menguntungkan perusahaan. Maka manajemen perlu mengetahui gambaran harga pasar di waktu mendatang.
Sedangkan persediaan dalam jumlah yang sangat kecil atau terlalu rendah akan mengakibatkan Ahyari, 1987:
1. Persediaan yang terlalu kecil kadang-kadang tidak dapat memenuhi
kebutuhan. Apabila hal ini terjadi berkali-kali, tentunya dalam jangka panjang akan sangat merugikan perusahaan. Hal ini disebabkan karena dengan
pembelian mendadak disamping akan memperoleh harga beli lebih tinggi, kualitas bahan belum tentu dapat memenuhi standar yang ada dan efisiensi
waktu kerja karyawan juga akan berkurang. 2.
Seringkali kehabisan bahan baku maka pelaksnaan produksi tidak dapat berjalan lancar.
3. Persediaan yang kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan akan
semakin besar sehingga biaya pemesanan akan bertambah besar jumlahnya. Menurut Johns dan Harding 2001, untuk memastikan bahwa suatu sistem
pengendalian sediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak di pesan dan
kapan memesan kembali.
1. Analisis ABC
Banyaknya persediaan bahan di sebuah perusahaan tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut baik dari
segi harga perunit bahan, dari segi jumlah unit yang diperlukan dan dari penyimpanan bahan. Dengan demikian apabila bahan diperlakukan sama rata,
maka tindakan ini kadang-kadang akan merugikan perusahaan. Hal ini karena terdapat perbedaan nilai rupiah dari bahan yang dipergunakan Ahyari, 1987.
Dalam kenyataannya akan terdapat bahan baku yang dipergunakan dalam jumlah unit yang besar namun mempunyai nilai rupiah yang kecil,
sebaliknya akan terdapat sejumlah bahan baku dalam nilai rupiah yang tinggi walaupun jumlah unit fisiknya tidak berapa besar. Dengan demikian perlakuan
yang berbeda untuk masing-masing bahan yang mempunyai karakteristik yang berbeda juga masih tetap diperlukan dalam perusahaan yang bersangkutan
tersebut. Cara yang paling umum digunakan untuk prioritas persediaan adalah dengan klasifikasi ABC Ahyari, 1987.
Analisis ABC membagi persediaan yang ada menjadi tiga klasifikasi dengan basis volume dolar tahunan. Analisis ABC adalah sebuah aplikasi
persediaan dar prinsip pareto. Gagasannya adalah untuk membuat kebijkan- kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan pada bagian-bagian
persediaan yang kritis namun sedikit bukan pada yang banyak namun spele. Tidaklah realistis jika memantau barang yang tidak mahal dengan intensitas
yang sama dengan barang yang sangat mahal Heizer dan Render, 2010. Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan dilakukan dengan
klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara membagi sediaan ke dalam tiga kelas didasarkan pada nilai penggunaan tahunan. Analisis ABC menyoroti
perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh pada
kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa mengabaikan yang lain Johns dan
Harding, 2001. Menurut Ahyari 1987, dasar yang dipergunakan untuk mengadakan
pemisahan tersebut adalah: a.
Kelas A, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang kecil atau rendah, namun jumlah rupiahnya tinggi
b. Kelas C, merupakan bahan baku dengan jumlah unit fisik yang besar atau
tinggi, namun nilai rupiah yang rendah atau kecil c.
Kelas B, merupakan bahan baku dengan karakteristik yang berbeda di antara kelas A dan kelas C, baik jumlah fisik maupun jumlah rupiahnya
adalah sedang. Menurut Seto 2004, sistem ABC, semua obat dalam persediaan
digolongkan menjadi salah satu dari kategori: a.
Kelompok A mewakili 20 obat dalam persediaan dan 70 total penjualan.
b. Kelompok B mewakili 30 obat dalam persediaan dan 20 total
penjualan. c.
Kelompok C mewakili 50 obat tapi hanya kira-kira 10 total penjualan.
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit kelompok A
dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat atau karena obat
itu sangat mahal, kelompok A merupakan mayoritas penjualan apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang
dan EOQ-nya seharunya dihitung Seto, 2004. Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B
mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.
Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien
untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang
dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan eceran Seto, 2004. Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk
menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode praktis
mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan Seto,
2004.
Klasifikasi sediaan Pareto Johns dan Harding, 2001 a.
Kelas A : 75 nilai penggunaan sediaan tahunan diwakili oleh hanya 15 dari jenis sediaan.
b. Kelas C : 60 dari barang sediaan hanya bertanggung jawab atas 10 dari
nilai penggunaan tahunan c.
Kelas B : barang yang tidak termasuk ke dalam kelas A dan kelas C.
Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto
Johns dan Harding, 2001
Item sedian 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
90 80
70 nilai 60 dalam
50 sedian 40
30 20
10
Menurut Heizer dan Render 2010, barang kelas A adalah barang dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70-80 penggunaan uang secara
keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15 dari persediaan total. C
A B
Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan yang sedang yaitu 15- 25 penggunaan uang keseluruhan dan 30 penggunaan persediaan total.
Barang dengan volume dolar tahunan yang kecil adalah kelas C yang hanya merepresentasikan 5 volume tahunan namun mewakili 55 barang
persediaan total. Secara grafik persediaan akan terlihat seperti gambar berikut ini:
Grafik 2.1 Grafik dari Analisis ABC
Heizer dan Render, 2010
100 90
A 80
Persen 70
Penggunaan 60 Dollar
50 Tahunan
40 B
30 20
10 C
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persen persediaan
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan 2010, prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam
suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaranrupiah terbanyak. Urutan langkah adalah sebagai berikut Dirjend Binakefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2010 : a.
Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang
diperlukan untuk
tiap nama
dagang. Kelompokkan
kedalam jenisjeniskategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan
farmasi. b.
Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis perbekalan farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis
yang memakan prosentase biaya terbanyak. d.
Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya. e.
Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70 anggaran total biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja.
1 Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70
2 Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20
3 Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10
Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan
Ahli Kelas A
Kelas B Kelas C
Item Nilai
Item Nilai
Item Nilai
Johns dan Harding
2001
15 75
25 15
60 10
Heizer dan Render 2010
15 70 -
80 30
15 - 25
55 5
Dirjend Binfar dan Alkes 2010
70 20
10
Peramalan, kontrol fisik, keandalan pemasok dan reduksi pada persediaan pengaman yang lebih baik dapat dihasilkan dari kebijakan-
kebijakan manajemen persediaan yang tepat. Analisis ABC membimbing pengembangan kebijakan tersebut Heizer dan Render, 2010.
Berikut kebijakan-kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC Heizer dan Render, 2010:
a. Membeli sumber daya harus lebih tinggi pada barang-barang A
dibandingkan dengan barang-barang C. b.
Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat, barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih aman akurasi
catatan persediaannya untuk barang A harus lebih sering di verivikasi. c.
Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan barang lainnya.
Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut
Ahyari, 1987: a.
Kelas A 1
Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat
2 Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan
diawasi sangat ketat 3
Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi
4 Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup,
mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah unit yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di dalam
jumlah yang cukup besar b.
Kelas B 1
Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang
optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan. 2
Pengendalian juga tetap diperlukan sehingga perusahaan tidak menderita kerugian karena penyelenggaraan persediaan yang tidak sesuai situasi
dan kondisi dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Kelas C
1 Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan sistem
pengendalian sederhana di dalam perusahaan yang bersangkutan 2
Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A, melainkan akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan sederhana.
2. Economic Order Quantity EOQ