Gambar 2. Teknik minimisasi limbah dalam produksi bersih Pudjiastuti, 1999 Produksi bersih haruslah difokuskan pada usaha pencegahan
terbentuknya limbah Afmar, 1998. Pelaksanaan strategi produksi bersih untuk mencegah terbentuknya limbah tersebut menurut Bapedal 2001 dapat
dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kegiatan recycle, reduksi pada sumbernya dan modifikasi produk.
1. Recycle
Recycle atau daur ulang adalah upaya pemanfaatan limbah dengan atau tanpa melakukan serangkaian proses, baik fisika, kimia atau biologi. Daur
ulang ini dibagi menjadi dua, yaitu : Pemanfaatan kembali limbah.
Reduksi produk samping yang bermanfaat.
2. Reduksi pada Sumbernya
Reduksi pada sumbernya adalah mencegah terbentuknya limbah pada waktu pelaksanaan suatu kegiatan produksi. Kegiatan program
pengurangan limbah pada sumbernya, secara garis besar dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
Good Housekeeping, adalah sejumlah langkah praktis yang dapat segera dilaksanakan oleh pelaku kegiatan dengan memperhatikan
kebersihan, kerapihan lingkungan kerja, kinerja proses produksi sehingga dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui
perbaikan kinerja lingkungan, penyempurnaan operasional dan penghematan biaya produksi. Good Housekeeping dapat dilaksanakan
dengan cara memperhatikan tata cara penyimpanan bahan yang baik, penanganan dan pengangkutan bahan yang baik, serta mencegah
terjadinya kebocoran dan ceceran bahan. Modifikasi proses, yaitu salah satu cara pengurangan terbentuknya
limbah dengan melakukan tata cara operasi yang baik, perubahan teknologi, perubahan masukan proses serta melakukan modifikasi alat.
3. Modifikasi Produk
Modifikasi produk sebagai salah satu upaya penerapan produksi bersih dapat dilakukan dengan cara mengubah komposisi produk atau bahan yang
digunakan, sehingga meminimalkan potensi timbulnya bahaya dari penggunaan produk tersebut.
Keberhasilan upaya penerapan produksi bersih ini akan menghasilkan penghematan saving, karena terjadi penurunan biaya produksi yang
signifikan, sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan bagi industri yang menerapkannya. Selain keuntungan dari segi biaya produksi,
penerapan produksi bersih juga memberikan beberapa keuntungan antara lain : 1. Penggunaan sumber daya alam lebih efektif dan efisien;
2. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; 3. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain;
4. Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan; 5. Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;
6. Mengurangi resiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan; 7. Mendorong dikembangkannya teknologi pengurangan limbah pada
sumbernya dan produk ramah lingkungan. Banyaknya manfaat yang diberikan dengan menerapkan produksi
bersih tersebut, seharusnya dapat menarik industri untuk mengimplementasikan strategi produksi bersih dalam produk dan proses
produksinya. Namun pada kenyataannya masih banyak industri yang belum mau menerapkan strategi produksi bersih tersebut. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan informasi yang diberikan oleh pemerintah kepada industri, kurang pahamnya industri akan pentingnya melakukan pengelolaan
lingkungan, masih kurangnya pengawasan dan audit lingkungan yang dilakukan instansi pemerintah, serta kurangnya penegakkan hukum terhadap
industri yang belum memenuhi baku mutu lingkungan Raka, et al. 1999. Pemerintah perlu memberikan informasi, pelatihan dan memberikan
insentif kepada industri untuk menarik industri agar mau menerapkan strategi produksi bersih, sehingga industri tersebut dapat meningkatkan efisiensi
produksi dan pada saat yang sama akan dapat mengurangi limbah serta buangan lain di tempat sumber limbah tersebut dihasilkan Pudjiastuti, 1999.
Pemberian insentif tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan penghargaan, pinjaman lunak, potongan atau bahkan pembebasan pajak
kepada perusahaan yang mengimplementasikan produksi bersih. Selain dukungan dari pihak pemerintah, keberhasilan program
produksi bersih haruslah mendapatkan dukungan dari manajemen puncak industri yang bersangkutan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Hal
ini sangat diperlukan mengingat penerapan produksi bersih memerlukan dukungan sumber daya seperti pengalokasian tenaga, biaya dan waktu.
Komitmen manajemen puncak tersebut dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan tertulis, mengenai kebijakan perusahaan yang memuat aspek
pencegahan dan pengendalian pencemaran melelui penerapan produksi bersih,
yang disebarluaskan kepada seluruh stakeholder baik di lingkungan internal maupun eksternal perusahaan Bapedal, 2001.
Penerapan produksi bersih sendiri menurut Bapedal 1997 memerlukan beberapa tahapan, yaitu mencakup tahap perencanaan dan
pengorganisasian, penilaian dan kajian yang mengidentifikasikan alternatif pilihan, suatu analisis kelayakan yang melihat secara cermat pada pilihan dan
kemudian mengimplementasikannya.
Gambar 3. Tahapan penerapan produksi bersih Bapedal, 2001.
C. TANAMAN KARET DAN LATEKS