Saran Proseeding Seminar Nasional Akuntansi 1
83 Bursa Efek Indonesia. Jika dilakukan analisis bersama-sama kemungkinan akan
memperoleh hasil yang lebih komprehensif dan terintegrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Augusty Ferdinand, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Semarang, Fakultas Ekonomi UNDIP.
Altman, Edward I, 1991, Distressed Securities, Analysis and Evaluating Market Potential and
Investment Risk, Chicago Probus Publishing Company, USA.
A. Yusuf Imam Suja’i, 2001, Faktor-Faktor Makroekonomi Yang Berpengaruh Pada Return Saham Di Bursa Efek Jakarta, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, Surabaya. Behold, D. 1983, An Evaluation of Financial Performance of Companies, Thesis, University
of Bradford. Berry, Michael A., Edwin Burmeister Majorie B. McElroy, 1988, Sorting Out Risks Using
Known APT Factors. Financial Analysis Journal, Vol. XXXVIII: 525-537 Betts, J. and D. Behold, 1987, The Effectiveness of Incorporating Stability Measures in
Company Failure Models, Journal of Business Finance and Accounting, Vol 14, No.3, pp 150-161.
Bird, R.G. and A.J.McHugh, 1997, Financial Ratio – An Empirical Study, Journal of Business
Finance Accounting, 4, 29-45. Brickley, James A. and Eades, Kenneth M., 1982, Empirical Evidence on Dividend as a Firm
Valuation, Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol 17, No.4 pp 471-502. Brickley, James A., 1983, Shareholder Weight, Information Signaling and the Specially
Designated Dividend An Empirical Study, Journal of Financial Economics, Vol 12, No.2 pp 187-2009.
Brown, Stephen J. and Mark P. Kritzman, 1992, Quantitative Methods for Financial
Analysis, First Edition, Tokyo Topan Company Limited. Brown, S., and J. Warner, 1985, Using Daily Stock Return, Journal of Financial Economics,
Vol.21, 161-193. Burgman TA., 1996, An Empirical Examination of Multinational Corporate Capital Atructure,
Journal of International Business Studies, p 553-570. Chen, Nai-fu, Richard Roll and Stephen A. Ross, 1986, Economic Forces and The Stock
Market, Journal of Finance, Vol.LIX, p.383-403. Choi, FDS. Et.al., 1984, Analyzing Foreign Financial Statement The Use and Measure of
International Ratio Analysis, Journal of International Studies, SpringSummer. D. Evans, Martin D., 1998, Real Rates, Expected Inflation and Inflation Risk Premia, Journal
of Finance, Vol.LIII, p.187-218.
Ekern, S. and R. Wilson, 1974, On The Theory of The Firm in an Economy With Incomplete
Markets, The Bell Journal of Economics, Spring pp 302-330.
Eny Pudjiastuti dan Suad Husnan, 1991, Globalisasi Pasar Modal, Manajemen Usahawan
Indonesia, No.3. Th. XX
Ezzell, John R and Burr Porter, 1976, Floatation Cost and the Weighted Average Cost of
Capital, Journal of Financial and Quantitative Analysis, p 403-413. Fama, Eugene F., Kenneth R. French, 1992, The Cross-Sectional of Expected Stock Return,
Journal of Finance, Vol.XLVII, p.427-465. Firth, Michael, 1996, Devidend Changes Abnormal Return and Intra Industry Firm Valuation,
Journal of Finance, Vol.XXXI, p.189-211. Gibson, Charles H., 1990, Financial Statement Analysis Using Financial Accounting
Information, Fourth Edition, Boston, Pws-Kemt Publishing Company. Gordon, Myron J., 1983, The Impact of Real Factor and Inflation on The Performance of The
US. Stock Market From 1960 t0 1980, Journal of Finance, Vol.XXXVIII, p.553-569. Harapan L. Tobing, Achmad Bachrudin, 2003, Analisis Data Untuk Penelitian Survai Dengan
Manggunakan LISREL 8, Bandung, Jurusan Statistika FMIPA – UNPAD.
84 Hirst, Francis W., 1991, The Stock Exchange: A Short Study of Investment and Speculation,
Cambridge, England Henry Holt and Company. Ilya Avianti, 2000, Model Prediksi Kepailitan Emiten Di Bursa Efek Jakarta Dengan
Menggunakan Indikator-Indikator Keuangan, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sarjono, 2000, Reaksi Investor Terhadap Publikasi Laporan Analisis Keuangan, Jurnal
Bisnis dan Akuntansi, Vol.2 No.2, p 103-130. Saudagaran, S.N. and J.G. Diga, 1997, Financial Reporting in Emerging Capital Markets:
Characteristics and Policy Issues, Accounting Horizons, June, 41-64. Setyaningsih, 1996, Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan
Sesudah Go-public serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Hasil Saham di Pasar Modal Indonesia, Thailand, dan Jepang., Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya. Williamson, Robert W., 1984, Evidence on The Selective Reporting of Financial Ratios,
Journal of Accounting Review, April, p 296-299.
85
STRATEGI PEMASARAN PRODUK BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH
Bambang Budiantono Pendahuluan.
Masalah marketing senantiasa merupakan masalah yang sangat menarik, tidak saja bagi yang berkecimpung di dalam dunia usaha, tetapi bagi siapapun dari mulai
masyarakat kelas sosial terbawah sampai masyarakat kelas sosial tertinggi. Pengusaha mencoba bersaing di dalam meningkatkan mutu produknya dengan
harapan produknya nanti akan lebih mudah dipasarkan. Demikian pula dengan perusahaan- perusahaan besar, mencoba memasarkan hasil produksinya dengan menggunakan cara-
cara promosi secara gencar. Era marketing telah memasuki dunia bisnis Indonesia. Dalam sistem pasar terbuka,
segala bentuk produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen tidak ditentukan lagi oleh kehendak produsen, namun pasarlah yang menentukan. Pasar dalam hal ini meliputi
konsumen serta sistem yang melingkupinya. Struktur pasar yang tadinya merupakan pasar penjual sellers market telah berubah menjadi pasar pembeli buyers
market. Hal ini berarti bahwa persaingan antar perusahaan semakin bertambah tajam, ditambah lagi adanya perubahan lingkungan yang terus menerus secara
dinamis.
Seperti diketahui, perusahaan berdiri dan melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perusahaan menghasilkan barang dan jasa yang akan dinikmati
manfaatnya oleh masyarakat. Proses menikmati apa yang dihasilkan perusahaan tidak mungkin akan berjalan bila tidak terjadi jual-beli antara perusahaan dengan masyarakat
yang membutuhkan barang atau jasa yang dihasilkannnya. Agar perusahaan dapat mencapai tujuan secara penuh, yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat, harus terjadi
proses jual-beli. Kalau proses jual-beli itu tidak berlangsung, barang atau jasa yang dihasilkan oleh
perusahaan tidak akan sampai ke tangan masyarakat yang memerlukannnya, atau masyarakat dari hasil produksi perusahaan. Dengan demikian kebutuhan masyarakat
tidak akan terpenuhi. Sebaliknya perusahaan juga tidak berhasil menjual produksinya kepada masyarakat, sehingga tidak mencapai tujuannya untuk mendapat keuntungan.
Dengan demikian proses jual-beli antara perusahaan dengan masyarakat konsumen perlu ada guna menjamin tercapainya tujuan pemasaran.
Untuk mendorong proses jual-beli itu berlangsung diperlukan kegiatan Pemasaran. Pada hakekatnya Pemasaran meliputi berbagai upaya untuk menumbuhkan permintaan
efektif terhadap apa yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan demikian kegiatan Pemasaran berusaha merubah kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap
hasil produksi perusahaan menjadi kecenderungan atau keinginan untuk membeli permintaan efektif. Keberhasilan upaya Pemasaran itulah yang memungkinkan
terjadinya proses jual-beli. Kegiatan pemasaran pada hakekatnya meliputi berbagai macam upaya, dengan satu
tujuan yaitu agar tumbuh permintaan efektif dari para konsumen terhadap hasil produksi perusahaan, sehingga terjadi proses jual-beli sehingga kebutuhan konsumen dapat
terpuaskan dan tujuan perusahaan untuk mendapat keuntungan juga akan tercapai. Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka kegiatan Pemasaran itu meliputi :
a. Perencanaan dan keputusan menganai jenis barang yang diproduksi dan akan ditawarkan kepada masyarakat konsumen.
Dalam perencanaan dan keputusan itu juga tercakup mutu dari barang atau jasa yang akan digasilkan, ditujukan untuk masyarakat komsumen yang mana atau
lapisan masyarakat konsumen yang mana, pemberian tanda-tanda sehingga barang itu dapat mudah dikenali masyarakat, dan kalau produksi perusahaan lebih dari satu
macam jenis barang apa saja yang dapat ditawarkan bersama.
86 b. Perencanaan dan penentuan harga penjualan dari barang atau jasa yang ditawarkan
kepada masyarakat konsumen. Turut diperhitungkan dalam penentuan harga ini faktor-faktor seperti harga yang dipasang oleh perusahaan lain dengan hasil
produksi yang serupa, kecenderungan membeli barang semacam itu dengan harga murah atau malahan bangga terbeli dengan harga mahal selera masyarakat
mengenai harga, dan apakah perlu diberikan potongan kalau ada yang membeli dalam jumlah besar atau memakai jasa berulang kali atau misalnya potongan harga
karcis umtuk pemakai alat transport dalam rombongan.
c. Perencanaan dan penentuan kebijaksaan mengenai kelompok masyarakat yang akan didorong untuk membeli hasil produksi kita, baik ditinjau dari segi daerah
tempat tinggalnya, dari segi hidupnya, dari segi usianya, dan sebagainya. d. Perencanaan dan penetuan bagaimana hasil produksi akan disampaikan kepada
pembeli terakhir, yaitu konsumen. Misalnya perusahaan langsung menjual secara eceran, atau melalui serangkaian toko yang diusahakan oleh perusahaan sendiri,
atau melalui distributor yang mengadakan hubungan dagang tetap dengan perusahaan.
e. Mempengaruhi masyarakat konsumen agar untuk membeli hasil produksi perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan upaya untuk
memperkenalkan barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan , dan mengingatkan pada konsumen bahwa pada hakekatnya mereka yang memerlukan barang atau
jasa tersebut sehingga merasa perlu untuk membelinya.
Segala upaya dalam kegiatan Pemasaran itu perlu dilandasi dengan pengetahuan mengenai :
a. Perangai dan kesukaan masyarakat konsumen, selera pilihan mereka, sesuai dengan pengelompokan berdasarkan tempat tinggalnya, tingkat kehidupannya, jenis
kelaminnya, usianya dsb. b. Berapa besarnya kebutuhan yang ada di kalangan masyarakat, dan apakah
besarnya kebutuhan itu senantiasa tetap atau berubah-ubah. Kalau kebutuhan itu sifatnya berubah-ubah maka bagaimana gambaran pola perubahannya, apakah
menurut musim atau menurut tanggal misalnya pada hari-hari sesudah gajian. Disamping itu kalau kebutuhan terhadap sesuatu barang belum terasa, apakah
kiranya dapat dibangkitkan memperkenalkan barang baru kepada masyarakat.
c. Saingan-saingan yang menghasilkan jenis barang atau jasa yang sama, yang juga menjualnya kepada kalangan masyarakat konsumen yang sama. Perlu juga
diperhitungkan berupa besar kemampuan saingan-saingan itu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Peranan dan Tujuan Marketing Peranan marketing terhadap perusahaan-perusahaan maupun masyarakat dicerminkan
pada Fungsi-fungsi yang ditampilkan oleh marketing. Fungsi-fungsi marketing yang lazim dikenal terdiri dari pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, standardisasi, dan
penggolongan mutu, pembelanjaan, pengambilan resiko, dan informasi pasar.
87
Sedangkan tujuan marketing antara lain: 1. Untuk membantu agar perusahaan dapat meningkatkan volume penjualan dan bagian
2. marketing menjadi alat dari para penjual.
3. Marketing menyediakan mekanisme penyusaian sehingga perusahaan tersebut dapat terjamin kelangsungan hidupnya. Melalui penyesuaian pada marketing mix, maka dapat
dimanfaatkan kesempatan-kesempatan yang memasuki bisnis baru dan meninggalkan yang lama yang tidak lagi menguntungkan.
4. Untuk menunjukkan
bagaimana pelanggan-pelanggan
dapat dilayani
secara paling efisien. 5. Untuk membimbing perusahaan-perusahaan sehingga dapat meningkatkan kualitas
dari kehidupan konsumen. Tujuan ini tidak hanya mencari dan memenuhi kebutuhan konsumen, tetapi juga secara terus menerus berusaha untuk memajukan kehidupan
konsumen.
Dengan melihat hal tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya ada tugas-tugas mulia dari marketing, selain untuk melayani kelangsungan hidup
perusahaan juga untuk kepentingan umum, di mana marketing mempunyai tujuan untuk menunjukkan bagaimana pelanggan-pelanggan dapat dilayani secara efisien, serta
bagaimana tingkat kualitas kehidupan masyarakat dapat dinaikkan. Hal ini juga menunjukkan, bahwa hidup marketing tidak hanya terbatas pada organisasi yang bersifat
profit oriented, namun juga meliputi organisasi non profit oriented.
Inti pemasaran strategi modern terdiri atas tiga langkah pokok 1. Segmentasi pasar segmenting yaitu mengidentifikasi dan membentuk kelompok
pembeli yang terpisah-pisah yang mungkin membutuhkan produk danatau bauran pemasaran tersendiri
2. Penentuan pasar sasaran targeting yaitu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar untuk dimasukidilayani
3. Positioning yaitu tindakan membangun dan mengkonsumsikan manfaat pokok yang istimewa dari produk di dalam pasar
Produk
Pada dasarnya seseorang membeli sesuatu barang atau jasa, tidaklah semata-mata didasarkan atas pertimbangan bentuk atau wujud pisiknya saja, melainkan masih banyak
atribut lain yang dilihat. Dengan demikian, produk tidak diartikan secara tersendiri atas bentuk pisiknya saja,
melainkan merupakan kombinasi antara produk secara pisik serta atribut yang dimilikinya, seperti bentuk kemasan, nama produk, servis purna jual, dan lain-lain.
Secara kongkritnya dari sudut pandang marketing, produk diartikan sebagai rangkaian atribut yang dapat diraba dan tidak dapat diraba, mencakup pengepakannya, warna, serta
pelayanan produsen terhadap konsumen agar semua upaya ini dapat memuaskan kebutuhan konsumen.
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan
atau keinginan pasar yang bersangkutan. Secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas
sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas
organisasi serta daya beli pasar Produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh
produsen melalui hasil produksinya
88
KONSEP PRODUK TOTAL
BARANG +
KEMASAN +
MEREK PRODUK
= +
= KEPUASAN PELANGGAN
LABEL +
LOYAL PELAYANAN
+ JAMINAN
Proses perencanaan produk meliputi : 1. Analisis situasi :
a. analisis ini dilakukan baik terhadap ;ingkungan internal maupun eksternal. b. hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain apakah perusahaan dapat
memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh lingkungan eksternalnya melalui sumber daya yang dimiliki, seberapa besar permintaan terhadap produk tertentu, dan
seberapa besar kemampuan perusahaan yang memenuhi permintaan tersebut. 2. Penentuan tujuan produk :
selain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, produk yang dihasilkan perusahaan dimaksudkan atau mencapai tujuan perusahaan.
dengan dimaksudkan perlu dipertimbangkanapakah produk yang dihasilkan dapat memberikan konstribusi bagi pencapaian tujuan perusahaan.
Penentuan sasaran pasarproduk : a. perusahaan dapat berusaha melayani pasar secara keseluruhan ataupun melakukan
segmentasi. b. dengan dimaksudkan alternatif yang dapat dipilih adalah produk standar dengan
modifikasi. 3. Penentuan anggaran :
langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah penyusunan anggaran. anggaran ini bisa bermanfaat sebagai alat perencanaan, koordinasi, sekaligus
pengendalian.
89 4. Penetapan strategi produk.
5. Evaluasi pelaksanaan strategi : aktivitas yang terakhir adalah evalusi atau penilaian terhadap pelaksanaan yang telah
disusun.
Pembahasan Berikutnya Akan Lebih Ditekankan Bagaimana Kita Bisa Menjual Suatu Produk
Siapakah Calon PembeliPasar ? ? Calon pembeli atau pasar dapat diartikan
sebagai seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai potensi untuk melakukan pembelian. Potensi yang dimiliki terutama berupa:
1. Adanya kebutuhan dan keinginan yang perlu dipenuhi 2. Adanya daya beli atau sejumlah uamh untuk membeli
3. Kemampuan untuk membeli.
Untuk potensi yang ketiga, kemauan untuk membeli, mungkin belum mereka miliki sehingga penjual harus dapat menciptakan kemauan tersebut; atau dapat pula dikatakan
bahwa mereka sudah memiliki kemauan untuk membeli, hanya belum melaksanakan pembelian.
Tahap-Tahap Penjualan Tahap-tahap yang perlu ditempuh oleh pihak penjual meliputi:
1. Persiapan
sebelum penjualan;
tahap pertama
sebelum penjualan
adalah mempersiapkan tenaga penjualan dengan memberikan pengertian tentang barang
yang dijualnya, pasar yang dituju dan teknik-teknik penjualan yang harus dilakukan. Selain itu, mereka juga lebih dulu harus mengetahui kemungkinan tentang motivasi
dan perilaku dalam segmen pasar yang dituju.
2. Penemuan lokasi pembeli potensial; dengan data pembeli yang lalu maupun sekarang, penjual dapat menentukan karakteristik calon pembeli atau pembeli potensialnya.
Penentuan calon pembeli beserta karakteristiknya dapat dilakukan dengan segmentasi pasar. Termasuk dalam karakteristik calon pembeli adalah faktor lokasi yang menjadi
sasaran kunjungan bagi penjual. Oleh karena itu, pada tahap ini ditentukan lokasi dari segmen pasar yang menjadi sasarannya. Dari lokasi ini dapatlah dibuat sebuah daftar
tentang orang-orang atau perusahaan yang secara logis merupakan pembeli potensial dari produk yang ditawarkan. Dari konsumen yang ada dapat pula ditentukan
konsumen manakah yang sudah menggunakan produk-produk saingan.
3. Pendekatan pendahuluan; sebelum melakukan penjualan, penjual harus mempelajari semua masalah tentang individu atau perusahaan yang dapat diharapkan sebagai
pembelinya. Selain itu, perlu juga mengetahui tentang produk atau merk apa yang sedang mereka gunakan dan bagaimana reaksinya. Berbagai macam informasi perlu
dikumpulkan untuk mendukung penawaran produknya kepada pembeli, misalnya tentang kebiasaan membeli, kesukaan dan sebagainya. Semua ini dilakukan sebagai
pendekatan pendahuluan terhadap pasarnya.
4. Pelaksanaan penjualan; penjualan yang dilakukan bermula dari suatu usaha untuk memikat perhatian calon konsumen, kemudian diusahakan untuk mengetahui daya tarik
atau minat mereka. Jika minat mereka dapat diikuti dengan munculnya keinginan untuk membeli, maka penjual tinggal merealisir penjual produknya. Pada saat ini penjualan
dilakukan.
5. Pelayanan purna jual; sebenarnya kegiatan penjualan tidak berakhir pada saat pesanan dari pembeli telah terpenuhi, tetapi masih pelu dilanjutkan dengan memberikan
pelayanan atau servis kepada mereka.
90 Biasanya kegiatan ini dilakukan untuk penjualan barang-barang industri atau
barang konsumsi yang tahan lama seperti lemari es, televisi dan lain-lain. Dalam tahap terakhir ini penjual harus berusaha mengatasi berbagai macam
keluhan atau tanggapan yang kurang baik dari pembeli. Pelayanan lain yang juga perlu diberikan sesudah penjualan dalam memberikan jaminan kepada pembeli bahwa
keputusan yang diambilnya tepat, barang yang dibelinya betul-betul bermanfaat dan hasil kerja produk tersebut memuaskan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kegiatan Penjualan Dalam praktek, kegiatan penjualan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
5. Kondisi dan Kemampuan Penjual; penjual harus dapat meyakinkan kepada
pembelinya agar dapat berhasil mencapai sasaran penjualan yang diharapkan. Untuk itu penjual harus memahami beberapa masalah penting yang sangat berkaitan, yaitu::
a. Jenis dan karakteristik barang yang ditawarkan b. Harga pokok
c. Syarat penjualan, misalnya: pembayaran, pengiriman, pelayanan purna jual, dan sebagainya.
Masalah-masalah tersebut biasanya menjadi pusat perhatian pembeli sebelum melakukan pembelian. Sedangkan sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang penjual
yang baik antara lain: a. sopan
b. pandai bergaul c. pandai berbicara
d. mempunyai kepribadian yang menarik e. sehat jasmani
f. jujur g. mengetahui cara-cara penjualan.
6. Kondisi Pasar; pasar sebagai kelompok pembeli atau pihak yang menjadi sasaran dalam penjualan, dapat pula mempengaruhi kegiatan penjulannya. Kondisi-kondisi
pasar yang perlu diperhatikan, antara lain: 3. Jenis pasarnya, apakah pasar konsumen, pasar industri, pasar penjual, pasar
pemerintah ataukah pasar internasional. 4. Kelompok pembeli atau segmen pasarnya.
5. Daya belinya. 6. Frekuensi pembeliannya.
7. Keinginan dan kebutuhannya.
7. Modal; penjual akan merasa sulit menjual barangnya apabila barang tersebut belum dikenal oleh calon pembeli atau lokasi pembeli jauh dari tempat penjual. Dalam keadaan
seperti ini, penjual harus memperkenalkan terlebih dahulu atau membawa barang ke tempat pembeli. Untuk melaksanakan maksud tersebut diperlukan sarana serta usaha,
misalnya alat transportasi, tempat peragaan, usaha promosi dan sebagainya. Semua ini hanya dapat dilakukan apabila penjual memiliki sejumlah modal yang diperlukan
untuk kegiatan tersebut.
8. Kondisi Organisasi Perusahaan perusahaan besar dan perusahaan kecil. Penutup
Dengan mengetahui dan memahami sistem pemasaran tersebut di atas, maka diharapkan siapa saja yang akan terjun di dalam dunia usaha akan lebih bergairah dan
semoga apa yang diharapkan yaitu KESUKSESAN DALAM BERWIRAUSAHA dapat terlaksana. Amien
91
DAFTAR RUJUKAN Basu Swasta, 1988, Manajemen Penjualan, BPFE, Yogyakarta.
Fandy Tjiptono, 2000, Strategi Pemasaran, Penerbit Andi, Yogyakarta Marwan Asri, 1991, Marketing, AMP YKPN, Yogyakarta.
Rustam Effendy, 1999, Manajemen Pemasaran, Penerbit IKIP, Malang Tedy Pawitra dkk., 1987, Marketing, Karumika, Jakarta.
92
FORMULASI MODEL INKUBATOR BISNIS GUNA MENUNJANG PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF
DI MALANG RAYA Irfan Fatoni
Indah Dewi Nurhayati
Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang Jl. Borobudur 35 Malang 65128, Jawa Timur - Indonesia
ABSTRAK
Dalam rangka Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 yang ditujukan antara lain bagi seluruh Gubernur,
BupatiWalikota untuk melaksanakan pengembangan Ekonomi Kreatif dengan didukung APBD. Dijelaskan dalam Inpres tersebut bahwa Pengembangan Ekonomi Kreatif adalah
pengembangan kegiatan ekonomi yang berdasarkan kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekonomi kreatif, faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
ekonomi kreatif, serta formulasi model inkubator bisnis guna menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif di Malang Raya. Subyek atau unit analisis penelitian ini adalah pelaku
industri atau usaha pada 15 subsektor ekonomi kreatif. Dalam penelitian ini penentuan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling, dimana populasi diwakili oleh 90
responden. Data-data yang diperlukan dalam penelitian dikoleksi melalui observasi, wawancara, Partisipatory Research Appraisal PRA, dan Focus Group Discussion FGD.
Berdasarkan data yang terkumpul, selanjutnya dianalisis dengan mempergunakan SWOT Analysis untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan
pengembangan ekonomi kreatif di Malang Raya. Kesimpulan penelitian: Pemerintah KotaKabupaten di Malang Raya berkomitmen untuk mengembangkan potensi ekonomi
kreatif sebagaimana dampak positif yang ditimbulkannya. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa umumnya para pelaku usaha ekonomi kreatif di Malang Raya menghendaki adanya
suatu model pendampingan yang efektif dan berjangka panjang, yaitu: “Model Inkubator Bisnis”. Hasil FGD menyarankan bahwa untuk membentuk model pertumbuhan ekonomi
kreatif yang lebih terintegrasi. Dari kedua hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa formulasi model inkubator bisnis guna menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif di Malang Raya harus
terintegratif, berperspektif jangka panjang, dan menyesuaikan karakteristik potensi ekonomi kreatif di Malang Raya.
Kata kunci: Ekonomi Kreatif, Inkubator Bisnis, Tenant, Malang Raya, Analisis SWOT.
93
PENDAHULUAN
Perkembangan kehidupan dunia ekonomi dan bisnis saat ini telah mengalami pergeseran paradigma, yaitu dari ekonomi berbasis sumber daya ke paradigma ekonomi
berbasis pengetahuan atau kreativitas. Pergeseran tersebut terjadi karena paradigma ekonomi berbasis sumber daya yang selama ini dipandang cukup efektif dalam
mengakselerasi pembangunan ekonomi dan pengembangan bisnis dianggap telah gagal mengadaptasi dan mengakomodasi berbagai perubahan lingkungan bisnis. Hanya pada
kelompok usaha yang kreatif dan berinovasi akan mampu bertahan menghadapi gejolak perubahan lingkungan bisnisnya, dan di sanalah peran ekonomi kreatif akan diuji.
Ekonomi kreatif merupakan gelombang ekonomi baru yang lahir pada awal abad ke- 21 yang mengutamakan intelektual sebagai kekayaan yang dapat menciptakan uang,
kesempatan kerja, pendapatan, dan kesejahteraan. Inti ekonomi kreatif terletak pada industri kreatif, yaitu industri yang digerakkan oleh para kreator dan inovator. Rahasia ekonomi
kreatif terletak pada kreativitas dan keinovasian. Kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru, sedangkan keinovasian adalah melakukan sesuatu yang baru. Hakikat kreativitas
adalah menciptakan sesuatu dari yang tidak ada atau memperbarui kembali sesuatu yang telah ada. Esensi dari kreativitas terletak pada kemampuan menghasilkan gagasan baru,
mengerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda, dan memiliki pendekatan alternatif baru Suryana, 2013.
Dalam Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025 disebutkan bahwa dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi informasi dan komunikasi
serta globalisasi ekonomi telah menciptakan pola kerja, pola produksi, pola distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Hal tersebut menjadikan manusia semakin produktif, pasar
semakin luas dan semakin global. Kompetisi menjadi semakin tinggi dan mendorong industri menginte
nsifkan informasi dan kreativitas yang populer disebut “Ekonomi Kreatif” EKRAF yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut “Industri Kreatif”. Pemerintah menyadari
bahwa EKRAF adalah harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit, bersaing dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Sumber daya EKRAF bersifat tak terbatas, mencakup:
ide, talenta, dan kreativitas. Ketiga sumber daya tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas manusia kreatifnya. Pengembangan EKRAF harus tidak hanya didukung oleh
pemerintah sebagai regulator tetapi juga perlu dukungan dari berbagai pihak termasuk masyarakat dan stakeholder sehingga dalam perjalanannya dapat mencapai suatu kondisi
yang selaras, efisien, dan tidak tumpang tindih.
Dalam rangka Pengembangan Ekonomi Kreatif, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 yang ditujukan antara lain bagi seluruh Gubernur, BupatiWalikota
untuk melaksanakan pengembangan EKRAF dengan didukung APBD. Dijelaskan dalam Inpres tersebut bahwa Pengembangan EKRAF adalah pengembangan kegiatan ekonomi
yang berdasarkan kreativitas, ketrampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Ekonomi Kreatif terdiri dari 14 subsektor industri kreatif nasional, dan pada tahun 2012 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menetapkan 1 subsektor lagi,
yakni “Kuliner” sehingga jumlahnya menjadi 15 subsektor. Ke 15 subsektor industri kreatif tersebut adalah: 1 Periklanan; 2 Video, film, dan, fotografi; 3 TV dan Radio; 4 Penerbitan
dan percetakan; 5 Arsitektur; 6 Desain; 7 Fesyen; 8 Komputer dan piranti lunak; 9 Permainan interaktif; 10 Penelitian dan pengembangan; 11 Seni pertunjukan; 12 Pasar
barang seni; 13 Musik; 14 Kerajinan, serta; 15 Kuliner.
Untuk menumbuhkan Ekonomi Kreatif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui “Inkubator Bisnis”. Menurut Perpres RI No.
27 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha, pengembangan inkubator wirausaha bertujuan untuk: 1 menciptakan dan mengembangkan usaha baru yang
mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi, dan; 2 mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia terdidik dalam menggerakkan perekonomian dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan sasaran pengembangan inkubator wirausaha adalah untuk: 1 menumbuhkan wirausaha baru dan penguatan kapasitas wirausaha pemula
start-up yang berdaya saing tinggi; 2 penciptaan dan penumbuhan usaha baru yang
94 mempunyai nilai ekonomi dan berdaya saing tinggi; 3 peningkatan nilai tambah pengelolaan
potensi ekonomi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi; 4 peningkatan aksesibilitas wirausahawan atau calon wirausahawan untuk mengikuti program inkubasi;
5 peningkatan, kemampuan dan keahlian pengelola Inkubator Wirausaha untuk memperkuat kompetensi Inkubator Wirausaha; dan; 5 pengembangan jejaring untuk
memperkuat akses sumber daya manusia, kelembagaan, permodalan, pasar, informasi, dan teknologi.
Penelitian ini merupakan kelanjutan konprehensif dari telaah-telaah peneliti sebelumnya. Tema tentang keterkaitan inkubator bisnis dengan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah UMKM, ekonomi kreatif dan kewirausahaan pernah dilakukan oleh: 1 Agustina 2011 yang menyimpulkan bahwa wirausaha baru pada masa start-up umumnya menemui
permasalahan antara lain lemahnya kemampuan dan keterampilan berbisnis, lemah dalam permodalan, belum mampu mengakses pasar serta belum mampu mengakses dengan
teknologi. Inkubator bisnis perguruan tinggi berpotensi besar menghasilkan wirausaha baru melalui transfer teknologi dan lembaga penelitian. Tujuannya adalah memfasilitasi hasil-hasil
penelitian untuk kepentingan publik, menghargai, memperkuat dan merekrut anggota lembaga penelitian, menjalin ikatan yang lebih erat dengan industri dan menghasilkan
pendapatan dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi; 2 Hasbullah, dkk 2014 menunjukkan bahwa model inkubasi yang paling efektif untuk program inkubasi UMKM
pangan adalah model pendampingan partisipatif. UMKM binaan perlu dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan dan terlibat secara aktif dalam diskusi mengenai
permasalahan usaha dan solusi untuk mengatasinya; 3 Saputra 2015 menjumpai beberapa temuan penting meliputi risiko serta kendala yang harus dihadapi oleh startup
digital lokal Indonesia, serta manfaat dari kegiatan inkubasi bagi startup. Risiko yang harus dihadapi meliputi risiko bisnis model, risiko teknologi, risiko eksekusi, serta risiko pasar.
Untuk kendala yang dihadapi, pada umumnya startup akan menghadapi kendala eksternal dan internal.
KAJIAN TEORITIS Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif erat kaitannya dengan industri kreatif, namun ekonomi kreatif memiliki cakupan yang lebih luas dari industri kreatif. Ekonomi kreatif merupakan ekosistem
yang memiliki hubungan ketergantungan antara rantai kreatif creative value chain, lingkungan pengembangan nuturance environment, pasar market dan pengarsipan
archiving. Ekonomi kreatif tidak hanya terkait dengan penciptan nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga penciptaan nilai tambah secara sosial, budaya dan lingkungan. Oleh
karena itu, ekonomi kreatif selain dapat meningkatkan daya saing, juga dapat meningkatkan kualitas hidup Bangsa Indonesia.
Ekonomi Kreatif yang dipandang sebagai subsektor dalam kegiatan ekonomi sebenarnya belum lama muncul. Pada dekade awal 1990-an, di Australia timbul persoalan
mengenai mekanisme pandanaan yang berkaitan dengan kebijakan sektor seni dan budaya, sehingga muncullah istilah ketika itu
“Creative Nation” yang dikeluarkan Australia. Tetapi istilah ini benar-benar terangkat ketika Department of Culture, Media, and Sport DCMS
United Kingdom Inggris mendirikan Creative Industries Task Force pada tahun 1997. Kemudian DCMS Creative Industries Task Force 1998 merumuskan definisi sebagai
berikut: “Creative Industries as those industries which have their origin in individual
creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content
”. Ruang lingkup dari industri kreatif menurut DCMS meliputi, advertising, architecture, the art and antiques market, crafts,
design, designer fashion, film, interactive leisure software, music, the performing arts, publishing, software, television and radio. Pada waktu berikutnya, banyak negara di dunia
mengadopsi konsep Inggris ini, antara lain Norwegia, Selandia Baru, Singapura, Swedia dan
tentu saja Indonesia tidak mau ketinggalan dengan istilahnya sendiri, yakni: “Ekonomi Kreatif”.
95 Model pengembangan ekonomi kreatif untuk menjawab isu strategis dapat
dianalogikan sebagai sebuah bangunan yang terdiri dari fondasi, pilar, dan atap, yang digerakkan oleh quad- helix. Fondasi pengembangan ekonomi kreatif adalah orang kreatif.
Pilar pengembangan ekonomi kreatif ada lima yaitu: 1 sumber daya kreatif, berupa sumber daya alam dan sumber daya budaya; 2 industri, terdiri dari core creative industry industri
inti dan backward and forward linkage creative industry; 3 pembiayaan; 4 teknologi dan infrastruktur, serta; 5 pemasaran. Pilar ini akan diperkuat oleh quad-helix melalui
kelembagaan berupa norma, nilai, peraturan, dan perundangan hukum yang mengatur interaksi para aktor-aktor utama intelektual, bisnis, komunitas, dan pemerintah dalam
pengembangan ekonomi kreatif. Kokohnya fondasi, kuatnya pilar dan harmonisnya kelembagaan menjadi kunci pengembangan ekonomi kreatif. Pengembangan ekonomi
kreatif Indonesia tahun 2015-2019 diarahkan untuk memantapkan pengembangan ekonomi kreatif dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan
sumber daya alam, budaya, dan sumber daya manusia berkualitas dan kreatif dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperkuat kelembagaan untuk
menciptakan iklim usaha kondusif bagi pengembangan industri kreatif lokal.
Inkubator Bisnis
Inkubasi bisnis merupakan tuntutan dari the new economy global, yang terjadi karena adanya perubahan yang cepat dan signifikan di bidang teknologi, telekomunikasi, dan
digitalisasi; adanya deregulasi dan globalisasi. Perubahan tersebut memaksa adanya perubahan pada setiap pelakunya mulai dari skala negara, perusahaanorganisasi, dan
individu. Inkubator bisnis adalah lembaga yang membantu wirausaha baru dalam memulai bisnisnya untuk meningkatkan prospek perkembangan dan daya tahan, sehingga kelak
dapat bertahan di dalam lingkungan bisnis yang nyata. Menurut Perpres RI No. 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha yang dimaksud Inkubator Wirausaha
adalah suatu lembaga intermediasi yang melakukan proses inkubasi terhadap peserta inkubasi tenant. Inkubasi Bisnis adalah proses pembinaan bagi usaha kecil dan atau
pengembangan produk baru yang dilakukan oleh inkubator bisnis dalam hal penyediaan sarana dan prasarana usaha, pengembangan usaha dan dukungan manajemen serta
teknologi. Sedangkan inkubator bisnis adalah lembaga yang bergerak dalam bidang penyediaan fasilitas dan pengembangan usaha, baik manajemen maupun teknologi bagi
usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan dan mengembangkan kegiatan usahanya dan atau pengembangan produk baru agar dapat berkembang menjadi wirausaha yang
tangguh dan atau produk baru yang berdaya saing dalam jangka waktu tertentu. Juknis Tentang Pengembangan Kewirausahaan Nomor: 81.3KepM.KUKM VIII2002.
Konsep inkubasi bisnis lahir diantara masa ekonomi kapitalisme klasik dan neoklasikal. Kapitalisme klasik menurut Adam Smith 1776 merupakan sistem ekonomi
dengan karakteristik kepemilikan atas sumberdaya secara individual untuk menciptakan laba bagi dirinya sendiri. Teori ini memiliki cenderungan individualitik tanpa memperhatikan relasi
dan integrasi. Sedangkan neoklasik memandang bahwa pasar terdiri dari banyak pembeli dan penjual yang saling berintegrasi sehingga menciptakan rumusan penawaran sama
dengan permintaan atau “equilibrium”. Teori ini memandang individu sebagai bagian dari sistem ekonomi pasar yang senantiasa harus melakukan pengembangan dan perubahan
guna memenuhi penawaran atau permintaan. Pada era the new economy yaitu suatu era ekonomi yang terdiri dari banyak fenomena yang saling berinteraksi dan ber-relasi dalam
mewujudkan tujuan, maka salah satu wujud dari inkubasi bisnis adalah SOHO Small Office Home Office. Merupakan sebuah konsep bisnis kontemporer yang lahir karena adanya
perkembangan di bidang teknologi, telekomunikasi, dan digitalisasi, yang dapat memberikan kemudahan bagi para pengambil keputusan dari mana saja. Selain itu kehadiran dan
keberadaan inkubator bisnis dalam new economy mampu membantu menciptakan mekanisme pasar yang persuasif dan kondusif, karena berbisnis melalui proses inkubasi
yang pada gilirannya menjadikan persaingan sebagai sebuah kemutlakan.
Pola penciptaan new entrepreneur dan pembinaan usaha kecil, menengah dan koperasi melalui inkubasi bisnis dilakukan dengan cara pembinaan di bawah satu atap
96 inwall dan secara pembinaan di luar atap out-wall. Selanjutnya, kedua pola tersebut
disebut sebagai model penciptaan dan pembinaan inkubasi bisnis. Model yang pertama bersifat klasikal, yaitu kegiatan pelatihan, pemagangan, sampai dengan perintisan usaha
produktif dilakukan di dalam satu unit gedung. Setiap pesertaanggota tenant melakukan aktivitasnya di dalam ruangan masing-masing yang telah disediakan inkubator. Sementara,
pada model inkubasi yang kedua, kegiatanaktivitas usaha ekonomi produktif tidak dilakukan dalam satu atap, melainkan secara terpencar di luar pusat manajemen inkubator. Hal
tersebut dimungkinkan karena pada model kedua ini wujud dan kegiatan usaha sudah berjalan, inkubator bisnis berfungsi sebagai konsultan, pendamping, dan pembina kegiatan
usaha. Sehingga, pada model yang kedua ini lebih cenderung menyerupai jaringan kerja business networking.
Secara sistemik, inkubasi bisnis merupakan suatu wahana transformasi pembentukan sumberdaya manusia yang tidak atau kurang kreatif dan produktif menjadi
sumberdaya manusia yang memiliki motivasi wirausaha secara kreatif, inovatif, produktif dan kooperatif sebagai langkah awal dari penciptaan wirausaha yang memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif serta memiliki visi dan misi kedepan yang jelas. Inkubasi bisnis memiliki cakupan komunitas yang saling berintegrasi dalam operasi dan aktivitas, yaitu:
wirausahawan, perguruan tinggi, lembaga pembiayaan, konsultan bisnis, penasihat hukum bisnis business legal counsel, swasta, BUMNBUMD, pemerintah melalui instansi-instansi
teknis terkait, dan lembaga swadaya masyarakat.
Tujuan dari pendirian inkubator bisnis adalah: 1 mengembangkan usaha baru dan usaha kecil yang potensial menjadi usaha mandiri, sehingga mampu sukses menghadapi
persaingan lokal maupun internasional; 2 mengembangkan promosi kewirausahaan dengan menyertakan perusahaan-perusahaan swasta yang dapat memberikan kontribusi pada
sistem ekonomi pasar; 3 sarana alih teknologi dan proses komersialisasi hasil hasil penelitian pengembangan bisnis dan teknologi dari para ahli dan perguruan tinggi; 4
menciptakan peluang melalui pengembangan perusahaan baru; 5 aplikasi teknologi di bidang industri secara komersial melalui studi dan kajian yang memakan waktu dan biaya
yang relatif murah Panggabean, 2005. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekonomi kreatif, faktor-faktor yang menghambat dan mendukung ekonomi kreatif, serta formulasi model inkubator bisnis guna
menunjang pertumbuhan ekonomi kreatif di Malang Raya. Subyek atau unit analisis penelitian ini adalah pelaku industri kreatif mencakup 15 subsektor ekonomi kreatif di
Malang Raya. Berdasarkan observasisurvei tentang pelaku usaha ekonomi kreatif di Malang Raya, jumlah dan keberadaan mereka tidak diketahui secara pasti karena belum
terdata pada instansi atau dinas terkait, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta UMKM, baik di pemerintahan Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Dengan
demikian penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling.
Adapun jumlah sampel untuk setiap subsektor ekonomi kreatif pada masing-masing lokasi penelitian ditentukan sebanyak 2 responden. Dengan demikian jumlah responden
dalam penelitian adalah sebanyak: 2 sampel x 15 subsektor x 3 tempat penelitian = 90 responden. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui Observasi atau survei lapangan,
wawancara, Partisipatory Research Appraisal PRA, Focus Group Discussion FGD. Berdasarkan data yang terkumpul, selanjutnya dikaji dengan Analisis SWOT.
HASIL Potensi Ekonomi Kreatif di Malang Raya
Malang Raya memiliki potensi ekonomi kreatif yang melimpah, dan berpotensi untuk dapat dikembangkan yang pada gilirannya akan berkolerasi erat dengan pengembangan
dan pertumbuhan ekonomi maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah Malang Raya. Berikut gambaran potensi ekonomi kreatif di Malang Raya di berbagai
subsektor ekonomi kreatif:
97