Pariwisata Bahari TINJAUAN PUSTAKA

18 2. Produk penunjang obyek berupa amenitas, yaitu: sarana akomodasi pondok wisata, bumi perkemahan, karavan, dan sebagainya, sarana konsumsi restoran, kios makananminuman dan sebagainya. Selanjutnya Fandeli dan mukhlison 2000 menyatakan bahwa terdapat beberapa usaha yang dapat meningkatkan daya tarik wisata, usaha yang demikian ini antara lain: 1. Usaha sarana wisata, penyewaan peralatan renang, selam, selancar, dan sebagainya. 2. Usaha jasa, jasa pemandu wisata dan jasa biro perjalanan.

2.2. Pariwisata Bahari

Dalam pengelolaan wisata bahari, kegiatan pembangunan akan tetap berlanjut apabila memenuhi tiga prasyarat daya dukung lingkungan yang ada. Pertama, bahwa kegiatan pariwisata harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik ekologis sesuai dengan kebutuhan dengan kegiatan ini. Kedua, jumlah limbah dari kegiatan pariwisata dan kegiatan lain yang dibuang kedalam lingkungan pesisirlaut hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi atau kemampuan suatu sistem lingkungan dalam menerima limbah tanpa terjadi indikasi pencemaran lingkungan. Ketiga, bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih hendaknya tidak melebihi kemampuan pulih sumber daya tersebut dalam kurun waktu tertentu Dahuri et al. 1996. Jenis pariwisata bahari banyak dikaitkan dengan kegiatan olahraga di air, lebih-lebih di danau, pantai, teluk atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, 19 berkeliling-keliling melihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan di daerah- daerah atau negara-negara maritim Pendit, 2003. Daya tarik dari pariwisata ini adalah keindahan dan keaslian lingkungan, seperti kehidupan bawah air, bentuk pantai, dan hutan-hutan pantai dengan kekayaan jenis tumbuh-tumbuhan serta fauna yang terdapat di sekitarnya. Krippendorf 1982 menyatakan bahwa dalam kegiatan pariwisata, ekologi harus diperhatikan sebelum ekonomi demi kegiatan ekonomi itu sendiri. Industri pariwisata harus memperhatikan dan mencegah kerusakan bahan baku yang terpenting yakni lingkungan. Dalam pengertian ini pariwisata yang berkelanjutan harus dapat meningkatkan standar hidup masyarakat dan tuan rumahnya, dapat memuaskan wisatawan dengan produk wisata itu sendiri dan wisatawan akan berkunjung setiap tahun, dan dapat menjaga habitat spesies dan mahkluk yang mendiaminya agar dapat terus dinikmati oleh tuan rumah maupun pengunjungnnya, semuanya memerlukan penanganan yang cermat. Ekoturisme adalah gagasan yang lahir ketika arus pelestarian alam dan industri pariwisata bersimpang jalan, yaitu ketika kegiatan pariwisata dipandang cenderung merusak sumberdaya alam dan nilai-nilai budaya yang menjadi obyek wisata. Menurut Salim dalam Yoeti 2000, Ecotourism adalah pariwisata yang berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan keseimbangan nilai-nilai. Supriatna et al. 2000, menyatakan bahwa secara konseptual ekowisata dapat dikatakan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Apabila ditinjau dari 20 segi pengelolaannya, ekowisata merupakan penyelenggaran kegiatan berwisata yang bertanggungjawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

2.3. Pengembangan Pariwisata