36
6. Sumber air: sungai skor 1, air hujan skor 2, mata air skor 3, sumur gali skor 4, dan PAM skor 5
7. MCK: kebun skor 1, sungailaut skor 2, kamar mandi umum skor 3, dan kamar mandi sendiri skor 4
2.9. Penelitian Empirik Terdahulu
Penelitian tentang pariwisata pada umumnya telah banyak dilakukan, baik wisata alam, bahari, ataupun budaya. Sementara itu penelitian tentang pariwisata
pantai telah banyak dilakukan. Telah terbukti bahwa di beberapa negara maju, pariwisata telah mampu menjadi pengggerak utama bagi perekonomian negara.
Dalam penelitian Aryati 1991, diacu dalam Saifullah 2000 mengenai perkembangan sektor pariwisata di Daerah Istimewa Aceh Nanggroe Aceh
Darussalam selama pelita IV menjelaskan bahwa keberadaan sektor pariwisata ternyata memberi arti positif dan mengikutsertakan berbagai jenis industri dan
perusahaan lain untuk dapat berkembang sejalan dengan berkembangnya sektor pariwisata. Sagita 1997, diacu dalam Alicya 2004 menyimpulkan bahwa
perkembangan sektor pariwisata di Daerah Istimewa Aceh Nanggroe Aceh Darussalam selama pelita V, merincikan bahwa sub sektor hotel dan restoran yang
merupakan sumbangan dari sebagian sektor pariwisata terhadap produk domestik regional bruto, memperlihatkan adanya peningkatan yang cukup besar.
Menurut Syahrial 2001, dalam penelitian yang dilakukan di Kota Sabang. Rencana pengembangan wisata bahari oleh Pemda Kota Sabang dituang dalam
RIPP Rencana Induk Pengembangan Pariwisata, hasil kerja sama antara Pemda Kota Sabang dengan Unit Kajian dan Pengembangan Pariwisata Universitas Syiah
37
Kuala. Penyusunan rencana tersebut meliputi pengembangan pariwisata Sabang secara menyeluruh dan simultan, mencakup analisis pengembangan obyek wisata
bahari, alam, dan budaya, analisis sumber daya manusia, sarana dan prasarana, organisasi dan kelembagaan yag terkait serta analisis strategi pemasarannya. Selain
pengembangan obyek wisata, Pemda Kota Sabang juga merencanakan untuk membangun sarana akomodasi. Karena akomodasi merupakan suatu fasilitas yang
penting bagi suatu kawasan wisata. Dalam jangka menengah akan dibangun hotel standar minimal berbintang satu, bahkan hotel berbintang lima. Sedangkan dalam
jangka pendek direncanakan akan dilakukan renovasi terhadap fasilitas-fasilitas yang layak pakai dan meningkatkan sarana dan prasarana yang telah ada.
Iqbal 2006 dalam penelitiannya tentang analisis nilai ekonomi yang dilakukan di Taman Wisata Alam Laut TWAL Pulau Weh menjelaskan bahwa untuk
menghitung nilai ekonomi di TWAL Pulau Weh dilakukan dengan tiga cara, yaitu kurva permintaan yang dilakukan dengan pendekatan zonasi, nilai ekonomi aktual,
dan nilai ekonomi potensial. Secara berurutan dari nilai tertinggi dengan pendekatan kurva permintaan menghasilkan nilai ekonomi TWAL Pulau Weh sebesar
Rp.404.099.237,39. selanjutnya melalui penghitungan nilai potensial dan aktual TWAL Pulau Weh masing-masing bernilai sebesar Rp.73.000.000,00 dan
Rp.21.600.000,00. berdasarkan hasil tersebut jelas bahwa terdapat perbedaan nilai yang sangat jauh antara nilai ekonomi yang dihasilkan melalui pendekatan kurva
permintaan dengan nilai ekonomi yang dihitung dari nilai aktual dan potensial. Hasil perhitungan nilai ekonomi tersebut berbeda jauh dengan kontribusi sektor pariwisata
dalam PDRB Kota Sabang sebesar Rp.5.607.720.866,00. hal ini diperkirakan terjadi karena terdapat over estimate dalam menetapkan persentase dari sektor pariwisata
terhadap PDRB Kota Sabang. Hal ini karena kontribusi dari sektor pariwisata terdiri
38
atas banyak lapangansublapangan usaha, salah satunya adalah sublapangan usaha seperti pengangkutan darat, laut, dan udara.
Penelitian lainnya yang berhubangan dengan kepariwisataan adalah yang membahas tentang dampak pariwisata terhadap masyarakat sekitar dan dampak
pariwisata terhadap perekonomian wilayah. Hal ini dilakukan oleh Safri 1996, yang dilakukan di Kabupaten Dati II Batang Hari Jambi. Hasil penelitiannya menyatakan
bahwa berdasarkan nilai Location Quotient atas dasar indikator pendapatan maupun tenaga kerja bahwa masih kecilnya sumbangan pariwisata ini terhadap
perekonomian wilayah dan juga terdapat perbedaan rata-rata pendapatan masyarakat pariwisata dengan non pariwisata.
Marhaini 1992 dalam penelitiannya tentang peranan pariwisata Bahorok Bukit Lawang terhadap pengembangan wilayah yang dilakukan di Kabupaten
Langkat menyimpulkan bahwa adanya sumbangan pendapatan dari sektor pariwisata terhadap perekonomian daerah. Berdasarkan nilai Location Quotient atas
dasar indikator pendapatan dan tenaga kerja, pariwisata di Kabupaten Langkat bukanlah sebagai sektor basis bagi perekonomian wilayah tersebut. Selanjutnya
Azman 2001 dalam penelitiannya mengenai analisis kebijakan pengembangan pariwisata bahari dalam rangka meningkatkan keragaan perekonomian wilayah
Kabupaten Padang Pariaman, menyimpulkan bahwa terjadi transformasi struktur perekonomian dari sektor primer pertanian ke sektor tersier jasa selama periode
1995-1999 di Kabupaten Padang Pariaman, sektor pariwisata bahari yang tergolong dalam kelompok sektor jasa di Kabupaten Padang Pariaman merupakan sektor
basis dalam perekonomian hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap PDRB dan PAD serta telah memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Pengembangan
pariwisata bahari bagi masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman memberikan
39
dampak positif terutama di bidang ekonomi yaitu peluang berusaha, di samping itu juga berdampak negatif terhadap sosial dan lingkungan hidup tetapi rasio manfaat
yang dirasakan jauh lebih besar. Yamiati 1997 menurut hasil penelitian tentang pengembangan pariwisata
terhadap perekonomian wilayah, pendapatan dan kelembagaan masyarakat sekitar yang dilakukan di Pulau Nusa Parida Bali, faktor ekonomi, jumlah wisatawan dan
penginapan, lingkungan, kebijakan pemerintah, dan penduduk lokal merupakan faktor-faktor yang saling mempengaruhi terhadap keberlanjutan pengembangan
pariwisata. Dalam penelitiannya juga disimpulkan bahwa setelah adanya pengembangan pariwisata pendapatan masyarakat pariwisata mengalami
peningkatan dibanding kelompok petani rumput laut. Soebagio 2005 dalam penelitiannya mengenai analisis kebijakan
pemanfaatan ruang pesisir dan laut kepulauan seribu dalam meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata,
menyatakan bahwa kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata dengan sistem sea farming dan usaha jasa wisata dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Peningkatan ini terindentifikasi dari penerimaan yang diperoleh oleh masyarakat. Sebelum adanya kegiatan budidaya perikanan dan pariwisata pendapatan
masyarakat adalah Rp. 750.000, angka ini berubah ketika masyarakat mulai terlibat dalam kegiatan tersebut. Hal ini terlihat dari besarnya pendapatan yany diterima
masyarakat, yaitu Rp. 1.500.000 per bulan atau meningkat 100 persen. Alternatif kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut untuk kegiatan pariwisata berdasarkan
prioritasnya berturut-turut adalah wisata alam, wisata bahari, ekowisata, dan wisata pendidikan.
40
Menurut Agusniatih 2002 dalam penelitiannya tentang kajian pengembangan kawasan wisata dan pengaruhnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
pesisir Teluk Palu Provinsi Sulawesi Tengah menyimpulkan bahwa kegiatan pariwisata di Tanjung Karang Boneoge berhubungan nyata terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Penelitian dampak pariwisata terhadap ekonomi masyarakat juga dilakukan oleh Safri 2003, yaitu dalam penelitiannya tentang
dampak pariwisata alam Taman Nasional Kerinci Seblat terhadap ekonomi masyarakat sekitar dan wilayah Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi bahwa pariwisata
alam TNKS memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat sekitarnya. Rata-rata pendapatan sektor informal pariwisata alam adalah sebesar Rp. 1.100.700
per kapita per tahun, ini tergolong ke dalam kriteria tidak miskin. Sedangkan dampak terhadap ekonomi wilayah masih rendah, ini terlihat dari peningkatan pendapatan
hanya sebesar 2,11 orang untuk setiap peningkatan Rp. 1 juta output. Dengan menggunakan pendekatan model deskriptif minimal dalam konteks
pariwisata dengan menggunakan tiga variabel yakni turis wisatawan, lingkungan, dan sumber daya alam, Casagrandi dan Rinaldi 2002 menyatakan bahwa
pariwisata yang berkelanjutan dapat dicapai dengan penyediaan agen yang membutuhkan reinvestasi keuntungan mereka sehingga akan memproteksi
lingkungannya. Keberlanjutan ini sangat beresiko karena perubahan yang mendadak dapat dengan mudah mempercepat perubahan perilaku dari yang menguntungkan
ke perilaku yang tidak menguntungkan. Selanjutnya Casagrandi dan Rinaldi 2002 mengatakan bahwa daya adaptasi
dari kebijakan yang berkelanjutan juga memungkinkan tetapi dalam prakteknya sangat sulit untuk diwujudkan. Hal ini tidak terhindari jika kompetisi antara lokasi
wisata terus terjadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku sistem dapat secara
41
radikal berbeda jika wisatawannya berbeda, dalam hal ini ada beberapa kasus pariwisata tidak dapat bertahan. Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu lokasi
wisata jarang dipadati oleh wisatawan kelas menengah ke atas tetapi lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan kelas bawah.
Kelemahan dari tulisan Casagrandi dan Rinaldi 2002 adalah kelemahan tipikal dari model minimal. Dari ketiga variabel yang digunakan dalam model tidak
dapat mencakup aspek sosial, budaya, dan politik dalam pengembangan pariwisata. Hal ini berarti bahwa ada aspek lain yang harus dimasukkan dalam model, yaitu
populasi tenaga kerja lokal jika ingin melihat implikasi sosial dari pengembangan pariwisata.
Dalam penelitiannya Madden dan Thapa 2000 menerapkan computable general equilibrium CGE modelling dua daerah Australia untuk menganalisis
kontribusi ekonomi pariwisata terhadap perekonomian New South Wales NSW. Gambaran penting dari model CGE adalah kemampuannya untuk mengatasi
keterbatasan penyediaan pada perekonomian Australia, yaitu sebuah keseimbangan keterbatasan pembayaran dan keterbatasan keuangan pemerintah. Simulasi model
dilakukan pada tingkat 12 industri pariwisata yang dibedakan melalui 3 kategori pengunjung dan empat tujuan kunjungan. Tiga kategori pengunjung meliputi intra-
daerah, inter-daerah, dan antar benua. Lebih lanjut Madden dan Thapa 2000, menjelaskan bahwa hasil utama
terhadap kontribusi ekonomi dari pariwisata secara keseluruhan terhadap NSW adalah bahwa pada tahun 1998, pengeluaran pariwisata langsung diperkirakan 14
triliun total memberikan kontribusi sekitar 7 dari GDP NSW ekuivalen dengan 13 milyar. Kontribusi terhadap konsumsi real rumah tangga NSW terjadi peningkatan
6.6 7.7 milyar dan kontribusi terhadap tenaga kerja NSW meningkat 7.4
42
sekitar 250,000 pekerjaan. Kekuatan peningkatan terhadap ekonomi NSW dari pariwisata terutama datang dari pariwisata inter-daerah ke dalam NSW. Kontribusi
pariwisata inter-daerah ke dalam NSW kira-kira 15 kali lebih dari kontribusi pariwisata antar benua, meskipun demikian pengeluaran langsung dari wisatawan
antar benua di NSW kira-kira menjadi 17 lebih tinggi dari pada pengeluaran langsung dari wisatawan inter-daerah ke NSW. Pengaruh jangka panjang pariwisata
termasuk pariwisata antar benua terhadap aktivitas perekonomian Australia secara keseluruhan adalah kecil. Meskipun demikian, pariwisata internasional, seperti yang
ditunjukkan oleh Copeland 1991 dapat meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa dengan mengubah perdagangan. Peningkatan kekuatan pada intra-daerah atau
inter-daerah pariwisata atau dalam hal ini pariwisata internasional dapat menyediakan peningkatan jangka pendek dalam aktivitas ekonomi dan
kesejahteraan.
43
III. METODELOGI PENELITIAN