Daur Ulang Air Limbah

per hari yang terbuang, yang secara langsung juga akan dapat mengurangi biaya produksi.

c. Daur Ulang Air Limbah

Usaha minimalisasi limbah sebagai bagian dari produksi bersih dapat juga diterapkan melalui teknik segegrasi air bekas dari masing-masing tahapan proses produksi, serta melakukan usaha daur ulang air proses yang relatif bersih. Proses daur ulang air limbah tersebut dilakukan dengan membuat bak pengendapan dan bak penyaringan, seperti yang terlihat pada Gambar 8. Gambar 8. Rancangan pembuatan daur ulang air limbah Bak pengendapan pada rancangan daur ulang air limbah diatas akan menahan padatan selama 2 jam. Pengendapan selama 2 jam tersebut dirasa sudah cukup, karena menurut Sundstrom Klei 1979 waktu yang biasa digunakan pada sedimentasi adalah 1-4 jam. Setelah melalui bak pengendapan, air limbah selanjutnya dialirkan ke bak penyaringan, dengan susunan saringan yang terdiri dari batu, ijuk, zeolit, pasir halus, dan kerikil. Dengan susunan saringan seperti di atas, diharapkan akan terjadi adsorbsi bahan organik pada permukaan batu dan oksidasi bahan organik oleh bakteri. Selain itu bahan organik juga akan terserap oleh zeolit, sehingga BOD, COD dan nilai permanganat akan turun Panji dan Oei, 1992. Air limbah yang telah melalui daur ulang ini akan mengalami penurunan beban pencemaran yang diperlihatkan pada Tabel 12. Walau hasil daur ulang dengan kedua bak tersebut tidak dapat memperbaiki mutu air limbah hingga memiliki karakteristik seperti yang dimiliki oleh air umpan, namun cukup terjadi perbaikan mutu yang signifikan pada hasil daur ulang air limbah tersebut. Hal ini diperlihatkan dengan naiknya pH air limbah yang memperlihatkan turunnya kandungan asam dalam air limbah, serta diperlihatkan dengan turunnya nilai kekeruhan dan COD yang terdapat pada air limbah. Tabel 12. memperlihatkan pH efluen hasil penyaringan naik mendekati 7 selama tahap pengolahan. Proses pengendapan dan penyaringan menggunakan zeolit dapat membantu mengurangi nilai COD yang disebabkan tingginya konsentrasi bahan organik dalam air limbah. Menurunnya beban pencemaran yang dimiliki limbah dari tahap pada mesin creper I hingga mesin box mesin pengering disebabkan karena semakin bersihnya bekuan setelah melewati masing-masing tahapan proses produksi. Semakin bersihnya limbah cair yang dihasilkan, disebabkan karena kandungan bahan pencemar yang terdiri dari bahan kimia akan semakin berkurang setelah melewati suatu tahapan proses ke tahapan proses berikutnya. Hasil daur ulang dari masing-masing stasiun proses hanya dapat diterapkan apabila daur ulang tersebut tidak mengganggu atau berdampak terhadap menurunnya mutu produk yang dihasilkan. Berdasarkan uji mutu terhadap produk pada Lampiran 3. terdapat beberapa air hasil daur ulang pada masing-masing stasiun proses yang masih dapat digunakan kembali untuk proses produksi. Tabel 12. Karakteristik air masing-masing stasiun proses No Uraian Hasil Uji pH Kekeruhan FAU COD mgL 1 Air Umpan 7,05 2 90 2 Limbah Bak Pembekuan a. Sebelum daur ulang 5,44 300 3290 b. Setelah daur ulang 6,14 77 1450 3 Limbah Creper I a. Sebelum daur ulang 5,62 410 7540 b. Setelah daur ulang 5,97 142 3470 4 Limbah Creper II a. Sebelum daur ulang 5,73 140 5520 b. Setelah daur ulang 6,14 44 2800 5 Limbah Hammer Mills a. Sebelum daur ulang 6,39 85 1780 b. Setelah daur ulang 6,64 23 720 6 Limbah Box Mesin Pengering a. Sebelum daur ulang 6,30 34 890 b. Setelah daur ulang 6,58 24 540 Air hasil daur ulang limbah yang berasal dari tirisan box mesin pengering dan mesin hammer mills masih dapat digunakan kembali pada proses di mesin creper I, creper II, hammer mills dan vortex pump, baik digunakan pada masing-masing mesin ataupun digunakan secara bersamaan pada mesin creper I dan creper II, dan dapat pula digunakan seara bersamaan pada mesin creper I, creper II dan mesin hammmer mills. Hal ini dibuktikan dari hasil percobaan terhadap beberapa kriteria mutu SIR 3L, yang memperlihatkan bahwa kadar kotoran, kadar abu, zat menguap, PRI, Po dan warna lovibond produk yang menggunakan air hasil daur ulang, masih sesuai dengan kriteria mutu SIR 3L berdasarkan SNI 06-1903-1990 maupun berdasarkan kebijakan direksi PTPN VII. Terpenuhinya mutu SNI 06-1903-1990 pada produk tersebut, selain disebabkan karena lateks telah melalui tahapan proses yang benar untuk diolah sebagai SIR 3L atau SIR 3WF, juga disebabkan masih rendahnya beban pencemaran yang dimiliki air hasil daur ulang dari tirisan box mesin pengering dan mesin hammer mills. Hal ini tentu saja menyebabkan kecilnya kemungkinan kotoran dan bahan pencemar lainnya untuk masuk ke dalam lateks yang bersifat padat, walaupun lateks tersebut telah mengalami penggilingan dan pencacahan yang memungkinkan bahan pencemar dapat masuk ke dalam lateks. Air hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex pump yang mencapai 67.371,08 kg per hari, dapat mencukupi kebutuhan air sebesar 59.231,299 kg per hari pada proses di mesin creper I, creper II dan hammer mills. Sisa air daur ulang sebanyak 8.139,781 kg per hari, dengan mempertimbangkan jarak dan kemudahan pendistribusian air dapat digunakan sebagai air pencucian box mesin pengering dan lantai pabrik. Selain itu, pemanfaatan air hasil daur ulang dari mesin hammer mills dan vortex pump dapat pula dengan cara memanfaatkan kembali air tersebut untuk memenuhi kebutuhan mesin hammer mills dan vortex pump itu sendiri. Hal ini disebabkan lebih mudahnya proses pendistribusian air hasil daur ulang tersebut, serta disebabkan pula oleh mutu produk yang masih sesuai dengan spesifikasi mutu SIR menurut SNI 06-1903-1990 dan kebijakan direksi PTPN VII. Sedangkan penggunaan air hasil daur ulang dari mesin creper II sebenarnya dapat dilakukan, karena masih dibawah spesifikasi mutu SIR 3L menurut SNI 06-1903-1990, namun pihak direksi PTPN VII menetapkan bahwa batas warna lovibond SIR 3L yaitu sebesar 5 lovibond, atau lebih rendah 1 lovibond dari yang ditetapkan SNI 06-1903-1990. Hal ini menyebabkan hasil daur ulang dari mesin creper II, tidak dapat digunakan kembali pada mesin hammer mills. Apabila air hasil daur ulang mesin creper II digunakan pada proses di mesin creper I, creper II dan hammer mills secara bersamaan akan menghasilkan produk crumb rubber yang memiliki nilai kekeruhan sebesar 6,0 lovibond. Tingginya warna lovibond menyebabkan produk yang dihasilkan tersebut tidak memenuhi mutu SIR 3L dan hanya dapat dijadikan sebagai produk SIR 3WF. Gagalnya mutu SIR 3L menjadi SIR 3WF akibat menggunakan air hasil daur ulang dari mesin creper II, menyebabkan kerugian bagi perusahaan yang telah mencampurkan larutan sodium metabisulfit pada awal proses di bulking tank. Gagalnya mutu SIR 3L tersebut disebabkan bahan pencemar yang terdapat dalam air daur ulang sudah cukup tinggi, sehingga dapat masuk ke dalam remahan yang telah dicacah dengan menggunakan hammer mills. Remahan tersebut memiliki peluang besar untuk menyimpan bahan pencemar yang terbawa oleh air daur ulang, hal ini disebabkan karena bahan pencemar akan lebih mudah masuk ke dalam remahan yang tidak padat. Tercemarnya remahan oleh kotoran yang dibawa oleh air hasil daur ulang tersebut, menyebabkan kadar kotoran yang tinggi pada produk crumb rubber, sehingga menyebabkan kurang cerahnya warna produk yang dihasilkan. Walaupun air hasil daur ulang dari mesin creper II tidak dapat digunakannya pada mesin hammer mills, tetapi air hasil daur ulang dari mesin creper II tersebut dapat digunakan kembali pada masing-masing mesin penggiling, atau dapat pula digunakan secara bersamaan pada mesin creper I dan creper II. Namun melihat jumlah air hasil daur ulang yang hanya mencapai 22.542,154 kg per hari, maka air hasil daur ulang ini lebih baik digunakan kembali sebagai bahan baku air di mesin creper II itu sendiri. Air hasil daur ulang dari mesin creper I, masih dapat digunakan kembali untuk mengoperasikan mesin creper I itu sendiri, mesin creper II, dan dapat pula digunakan di mesin creper I dan creper II secara bersamaan. Beban pencemaran yang diperlihatkan oleh pH, kekeruhan dan COD yang dimiliki oleh air daur ulang tersebut tetap dapat mengahasilkan SIR 3L yang memenuhi syarat mutu SIR 3L yang ditetapkan berdasarkan SNI 06-1903-1990 ataupun berdasarkan kebijakan direksi PTPN VII. Namun hasil daur ulang dari mesin creper I tersebut, tidak dapat digunakan kembali pada mesin hammer mills ataupun digunakan pada mesin creper I, creper II dan hammer mills secara bersamaan, karena akan menghasilkan produk yang memiliki nilai warna lebih tinggi dari 5 lovibond, sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya spesifikasi mutu SIR 3L. Hal ini disebabkan bahan pencemar yang ada di dalam air hasil daur ulang dapat masuk dalam lateks yang menyebabkan warna gelab pada produk SIR yang dihasilkan. Penggunaan dua buah bak daur ulang seperti yang diperlihatkan pada Gambar 9. akan mengurangi penggunaan air selama proses pengolahan serta akan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan. Tabel 11. memperlihatkan bahwa jumlah air limbah yang dihasilkan selama proses produksi adalah rata-rata sebesar 310.931,565 kg per hari atau sebanyak 111.935,363 m 3 per tahun. Penerapan daur ulang air pada setiap stasiun proses ini hanya akan menghasilkan limbah sebesar 75.466,623 m 3 per tahun atau mengurangi jumlah limbah sebanyak 36.468,741 m 3 per tahun. Penggunaan air hasil daur ulang dengan tetap mempertimbangkan mutu produk, seperti yang telah dijelaskan diatas akan menguntungkan perusahaan, karena dapat mengurangi jumlah penggunaan air sungai yang harus dibayar kepada Pemerintah Daerah setempat, serta dapat mengurangi beban pencemaran yang ditanggung oleh lingkungan akibat tingginya limbah cair yang dihasilkan oleh UU. Wabe. UU. Wabe dapat menggunakan pembuatan daur ulang ini dengan cara mengalirkan air limbah dari mesin creper I dan creper II menuju bak pengendapan yang berukuran 3,5 m x 3,5 m x 4 m dengan menggunakan bantuan pompa. Setelah air tersebut dilakukan pengendapan, selanjutnya dapat dialirkan kembali ke bak penyaringan berukuran 1,6 m x 1,6 m x 2,8 m untuk mengurangi bahan pencemar yang ada di air limbah tersebut. Air yang telah disaring tersebut selanjutnya ditampung ke dalam bak yang berukuran sama dengan bak pengendapan, sebelum air tersebut digunakan kembali oleh mesin mesin creper I dan creper II. Air yang berasal dari mesin hammer mills dan tirisan box mesin pengering mengalami tahapan yang sama seperti air limbah yang berasal dari creper I dan creper II. Proses daur ulang air pada mesin hammer mills dan tirisan box mesin pengering dilakukan dengan menggunakan bak pengendapan berukuran 4,5 m x 4,5 m x 3,5 m dan bak penyaringan berukuran 1,9 m x 1,9 m x 2,5 m. Perhitungan volume bak pengandapan dan bak penyaringan dapat dilihat pada Lampiran 7.

E. ANALISIS FINANSIAL

1. Penggantian Mesin Pengering

Perhitungan analisis finansial terhadap penggantian mesin pengering diberlakukan beberapa asumsi sebagai berikut :

a. Umur ekonomi proyek ditetapkan selama 20 tahun.

b. Harga-harga yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan pada hasil

survey bulan April 2006 sampai Juni 2006.

c. Nilai sisa mesin pada masa akhir proyek 25 persen dari nilai awal.

d. Biaya pemeliharaan sebesar 1 persen dari investasi awal.

e. Bunga pinjaman pada Bank Niaga sebesar 16 persen per tahun.

f. Kapasitas Produksi 12,17 ton per hari

g. Jumlah hari kerja 360 hari per tahun dengan jumlah jam kerja 8,1 jam

per hari.

h. Angsuran kredit dan bunga modal dibayar setiap tahun dengan

angsuran yang sama setiap tahunnya.

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Goal Programming Untuk Mengoptimalkan Produksi Teh (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV - Pabrik Teh Bah Butong)

2 54 106

Kajian Strategi Bisnis dalam Pelaksanaan Pengembangan Areal (Studi Kasus di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))

3 64 114

Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Pada Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan.

1 52 148

Analisis Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Metode Performance Prism (Studi Kasus : PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Adolina)

15 132 248

Pengaruh Efisiensi Biaya Produksi Terhadap Laba Bersih Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Medan)

27 212 111

PELAKSANAAN KEPENGURUSAN OLEH PENGURUS KOPERASI (Studi Pada Koperasi Kantor Direksi PTP Nusantara VII Bandar Lampung)

0 34 40

PERBANDINGAN PENDEKATAN TEORITIS INTERNATIONAL ACCOUNTING STANDARD (IAS) 41 PADA BIAYA TANAMAN BELUM MENGHASILKAN KARET (Studi Kasus Pada PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero) Unit Usaha Way Berulu di Pesawaran)

1 27 85

Analisis Nilai Tambah dan Kapasitas Produksi Agroindustri Pengolahan Kelapa Sawit (CPO) pada PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Rejosari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan

17 51 72

Potensi Penerapan Konsep Produksi Bersih pada Industri Keramik di Probolinggo Potensial Implementation of Cleaner Production Concept for Ceramic Industries in Probolinggo

0 0 8

Penerapan Metode Goal Programming Untuk Mengoptimalkan Produksi Teh (Studi Kasus: PT Perkebunan Nusantara IV - Pabrik Teh Bah Butong)

0 0 11