15
2. Klasfikasi Anak Tunarungu
Klasifikasi anak tunarungu ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya menurut Samuel A. Kirk dalam Permanarian Somad dan Tati
Hernawati 1995: 29, secara terinci anak tunarung dapat dikelompokkan menjadi:
1 Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran 0dB pendengaran
optimal. 2
Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran antara 0-26dB menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran yang normal
3 Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran antara 27-40dB
tergolong tunarungu ringan, mempunyai kesulitan mendengar bunyi- bunyi yang jauh
4 Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran antara 41-55dB
tergolong tunarungu sedang, dapat menngerti bahasa percakapan 5
Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran antara 56-70dB tergolong tunarungu agak berat, hanya dapat mendengar suara dari jarak
yang dekat dan masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan biacara
6 Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran antara 71-90dB
tergolong tunarungu berat, terkadang dapat mendengar suara yang keras dari jarak yang sangat dekat dengan telinga
7 Anak tunarungu yang mempunyai pendengaran 91dB keatas tergolong
tunarungu berat sekali, dan yang bersangkutan dianggap tuli Subjek dalam penelitian ini adalah anak tunarungu yang termasuk
kategori kehilangan pendengaran antara 71-90dB tergolong tunarungu berat, fakta tersebut didapat menurut penjelasan dari guru kelas subyek di
SLB Marsudi Putra I pada kelas dasar IV.
3. Karakteristik Anak Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu menurut Permanarian somad dan Tati Hernawati 1995: 34-35 dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, yaitu:
16
1 Karakteristik dalam segi intelegensi
Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama seperti anak yang normal pendengarannya. Anak tunarungu ada yang
memiliki intelegensi tinggi, rata-rata, dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensi normal atau rata-rata, akan tetapi karena
perkembangan intelegensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa yang melibatkan proses membaca juga, maka anak tunarungu kebanyakan
akan menampakkan intelegensi rata-rata kebawah yang disebabkan oleh kesulitan memahami bahasa yang berkaitan dengan pembelajaran di
sekolah. 2
Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara Kemampuan berbicara dan bahsa anak tungarungu berbeda dengan
anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahsa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Perkembangan bahasa dan
bicara anak tunarungu mengalami keterlambatan dibanding dengan anak yang normal mendengar, hal ini dikarenakan anak tunarungubtidak bisa
mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dilatih secara khusus. Biasanya suara yang keluar dari mulut
anak tunarungu terdengar monoton dan tidak terlalu jelas. 3
Karakteristik dalam Segi Emosi dan Sosial Karakteristik dalam segi emosi anak tunarungu menurut
Soemantri 2007: 98-99 yaitu:
17
Bahwa kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan nak tunarungu menafsirkan sesuatu
secara negative atau salah dan ini sering menjadi tekanan emosinya.
Tekanan tersebut
menghambat perkembangan
pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya memiliki kebimbangan dan keraguan.
Selanjutnya karakteristik anak tunarungu dalam segi sosial yang
dikemukakan oleh Soemantri 2007: 98-99 yaitu: Menyatakan bahwa anak tunarungu banyak dihinggapi rasa
kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam dalam
bentuk komunikasinya,
hal seperti
ini akan
membingungkan anak tunarungu. anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena
ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam-macam. Sedangkan menurut Permanarian somad dan Tati Hernawati
1995: 36-39 karakteristik anak tunarungu dalam segi emosi dan sosial adalah sebagai berikut:
a Egosentrisme yang melebihi anak normal
b Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
c Ketergantungan terhadap orang lain
d Perhatian mereka lebih sukar dialihkan
e Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa karakteristik anak tunarungu jelas berbeda jauh dengan anak normal. Dari gangguan yang
dialami oleh anak tunarungu dengan berkurangnya pendengaran anak maka dapat menggangu perkembangan pada diri anaktunarungu pada semestinya,
dari perkembangan intelegensi, bahasa dan bicara, juga sosial emosi. Dari berbagai gangguan yang saling berkaitan tersebut anak tunarungu
mengalami keterlambatan perkembangan intelegensi, bahasa, bicara, sosial,
18
dan emosi dibanding anak normal.Dimulai dari kepercayaan diri anak yang rendah dan dapat menimbulkan pola berfikir anak yang terbatas pula.
4. Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu
Membaca, berbicara, dan menulis erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa pada anak, karena proses pemerolehan bahasa yang terjadi
mempengaruhi kemampuan membaca, berbicara, komunikasi, dan juga menulis pada setiap manusia. Lani Bunawan dan Cecilia Susila Yuwati dalam
Murni Winarsih 2007: 41 menyatakan pemerolehan bahasa diartikan sebagai proses perkembangan alami bahasa pertama yang terjadi tanpa disadari dan
digunakan untuk keperluan komunikasi semata tanpa kesadaran adanya kaidah bahasa. Murni Winarsih 2007: 63- 66 menyatakan pemerolehan
bahasa pertama atau bahasa ibu pada bayi, umumnya melalui indera pendengaran reseptif dan mengekspresikannya secara lisan. Sedangkan bagi
anak tunarungu, informasi dari lingkungan ditangkap melalui indera penglihatan. Oleh karena itu, bayi tunarungu lebih menggunakan indra visual
untuk mengamati suatu objek kemudian si ibu merespon dan berbicara mengenai hal yang diamati secara bersama-sama. Namun, pada bayi
tunarungu ujaran si ibu tidak dapat didengar sehingga tidak menciptakan adanya interaksi. Hal tersebut menyebabkan bahasa batini bayi tunarungu
bukan berupa lambang bahasa melainkan berupa lambang visual yang diperoleh anak dari pengalaman sehari-hari. Myklebust dalam Permanarian
Somad dan Hernawati 1996: 138 menggambarkan proses pemerolehan bahasa pada anak tunarungu sebagai berikut: