Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

15 makro, pendapatan rumahtangga dan kemiskinan perdesaan. Hal ini karena selama ini belum terdapat kajian industrialisasi pertanian yang dikaitkan dengan kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumahtangga dan kemiskinan perdesaan secara mendalam, dengan mengagregasikan sektor-sektor dalam perekonomian dan rumahtangga. Selain itu, model yang dibentuk dalam penelitian ini adalah model CGE recursive dynamic yang belum banyak diaplikasikan untuk kasus Indonesia. Secara khusus manfaat penelitian ini adalah diperolehnya sebuah model CGE yang recursive dynamic dengan data dasar model menggunakan data dari tabel Input Output I-O dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE atau Social Accounting Matrix SAM Indonesia. Selain itu, model ini juga menggunakan data makroekonomi dan parameter terbaru yang mencerminkan kondisi perekonomian Indonesia pada masa kini dan tertangkapnya dampak industrialisasi pertanian terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumahtangga dan kemiskinan perdesaan.

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup nasional Indonesia dengan mengkaji dampak industrialisasi pertanian terhadap kinerja ekonomi sektoral, ekonomi makro, pendapatan rumahtangga dan kemiskinan perdesaan. Industrialisasi pertanian yang dimaksud didekati dari sisi supply yaitu peningkatan produktivitas, baik produktivitas sektor industri pertanian maupun produktivitas sektor pertanian sebagai pemasok bahan baku dan produktivitas sektor lembaga keuangan sebagai lembaga penunjang. Dampak terhadap kinerja ekonomi sektoral mencakup perubahan jumlah output, harga output dan penyerapan tenaga 16 kerja. Adapun dampak terhadap kinerja ekonomi makro meliputi pertumbuhan GDP riil, konsumsi rumahtangga, investasi, ekspor, impor, neraca perdagangan dan inflasi. Model CGE yang digunakan adalah model CGE recursive dynamic, yang merupakan kombinasi dari model CGE ORANI-F Horridge et al., 1993, INDOF Oktaviani, 2000, WAYANG Wittwer, 1999, dan ORANIGRD Horridge, 2002. Simulasi kebijakan dilakukan untuk jangka waktu selama 10 tahun yaitu tahun 2003-2013. Sektor industri pertanian yang dicakup dalam penelitian ini dibatasi pada 10 jenis industri, yaitu: 1 industri pengolahan hasil peternakan, 2 industri pengolahan hasil perikanan, 3 industri minyak dan lemak, 4 beras industri penggilingan padi, 5 industri tepung segala jenis, 6 industri gula, 7 industri rokok, 8 industri bambu, kayu dan rotan, 9 industri pupuk dan pestisida, serta 10 industri pengolahan karet. Pemilihan sektor industri pertanian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama, agroindustri yang tercakup kedalam 10 industri prioritas pembangunan industri nasional seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 72005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Kesepuluh industri prioritas ini selanjutnya dijabarkan lebih lanjut oleh Departemen Perindustrian sebagai kebijakan nasional pembangunan industri Departemen Perindustrian, 2005. Kedua, agroindustri yang berbahan baku sektor pertanian terpilih. Ketiga, agroindustri yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di masa datang, berdasarkan sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto PDB, nilai ekspor dan penyerapan angkatan kerja. Keterbatasan penelitian ini adalah model yang digunakan tidak memasukkan blok mobilitas lahan land mobility. Selain itu, terdapat beberapa 17 parameter yang diadopsi dari studi-studi sebelumnya untuk negara lain, karena parameter-parameter tersebut di Indonesia sebagai negara berkembang tidak tersedia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan improvement, pertumbuhan growth dan perubahan change Iqbal dan Sudaryanto, 2008. Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang berjudul “Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana dan gamblang tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian. Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: 1 adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani, 2 teknologi yang senantiasa berkembang, 3 tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, 3 adanya perangsang produksi bagi petani, dan 5 tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi: 1 pendidikan pembangunan, 2 kredit produksi, 3 kegiatan gotong royong petani, 4 perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan 5 perencanaan nasional pembangunan pertanian. Beberapa Negara berkembang, termasuk Indonesia, mengikuti saran dan langkah kebijakan yang disarankan oleh Mosher. Pembangunan pertanian di Indonesia dilaksanakan secara terencana dimulai sejak Repelita I 1 April 1969, yaitu pada masa pemerintahan Orde Baru, yang tertuang dalam strategi besar pembangunan nasional berupa Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang PU-PJP yaitu PU-PJP I 1969-1994 dan PU-PJP