anita Lie, 2008: 30) menyebutkan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Ada lima unsur yang harus dipenuhi agar kerja kelompok dapat dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok.

Isjoni (2007: 23) menyatakan bahwa motivasi dalam diri siswa itu meningkat selama diterapkan metode pembelajaran kooperatif karena mereka merasa kesuksesan akademiknya lebih terkontrol dan mereka menghubungkan kesuksesan itu dengan usahanya sendiri, semua itu merupakan faktor-faktor penting dalam motivasi.


(36)

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Johnson & Johnson (dalam Sri Rahayu, 2005: 3-5) bahwa keuntungan pembelajaran kooperatif adalah: (1) siswa bertanggung jawab atas proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebih besar untuk berprestasi, (2) siswa mengembangkan keterampilan berpikir tinggi dan berpikir kritis, dan (3) hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan psikologis yang lebih besar. Kelemahan pembelajaran ini menurut Nur (2000: 70) adalah: (1) bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak menghabiskan waktu untuk diskusi, (2) bagi siswa, siswa dengan kemampuan tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dibanding dengan metode pembelajaran lain. Seperti yang dilakukan oleh Doymus (2007) menyatakan bahwa:

“The instruction based on cooperative learning yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores compared to the test scores of the control group, which was taught with traditionally designed

chemistry instruction”. Artinya bahwa pembelajaran kooperatif

menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Adeyemi (2008) juga menyatakan hal yang sama, bahwa:

“Student exposed to cooperative learning strategy performed better than their counterparts in the other group”


(37)

commit to user

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions

(STAD)

Metode kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di John Hopkins University dan merupakan metode kooperatif yang paling sederhana dan paling mudah dipahami (Arends, 2008: 13). Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, materi pembelajaran dirancang untuk pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk menyelesaikan materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran, sehingga setiap anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran secara tuntas. Menurut Slavin (2009: 143) STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu:

a. Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka


(38)

b. Tim/Kelompok.

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, ras dan etnis. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila ada anggota tim yang membuat kesalahan.

c. Kuis (tes).

Setelah sekitar satu atau dua kali guru memberikan presentasi atau satu atau dua kali kegiatan kelompok para siswa akan mengerjakan kuis individual. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materi.

d. Skor peningkatan individual

Ide utama yang mendasari adanya skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memperlihatkan prestasi yang lebih baik dari sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya. Setiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata nilai siswa sebelumnya. Selanjutnya siswa akan


(39)

commit to user

mengumpulkan skor untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Kriteria pemberian skor peningkatan dapat dilihat pada Tabel 2.1 tentang kriteria peningkatan skor sebagaimana berikut:

Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD

Skor Kuis terakhir Poin

peningkatan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5

1 – 10 poin dibawah skor awal 10

Skor awal sampai dengan 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (terlepas dari berapapun skor awal) 30

e. Penghargaan kelompok.

Setelah dilakukan penghitungan peningkatan skor individual, dilakukan pemberian penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan pada skor peningkatan kelompok. Untuk menentukan skor kelompok digunakan rumus:

kelompok anggota

Banyak

kelompok anggota

setiap skor n peningkata Jumlah

NK =

NK = skor peningkatan kelompok.

Penelitian tentang STAD yang pernah dilakukan antara lain oleh Slavin dan Karweit yang menggunakan STAD selama satu tahun penuh di sekolah dalam mata pelajaran matematika menunjukan kemampuan siswa terhadap tes matematika meningkat secara signifikan (Sharan, 2009: 7). Selanjutnya Sharan (2009: 7) juga mengemukakan bahwa penelitian STAD telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan diri, menyukai kelas, kehadiran dan perilaku siswa.


(40)

4. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

Nurhadi (2004: 66) mengungkapkan Numbered Heads Together

(NHT) merupakan metode struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode lainnya, metode struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur tersebut dikembangkan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai dengan pengajuan pertanyaan dari guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjuk oleh guru. Struktur-struktur tersebut menghendaki agar para siswa bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.

Lebih lanjut Nurhadi (2004: 66) menjelaskan metode Numbered Heads

Together merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan

kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya membangun kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Metode ini melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Nurhadi (2004: 67) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran metode Numbered Heads Together sebagai berikut:


(41)

commit to user

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.

b. Langkah 2 : Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.

c. Langkah 3 : Berpikir Bersama (Heads Together)

Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban tersebut.

d. Langkah 4 : Pemberian Jawaban (Answering)

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Kelebihan pembelajaran kooperatif metode Numbered Heads Together menurut Hill & Hill (dalam Arief, 2004: 28), antara lain: (1) meningkatkan prestasi siswa, (2) memperdalam pemahaman siswa, (3) menyenangkan siswa dalam belajar, (4) mengembangkan sikap positif siswa, (5) mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, (6) mengembangkan rasa percaya diri siswa, (7) mengembangkan rasa saling memiliki, (8) mengembangkan keterampilan untuk masa depan.

Menurut Arief (2004: 29) selain memiliki kelebihan, metode

Numbered Heads Together ini juga memiliki kelemahan yaitu membutuhkan

waktu yang cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target kurikulum. Selain itu membutuhkan kemampuan yang khusus dalam


(42)

melakukan atau menerapkan metode pembelajaran kooperatif serta menuntut sifat tertentu siswa yaitu sifat suka bekerja sama. Meskipun demikian kelemahan tersebut dapat diatasi bila guru senantiasa berusaha mempelajari dan menerapkan pembelajaran kooperatif metode struktural secara sungguh-sungguh serta dibarengi penggunaan fasilitas pembelajaran secara optimal seperti lembar kerja siswa.

5. Gaya belajar

Adi W Gunawan (2006: 139) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan gaya belajar adalah cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sedangkan De Porter dan Hernacki (2003: 111) menyatakan bahwa gaya belajar adalah kombinasi bagaimana seseorang menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Selain itu Winkel (2007: 147) mengemukakan bahwa gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa, cara khas ini bersifat individual yang kerap kali tidak disadari dan sekali terbentuk cenderung bertahan terus. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya belajar siswa adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten yang merupakan kombinasi bagaimana seorang siswa menyerap, mengatur dan mengolah informasi.

Dunn dalam (De Porter dan Hernacki, 2003: 110) menemukan banyak variabel yang mempengaruhi gaya belajar orang, antara lain faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Sebagian orang misalnya, dapat belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram. Ada orang yang belajar paling baik secara


(43)

commit to user

berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti orang tua atau guru, dan yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar belakang sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan yang sepi.

Selanjutnya De Porter dan Hernacki menggolongkan gaya belajar berdasarkan cara bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas) kedalam tiga tipe, yaitu tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.

a. Tipe Visual

Bagi siswa dengan tipe belajar visual, mata/penglihatan memegang peranan yang paling penting dalam cara dia belajar. Ciri–ciri orang yang bertipe visual sebagaimana diungkapkan oleh De Porter dan Hernacki (2003: 116) adalah sebagai berikut:

1) Rapi dan teratur

2) Berbicara dengan cepat. 3) Teliti terhadap detail

4) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi 5) Biasanya tidak terganggu oleh keributan

6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka.

7) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar 8) Lebih suka membaca daripada dibacakan


(44)

10)Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata.

11)Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato. 12)Mengingat dengan asosiasi visual.

13)Lebih suka musik dari pada seni.

14)Sering menjawab dengan jawaban singkat ya atau tidak.

15)Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

16)Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan.

b. Tipe Auditorial

Siswa dengan tipe belajar auditorial menjadikan telinga (pendengaran) sebagai alat utama untuk belajar. De Porter dan Hernacki (2003: 118) mengungkapkan bahwa orang yang bertipe auditorial mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja. 2) Penampilan rapi.

3) Mudah terganggu oleh keributan.

4) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca.

5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

6) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita. 7) Berbicara dalam irama yang terpola.


(45)

commit to user

9) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat.

10)Suka berbicara, suka berdiskusi dan berbicara panjang lebar. 11)Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya. c. Tipe Kinestetik

Siswa dengan tipe belajar kinestetik akan secara aktif menggunakan dan menggerakkan tubuhnya untuk belajar. De Porter dan Hernacki (2003: 118) mengungkapkan bahwa orang yang bertipe kinestetik mempunyai ciri-ciri diantaranya sebagai berikut:

1) Belajar melalui manipulasi dan praktik. 2) Penampilan rapi.

3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan suasana keributan. 4) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita.

5) Menyukai buku-buku yang berorientasi plot, mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh mereka saat membaca.

6) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka. 7) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak. 8) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat. 9) Tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama. 10)Menyukai permainan yang menyibukkan. 11)Berbicara dengan perlahan.


(46)

6. Hasil Belajar

Slameto (2003: 4) menjelaskan hasil belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional setelah mengalami pelatihan dan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan Nana Sudjana (1995: 32) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dalam kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil belajar. Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses belajar mengajar. Perubahan ini berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan proses yang biasanya meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-31) menjelaskan ranah-ranah tersebut sebagai berikut:

1. Ranah kognitif

Berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek, yaitu pengetahuan (kognitif tingkat rendah), pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan kreativitas (kognitif tingkat tinggi).

2. Ranah afektif

Berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.


(47)

commit to user

Berkenaan dengan hasil keterampilan dan kemampuan bertindak yang meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut dikemukakan Makmum (dalam Enco Mulyasa, 2004: 189), sebagai berikut:

1) Perubahan bersifat intensional (pengalaman atau praktek latihan itu dengan sengaja dan didasari dilakukan atau bukan secara kebetulan).

2) Perubahan bersifat positif (sesuai dengan yang diharapkan atau kriteria keberhasilan baik dipandang dari segi siswa maupun dari guru).

3) Perubahan bersifat efektivitas (perubahan hasil belajar itu relatif tetap dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti dalam memecahkan masalah, ujian maupun penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didukung oleh penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan oleh para peneliti terdahulu antara lain:

1. Bambang Sri Anggoro (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode pembelajaran mekanistik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya adalah pada penelitian ini metode


(48)

pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT. Selain itu populasi dari penelitian sebelumnya adalah siswa Sekolah Dasar, sedangkan pada penelitian ini adalah pada Sekolah Menengah Atas.

2. Robertus Margana (2010) menyatakan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini membandingkan antara metode pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong dan Palmer tahun 1998 yang berjudul Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a twelfth grade

classroom: Effect on student achievement and attitude menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif STAD memberikan prestasi yang lebih baik dibanding dengan kelompok kontrol (kelas tradisional). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini membandingkan antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Haydon, Maheadydan Hunter tahun 2010 yang berjudul Effects of Numbered Heads Together on the Daily Quiz

Scores and On-Task Behavior of Students with Disabilities menyatakan:

“Previous research has demonstrated that Numbered Heads Together, a cooperative learning strategy, is more effective than traditional teacher-led instruction in academic areas such as social studies and science”


(49)

commit to user

Yang artinya bahwa Numbered Heads Together, salah satu strategi pembelajaran kooperatif, lebih efektif daripada pengajaran tradisional dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan sains.

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini pada pembelajaran matematika. Selain itu pada penelitian ini metode kooperatif tipe NHT tidak dibandingkan dengan metode tradisional, melainkan dengan metode koooperatif tipe STAD.

5. Untari Setyawati (2008) menyatakan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tidak memberikan perbedaan prestasi yang signifikan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah pada metode pembelajaran yang dibandingkan yaitu antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT. Selain itu perbedaan lainnya adalah kalau penelitian yang dilakukan peneliti metode belajar tersebut ditinjau dari tipe belajar siswa, sedangkan pada penelitian sebelumnya ditinjau dari motivasi siswa. 6. Nur Janah (2009) menyatakan bahwa ketiga tipe belajar siswa yaitu visual,

auditorial dan kinestetik tidak memberikan perbedaan prestasi yang signifikan. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah dari metode pembelajaran yang dibandingkan. Pada penelitian ini peneliti membandingkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT sedangkan


(50)

pada penelitian sebelumnya yang dibandingkan adalah metode pembelajaran concept attainment dengan metode konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Keberhasilan pembelajaran matematika di kelas ditandai oleh tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Pemahaman terhadap materi pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar. Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pembelajaran matematika, salah satunya adalah metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa.

Salah satu metode pembelajaran yang sudah lama dikenal adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menekankan pada adanya interaksi saling tergantung antar siswa untuk membangun pengetahuan mereka. Pada proses pembelajaran kooperatif peran guru tidak mendominasi dalam proses pembelajaran, melainkan hanya memfasilitasi proses pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah STAD dan NHT.

1. Kaitan metode kooperatif tipe STAD dan metode kooperatif tipe NHT terhadap prestasi belajar matematika.

Metode kooperatif tipe STAD adalah metode kooperatif yang paling mudah dipraktikkan. Pada metode kooperatif ini siswa belajar dalam kelompok dan kelompok harus memastikan bahwa setiap anggota dalam kelompok telah memahami materi pembelajaran. Meskipun ada sistem penghargaan kelompok yang didasarkan atas peningkatan skor individu,


(51)

commit to user

tetapi pada metode kooperatif ini tanggung jawab setiap siswa secara individu tidak terlalu ditekankan. Berbeda dengan metode kooperatif tipe STAD, pada metode pembelajaran kooperatif tipe NHT, selain siswa belajar dalam kelompok, setiap individu siswa juga harus memastikan bahwa dirinya telah memahami materi pembelajaran, karena pada gilirannya guru akan memanggil satu nomor secara acak untuk melakukan presentasi di depan kelas. Dengan cara ini setiap siswa akan lebih terpacu untuk memahami materi pembelajaran. Sehingga diduga pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Kaitan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar.

Siswa dengan gaya belajar visual menggunakan indra penglihatan secara dominan dalam belajar, sehingga siswa dengan gaya belajar ini akan lebih optimal menerima materi dengan memperhatikan penjelasan guru di papan tulis. Sedangkan siswa dengan gaya belajar auditorial lebih dominan menggunakan indra pendengarannya dalam belajar, sehingga siswa dengan gaya belajar ini sangat menyukai diskusi dan mendengarkan penjelasan dari guru maupun temannya. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik belajar dengan mengerakkan anggota tubuhnya, sehingga siswa dengan belajar ini akan sangat mudah belajar melalui praktik dan sangat menyukai permainan yang menyibukkan. Berdasar kecenderungan di atas maka siswa dengan gaya belajar auditorial akan lebih optimal dalam belajar dibanding siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik. Sehingga diduga siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi belajar


(52)

yang lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan siswa dengan gaya belajar kinestetik. Selain itu, pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat tidak ada materi praktiknya, sehingga siswa dengan gaya belajar kinestetik tidak akan optimal dalam belajarnya. Sehingga diduga siswa dengan gaya belajar visual mempunyai prestasi lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik.

3. Kaitan metode pembelajaran dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.

Metode pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa akan membuat siswa lebih mudah menangkap informasi dan memahami materi pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif baik pada tipe STAD maupun tipe NHT menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui diskusi kelompok. Sehingga siswa dengan gaya belajar auditorial yang memiliki karakteristik suka berdiskusi akan sangat menyukai metode ini. Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual akan belajar dengan memperhatikan catatan yang dibuat oleh teman diskusinya ketika menjelaskan. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik, karena pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat tidak ada materi praktiknya, maka siswa dengan gaya belajar ini akan kurang optimal dalam belajarnya. Sehingga tetap diduga bahwa siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik serta siswa dengan gaya belajar visual mempunyai prestasi lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. Selain itu untuk tiap-tiap gaya belajar, karena secara


(53)

commit to user

karakteristik antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT hampir sama yaitu menekankan pada diskusi antar siswa, maka diduga pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dibuat rumusan hipotesis sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi yang lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik dan siswa dengan gaya belajar visual mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik.

Metode Pembelajaran

Gaya belajar siswa


(54)

3. Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar dan perbedaan antara masing-masing gaya belajar konsisten pada setiap metode pembelajaran.


(55)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri yang ada di kota Kediri dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X (sepuluh). Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011 tepatnya pada bulan September sampai dengan Desember 2010, dengan tahapan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Tahapan penelitian

Tahapan Penelitian Bulan

September Oktober Nopember Desember Penyusunan proposal

Penyusunan Instrumen Uji coba instrumen

Pelaksanaan eksperimen Analisis data

B. Jenis Penelitian

Sesuai dengan karakteristik permasalahan yang akan diteliti, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental semu (quasi

experimental research). Budiyono (2003: 82-83) menyatakan bahwa tujuan

penelitian eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Manipulasi variabel


(56)

dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan metode kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen satu dan metode koopratif tipe NHT pada kelas eksperimen dua. Sedangkan variabel bebas lain yang mempengaruhi variabel terikat adalah gaya belajar siswa.

C. Langkah-langkah Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan populasi.

2. Dari populasi secara random ditentukan sampel yang akan diteliti. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama diberi perlakuan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelompok kedua diberi perlakuan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.

3. Dilakukan pengambilan data tentang gaya belajar siswa dengan menggunakan angket. Dari hasil angket tersebut siswa dikategorikan menjadi tiga yaitu: gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.

4. Pemberian perlakuan, kelompok pertama diberi perlakuan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelompok kedua diberi perlakuan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.

5. Setelah diberi perlakuan, dilakukan tes untuk pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat terhadap kedua kolompok eksperimen. 6. Peneliti melakukan analisis dari hasil tes yang diperoleh.


(57)

commit to user

D. Populasi, Sampel Dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2009: 61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh) SMA Negeri se-kota Kediri tahun pelajaran 2010/2011, yang tersebar pada delapan sekolah yaitu: SMA Negeri 1 Kediri, SMA Negeri 2 Kediri, SMA Negeri 3 Kediri, SMA Negeri 4 Kediri, SMA Negeri 5 Kediri, SMA Negeri 6 Kediri, SMA Negeri 7 Kediri dan SMA Negeri 8 Kediri.

2. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009: 62). Sedangkan Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sedangkan teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Dalam penelitian ini digunakan teknik Stratified Cluster Random Sampling.

Tekniknya adalah pertama populasi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu SMA dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan rata-rata nilai Ujian Nasional mata pelajaran pada tahun pelajaran 2009/2010. Selanjutnya dari masing-masing cluster (kelompok) dipilih secara acak, yaitu: SMA Negeri 1 Kediri sebagai SMA dengan kemampuan tinggi, SMA Negeri 3 Kediri sebagai SMA dengan


(58)

kemampuan sedang dan SMA Negeri 6 Kediri sebagai SMA dengan kemampuan rendah.

Kelas X (sepuluh) SMA Negeri 1 Kediri terdiri dari 9 kelas. Secara acak terpilih kelas X-1 sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas X-5 sebagai kelompok eksperimen 2. Siswa kelas X-1 sebanyak 30 siswa dengan rincian 12 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sedangkan siswa kelas X-5 sebanyak 31 anak dengan rincian 13 anak laki-laki dan 18 anak perempuan.

Kelas X (sepuluh) SMA Negeri 3 Kediri terdiri dari 9 kelas. Secara acak terpilih kelas X-4 sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas X-3 sebagai kelas eksperimen 2. Siswa kelas X-4 sebanyak 38 anak dengan rincian 18 anak laki-laki dan 20 anak perempuan. Sedangkan siswa kelas X-3 sebanyak 39 anak dengan rincian 16 anak laki-laki dan 23 anak perempuan.

Kelas X (sepuluh) SMA Negeri 6 Kediri terdiri dari 8 kelas. Secara acak terpilih kelas X-6 sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas X-8 sebagai kelas eksperimen 2. Siswa kelas X-6 sebanyak 41 anak dengan rincian 19 anak laki-laki dan 22 anak perempuan. Sedangkan siswa kelas X-8 sebanyak 40 anak dengan rincian 17 anak laki-laki dan 23 anak perempuan.


(59)

commit to user

E. Variabel dan Rancangan Penelitian 1. Variabel Penelitian

Variabel diartikan sebagai konstruk-konstruk atau sifat-sifat yang diteliti, dapat pula dikatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang menggolongkan anggota-anggota kelompok ke dalam beberapa golongan (Budiyono, 2009: 4). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat, yaitu :

a. Variabel bebas. Menurut Sugiyono (2009: 4) variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran dan gaya belajar siswa. 1). Metode pembelajaran

a). Definisi operasional: metode pembelajaran adalah suatu cara yang dipakai dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa, yang meliputi pembelajaran dengan metode kooperatif tipe STAD dan metode kooperatif tipe NHT.

b). Indikator: metode pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen pertama dan metode kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen kedua. c). Skala pengukuran: nominal dengan dua kategori yaitu metode

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.


(60)

2). Gaya belajar

a) Definisi operasional: gaya belajar adalah semua cara yang cenderung disukai oleh siswa sehingga dia dapat menerima pelajaran dengan baik dan efektif.

b) Indikator: gaya belajar siswa yang terdiri dari 3 kategori yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik.

c) Skala pengkuran: skala interval, kemudian diubah menjadi skala nominal yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik. Aturan pengkategoriannya adalah: gaya belajar seorang siswa ditentukan berdasarkan nilai tertinggi yang diperoleh dari ketiga angket gaya belajar yang diberikan. Jika ada siswa yang memperoleh nilai sama pada dua angket gaya belajar atau lebih, maka siswa tersebut tidak dimasukkan dalam sampel penelitian.

d) Simbol: b, dengan kategori b1, b2, b3.

b. Variabel terikat. Menurut Sugiyono (2009: 4) variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika siswa.

1) Definisi operasional: prestasi belajar matematika adalah nilai hasil tes siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat. 2) Indikator: nilai hasil tes prestasi belajar matematika siswa pada


(1)

commit to user

dengan gaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar kinestetik yang lebih mudah belajar dengan melakukan praktik akan mengalami kesulitan karena memang pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat tidak memuat materi praktik.

3. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh nilai statistik uji Fab = 0,063 kurang dari F(0,05;2;213) = 3,00, sehingga H0AB diterima. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi yang antara metode pembelajaran dan gaya belajar siswa. Dengan kata lain kesimpulan dari efek sederhana mengikuti atau sama dengan kesimpulan pada efek utama.

Pada metode kooperatif tipe STAD siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial, demikian juga siswa dengan gaya belajar visual juga memiliki prestasi belajar yang tidak berbeda signifikan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki presatasi belajar yang lebih tinggi dibanding dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Untuk metode kooperatif tipe NHT siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial, demikian juga siswa dengan gaya belajar visual juga memiliki prestasi belajar yang tidak berbeda signifikan dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar auditorial


(2)

commit to user

memiliki presatasi belajar ynag lebih tinggi dibanding dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Demikian juga untuk gaya belajar, pada masing-masing gaya belajar baik visual, auditorial maupun kinestetik metode kooperatif tipe NHT selalu menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibanding metode kooperatif tipe STAD.

Hal ini sesuai dengan hipotesis awal bahwa perbedaan prestasi belajar dari masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar dan perbedaan antara masing-masing-masing-masing gaya belajar konsisten pada setiap metode pembelajaran. Ini disebabkan karena antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki pola yang hampir sama yaitu menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui diskusi kelompok.


(3)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada siswa kelas X (sepuluh) SMA Negeri di kota Kediri, khususnya pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat:

1. Metode pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang

lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama

dengan siswa dengan gaya belajar auditorial. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik.

3. Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran

konsisten terhadap masing-masing gaya belajar dan perbedaan antara masing-masing gaya belajar konsisten pada setiap metode pembelajaran. Sehingga pada masing-masing metode pembelajaran siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial, siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. Demikian juga pada masing-masing gaya belajar metode pembelajaran kooperatif tipe NHT


(4)

commit to user

memberikan prestasi yang lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Kesimpulan di atas menyatakan bahwa metode kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) memberikan prestasi belajar yang lebih

baik dibanding yang menggunakan metode kooperatif tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD). Kesimpulan tersebut dapat dijadikan

sebagai landasan teori untuk mengembangkan pembelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat atau untuk melakukan peneletian lebih lanjut tentang kedua metode tersebut. Selain itu kesimpulan penelitian ini juga menunjukkan bahwa gaya belajar siswa ternyata juga memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. 2. Implikasi Praktis

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan bahwa pembelajaran materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan menggunakan metode kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan metode kooperatif tipe STAD. Sehingga secara praktis, pembelajaran kooperatif metode NHT dapat digunakan sebagai alternatif dan referensi para guru matematika untuk membelajarkan materi tersebut dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Disamping itu guru juga perlu


(5)

commit to user

memperhatikan gaya belajar siswa, karena dari hasil penelitian ternyata gaya belajar juga berpengaruh terhadap prestasi beajar siswa.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Kepada Kepala Dinas Pendidikan kota Kediri, agar memberikan pelatihan

kepada guru-guru Sekolah Menengah Atas (SMA) tentang berbagai inovasi pembelajaran, terutama pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, seperti pembelajaran kooperatif dengan beberapa tipe yang ada.

2. Kepada para Kepala SMA Negeri di kota Kediri agar terus memberikan

motivasi, monitoring dan evaluasi kepada para guru untuk melakukan inovasi dalam proses pembelajaran, terutaa yang kaitannya dengan metode pembelajaran. Salah satu metode yang bisa diterapkan dalam pembelajaran di sekolah adalah diantaranya metode kooperatif tipe NHT dan tipe STAD.

3. Kepada para guru matematika, agar terus berusaha melakukan inovasi

pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Inovasi pembelajaran yang dilakukan harus mengarah kepada perubahan cara pandang bahwa dalam pembelajaran siswa harus aktif belajar dan mengkonstruksi pengetahuan. Salah satu metode yang membuat siswa aktif adalah metode kooperatif, khususnya metode kooperatif tipe STAD dan metode kooperatif tipe NHT. Selain itu, dalam pelaksanaan


(6)

commit to user

pembelajaran hendaknya guru juga memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga guru dapat menyikapi berbagai tipe dan karakteristik dalam belajar.

4. Kepada para peneliti lain agar melakukan kajian lebih mendalam tentang

efektivitas pembelajaran kooperatif yang lain. Selain itu juga bisa diteliti pembelajaran kooperatif dengan tinjauan lain, misalnya motivasi belajar siswa.


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together terhadap Hasil Belajar Fiqih dalam pokok bahasan Riba, Bank, dan Asuransi. (Kuasi Eksperimen di MA Annida Al Islamy, Jakarata Barat)

0 13 150

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMA KELAS X SEMESTER I DI KABUPATEN

3 14 101

EKSPERIMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING DAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP Eksperimentasi Strategi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) terhad

0 2 19

Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together ( NHT) Dan Student Team Achievement Division (STAD) pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Berprestasi

0 4 100

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PENGARUH METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STUDENT TEAM ACHIEVENMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA PADA POKOK BAHASAN P

0 1 14

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN RELASI DAN FUNGSI KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN PACITAN TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 18