Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015

(1)

SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH :

ASRIL YUSUF PUTRA FAU 1111101000005

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H / 2015 M


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 Juni 2015


(3)

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Juni 2015

Asril Yusuf putra Fau, NIM : 1111101000005

Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015

xxiii + (119) halaman, (8) tabel, (6) gambar, (1) grafik, (5) bagan, (9) lampiran

ABSTRAK

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) bertanggung jawab dalam menyediakan perbekalan farmasi dengan jumlah yang cukup pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya, khususnya bagian Gudang Farmasi. Gudang Farmasi RSU Haji Medan belum optimal dalam melakukan penyediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml , yaitu belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml di Gudang Farmasi RSU Haji Medan.

Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu pemesanan kembali masing-masing obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen terkait penelitian. Informan dari penelitian adalah Kepala Unit Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di RSU Haji Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder point (ROP) diketahui bahwa obat methylprednisolone inj 125 mg/2 ml mengalami stock out obat dan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 65.790.000. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ABC didapatkan hasil bahwa obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml merupakan obat kelompok A dengan nilai investasi tertinggi. Perhitungan dengan metode EOQ didapatkan Jumlah pemesanan optimum untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml adalah 49 item dan perhitungan ROP didapatkan waktu pemesanan kembali untuk obat Methylprednisolon inj


(4)

RSU Haji Medan untuk menerapkan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) ke seluruh jenis obat generik.

Kata Kunci: Pengendalian persediaan, obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml, analisis ABC, Economic Order Quantity, Reorder Point


(5)

HEALTH CARE MANAGEMENT Skripsi, Juny 2015

Asril Yusuf Putra Fau, NIM : 1111101000005

Inventory Control Effectiveness of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Drug using ABC Analysis Method, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) in Pharmaceutical Warehouse of Haji Medan Public Hospital 2015

xxiii + (119) pages, (8) tables, (6) pictures, (1) graphic, (5) charts, (9) attachments

ABSTRACT

The Hospital Pharmacy Installation is responsible in providing pharmaceutical supplies with a sufficient amount of time is needed and the cost of that perfect humility, especially the pharmaceutical warehouse. Pharmaceutical werehouse of Haji Medan Public Hospital is not optimal in doing the provision of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml medicine, the demand and availability of the Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drugs is not balance so the stock out and cito purchase is happened. So there need to be analyzed about inventory control of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drug in pharmaceutical warehouse at Haji Medan Public Hospital.

The type of this research was operational research to determine the value of drug consumption and investment, determine the optimum order quantity and reorder time of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drug in the pharmaceutical warehouse at Haji Medan Public Hospital. The primary data was obtained from indepth interviews and observation then secondary data was obtained by reviewing the related document. The informan in this research was the Head of Pharmaceuticals Unit, Head of Medical Support, Pharmaceutical Warehouse Staff, Head of Finance and Coordinator of Logistics at Haji Medan Public Hospital.

The result showed that prior to the application of the method ABC, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder point (ROP) is known that the drug methylprednisolone inj 125 mg/2 ml experiencing stock out of medicines and result in a loss of Rp 65.790.000. After calculation by the ABC, EOQ and ROP method showed that the drug is a drug Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml group A with the highest investment value. Calculation by the the method of EOQ obtained optimum number of booking for the drug Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml are 49 items and calculation by the the method of ROP


(6)

Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml stock out can be solved. Based on these result, it is recommended to the hospital to implement the ABC method, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) to apply the ABC, Economic Oreder Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) method to all types of generics.

Keywords : Inventory control, Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml medicine, ABC analysis, Economic Order Quantity, Reorder Point


(7)

(8)

(9)

ix

Nama : Asril Yusuf Putra Fau Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 21 Juli 1992

Alamat : Jl. Duta Darma VI Blok D7 No.18 Pondok Hijau, Ciputat, Tangerang Selatan

Agama : Islam

No. Telp : 081375687209 E-mail : fau.asril@gmail.com Riwayat Pendidikan :

2011-sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2008-2011 : MAN 2 Model Padangsidimpuan 2005-2008 : SMPS Nurul Ilmi Padangsidimpuan 1999-2005 : SDN 200117 Padangsidimpuan 1998-1999 : TK Bhayangkari Padangsidimpuan Riwayat Organisasi :

2012-2013 : PSDMO BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-sekarang : HACAMSA Kesehatan Masyarakat UIN Syarif


(10)

x Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penyusunan Skripsi di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015 dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun proposal skripsi yang berjudul “Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125

mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan

Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015” Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberi semangat, memotivasi serta doanya.

2. DR. Arif Sumantri. M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.

3. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph. D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.


(11)

xi Rosad, MARS selaku penguji sidangskripsi.

6. Segenap bapak / ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa pada umumnya.

7. Direktur RSU Haji Medan yang telah memberikan izin penelitian skripsi di RSU Haji Medan

8. Aziz, Fahri, Misbah yang selalu mendengarkan keluh kesah, memberi semangat dan masukan, terimakasih

9. dr. Patimah Fitriansyari Hasibuan terimakasih doa, semangat dan dukungannya. 10. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2011 dan

seluruh teman-teman Kesmas lainnya.

11. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan doanya untuk penulis dalam menyelesaikan magang.

Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis berharap semoga Laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Jakarta, Juni 2015


(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

LEMBAR PENGESAHAN ... viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR GRAFIK ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

DAFTAR SINGKATAN ... xxi

DAFTAR ISTILAH ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1


(13)

xiii

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

1. Bagi Peneliti ... 7

2. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 8

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Rumah Sakit ... 10

B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS) ... 11

C. Manajemen Logistik Rumah Sakit ... 13

1. Defenisi Manajemen Logistik ... 13

2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik ... 14

3. Fungsi Manajemen Logistik ... 16

a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan ... 17

b. Fungsi Penganggaran... 19

c. Fungsi Pengadaan ... 19

d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan ... 20

e. Fungsi Penyaluran ... 22

f. Fungsi Pemeliharaan ... 23

g. Fungsi Penghapusan ... 23

h. Pengendalian/Pengawasan ... 24

4. Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit ... 25

D. Manajemen Persediaan Logistik Rumah Sakit ... 28

1. Fungsi Persediaan ... 29

2. Jenis Persediaan ... 30

3. Biaya-Biaya Persediaan ... 31


(14)

xiv

a. Analisis ABC ... 36

b. Economic Order Quantity (EOQ) ... 42

c. Reorder Point (ROP) ... 43

F. Kerangka Teori ... 45

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFENISI ISTILAH ... 47

A. Kerangka Berfikir ... 47

B. Defenisi Istilah ... 50

BAB IV METODE PENELITIAN ... 52

A. Desain Penelitian ... 52

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

C. Informan Penelitian Kualitatif ... 53

D. Pengumpulan Data ... 54

E. Keabsahan Data... 55

F. Pengolahan Data ... 55

G. Penyajian Data ... 59

BAB V HASIL ... 60

A. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 60

B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 64

1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC ... 64

a. Input dari SDM dan Metode ... 64

b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 69

c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 75


(15)

xv

C. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ, dan ROP

di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ... 85

BAB VI PEMBAHASAN ... 87

A. Keterbatasan Penelitian ... 87

B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 87

C. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan ... 92

1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC ... 92

a. Input dari SDM dan Metode ... 92

b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 95

c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis ABC ... 108

2. Perhitungan EOQ Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ... 109

3. Perhitungan ROP Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ... 111

D. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ, dan ROP di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ... 114

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Simpulan ... 118

B. Saran ... 119 DAFTAR PUSTAKA


(16)

xvi

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan ... 40 Tabel 3.1 Defenisi Istilah ... 50 Tabel 5.1 Jumlah Tenaga RSU Haji Medan ... 64 Tabel 5.2 Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi Berdasarkan Kemasan

Obat Generik di Gudang Farmasi Tahun 2014 ... 65 Tabel 5.3 Analisis ABC Berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat Generik

Tahun 2014 ... 67 Tabel 5.4 Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Obat Generik

Tahun 2014 ... 68 Tabel 5.5 Biaya ATK Dalam Pemesanan Setiap Bulan Gudang Farmasi

RSU Haji Medan ... 77 Tabel 5.6 Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ... 82


(17)

xvii

Nomor Gambar Halaman

Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto... 54

Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis ... 60

Gambar 2.3 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali ... 63

Gambar 2.4 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali dengan Safety Stock ... 64

Gambar 6.1 Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Tahun 2014 ... 100

Gambar 6.2 Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Investasi Tahun 2014 ... 104


(18)

xviii


(19)

xix

Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik ... 17

Bagan 2.2 Logistik di Rumah Sakit ... 27

Bagan 2.3 Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan ... 35

Bagan 2.4 Kerangka Teori ... 46


(20)

xx

Lampiran 1 Surat Pengajuan Skripsi ke RSU Haji Medan Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di RSU Haji Medan Lampiran 3 Pedoman Wawancara

Lampiran 4 Pedoman Telaah Dokumen

Lampiran 5 Struktur Organisasi Bagian Pengadaan Logistik RSU Haji Medan

Lampiran 6 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSU Haji Medan Lampiran 7 Matriks Transkrip Hasil Wawancara

Lampiran 8 Tabel Klasifikasi Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Tahun 2014

Lampiran 9 Tabel Klasifikasi Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC Investasi Tahun 2014


(21)

xxi Dirjend = Direktorat Jenderal

DPHO = Daftar Palfon Harga Obat EOQ = Economic Order Quantity FEFO = First Expired First Out FIFO = First In First Out

IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit INN = International Nonpropoetary Names Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat Jampersal = Jaminan Persalinan

Kabid = Kepala Bidang

KFT = Komite Farmasi dan Terapi PBF = Perusahaan Besar Farmasi Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan Kepmenkes = Keputusan Menteri Kesehatan ROP = Reorder Point

RSU = Rumah Sakit Umum SDM = Sumber Daya Manusia


(22)

xxii TT = Tempat Tidur


(23)

xxiii juga

Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)

Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek

Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional kesehatan di rumah sakit

Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai pemesanan sampai obat diterima

Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang Obat slow moving = Obat yang perputaran/pergerakannya lambat Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan

Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu stok

Stock out = Kekosongan stok User = Pengguna obat (dokter)


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Depkes RI (2008) biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Menurut Suciati (2006) pelayanan farmasi merupakan revenue center utama rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi, meliputi obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas medik. Serta 50% dari seluruh pendapatan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.

Melihat besarnya kontribusi perbekalan farmasi sebagai sumber pelayanan penunjang di rumah sakit untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan, maka dibutuhkan pengelolaan secara tepat dan penuh tanggung jawab. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Pengelolaan perbekalan farmasi tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik, yang unsur-unsurnya meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian yang selamat dan aman, hingga pengendalian persediaan yang teliti (Aditama, 2000).


(25)

Salah satu permasalahan dalam manajemen logistik farmasi adalah stock out obat. Kejadian seperti ini diakibatkan karena tidak terkontrolnya persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan kembali karena tidak mengetahui jumlah stok yang tersedia. Masalah stock out obat mengakibatkan sering dilakukannya pemesanan obat secara cito, artinya pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu juga. Hal ini tentu menjadi sebuah kerugian karena obat yang dipesan di apotek luar harganya lebih mahal dibandingkan membeli ke distributor. Hal ini misalnya yang dialami oleh RSU Haji Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian Mellen dan Pudjiraharjo (2013), RSU Haji Surabaya mengalami stock out pada tahun 2012. Selama Januari-April 2012 terdapat 116 jenis obat yang mengalami stock out yang mengakibatkan terjadinya kerugian yang dialami oleh RSU Haji Surabaya, yaitu sebesar Rp 244.023.752.

Menurut John dan Harding (2001) untuk memastikan bahwa pengendalian persediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan dan kapan memesan kembali. Metode Analisis ABC untuk menjawab pertanyaan apa yang akan dikendalikan dengan mengetahui prioritas obat generik yang dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian obat dan nilai investasi. Selanjutnya obat generik yang tergolong kelompok A akan dihitung dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ untuk menjawab pertanyaan berapa banyak yang hendak dipesan dengan mengetahui


(26)

jumlah yang akan dipesan (jumlah optimum) agar dapat mengefisiensikan biaya persediaan obat. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode Reorder Point (ROP) obat yang tergolong kelompok A. Metode ROP untuk mengetahui waktu pemesanan kembali dengan mengetahui titik pemesanan kembali sehingga dapat mengatasi kekurangan stok.

Mulyardewi (2010), menyarankan dalam penelitiannya untuk menggunaan metode ABC Indeks Kritis dalam menetapkan perencanaan obat, serta mengendalikan persediaan obat yang termasuk kelompok A dengan menggunakan model EOQ dan ROP agar tidak lagi terjadi kekosongan persediaan, pembelian cito, dan resep yang dibeli pasien diluar apotek rumah sakit. Menurut Wahjuni dan Suryawati (1998), metode EOQ yang diterapkan terhadap klasifikasi obat pada analisis ABC di Instalasi Farmasi yang mereka teliti, dapat menurunkan total nilai persediaan obat dan memudahkan pengaturan frekuensi pengadaan obat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pada bulan April-Mei 2015, didapatkan bahwa proses pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan tidak menggunakan metode khusus. Penentuan kebutuhan obat yang dilakukan selama ini hanya berdasarkan perkiraan apoteker saja, serta dengan melakukan stock opname, pencatatan pada kartu stok dan buku defekta.

Kejadian seperti ini mengakibatkan tidak terkontrolnya persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan karena tidak mengetahui


(27)

jumlah stok yang tersedia, sehingga nantinya akan terjadi kekosongan obat di Rumah Sakit Umum Haji Medan. Berdasarkan data yang diperoleh dari gudang farmasi RSU Haji Medan, terdapat 193 jenis obat yang pernah dibeli ke apotik luar pada tahun 2014. Artinya, 193 jenis obat tersebut belum dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan oleh unit sehingga harus dibeli secara cito ke apotik luar RS Umum Haji Medan. Paling sedikit ada 15 jenis obat dalam satu bulan yang dibeli cito ke apotik luar RS Umum Haji Medan pada tahun 2014.

Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulan dibeli cito di luar apotik karena stok obat tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasien dan rata-rata adalah obat generik, salah satunya yaitu Methylprednisolon 125 mg/ 2 ml dibeli cito di apotik luar RS yaitu sebanyak 1.700 vial dengan rata-rata pembelian per bulan sebanyak 142 vial dengan nilai investasi sebesar Rp 65.790.000. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml merupakan obat yang menempati peringkat pertama dalam pengelompokkan obat dengan menggunakan metode analisis ABC investasi, yang artinya obat Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat dengan nilai pemakaian paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar, Sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat.

Diharapkan dengan penerapan metode pengendalian tersebut menjadi suatu solusi untuk meningkatkan pengendalian persediaan sehingga obat dapat


(28)

disediakan dengan jumlah dan waktu yang tepat, penggunaan anggaran yang rendah dan menghindari pemesanan cito dan pembelian ke apotik luar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dari SIRS RS Umum Haji Medan, pemesanan obat sering dilakukan secara cito dan dibeli di apotik luar yang dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek luar mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan memesan langsung ke distributor. Hal ini terjadi karena adanya kekosongan obat di gudang farmasi sehingga obat tersebut harus dipesan secara cito sebagai upaya pemenuhan kebutuhan obat pasien.

Salah satu obat generik yang mengalami cito yaitu obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml menempati peringkat pertama dalam pengelompokkan obat berdasarkan analisis ABC investasi. Yang artinya obat Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat dengan nilai pemakaian paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar, Sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat. Belum pernah dilakukan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan melalui metode analisis ABC, Economic Oreder uantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP).

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity


(29)

(EOQ), dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015”.

C. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml sebelum penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015?

b. Bagaimana pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml malalui metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015?

c. Bagaimana efektivitas pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pasca penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.


(30)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml sebelum penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

b. Mengetahui pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml malalui metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

c. Mengetahui efektivitas pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pasca penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Mendapatkan gambaran nyata pengendalian persediaan logistik di RS Umum Haji Medan


(31)

2. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan

a. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk kebijakan dalam pengendalian persediaan obat di Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan.

3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

a. Dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengendalian persediaan obat di rumah sakit.

b. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan pengendalian persediaan obat di rumah sakit.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai efektivitas pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml melalui metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Penelitian dilakukan


(32)

selama bulan April-Mei 2015. Penelitian merupakan penelitian operational research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan titik pemesanan kembali obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi dan data sekunder melalui telaah dokumen terkait penelitian. Subjek dari penelitian adalah Kepala Unit Farmasi, Kepala Bagian Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi dan Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di Rumah Sakit Umum Haji Medan.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (UU RS, 2009).

Rumah sakit juga salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan menciptakan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar,2004).

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 983/Menkes/SK/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.


(34)

Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu: menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medic nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan keuangan (Depkes RI, 1992).

B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita, sampai pada pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan, maupun untuk senua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004).

IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian / unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayan penderita yang lebih baik.

Pelayanan farmasi RS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system pelayanan kesehatan RS yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Kep menkes, 2004).


(35)

Tujuan pelayanan farmasi RS adalah pelayanan yang paripurna sehingga dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan efektif, efisien, aman, rasional dan terjangkau (Maimun, 2008). Pelaksanaan pelayanan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu (Purwanti, 2003) :

1. Pelayanan Obat Non Resep

Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotik (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotik terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskuler, anti parasit dan obat kulit topikal.

2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk memberi informasi tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Apoteker hendaknya aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap obat-obatan yang dikonsumsi. Selain itu apoteker juga mencatat reaksi atau


(36)

keluhan pasien untuk dilaporkan ke dokter, dengan demikian ikut berpartisipasi dalam pelaporan efek samping obat.

3. Pelayanan Obat Resep

Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang ditulis dalam resep dengan obat lain. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih terjangkau.

4. Pengelolaan Obat

Kompetensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan, penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan jaminan mutu.

C. Manajemen Logistik Rumah Sakit

1. Definisi Manajemen Logistik

Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan,


(37)

penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah mungkin (Aditama, 2007). Menurut Bowersox (1995) manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan. Menurut Wolper (1995) dalam Sabarguna (2009), Manajemen logistik adalah manajemen dan pengendalian barang-barang, layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai pada disposisi dan ada elemen penting yaitu: strategi terpadu untuk menjamin bahwa barang, jasa dan perlengkapan dibeli dengan biaya total yang terendah; strategi terkait untuk menjamin bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan dikendalikan secara agresif.

2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik

Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2000) adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah. Dalam bukunya yang berjudul Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Aditama


(38)

(2000) juga menjelaskan kegiatan logistik secara umum memiliki tiga tujuan, yaitu:

1. Tujuan Operasional

Adalah agar tersedianya barang, serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai.

2. Tujuan Keuangan

Meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.

3. Tujuan Pengamanan

Bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan sesungguhnya dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.

Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan (movement) dan penyimpanan (storage) yang strategis (Bowersox, 1995). Logistik rumah sakit mempunyai ciri yang penting untuk dilihat dan diperhitungkan antara lain (Sabarguna, 2005):

a. Spesifik, berarti terkait dengan pelanggan dan profesi tertentu, seperti obat, film rontgen, dan lain-lain.


(39)

b. Harga yang variatif dari yang sangat murah sampai sangat mahal, seperti lampu CT Scan, sampai kasa steril.

c. Jumlah item yang sangat banyak, maka sering dikelola secara departemental sesuai pelayanan dan profesi.

3. Fungsi Manajemen Logistik

Di dalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen logistik menurut Aditama (2007) dan Subagya (1994) adalah perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian. Sedangkan menurut Seto (2004), fungsi-fungsi logistik terdiri dari perencanaan dan penentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpananan, penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut merupakan suatu siklus kegiatan manajemen logistik.

Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat dijalankan sebagai berikut:


(40)

Bagan 2.1

Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)

Berdasarkan gambar diatas dapat diuraikan manajemen logistic merpakan suatu proses yang terdiri dari:

a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan

Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaanya. Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan menyangkut proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus berpedoman kepada daftar obat essensial, formularium rumah


(41)

sakit, standar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit, dengan mengutamakan obat-obat generik (Seto, 2004).

Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan mencakup aktivitas menetapkan sasaran-sasaran, pedoman, dan dasar ukuran penyelenggaraan pengelolaan perlengkapan. Sedangkan, penentuan kebutuhan merupakan perincian ( detailering) dari fungsi perencanaan, bilamana diperlukan semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan (Aditama, 2000).

Dalam membuat perencanaan pengadaan, terdapat tiga metode yang dapat digunakan, yaitu:

1) Metode konsumsi, yaitu metode perencanaan yang didasarkan atas analisis data konsumsi atau pemakaian perbekalan farmasi periode sebelumnya.

2) Metode epidemiologi, yaitu metode perencanaan yang didasarkan pada data jumlah kunjungan, jumlah tindakan, Bed Occupation Rate (BOR), Length of Stay (LOS), frekuensi penyakit dan standar terapi.


(42)

b. Fungsi Penganggaran

Menurut Seto (2004) Fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam satu skala standar yaitu dengan skala mata uang (dollar, rupiah, dan lain-lain). Begitu juga menurut Aditama (2007) menambahkan dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya.

Beberapa hal penting dalam proses penganggaran (Awaloeddin, 2001):

1) Penyesuaian rencana pembelian dengan dana yang tersedia

2) Mengetahui adanya kendala-kendala dan keterbatasan 3) Menentukan umpan balik dari fungsi perencanaan dan

penentuan kebutuhan untuk penyesuaian dan penentuan rencana aternatif.

c. Fungsi Pengadaan

Fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan


(43)

peramalan yang baik), maupun penganggaran. Dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan tersebut. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan (Seto, 2004).

Menurut Kepmenkes No 1197/MENKES/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi dan sumbangan/hibah. Pembelian dapat dilakukan secara tender oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi dan secara langsung dari pabrik/distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.

d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alar Kesehatan Kemenkes RI (2010), tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik


(44)

spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu. Semua persedian farmasi yang sudah diterima dan sudah dilakukan pemeriksaan harus segera disimpan di dalam sebuah ruang penyimpanan yang baik dan sesuai dengan standar.

Menurut Subagya (1994), penyimpanan adalah merupakan kegiatan dan usaha melakukan penyelenggaraan dan pengaturan obat serta persediaan di dalam ruang penyimpanan. Fungsi dari penyimpanan adalah menjamin kelangsungan penjadwalan dari kegiatan-kegiatan yang terjadi sebelumnya dengan pemenuhan yang setepat-tepatnya. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam fungsi penyimpanan adalah:

1) Pemilihan lokasi

2) Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan) 3) Pengaturan ruang

4) Prosedur/sistem penyimpanan 5) Penggunaan alat bantu

6) Pengamanan dan keselamatan

Menurut Dirjend Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010), metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO dan disertai sistem


(45)

informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

e. Fungsi Penyaluran

Proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain atau suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan pemindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain, yaitu dari tempat penyimpanan ke tempat pemakainya. Pendisitribusian adalah kegiatan menyalurkan barang sesuai permintaan, tepat waktu, tepat jumlah serta sesuai dengan spesifikasinya (Subagya, 1994)

Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendistribusian barang yaitu:

1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan

2) Ketepatan nilai logistik yang disampaikan

3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan

4) Ketepatan waktu penyampaian

5) Ketepatan tempat penyampaian


(46)

Menurut Seto (2004) khusus menyangkut fungsi penyaluran untuk farmasi Rumah Sakit, beberapa hal yang dijadikan pegangan adalah dengan prinsip:

1) Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien.

2) Harus menjamin: obat benar bagi penderita tertentu, dosis yang tepat pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang benar.

f. Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris (Aditama, 2007). Pemeliharaan dapat dilakukan untuk pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan kerusakan atau break down.

g. Fungsi Penghapusan

Fungsi Penghapusan merupakan kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan kata lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk menghapus kekayaan (assets) karena kerusahakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut dan karena hal-hal lain


(47)

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Aditama, 2007).

Cara-cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain (Subagya, 1994): pemanfaatan langsung (merehabilitasi/merekondisi komponen-komponen yang masih dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai barang persediaan baru), pemanfaatan kembali (meningkatkan nilai ekonomis dari barang yang dihapus menjadi barang lain, peindahan atau mutasi, hibah, penjualan/pelelangan, dan pemusnahan.

h. Fungsi Pengendalian/Pengawasan

Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari seluruh fungsi manajemen logistik. Dimana kegiatannya meliputi pengawasan dan pengamanan keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam fungsi ini terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi ( inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur utamanya (Aditama, 2000).

Menurut Subagya (1994) menjelaskan bahwa fungsi pengendalian mengandung kegiatan:

1) Inventarisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan dalam perolehan data logistik.


(48)

2) Pengawasan, menyangkut kegiatan-kegiatan untuk menetapkan ada tidaknya deviasi-deviasi penyelenggaraan dari rencana-rencana logistik.

3) Evaluasi, menyangkut kegiatan-kegiatan memonitor, menilai dan membentuk data-data logistik yang diperlukan hingga merupakan informasi bagi fungsi logistik lainnya.

Semua kegiatan dalam siklus logistik harus selalu dilakukan pengawasan mulai dari fungsi perencanaan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran, pemeliharaan, dan penghapusan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010) tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.

4. Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit

Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit didefinisikan sebagai suatu proses pengolahan strategis terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan barang ( stock, material, supplies, inventory, dan lain-lain) yang diperlukan bagi produksi


(49)

jasa rumah sakit. Manajemen logistik harus dilaksanakan secara efisien dan efektif dimana seluruh barang, bahan, dan peralatan harus dapat disediakan tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, serta dengan mutu yang memadai (Aditama, 2000).

Berdasarkan bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus disediakan di rumah sakit terdiri dari empat kelompok yaitu: persediaan farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan teknik. Namun, biaya rutin terbesar di rumah sakit umumnya terdapat pada pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi (Aditama, 2000):

1. Persediaan obat, mencakup: obatan esensial, non esensial, obat-obatan yang cepat dan lama terpakai.

2. Persediaan bahan kimia, mencakup: persediaan untuk kegiatan operasional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan non medis.

3. Persediaan gas medik, terkait dengan kegiatan pelayanan bagi pasien di kamar bedah, ICU atau ICCU.

4. Peralatan kesehatan, yaitu berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi kegiatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan sebagai barang habis pakai dan barang tahan lama atau peralatan elektronik dan non elektronik. Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit dapat dilihat pada bagan berikut.


(50)

Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit dapat dilihat pada bagan berikut.

Bagan 2.2

Logistik di Rumah Sakit (Aditama, 2000)

Mutu pelayanan logistik dapat dinilai dari dua hal, yaitu prestasi yang dicapai dan total biaya yang dikeluarkan. Pengukuran atas prestasi yang dicapai terkait dengan tersedianya ( availability) barang, kemampuan ( capability) waktu pengantaran dan konsistensi, serta mutu ( quality) usaha. Biaya logistik berhubungan langsung dengan kebijakan prestasi. Makin tinggi setiap prestasi tersebut, maka semakin tinggi juga total biaya yang dikeluarkan. Sehingga, kunci bagi prestasi logistik yang efektif adalah

LOGISTIK DI RS Gizi

Umum

Total

Obat

Teknik

Alat Kesehatan

Mutu Keseimbangan

Komposisi

Seluruh Kegiatan

di RS

Inventory control


(51)

mengembangakan usaha yang seimbang antara prestasi pelayanan yang diberikan dengan biaya yang dikeluarkan (Aditama, 2000).

D. Manajemen Persediaan Logistik Rumah Sakit

Menurut Rangkuti (1996) persediaan adalah sejumlah bahan-bahan,

bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan ini merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual kembali.

Hidayati (2006) menjelaskan persediaan merupakan sumber daya yang menganggur ( idle resource) karena belum digunakan dan menunggu proses lebih lanjut. Persediaan berguna mengantisipasi fluktuasi permintaan, langkanya pasokan, dan waktu tunggu barang yang dipesan ( lead time). Selain itu, persediaan mempermudah dan memperlancar jalannya operasional perusahaan/rumah sakit. Dengan adanya persediaan, gangguan pelayanan akibat adanya kekurangan barang dapat dihindari.

Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Konsep yang ideal dari persediaan


(52)

terdiri dari pengadaan suatu produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Sistem yang demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah atau bahan jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan. Walaupun sistem ini tidak praktis, namun penting diingat bahwa setiap dollar yang diinvestasikan dalam persediaan harus ditujukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Bowersox. D, 1995).

1. Fungsi Persediaan

Menurut Heizer dan Render (2010), Persediaan dapat melayani beberapa fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan. Keempat fungsi persediaan adalah sebagai berikut:

a. Decouple, memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Jika persediaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin diperlukan untuk melakukan decouple proses produksi dari pemasok.

b. Melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan.

c. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam jumlah yang besar dan mengurangi biaya pengiriman barang.


(53)

2. Jenis Persediaan

Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi fungsi-fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis persediaan:

a. Persediaan bahan mentah (raw material invetory) telah dibeli tapi belum diproses. Persediaan ini digunakan untuk melakukan decouple pemasok dari proses produksi.

b. Persediaan baran setengah jadi (work in process) adalah komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa proses perubahan, tetapi belum selesai.

c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi (Maintenance, Repair, Operating - MRO) unutk menjaga agar mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif. MRO adalah karena kebutuhan serta waktu untuk pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa perlengkapan tidak diketahui.

d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke persediaan karena permintaan pelanggan masih di masa mendatang tidak diketahui.

Sedangkan menurut Johns dan Harding (2001), jenis pokok sediaan dalam operasi adalah:


(54)

1) Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan 2) Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran

3) Membantu mengatasi permintaan musiman

4) Memberikan pengaman terhadap kemungkinan kerusakan dan pemogokan.

b. Barang dalam proses

1) Memisahkan tahapan produksi

2) Memberikan fleksibilitas dalam penjadwalan 3) Memberikan pemingkatan utilisasi mesin c. Bahan mentah

1) Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya

2) Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari potongan harga karena jumlah pesanan

3) Memberikan perlindungan terhadap inflasi

4) Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital

3. Biaya-Biaya persediaan

Menurut Rangkuti (1996), terdapat beberapa variabel biaya yang harus menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan. Biaya-biaya tersebut meliputi:


(55)

Merupakan biaya yang bersifat variabel terhadap kuantitas persediaan. Artinya, biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas barang yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah: Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya), Biaya modal, Biaya keusangan, Biaya penghitungan fisik, Biaya asuransi persediaan, Biaya pajak persediaan, Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan, Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya.

Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Heizer dan Render (2005) mengungkapkan bahwa biaya penyimpanan persediaan tahunan adalah 26% dari nilai persediaan per unit per tahun. b. Biaya pemesanan atau pembelian ( Ordering costs atau

Procurement costs)

Berbeda dengan biaya penyimpanan, biaya pemesanan tidak naik (konstan) apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Namun, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total pun akan turun. Hal ini berarti, biaya pemesanan total tahunan adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.


(56)

Komponen biaya pemesanan meliputi: Biaya pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, Upah, Biaya telepon, Pengeluaran surat menyurat, Biaya pengepakan dan penimbangan, Biaya pemeriksaan penerimaan, Biaya pengiriman, Biaya utang lancar, dan sebagainya.

c. Biaya penyiapan ( Set-up cost)

Biaya ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, namun diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biasanya perusahaan manufacture akan menghadapi biaya ini yang meliputi Biaya mesin menganggur, Biaya penyiapan tenaga kerja langsung, Biaya penjadwalan, Biaya ekspedisi, dan sebagainya.

d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan ( Shortage costs)

Biaya ini timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya tersebut meliputi: Kehilangan penjualan, Kehilangan langganan, Biaya pemesanan khusus, Biaya ekspedisi, Selisih harga, Terganggunya operasi, Tambahan pengeluaran manajerial, dan sebagainya.

E. Pengendalian persediaan Obat

1. Defenisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan atau kata asingnya adalah Inventory Control, adalah fungsi managerial yang sangat penting karena persediaan/stok obat


(57)

akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang besar dalam pos aktiva lancar. Karena itu perlu dikendalikan dengan efektif dan efisien (Seto, 2004).

Pengendalian persediaan ( inventory control) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi dan mengatur tingkat persediaan yang optimum agar dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang rendah (Aditama, 2000). Menurut Depkes RI (2008), pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat di unit-unit pelayanan.

Pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu, hasil stock opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu tahun (Aditama, 2000). Rangkuti (1996) menyebutkan bahwa sistem persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Tujuan lain dari pengendalian persediaan adalah:


(58)

a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan b. Agar pembentukan persediaan stabil

c. Menghindari pembelian kecil-kecilan d. Pemesanan yang ekonomis

Menurut Render dan Stair (2000), sistem pengendalian persediaan berhubungan erat dengan perencanaan persediaan. Sistem perencanaan dan pengendalian persediaan terdiri dari komponen-komponen dasar sebagai berikut.

Bagan 2.3

Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan (render dan Stair, 2000)

Tahap perencanaan (planning) memfokuskan kepada jenis persediaan yang akan diadakan serta cara memperoleh persediaan tersebut (apakah membuat atau membeli). Informasi ini kemudian digunakan untuk tahap selanjutnya, yaitu peramalan (forecasting) permintaan persediaan dan

Perencanaan Persediaan dan Cara Mempeoleh

Persediaan

Peramalan terhadap Permintaan Persediaan

Pengendalian Tingkat Persediaan

Umpan Balik terhadap Perencanaan dan


(59)

pengendalian (controlling) tingkat persediaan. Hasil dari pengendalian tersebut kemudian menjadi umpan balik (feedback) terhadap perencanaan dan peramalan berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang dilakukan.

2. Metode Pengendalian Persediaan

a. Analisis ABC

Penentuan kebijaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat digunakan metode analisis ABC. Metode ini menggambarkan Pareto Analisis, yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yang mencakup lebih daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan (Assauri, 2004).

Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan semata-mata untuk mengurutkan jumlah pemakaian, kemudian mengelompokkan jenis barang dalam suatu upaya mengetahui jenis pergerakan obat yang meliputi berbagai jenis, banyak jumlah serta pola kebutuhan yang berbeda-beda (Assauri, 2004).

Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan dilakukan dengan klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara membagi sediaan ke dalam tiga kelas didasarkan pada nilai penggunaan tahunan. Analisis ABC


(60)

menyoroti perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001).

Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan digolongkan menjadi salah satu dari kategori:

a. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total penjualan.

b. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20% total penjualan.

c. Kelompok C mewakili 50% obat tapi hanya kira-kira 10% total penjualan.

Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit kelompok A dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat (atau karena obat itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas penjualan apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004).

Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C


(61)

adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang diminta. Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A. Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan penjualan eceran (Seto, 2004).

Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan. Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan persediaan (Seto, 2004).

Menurut Heizer dan Render (2010) barang kelas A adalah barang dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan uang secara keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15% dari persediaan total. Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan yang sedang yaitu 15%-25% penggunaan uang keseluruhan dan 30% penggunaan persediaan total. Barang dengan volume dolar tahunan yang kecil adalah kelas C yang hanya merepresentasikan 5% volume tahunan namun mewakili 55% barang persediaan total.


(62)

Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), prinsip utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah terbanyak.

Urutan langkah adalah sebagai berikut (Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010) :

a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan farmasi.

b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis perbekalan farmasi terhadap anggaran total.

c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan jenis yang memakan prosentase biaya terbanyak.

d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya. e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70% anggaran total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan farmasi saja).

1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70% 2) Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%


(63)

3) Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%

Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan

Ahli Kelas A Kelas B Kelas C

Item Nilai Item Nilai Item Nilai

Johns dan Harding

(2001) 15% 75% 25% 15% 60% 10% Heizer dan Render

(2010) 15%

70%-80% 30%

15%-25% 55% 5% Dirjend Binfar dan

Alkes (2010) 70% 20% 10%

Berikut kebijakan-kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC (Heizer dan Render, 2010):

a. Membeli sumber daya harus lebih tinggi pada barang-barang A dibandingkan dengan barang-barang C.

b. Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih ketat, barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih aman akurasi catatan persediaannya untuk barang A harus lebih sering di verivikasi.

c. Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan barang lainnya.

Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut (Ahyari, 1987):


(64)

a. Kelas A

1) Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat

2) Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan diawasi sangat ketat

3) Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi

4) Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup, mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah unit yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di dalam jumlah yang cukup besar.

b. Kelas B

1) Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan.

2) Pengendalian juga tetap diperlukan sehingga perusahaan tidak menderita kerugian karena penyelenggaraan persediaan yang tidak sesuai situasi dan kondisi dari perusahaan yang bersangkutan.

c. Kelas C

1) Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan system pengendalian sederhana di dalam perusahaan yang bersangkutan


(65)

2) Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A, melainkan akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan sederhana.

b. Economic Order Quantity (EOQ)

Teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang diharuskan,serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (Rangkuti, 1996). Menurut Render dan Stair (2000), terdapat dua keputusan fundamental yang harus dibuat ketika melakukan pengendalian persediaan, yaitu mengenai jumlah persediaan yang harus dipesan dan kapan melakukan pemesanan.

(EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan tertua dan paling dikenal/teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan beberapa asumsi (Heizer dan Render, 2010) :

a. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen

b. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok pada suatu waktu

c. Tidak tersedia diskon kuantitas

d. Biaya variabel hanya biaya untuk penyetelan/pemesanan dan biaya menyimpan persediaan dalam waktu tertentu


(66)

e. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat

Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997)

Rumus:

Keterangan:

Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)

D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H = Biaya penyimpanan per unit per tahun

c. Reorder Point (ROP)

Render dan Stair (2000) mengungkapkan bahwa setelah menentukan jumlah pemesanan, masalah kedua yang harus dijawab dalam pengendalian persediaan adalah kapan diadakan pemesanan kembali. Ketika terdapat jenis persediaan yang telah mencapai 0, perusahaan akan melakukan pemesanan kembali untuk mengisi persediaan tersebut. Namun, lead time atau delivery time yaitu waktu yang dibutuhkan dari saat memesan hingga


(67)

pesanan datang, biasanya mencapai beberapa hari atau beberapa minggu. Sehingga, perlu ditentukan batas minimal tingkat persediaan agar tidak terjadi kekurangan persediaan melalui perhitungan titik pemesanan kembali ( reoder point).

Reoder point (ROP) atau titik pemesanan kembali adalah batas/titik dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus dilakukan kembali (Rangkuti, 1996). Jadi, ketika pesanan dilakukan ketika persediaan mencapai ROP, pesanan akan tiba saat persediaan sudah mencapai 0. Dalam menentukan titik ini harus diperhatikan besarnya penggunaan selama persediaan yang dipesan belum datang yang ditentukan oleh dua faktor, yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-rata. Besarnya penggunaan tersebut dihitung selama waktu lead time, mungkin dapat juga ditambahkan dengan safety stock (persediaan pengaman) yang biasanya mengacu kepada kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama lead time. Jadi, besaran ROP adalah hasil perkalian antara jumlah penggunaan rata-rata dan waktu tunggu pemesanan sebagai berikut (Rangkuti, 1996):

Sedangkan apabila terdapat besaran safety stock menjadi:

Keterangan:

D (Demand) = jumlah permintaan per hari ROP = d x L


(68)

L (Lead Time) = waktu tunggu antara pemesanan hingga barang diterima (hari)

Dimana d dan L adalah konstan

F. Kerangka Teori

Menurut John dan Harding (2001), pengendalian persediaan yang efektif harus dapat menjawab tiga pertanyaan dasar, yaitu obat apa yang akan menjadi prioritas untuk dikendalikan, berapa banyak yang harus dipesan dan kapan seharusnya dilakukan pemesanan kembali.

Berbagai jenis barang yang ada dalam persediaan tidak seluruhnya memiliki tingkat prioritas yang sama. Sehingga, untuk mengetahui jenis-jenis barang yang perlu mendapat prioritas dapat digunakan analisis ABC, karena analisis ini dapat mengklasifikasi seluruh jenis barang berdasarkan tingkat kepentingannya. Analisis Always-Better Control (ABC) adalah salah satu cara pengendalian dengan mengurutkan dan mengelompokkan jenis barang. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan prioritas perhatian pada barang-barang dengan nilai investasi tinggi dan jumlah pemakaian besar (Rangkuty, 1996). Menurut Heizer dan Render (2010) metode analisis ABC sangat berguna di dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan, yaitu dengan mengelompokkan persediaan menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A, B, dan C. Economic Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah


(69)

persediaan barang yang dapat dipesan pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang tersebut.

Selain menentukan jumlah barang yang dipesan, waktu pemesanan kembali juga perlu diketahui. Menurut John dan Harding (2001), Reorder Point adalah metode untuk memutuskan kapan mengajukan pemesanan kembali. Perhitungan ROP juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah buffer stock (Heizer dan Reider, 2010).

Bagan 2.4 Kerangka Teori

Sumber : Rangkuty (1996), John dan Harding (2001), Heizer dan Reider (2010). Persediaan

Analisis ABC

 Analisis ABC Pemakaian

 Analisis ABC Investasi

Kelompok A:

Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml

Kelompok B Kelompok C

Reorder Point Economic Order Quantity


(70)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka teori tersebut, obat merupakan salah satu barang logistik/persediaan di rumah sakit. Untuk dapat menyediakan obat dengan jumlah dan waktu yang tepat serta dengan total biaya terendah dibutuhkan pengelolaan yang efektif dan efisien terhadap obat tersebut. Pengendalian persediaan bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan dan persediaan demi kelancaran proses pelayanan. Menurut Johns dan Harding (2001), pengendalian persediaan dapat dikatakan efektif apabila dapat menjawab pertanyaan apa saja obat yang akan dikendalikan dan memerlukan pengawasan yang lebih ketat serta hati-hati, berapa banyak suatu item obat tersebut dipesan dan kapan harus dilakukan pemesanan.

Pengendalian persediaan obat menggunakan metode analisis ABC pemakaian dan analisis ABC investasi dengan pengolahan data pemakaian jumlah obat generik tahun 2014 dan data harga obat RSU Haji Medan. Metode ABC digunakan untuk menentukan persediaan obat berdasarkan kelompok A, B dan C, sehingga didapatkan obat dengan nilai investasi terbesar yaitu obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml yang harus diawasi secara ketat dan hati-hati.


(1)

Lampiran 9

TABEL KELOMPOK OBAT GENERIK BERDASARKAN ANALISIS ABC INVESTASI TAHUN 2014

No Nama Obat Generik Satuan Jumlah Pemakaian

Harga Obat

(Rp)

Nilai Investasi

(Rp)

Persentase %

Persentase Kumulatif

%

Kelompok Obat 1 Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Vial 8076 26,000 209,976,000 15.68 15.68 A

2 Ringer laktat Botol 20112 5,460 109,811,520 8.20 23.89 A

3 Telmisartan tab 80 mg Tablet 14164 6,500 92,066,000 6.88 30.76 A

4 Ranitidine inj 25 mg/ml Ampul 46411 1,190 55,229,090 4.13 34.89 A

5 Asam Traneksamat inj Ampul 13919 3,100 43,148,900 3.22 38.11 A

6 Ketorolac inj 10 mg/ml Ampul 8460 4,250 35,955,000 2.69 40.80 A

7 Metronidazol inf 500 mg/ 100 ml Botol 3090 10,250 31,672,500 2.37 43.16 A

8 Furosemide inj 10 mg/ml Ampul 13114 1,920 25,178,880 1.88 45.05 A

9 Timolol TM 0,25% Botol 2606 9,397 24,488,582 1.83 46.87 A

10 Cefadroxil kap 500 mg Kapsul 47003 519 24,394,557 1.82 48.70 A

11 Meropenem inj 0,5 g Vial 478 47,500 22,705,000 1.70 50.39 A

12 Tiotropium 18 mcg reffil Kapsul 1560 13,867 21,632,941 1.62 52.01 A

13 Antasida 60 ml syrup Botol 8852 2,200 19,474,400 1.45 53.46 A

14 Ciprofloxacin inf 2% Vial 1286 15,000 19,290,000 1.44 54.90 A

15 Ketorolac 10 mg tab Tablet 9458 2,000 18,916,000 1.41 56.32 A

16 Gentamycin inj 40 mg/ml Ampul 4970 3,569 17,737,930 1.32 57.64 A

17 Candesartan 16 mg Tablet 3424 5,145 17,616,480 1.32 58.96 A

18 Valproat tab SR 500 mg Pot 3200 5,450 17,440,000 1.30 60.26 A

19 Bisoprolol tab 5 mg Tablet 25620 669 17,139,780 1.28 61.54 A

20 Meropenem inj 1 g Vial 298 57,000 16,986,000 1.27 62.81 A

21 Ceftazidime inj 1000 mg Vial 942 17,913 16,874,046 1.26 64.07 A

22 Cefotaxime inj 1000 mg Vial 5324 3,150 16,770,600 1.25 65.32 A

23 Valproat syr 250 mg/ 5 ml Botol 362 41,800 15,131,600 1.13 66.45 A


(2)

25 Dexamethasone inj 5 mg/ml Ampul 8320 1,659 13,802,880 1.03 68.54 A

26 Ceftriaxon inj 1 gr Vial 3935 3,500 13,772,500 1.03 69.57 A

27 Salbutamol cairan ih 0,1% Botol 1858 6,930 12,875,940 0.96 70.53 B

28 Humulin 30/70 100 UI Vial 60 214,000 12,840,000 0.96 71.49 B

29 Amlodipin tab 10 mg Tablet 36123 341 12,317,943 0.92 72.41 B

30 Desoksimetason salep 0,25% Tube 1135 10,309 11,700,715 0.87 73.29 B

31 Valsartan tab 80 mg Tablet 2870 3,900 11,193,000 0.84 74.12 B

32 Aminofusin L-600 Botol 260 42,000 10,920,000 0.82 74.94 B

33 Ulsicral 100 ml Botol 441 24,500 10,804,500 0.81 75.75 B

34 Lansoprazol kap 30 mg Kapsul 22131 473 10,467,963 0.78 76.53 B

35 Aminofluid 1000 ml Bag 90 115,500 10,395,000 0.78 77.30 B

36 Tamsulosin tab SR 0,4 mg Tablet 1380 6,800 9,384,000 0.70 78.00 B

37 Asam Mefenamat kap 500 mg Kapsul 79403 116 9,210,748 0.69 78.69 B

38 Triamsinolon asetonid nassal spray 55 mcg Botol 100 90,000 9,000,000 0.67 79.37 B

39 Ranitidine tab 150 mg Tablet 67874 126 8,552,124 0.64 80.00 B

40 Beractant inj 25 mg/ml Vial 105 81,000 8,505,000 0.64 80.64 B

41 Metformin kap 850 mg Kapsul 38300 214,5 8,215,350 0.61 81.25 B

42 Paracetamol 500 mg tab Tablet 91681 84 7,701,204 0.58 81.83 B

43 Tracium 2,5 ml Ampul 350 21,000 7,350,000 0.55 82.38 B

44 Azitromycin 500 mg Tablet 1600 4,500 7,200,000 0.54 82.91 B

45 Asam Traneksamat 500 mg tab Tablet 9002 770 6,931,540 0.52 83.43 B

46 Ciprofloxacin tab 500 mg Tablet 25500 260 6,630,000 0.50 83.93 B

47 NaCl 0,9% 500 ml Fls 1340 4,935 6,612,900 0.49 84.42 B

48 WIDA D5-1/4 NS/TM Fls 817 8,085 6,605,445 0.49 84.92 B

49 Budesonid formoterol inhaler 160/4,5 Tbg 55 117,600 6,468,000 0.48 85.40 B

50 Seretide discus 100 mcg Tbg 60 105,871 6,352,260 0.47 85.87 B

51 Humulin R 100 UI/ml Vial 28 214,000 5,992,000 0.45 86.32 B

52 Ondansentron inj 4 mg/2 ml Vial 2452 2,400 5,884,800 0.44 86.76 B

53 Ondansentron tab 8 mg Tablet 4655 1,261 5,869,955 0.44 87.20 B

54 Irbesartan tab 300 mg Tablet 2255 2,593 5,847,215 0.44 87.64 B


(3)

56 Clopidogrel 75 mg tab Tablet 1625 3,500 5,687,500 0.42 88.49 B

57 Laxadine syrup Botol 440 12,450 5,478,000 0.41 88.90 B

58 Alprazolam tab 0,5 mg Tablet 30400 180 5,472,000 0.41 89.31 B

59 Seretide discus 250 mcg Tbg 45 119,000 5,355,000 0.40 89.71 B

60 Candesartan 8 mg Tablet 1578 3,255 5,136,390 0.38 90.09 C

61 ISDN tab 5 mg Tablet 55351 80 4,428,080 0.33 90.42 C

62 KSR tab Tablet 2308 1,850 4,269,800 0.32 90.74 C

63 Amoxicillin 500 mg Kapsul 15460 270 4,174,200 0.31 91.05 C

64 Cendo lyters T. Mata Botol 250 15,750 3,937,500 0.29 91.35 C

65 Glimepiride tab 2 mg Tablet 8998 436 3,923,128 0.29 91.64 C

66 Enoksaparin sodium inj 60 mg/ 0,6 ml Vial 36 105,000 3,780,000 0.28 91.92 C

67 Rifampicin tab 300 mg Tablet 5703 640 3,649,920 0.27 92.19 C

68 Methylprednisolon tab 4 mg Tablet 16478 210 3,460,380 0.26 92.45 C

69 Chloramphenicol 1% SM Tube 2048 1,600 3,276,800 0.24 92.70 C

70 Amlodipin 5 mg tab Tablet 16865 192 3,238,080 0.24 92.94 C

71 Rifampicin tab 450 mg Kapsul 3900 829 3,233,100 0.24 93.18 C

72 Glucosa inf 5% 500 ml Fls 590 5,460 3,221,400 0.24 93.42 C

73 Tutofusin OPS 500 ml Botol 85 37,500 3,187,500 0.24 93.66 C

74 Glimepiride tab 1 mg Tablet 11610 265 3,076,650 0.23 93.89 C

75 Cetirizine kap 10 mg Kapsul 15860 186 2,949,960 0.22 94.11 C

76 Eritromisin kapsul 500 mg Kapsul 3008 976 2,935,808 0.22 94.33 C

77 Cefixime dry syr 100 mg/5 ml Botol 296 9,000 2,664,000 0.20 94.53 C

78 Comafusin Hepar Botol 40 64,900 2,596,000 0.19 94.72 C

79 Bisakodil suppositoria 5 mg Supp 515 4,990 2,569,850 0.19 94.91 C

80 EAS Pfimmer Botol 50 51,260 2,563,000 0.19 95.11 C

81 Furosemide tab 40 mg Tablet 27000 94 2,538,000 0.19 95.29 C

82 Irbesartan tab 150 mg Tablet 1500 1,496 2,244,000 0.17 95.46 C

83 Ethambutol tab 500 mg Tablet 4802 455 2,184,910 0.16 95.63 C

84 Albumin 20% 50 cc Botol 6 362,250 2,173,500 0.16 95.79 C

85 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml Botol 1410 1,496 2,109,360 0.16 95.95 C


(4)

87 Allopurinol tab 300 mg Tablet 8265 220 1,814,168 0.14 96.24 C

88 Omeprazole kap 20 mg Tablet 8075 216 1,744,200 0.13 96.37 C

89 Miconazole 2% cream Tube 556 3,000 1,668,000 0.12 96.49 C

90 Ketoprofen tab 100 mg Supp 600 2,722 1,633,200 0.12 96.61 C

91 Metronidazol tab 500 mg Tablet 9955 164 1,632,620 0.12 96.74 C

92 Salbutamol inhalasi 100 mcg/dosis Botol 24 66,938 1,606,512 0.12 96.86 C

93 Antasida tab Tablet 21300 74 1,576,200 0.12 96.97 C

94 Propylthiouracyl 100 mg tab Tablet 4600 335 1,541,000 0.12 97.09 C

95 Carbamazepine tab 200 mg Tablet 5905 257 1,517,585 0.11 97.20 C

96 Rifampicin tab 600 mg Tablet 1300 1,154 1,500,200 0.11 97.31 C

97 Amitriptylin tab 25 mg Tablet 12550 117 1,468,350 0.11 97.42 C

98 Hidrokortison cream 1% Tube 540 2,699 1,457,460 0.11 97.53 C

99 Stesolid inj 10 mg/ 2 ml Vial 335 4,000 1,340,000 0.10 97.63 C

100 Glimepiride tab 3 mg Tablet 3205 404 1,294,820 0.10 97.73 C

101 Isoniazid tab 100 mg Tablet 18753 68 1,275,204 0.10 97.83 C

102 Captopril tab 25 mg Tablet 14210 89 1,264,690 0.09 97.92 C

103 Eritromicin syr 200 mg/ 5 ml Botol 160 7,893 1,262,880 0.09 98.01 C

104 Tramadol kap 50 mg Kapsul 6405 195 1,248,975 0.09 98.11 C

105 Ramipril tab 5 mg Tablet 2000 600 1,200,000 0.09 98.20 C

106 Budesonid formoterol inhaler 80/4,5 Tbg 10 110,500 1,105,000 0.08 98.28 C

107 Cotrimoxazol tab 480 mg Tablet 6750 145 978,750 0.07 98.35 C

108 Gentarmycin 0,3% OTM Tube 290 3,353 972,370 0.07 98.43 C

109 Seretide inhaler 50 mcg Tbg 10 95,200 952,000 0.07 98.50 C

110 Pyrazinamide tab 500 mg Tablet 4203 220 924,660 0.07 98.57 C

111 Farsorbid 10 mg Tablet 4700 190 893,000 0.07 98.63 C

112 Diltiazem tab 30 mg Tablet 5902 134 790,868 0.06 98.69 C

113 Atracurium hameln inj 10 mg/ml Ampul 20 39,500 790,000 0.06 98.75 C

114 Hydrokortison cream 2,5% Tube 264 2,798 738,672 0.06 98.81 C

115 Spironolacton 25 mg tab Tablet 2200 320 704,000 0.05 98.86 C

116 Calcii Gluconas inj 100mg/ml Ampul 84 8,300 697,200 0.05 98.91 C


(5)

118 WIDA D5-1/2 NS/TM Botol 80 8,085 646,800 0.05 99.01 C

119 Spiramycin tab 500 mg Tablet 380 1,574 598,120 0.04 99.05 C

120 Prednison tab 5 mg Tablet 4800 119 571,200 0.04 99.10 C

121 Salbutamol tab 2 mg Tablet 9200 62 570,400 0.04 99.14 C

122 Gemfibrozil 600 mg tab Tablet 800 713 570,400 0.04 99.18 C

123 Fenobarbital inj 50 mg/ ml Ampul 300 1,890 567,000 0.04 99.22 C

124 Kalbamin 500 ml Botol 10 56,300 563,000 0.04 99.27 C

125 Amikasin inj 250 mg/ml Vial 10 50,500 505,000 0.04 99.30 C

126 Valproat tab salut 250 mg Tablet 300 1,680 504,000 0.04 99.34 C

127 Doburan inj 250 mg Vial 15 33,000 495,000 0.04 99.38 C

128 Dopamin inj 40 mg/ml Ampul 50 9,800 490,000 0.04 99.42 C

129 Captopril tab 50 mg Tablet 3305 141 466,005 0.03 99.45 C

130 Budesonid inhaler 200 mcg/puff Tbg 5 93,000 465,000 0.03 99.48 C

131 Natrium diclofenac tab 25 mg Tablet 3250 140 455,000 0.03 99.52 C

132 Stesolid rectal 5mg/2,5 ml Tube 30 14,500 435,000 0.03 99.55 C

133 Amoxicillin syrup 125/ 5 ml Botol 160 2,500 400,000 0.03 99.58 C

134 Metoclopramid tab 10 mg Tablet 4100 96 393,600 0.03 99.61 C

135 Epinefhrine inj 1 mg Ampul 45 8,505 382,725 0.03 99.64 C

136 Salbutamol tab 4 mg Tablet 4300 89 382,700 0.03 99.67 C

137 Amiodaron inj 150 mg/ 3 ml Tablet 30 12,480 374,400 0.03 99.70 C

138 Ibuprofen syr Botol 100 3,674 367,400 0.03 99.72 C

139 Ketoconazole tab 200 mg Tablet 1053 310 326,430 0.02 99.75 C

140 Betametason 0,1% cream Tube 212 1,520 322,240 0.02 99.77 C

141 Allopurinol tab 100 mg Tablet 3603 88 317,064 0.02 99.80 C

142 Propranold tab 10 mg Tablet 3800 79 300,200 0.02 99.82 C

143 Valproat tab SR 250 mg Tablet 100 2,793 279,300 0.02 99.84 C

144 Streptomisin serbuk inj 1000 mg/ml Vial 56 3,832 214,592 0.02 99.85 C

145 Loratadine tab 10 mg Tablet 1150 164 188,600 0.01 99.87 C

146 Gentarmycin 0,3% cream Tube 70 2,660 186,200 0.01 99.88 C

147 Ketoconazole cream 2% Tube 72 2,569 184,968 0.01 99.90 C


(6)

149 Diazepam 2 mg tab Tablet 3700 45 166,500 0.01 99.92 C

150 Paracetamol drops 100 mg/ml Botol 26 5,460 141,960 0.01 99.93 C

151 Lorazepam tab 2 mg Tablet 100 1,381 138,100 0.01 99.94 C

152 Zincpro drops 10 mg/ ml Botol 10 12,840 128,400 0.01 99.95 C

153 Nifedipine 10 mg Tablet 1000 110 110,000 0.01 99.96 C

154 Dexamethasone tab 05 mg Tablet 1500 64 96,000 0.01 99.97 C

155 Haloperidol tab 1,5 mg Tablet 1300 72 93,600 0.01 99.97 C

156 Domperidone tab 10 mg Tablet 503 170 85,510 0.01 99.98 C

157 Glibenklamide tab 5 mg Tablet 1300 58 75,400 0.01 99.99 C

158 MgSO4 20 ml Ampul 25 2,800 70,000 0.01 99.99 C

159 Ofloxacin 200 mg tab Tablet 100 420 42,000 0.00 100.00 C

160 Aminofillin tab 200 mg Tablet 400 82 32,800 0.00 100.00 C

161 Haloperidol tab 5 mg Tablet 300 100 30,000 0.00 100.00 C

162 Cotrimoxazol DOEN II suspense Tablet 50 65 3,250 0.00 100.00 C

163 Asering 500 ml Botol 0 9,000 - 0.00 100.00 C

164 Fentanyl 2 ml Ampul 0 35,610 - 0.00 100.00 C

165 Morfin HCL tab SR 10 mg Tablet 0 15,620 - 0.00 100.00 C


Dokumen yang terkait

Perencanaan Dan Pengawasan Persediaan Obat Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada Rumah Sakit Umum Siti Hajar Medan

6 110 72

Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Obat Pada Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity

3 47 82

Analisis Pengendalaian Persediaan Obat Menggunakan Metode Eoq (Economics Order Quantity) Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

2 74 115

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) (Studi Kasus: PT. Pabrik Es Siantar)

12 94 51

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Beras dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Multi Produk pada CV Djawa Dwipa Jember

0 16 4

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tembakau Dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Pada PT Mangli Djaya Raya

3 126 8

Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan Metode Analisis ABC, Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder Point (ROP) di Unit Gudang Farmasi RS Zahirah Tahun 2014

12 81 134

Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015

0 25 183

Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013

2 33 207

Gambaran Pengelolaan Persediaan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sekayu Tahun 2015

6 47 183