Industrialisasi Pertanian TINJAUAN PUSTAKA

26 komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan mengubah paradigma pola pikir masyarakat dalam melihat pertanian tidak hanya sekedar penghasil komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian harus dilihat sebagai sektor yang multi-fungsi dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan pembangunan pertanian tahun 2005-2009 dilaksanakan melalui tiga program, yaitu: 1 program peningkatan ketahanan pangan, 2 program pengembangan agribisnis, dan 3 program peningkatan kesejahteraan petani. Operasionalisasi program peningkatan ketahanan pangan dilakukan melalui peningkatan produksi pangan, menjaga ketersediaan pangan yang cukup aman dan halal di setiap daerah setiap saat dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan. Operasionalisasi program pengembangan agribisnis dilakukan melalui pengembangan sentrakawasan agribisnis komoditas unggulan. Operasionalisasi program peningkatan kesejahteraan petani dilakukan melalui pemberdayaan penyuluhan, pendampingan, penjaminan usaha, perlindungan harga gabah, kebijakan proteksi dan promosi lainnya Departemen Pertanian, 2005c.

2.2. Industrialisasi Pertanian

Menurut Meier 1995, transformasi struktural dari ekonomi agraris perdesaan berpendapatan rendah ke ekonomi industri perkotaan dengan pendapatan per kapita lebih tinggi melibatkan fenomena industrialisasi dan pembangunan pertanian. Lebih lanjut disebutkan bahwa pertanian harus dipandang bukan sekedar sebagai sumber surplus untuk mendukung industrialisasi, tetapi juga sebagai sumber dinamis pertumbuhan ekonomi, penyedia lapangan kerja, dan distribusi pendapatan yang lebih baik. Selain itu, kemajuan pertanian adalah penting dalam menyediakan pangan bagi tumbuhnya 27 tenaga kerja non pertanian, bahan baku untuk produksi sektor industri, tabungan dan penerimaan pajak untuk mendukung pembangunan sektor ekonomi lainnya; untuk mendapatkan lebih banyak devisa atau menghemat devisa jika produk primer diimpor; dan memberikan pertumbuhan pasar bagi industri domestik. Hubungan intersektoral antara pertanian dan industri akan menentukan transformasi struktural pada perekonomian negara berkembang. Secara historis proses pembangunan dan industrialisasi pertanian di berbagai negara pada umumnya diawali dari penguatan sektor pertanian. Langkah ini ditempuh melalui modernisasi institusi perdesaan dan pergeseran pertanian berskala kecil ke pertanian kapitalis berskala besar serta peningkatan produktivitas pertanian Weisdorf, 2006. Arifin 2005 menyatakan bahwa definisi industrialisasi pertanian tidak sesempit sekedar mekanisasi pertanian atau pengolahan hasil pertanian oleh sektor industri, tetapi jauh lebih luas dari itu karena mencakup proses peningkatan nilai tambah, sampai pada koordinasi dan integrasi vertikal antara sektor hulu dan sektor hilir. Lebih lanjut dinyatakan bahwa terdapat pihak-pihak yang memperlakukan industrialisasi pertanian sebagai bagian dari seluruh rangkaian pembangunan sistem agribisnis, di pihak lain ada pula yang beranggapan bahwa proses industrialisasi adalah suatu keniscayaan seiring dengan proses transformasi struktur ekonomi dan merupakan tuntutan efisiensi dalam bidang usaha melalui integrasi vertikal dari hulu hingga hilir. Sudaryanto 2005 memberikan definisi industrialisasi pertanian sebagai suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal agribisnis dalam satu alur produk melalui mekanisme non pasar, sehingga karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan 28 preferensi konsumen akhir. Dengan demikian, industrialisasi pertanian adalah suatu proses transformasi struktur agribisnis dari pola dispersal menjadi pola industrial. Lebih lanjut disebutkan bahwa berbeda dengan pola dispersal, dalam agribisnis pola industrial setiap perusahaan tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam asosiasi horizontal tetapi memadukan diri dengan perusahaan- perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal dari hulu hingga hilir dalam satu kelompok usaha. Kahn 1979 menyatakan bahwa pengalaman di hampir semua negara menunjukkan bahwa industrialisasi sangat perlu karena menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya sebagian kecil negara dengan jumlah penduduk yang sedikit dan kekayaan minyak atau Sumber Daya Alam SDA lainnya yang melimpah, seperti Kuwait dan Libya, dapat berharap mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi tanpa melalui proses industrialisasi, hanya mengandalkan pada sektor pertambangan minyak. Fakta di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada perekonomian yang bertumpu pada sektor-sektor primer pertanian dan pertambangan yang mampu mencapai tingkat pendapatan per kapita di atas 500 US selama jangka panjang. Sektor industri diyakini dapat dijadikan sebagai sektor yang memimpin leading sector bagi sektor-sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Hal ini karena produk-produk yang dihasilkan oleh sektor industri memiliki dasar tukar term of trade yang tinggi atau lebih menguntungkan, serta mampu menciptakan nilai tambah value added yang besar dibandingkan dengan produk-produk yang dihasilkan oleh sektor lainnya. Sektor industri mempunyai variasi produk yang sangat beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya. Selain itu, sektor industri juga memberikan marjin keuntungan yang 29 lebih menarik bagi para pelaku bisnis, serta proses produksi dan penanganan produknya lebih bisa dikendalikan oleh manusia yang tidak terlalu bergantung pada alam musim atau keadaan cuaca. Karena kelebihan-kelebihan sektor industri inilah, maka industrialisasi dianggap sebagai “obat mujarab” panacea untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. Walaupun penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil, industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi Riedel, 1992. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antarnegara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses transformasi struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja Chenery, 1992. Menurut Tambunan dan Priyanto 2005, penurunan share sektor pertanian dalam pembentukan PDB dari waktu ke waktu dan peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur, merupakan indikator bahwa ekonomi Indonesia telah memasuki proses industrialisasi. Proses industrialisasi di Indonesia sudah dimulai sejak Pelita I, yang dimulai tahun 1969. Industrialisasi yang dilaksanakan sejak Pelita I hingga krisis ekonomi tahun 1997, mengakibatkan pendapatan per kapita masyarakat mengalami peningkatan yang cukup pesat setiap tahunnya. Apabila hanya mengandalkan dari sektor pertanian dan sektor pertambangan migas, maka Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang, tidak akan pernah mencapai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7 persen per tahun dan 30 tingkat pendapatan per kapita di atas 1,000 US pada pertengahan tahun 1997 Tambunan, 2001. Menurut Simatupang dan Syafaat 2000, pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan Orde Baru mengacu pada paradigma transformasi struktural berimbang melalui industrialisasi bertahap berbasis sektor pertanian. Pembangunan ekonomi yang demikian ini dapat pula disebut sebagai pembangunan dengan pendekatan sistem agribisnis. Definisi agribisnis menurut Badan Agribisnis 1995 adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani atau pertanian primer, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, serta subsistem jasa dan penunjang. Subsistem agribisnis hulu adalah kegiatan ekonomi yang menyediakan sarana input pertanian seperti industri perbenihan dan pembibitan tanaman, industri pupuk dan pestisida agrokimia, serta industri alat dan mesin pertanian agrootomotif bagi kegiatan pertanian primer. Subsistem usahatani adalah kegiatan ekonomi yang menghasilkan komoditas atau produk pertanian primer melalui pemanfaatan sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hulu. Subsistem pengolahan adalah kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas atau produk pertanian primer menjadi produk olahan. Termasuk dalam subsistem tersebut adalah industri makanan, industri minuman, industri rokok, industri barang serat alam, industri biofarma, serta industri agrowisata dan estetika. Subsistem pemasaran adalah kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan distribusi, promosi, informasi pasar, kebijakan perdagangan dan struktur pasar. Adapun subsistem jasa dan penunjang adalah kegiatan ekonomi yang menyediakan jasa atau layanan yang 31 diperlukan untuk memperlancar pengembangan agribisnis. Termasuk dalam subsistem ini adalah lembaga perkreditan dan asuransi, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, serta transportasi dan pergudangan. Hubungan dan keterkaitan antar subsistem agribisnis tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber: Badan Agribisnis 1995 Gambar 3. Sistem Agribisnis Soekartawi 1993 menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam jenis agroindustri adalah: 1 industri pengolahan input pertanian yang pada umumnya tidak berlokasi di perdesaan, padat modal, dan berskala besar seperti industri pupuk, industri pestisida, dan sebagainya, dan 2 industri pengolahan hasil pertanian, seperti pengolahan pucuk teh hijau atau teh hitam, pengalengan buah, pengolahan minyak kelapa, dan lain-lain. 32 Tambunan dan Priyanto 2005 menyatakan bahwa industrialisasi di Indonesia selalu dimulai dari industri besar, dan kurang memperhatikan usaha- usaha kecil. Akibatnya, sampai saat ini Indonesia belum menunjukkan tanda- tanda sebagai negara industri yang mandiri. Hal ini disinyalir karena para pemimpin pembangunan ekonomi terlalu mengandalkan peranan industri besar modern, yang dianggap sebagai jalan paling pendek dan paling mungkin untuk mengisi arti kemerdekaan. Senada dengan hal tersebut di atas, Simatupang dan Syafa’at 2000 menyatakan bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena kesalahan industrialisasi yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negatif di atas satu digit. Banyak pengalaman di negara-negara maju di Eropa dan Jepang yang menunjukkan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan di sektor pertanian. Sebagai contoh, Inggris mengalami revolusi industri pada abad ke-18 setelah diawali dengan revolusi pertanian yang terjadi melalui introduksi teknologi turnip. Industrialisasi di Jepang berlangsung bersamaan dengan revolusi pertanian yang terjadi melalui reformasi agraria restorasi Meiji. Demikian juga di Taiwan pada dekade 1950-an, yang menunjukkan bahwa industrialisasi berbasis pertanian melalui pengembangan industri berskala kecil dan berlokasi di perdesaan mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan merata serta struktur ekonomi yang tangguh. Terdapat beberapa alasan mengapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam suatu proses industrialisasi pertanian. Beberapa alasan tersebut antara lain sebagai berikut Tambunan, 2001: 33 1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pertanian pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan sosial dan politik. 2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan riil per kapita di sektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur keterkaitan konsumsi atau pendapatan. Khususnya di Indonesia, dimana sebagian besar penduduk berada di perdesaan dan mempunyai sumber pendapatan langsung maupun tidak langsung dari kegiatan pertanian, jelas sektor ini merupakan motor utama penggerak industrialisasi. Selain melalui keterkaitan pendapatan, sektor pertanian juga berfungsi sebagai sumber pertumbuhan di sektor industri manufaktur melalui intermediate demand effect atau keterkaitan produksi: output dari industri menjadi input bagi pertanian. 3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor industri pertanian yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif, misalnya industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, dan sebagainya. 4. Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik di sektor pertanian bisa menghasilkan surplus di sektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sektor industri, khususnya industri skala kecil di perdesaan keterkaitan investasi. 34 Menurut Dumairy 1997, hanya sedikit negara-negara berkembang yang menyadari bahwa usaha untuk memajukan dan memperluas sektor industri haruslah sejajar dengan pembangunan dan pengembangan sektor-sektor lain, terutama sektor pertanian. Hal ini karena sektor pertanian yang lebih maju dibutuhkan oleh sektor industri, baik sebagai penyedia bahan baku maupun sebagai pasar yang potensial bagi produk-produk industri. Berkaitan dengan hal ini, Tambunan 2001 menyatakan bahwa sektor pertanian dan sektor industri mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitan tersebut terutama didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, keterkaitan produksi, dan keterkaitan investasi. Secara grafis, keterkaitan antara sektor pertanian dan sektor industri disajikan pada Gambar 4. Sumber: Tambunan 2001 Gambar 4. Keterkaitan antara Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pada Gambar 4, jumlah output dari sektor pertanian adalah OA, sedangkan Of adalah makanan yang dikonsumsi di pasar domestik dan Ox adalah bahan baku 35 atau komoditas pertanian yang diekspor. Ekspor ini memungkinkan negara yang bersangkutan untuk impor sebesar Om, dengan dasar tukar internasional terms of trade OT. Dengan adanya impor Om dan makanan Of memungkinkan sektor industri di negara tersebut dapat menghasilkan output sebesar Oi. Misalkan volume produksi di sektor industri meningkat ke Of. Untuk tujuan ini dibutuhkan lebih banyak input yang harus diimpor, yakni sebesar Om. Produksi meningkat berarti juga kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di negara tersebut juga meningkat, yang selanjutnya berarti permintaan akan makanan juga meningkat, yakni ke Of. Jika output di sektor pertanian tidak meningkat, maka ekspor dari sektor tersebut akan berkurang ke Oy dan ini berarti kebutuhan akan impor sebesar Om tidak dapat dipenuhi. Oleh sebab itu, dalam usaha meningkatkan volume produksi di sektor industri ke Oi, maka output di sektor pertanian juga harus ditingkatkan ke OC. Ini akan meningkatkan konsumsi makanan ke Om dan berarti juga output di sektor industri bisa naik ke Oi. Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian, maka industri pertanian agroindustri tidak dapat meningkatkan outputnya atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit tercapai. Oleh karena itu, sektor pertanian memainkan peranan yang sangat penting dalam proses industrialisasi pertanian. 2.3. Kemiskinan dan Kemiskinan Perdesaan 2.3.1. Konsep dan Ukuran Kemiskinan