Deskripsi Hasil Penelitian Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian
49
anak yang butuh waktu tambahan.Dari hasil observasi diketahui bahwa ada sebagian siswa yang tidak selesai tepat waktu. Guru menyatakan
hal tersebut dikarenakan kemampuan setiap siswa yang berbeda-beda, jadi ada siswa yang dapat selesai mengerjakan tepat waktu dan ada
yang tidak. Apabila ada siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu, ibu LHK memberinya waktu tambahan. Jika masih belum selesai juga siswa tetap diminta menyelesaikannya dan nanti hasilnya
tetap ditagih setelah pembahasan bersama-sama selesai hasil observasi 4 tanggal 29 Mei 2015. Hasil ini didukung dengan pernyataan ibu
LHK sebagai berikut. Peneliti
: “Nah kalau ada siswa yang tidak tepat waktu dalam mengerjakan itu bagaimana, Bu? Apakah ada
sanksinya?” Informan : “Jika dalam batas waktu yang sudah ditentukan ada
anak yang belum selesai biasanya saya memberi waktu tambahan. Kalau masih belum selesai juga ya
ditinggal.” Informan : “bukan sanksi sih Mbak apa ya... misalnya gini
saya memberi tugas untuk membuat kalimat, dalam waktu tertentu anak tersebut belum selesai walaupun
sudah saya beri tambahan waktu. Biasanya kan saya mencocokkannya anak-anak disuruh membaca satu-
persatu waktu gilirannya membaca si anak belum selesai, nah itu saya lanjut ke anak berikutnya. Nanti
kalau sudah selesai semua baru anak yang tadi belum selesai saya tagih tugasnya, saya tanyakan
lagi.”transkrip wawancara 4 Juni 2015 Berdasarkan hasil dari wawancara di atas, jika ada siswa yang tidak
dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu maka guru memberikan waktu tambahan pada siswa untuk menyelesaikannya.
50
Berikutnya peneliti mengamati apakah siswa mengerjakan tugasnya secara mandiri. Mengerjakan tugas secara mandiri yaitu siswa
mengerjakan tugasnya dengan berpikir sendiri tidak dengan mencontek. Selama observasi yang peneliti lakukan, dari pertemuan ke-1 hingga
pertemuan ke- 8 peneliti tidak mendapati adanya siswa yang mencontek. Apabila siswa merasa kesulitan dengan soalnya, mereka
akan langsung bertanya pada guru. Pada pertemuan ke-5 ada seorang siswa yang akan mencontek temannya namun temannya tidak
mengijinkan dan melaporkannya pada ibu LHK. Kemudian ibu LHK memberikan nasehat pada siswa untuk tidak mencontek. Guru juga
selalu mengingatkan siswanya untuk tidak mencontek. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan ibu LHK seperti berikut.
Peneliti : “Apakah anak-anak mengerjakan tugas atau soal
secara mandiri, Bu?” Informan : “iya, Mbak mandiri tidak ada yang mencontek.
Lagipula saya sering mendiktekan soalnya Mbak jadi itu merupakan strategi saya supaya anak-anak
tidak mencontek. Saya juga selalu mengingatkan untuk tidak mencontek. Misal yang sudah selesai
bukunya ditutup, biar nggak di lihat temannya.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Hasil wawancara tersebut juga senada dengan jawaban dari beberapa siswa yang berhasil peneliti wawancara pada tanggal 28 Mei
2015 yang menyatakan bahwa mereka mengerjakan tugas yang diberikan secara mandiri.
Untuk mengetahui apakah seseorang dapat diandalkan juga dapat dilihat dari kerja kelompok. Yang dimaksud dengan mengerjakan tugas
51
kelompok yaitu siswa dapat bekerjasama dengan temannya saat berkelompok. Saat penelitian berlangsung dari pertemuan ke-1 sampai
pertemuan ke-8, peneliti tidak mendapati guru membagi siswanya dalam kelompok-kelompok. Selama observasi berlangsung, guru tidak
menggunakan metode kelompok dalam pembelajaran. Peneliti pun menanyakan hal tersebut kepada ibu LHK seperti berikut.
Peneliti : “Setelah beberapa hari ini saya mengamati tidak ada tugas berkelompok. Mengapa Ibu tidak memberikan
tugas kelompok?” Informan : “Iya, Mbak mengapa saya tidak memberikan
kegiatan kelompok, karena ini sebenarnya materi kelas III sudah selesai tho Mbak, jadi ini hanya mengulang
materi yang sudah pernah diajarkan. Saya memang tidak memberikan tugas kelompok. Minggu-minggu ini
memang digunakan untuk mengulang dan mengingat kembali pelajaran yang lalu guna menghadapi UKK.”
transkrip wawancara 4 Juni 2015. Berdasarkan wawancara di atas, ibu LHK menyatakan bahwa
beliau tidak memberikan tugas kelompok dikarenakan pada saat itu materinya sudah habis dan hanya mengulang materi pelajaran yang
telah lalu. Kemudian peneliti menanyakan bagaimana dengan hari-hari biasa. Ibu LHK pun menyatakan bahwa pada hari-hari atau sebelum
mendekati UKK guru juga memberikan penugasan kelompok. Akan tetapi berhubung ketika peneliti melakukan observasi materi yang
diajarkan sudah habis guru mengajarnya dengan secara klasikal dan mengulang materi pelajaran yang telah dipelajari agar siswa lebih
paham dan siap menghadapi UKK. Peneliti pun menanyakan bagaimana siswa ketika mereka melakukan kerjasama seperti berikut.
52
Peneliti : “dalam melakukan tugas kelompok apakah anak-anak bisa melakukan kerjasama dengan baik, Bu?”
Informan : “kalau pas kerja kelompok saya lihat mereka antusias mbak, senang kan kadang belajarnya tidak
hanya di ruangan jadinya mereka senang. Mereka juga bisa bekerjasama dengan temannya dalam satu
kelompok.”transkrip wawancara 4 Juni 2015. Diketahui dari hasil wawancara bahwa pada hari-hari biasa guru
juga menggunakan metode kelompok. Berdasarkan pernyataan dari ibu LHK ketika siswa dibagi dalam kelompok-kelompok mereka antusias
dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya. Mereka juga dapat bekerjasama dengan teman anggota kelompoknya dengan baik.
Akan tetapi, peneliti tidak dapat mengamati secara langsung bagaimana antusiasnya siswa dalam kerja kelompok karena ketika pengamatan
berlangsung guru tidak memberlakukan metode kelompok dalam pembelajarannya.
Berdasarkan hasil observasi pada pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-8 diketahui bahwa siswa selalu melaksanakan piket kelas
sesuai dengan jadwal. Sebelum jam pelajaran berakhir guru sering mengingatkan siswa yang piket untuk membersihkan kelas terlebih
dahulu sebelum pulang. Dalam pelaksanaan piket kelas, siswa sudah dapat diandalkan dan bertanggung jawab. Setelah kegiatan
pembelajaran selesai siswa yang piket hari itu langsung membersihkan dan membereskan kelasnya. Siswa melaksanakan piket kelas dengan
dipantau oleh guru. Guru menunggu siswa saat melaksanakan piket kelas. Sebelum siswa menyelesaikan pekerjaannya guru belum
53
meninggalkan kelas. Hasil wawancara peneliti dengan ibu LHK juga mendukung hasil observasi seperti berikut ini.
Peneliti : “Apakah Ibu memantau siswa melaksanakan kegiatan piket kelas?”
Informan : “Selalu mbak. Kadang ada anak yang langsung pulang gitu aja tho, jadi sebelum saya bubarkan saya
selalu mengingatkan pada yang piket untuk membersihkan kelas terlebih dahulu. Ini juga saya
lakukan agar saya dapat memantau bagaimana tanggung jawab anak saat melakukan kewajiban
mereka, apakah ada yang tidak melakukannya apa tidak.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Guru selalu memantau siswa dalam melaksanakan piket kelas untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab siswa dalam
melaksanakan kewajibannya. Pernyataan senada juga diungkapkan oleh beberapa siswa yang peneliti wawancarai sebagai berikut.
RM : iya, selalu ditungguin RMA: iya, ditungguin
SV : iya, bu guru selalu nunggu LRS : Iya
LF : iya hasil wawancara 28 Mei 2015 Dari hasil observasi dan wawancara di atas, diketahui bahwa
guru selalu memantau siswa dalam melaksanakan piket kelas. Jadi siswa melakukan tugasnya sesuai jadwal dan guru selalu mengawasi
dan memantau pelaksanaannya. Berdasarkan hasil observasi dan didukung dengan wawancara
ibu LHK dan siswa, diketahui bahwa sebagian besar siswa sudah dapat diandalkan ketika sepakat mengerjakan sesuatu. Mereka dapat
bekerjasama dengan baik dalam tugas kelompok akan tetapi kerjasama mereka tidak terlihat selama observasi. Hal ini dikarenakan ketika
54
observasi berlangsung guru tidak menggunakan metode kerja kelompok dalam pembelajaran. Siswa juga dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu. Berdasarkan hasil obsevasi semakin hari siswa dapat diandalkan ketika mengerjakan tugas. Mereka dapat mengerjakan tugas secara
mandiri dan menyelesaikannya tepat waktu. Dalam pelaksanaan piket kelas, siswa sudah memiliki rasa tanggung jawab. Seusai pembelajaran
berlangsung siswa langsung menyapu lantai dan membereskan kelasnya sesuai dengan jadwalnya masing-masing.
2 Fokus pada pekerjaan yang dilakukan
Salah satu indikator dalam implementasi pembelajaran nilai tanggung jawab yakni fokus pada pekerjaan yang sedang dilakukan.
Pada kategori ini meliputi beberapa aspek yaitu mengerjakan tugas sesuai petunjuk, melaksanakan senam pagi dan shalat berjamah, dan
berdoa sebelum dan sesudah pelajaran. Maksud dari mengerjakan tugas sesuai petunjuk yakni mengikuti arahan dan perintah guru serta tidak
melakukan hal lain selain tugas yang diberikan. Pada saat melakukan observasi peneliti mendapati siswa yang
kurang memperhatikan petunjuk guru. Hal ini terjadi hampir dalam setiap pertemuan hasil observasi 2 sampai 8. Pada pertemuan ke-2 ada
mahasiswa PPL yang melaksanakan real pupil, saat siswa diajar oleh guru PPL banyak dari mereka yang tidak memperhatikan pada apa yang
disampaikan oleh guru PPL. Mereka cenderung untuk ramai sendiri. Pada pertemuan ke-3 saat pelajaran matematika banyak siswa yang
55
tidak memperhatikan penjelasan guru. Siswa Ok yang bermain karet gelang sedangkan siswa Rma, Yk dan Rd yang ramai dan sendiri.
Selain itu, ketika pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung siswa Md membuka buku IPS. Pada pertemuan ke- 4 sampai pertemuan ke- 8 juga
tidak ada siswa yang benar-benar memperhatikan penjelasan guru. Siswa memperhatikan penjelasan guru hanya dalam waktu beberapa
menit saja. Setelah itu pasti ada yang terpecah konsentrasinya. Untuk memfokuskan kembali perhatian siswa yang terpecah
guru melakukan metode berhitung. Jadi apabila suasana kelas ramai dan sudah tidak dapat dikondisikan guru mulai berhitung. Hal ini dilakukan
untuk memberikan waktu kepada siswa untuk ramai. Apabila hitungan sudah sampai 10 sepuluh maka siswa harus kembali memperhatikan
penjelasan guru. Pada setiap pertemuan apabila ibu LHK sudah mulai berhitung maka dalam hitungan ke- 3 siswa sudah tenang kembali dan
guru melanjutkan pelajarannya. Hasil observasi tersebut didukung dengan hasil dari wawancara
yang peneliti lakukan dengan ibu LHK, siswa tidak selalu mengikuti petunjuk dari guru, seperti dijabarkan berikut.
Peneliti : “selama kegiatan pembelajaran berlangsung apakah siswa selalu mengerjakan tugas sesuai dengan petunjuk,
Bu?” Informan : “tidak selalu anak-anak itu mendengarkan
petunjuk atau perintah dari saya mbak. Ada beberapa anak yang suka mengobrol, tidak memperhatikan, yang
suka usil juga ada, mainan sendiri.” transkrip wawancara 4 juni 2015
56
Dari hasil wawancara di atas diketahui guru juga menyatakan bahwa ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan
maupun petunjuk dari guru. Ketika peneliti menanyakan pada siswa apakah mereka selalu mengerjakan tugas sesuai petunjuk atau arahan
guru, mereka juga mengiyakan hal tersebut. Berikut jawaban yang mereka berikan.
RM : iya, kadang-kadang RMA: iya, tapi kadang-kadang
SV : iya LRS : Iya
LF : iya hasil wawancara siswa 28 mei 2015 Selama kegiatan observasi berlangsung dari pertemuan pertama
sampai pertemuan ke-8 guru selalu memberikan arahan dan petunjuk pada siswa tentang apa yang akan dilakukan selama pembelajaran. Guru
juga menjelaskan setiap tugas yang ia berikan secara berulang-ulang. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara ibu LHK seperti berikut ini.
Peneliti : “Apakah Ibu selalu memberikan petunjuk pada tugas yang diberikan?”
Informan : “selalu mbak. Saya selalu menjelaskan tugas- tugasnya. Anak-anak kan masih suka bingung tho
mbak jadi harus dijelaskan berulang-ulang juga supaya benar-benar paham dengan tugasnya sehingga
anak dapat mengerjakan dengan baik.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Dari hasil wawancara tersebut, ibu LHK juga menyatakan bahwa guru selalu menjelaskan tugas-tugas yang ia berikan berulang-
ulang supaya siswa benar-benar memahami tugasnya. Hal ini sangat penting agar siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik.
57
Berdasarkan pada observasi yang peneliti lakukan ditemukan bahwa tidak semua siswa melakukan apa yang diperintahkan guru. Ada
sebagian siswa yang melakukan hal lain misal saat pelajaran matematika ada siswa yang membuka buku IPS seperti pada obserbasi
pertemua ke-3, hal ini diperkuat dengan pernyataan ibu LHK sebagai berikut.
Peneliti : “lalu apakah siswa tidak melakukan tugas selain tugas yang diberikan?”
Informan : “waktu awal-awal semester iya mbak. Anak-anak masih sulit untuk dikendalikan. Masih banyak anak
yang mainan sendiri, mengganggu temannya, lari- larian di kelas. Tapi semakin kesini anak-anak sudah
lebih dewasa mungkin ya, jadi sudah bisa dibilangin. Anak-anak juga lebih fokus dalam mengerjakan
sesuatu. Walaupun masih ada beberapa anak yang masih suka usil tapi menurut saya ini sudah jauh lebih
terkontrol.” transkrip wawancara 4 Juni 2015 Dengan masih adanya siswa yang melakukan tugas lain selain
tugas yang diberikan serta tidak mengerjakan tugas sesuai petunjuk, peneliti lebih lanjut mengamati apakah ada sanksi untuk siswa yang
tidak mengerjakan tugas sesuai petunjuk. Sanksi yang diberikan guru berupa teguran dan nasehat agar
siswa tidak melakukannya lagi. Pada pertemuan ke-1 guru menegur dan menasehati siswa H yang gojeg. Pada pertemuan ke-2 guru meminta
siswa yang ramai untuk berbicara di depan menggantikan guru mengajar. Pertemuan ke-3 guru menegur siswa dengan memanggil
siswa tersebut dan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran yang sedang berlangsung. Guru juga selalu mengingatkan
58
siswa agar memperhatikan apabila ada orang lain yang sedang berbicara seperti yang terlihat pada pertemuan ke- 5 sampai pertemuan ke-8.
Ketika peneliti menanyakannya pada siswa, mereka membenarkan bahwa ada sanksi untuk kedua hal itu seperti dalam hasil
wawancara 28 Mei 2015 berikut. RM : iya, dimarahi
RMA: iya, disuruh menjawab pertanyaan, di suruh njelasin di depan
SV : iya, dipanggil namanya lalu diberi pertanyaan LRS : Iya, diingatkan
LF: ada hasil wawancara 28 Mei 2015 Berbeda dengan pernyataan ibu LHK yang menyatakan bahwa itu
bukan sanksi tapi salah satu cara agar siswa dapat tetap fokus menerima materi yang disampaikan. Pernyataan tersebut dapat dilihat seperti
berikut. Peneliti : “Adakah sanksi bagi siswa yang mengerjakan tugas
tidak sesuai petunjuk? Misalnya seperti apa?” Informan : “Bukan sanksi sebenarnya tapi untuk memfokuskan
perhatian anak. Biasanya saya langsung menunjuk nama dan menegur anak tersebut lalu saya beri
pertanyaan yang masih berkaitan dengan materi yang sedang diajarkan. Selain itu misal ‘Rma 10 soal, Yk 5
soal’ seperti itu jadi sanksinya bukan ke sanksi fisik tapi bagaimana cara agar anak bisa tetap fokus ke
pembelajaran.”transkrip wawancara 4 Juni 2015 Lebih lanjut ibu LHK menjelaskan bahwa dengan fokusnya perhatian
siswa ke materi pelajaran maka siswa akan jauh lebih mudah untuk menerima dan memahami pelajaran.
Teliti dalam mengerjakan tugas merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa seseorang fokus pada pekerjaan yang
dilakukan. Selama observasi sudah banyak siswa yang teliti dalam
59
mengerjakan soal latihan dari guru tetap masih ada beberapa anak yang kurang teliti. Pada pertemuan ke-1 ada siswa yang mengerjakan latihan
soal yang diberikan guru dengan terburu-buru sehingga jawabannya kurang tepat. Hal ini disebabkan anak tersebut terburu-buru dalam
mengerjakan sehingga tidak teliti. Dalam pelajaran matematika saat diberi soal anak-anak terburu-buru dalam menghitung sehingga
hitungannya kurang tepat. Dari 8 delapan kali pertemuan selalu ada siswa yang kurang teliti dalam mengerjakan pekerjaannya. Pada
pertemuan ke- 5 saat pelajaran matematika guru membimbing siswa Fr agar lebih teliti lagi dalam menghitung. Selain itu, anak terkadang juga
menjawab dengan asal. Ibu LHK juga memberikan pernyataan yang serupa sebagai berikut.
Peneliti : “dengan penjelasan yang sudah Ibu berikan apakah siswa mengerjakan tugas dengan teliti?”
Informan : “ada yang sudah teliti ada yang belum mbak. Ada beberapa anak kalau mengerjakan tugas asal
menjawab dan terburu-buru dalam menjawab soal sehingga pekerjaannya kurang benar. Padahal saya
selalu mengingatkan anak-anak untuk mengerjakan soal dengan teliti.”
Peneliti : “terburu-buru gimana Bu?” Informan : “terburu-buru selak kepengen mainan lho mbak
ngobrol sama temannya. Jadinya mereka jawabnya kurang teliti.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Ketika pertanyaan serupa ditanyakan pada siswa, jawaban yang sama juga diungkapkan oleh beberapa siswa yang peneliti wawancarai
sebagai berikut. RM : iya, kadang juga enggak, hehe
RMA: iya, kadang ngawur SV : iya, selalu saya teliti
60
LRS : Iya LF : iya tapi kadang masih salah hasil wawancara 28 Mei
2015 Hal ini berarti sebagian besar siswa sudah mengerjakan tugas
dengan teliti. Akan tetapi masih ada beberapa siswa yang kurang teliti dalam mengerjakan tugasnya.
Sekolah ini memiliki rutinitas seperti pelaksanaan senam pagi dan kegiatan shalat berjamaah. Hasil dari observasi pertemuan ke-3 dan
pertemuan ke-7 menunjukkan bahwa pada setiap hari kamis, siswa kelas III melaksanakan kegiatan shalat berjamaah. Guru menugaskan
salah seorang siswa untuk menjadi imam dalam shalat. Pada pertemuan ke-3 yang bertugas menjadi imam shalat adalah siswa El sedangkan
siswa Hr betugas menjadi imam pada pertemuan ke-7. Penugasan menjadi imam tersebut bergantian. Di kelas ini terdapat satu orang
siswa yang non muslim. Ketika teman-temannya melaksanakan shalat berjamaah, siswa tersebut menunggu di depan mushola.
Selain melaksanakan shalat dhuhur berjamaah guru juga berinisiatif untuk menganjurkan siswa untuk melaksanakan shalat
dhuha. Sebelum istirahat pertama pada setiap hari kamis siswa kelas III melaksanakan shalat dhuha.
Saat peneliti mewawancarai kepala sekolah, beliau memberikan jawabannya sebagai berikut.
Peneliti : “kalau kegiatan shalat berjamaah itu sendiri pelaksanaanya bagaimana, Pak?”
Informan : “pelaksanaannya bergantian, mbak. Tidak mungkin juga tho semua anak dari kelas 3 sampai kelas 6
61
bersama-sama, tempatnya yang tidak cukup. Dijadwal misal hari senin giliran kelas 6, hari selasa kelas 5,
hari rabu kelas 4 dan terakhir hari kamis untuk kelas 3.” transkrip wawancara 6 Juni 2015
Pernyataan dari Kepala Sekolah semakin memperkuat bahwa pada hari kamis memang sudah menjadi giliran kelas III melaksanakan
kegiatan shalat berjamaah. Peneliti pun mencari tahu apakah guru mengawasi siswa dalam melaksanakan shalat berjamaah tersebut. Dari
pertemuan ke-3 dan pertemuan ke-7 sebelum jam terakhir berakhir, guru mempersilakan siswa untuk melaksanakan shalat dhuhur
berjamaah. Guru selalu memantau siswa dalam melaksanakan kegiatan shalat berjamaah. Guru berada di barisan paling belakang siswa untuk
membimbing dan memantau siswa. Hal tersebut didukung oleh pernyataan siswa ketika peneliti
wawancara. Siswa memberikan jawaban kalau guru memantau siswa saat shalat berjamaah terlihat pada hasil wawancara 28 Mei 2015 seperti
berikut. RM : iya, ikut di belakang
RMA: iya SV : iya, nunggu kita shalat di belakang
LRS : Iya LF : iya hasil wawancara 28 Mei 2015
Hasil wawancara dengan ibu LHK berikut ini juga menyatakan bahwa ia memantau siswa saat melaksanakan shalat berjamaah. Guru
selalu mendampingi siswa dalam melaksanakan kegiatan shalat berjamaah. Hal ini guru lakukan untuk memantau bagaimana siswa
dalam melaksanakannya.
62
Pernyataan yang senada juga diutarakan oleh kepala sekolah saat peneliti mengkonfirmasi hal ini seperti berikut.
Peneliti : “Apakah Bapak mengawasi siswa dalam mengikuti kegiatan rutin seperti shalat berjamaah tersebut?”
Informan : “Tidak setiap saat saya bisa memantau ya mbak, tetapi sesekali ya di pantau apakah berjalan dengan
lancar atau tidak. Meskipun begitu biasanya untuk siswa kelas 3, wali kelas rajin memantau kegiatan
mereka. Kegiatan ini kan juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan sekolah dalam menanamkan
karakter pada anak. Hal ini juga menanamkan pendidikan karakter tentang religius. Dengan kita
berusaha mendekatkan anak-anak, akan membantu mereka dalam mengontrol diri.” transkrip wawancara
6 Juni 2015. Hasil wawancara diatas merupakan pernyataan yang mendukung
hasil observsasi bahwa ibu LHK memantau siswanya dalam melaksanakan kegiatan shalat berjamaah.
Selain melaksanakan kegiatan shalat berjamaah, ada juga kegiatan senam pagi. Senam pagi ini dilaksanakan pada setiap hari
jumat. Berdasarkan pada hasil observasi ke 4 dan 8, diketahui bahwa ketika senam pagi berlangsung ibu LHK tidak tampak di lapangan. Ibu
LHK tetap berada di ruang guru bersama beberapa orang guru. Padahal sebagian besar bapakibu guru yang lain mengikuti senam pagi bersama
siswa. Ketika dikonfirmasi pada ibu LHK, mengapa tidak ikut senam pagi dan memantau siswa kelas III ibu LHK menjawab bahwa ia sedang
mengerjakan tugas dari sekolah yang belum terselesaikan sehingga guru tidak dapat memantau siswa dalam melaksanakan senam pagi secara
langsung.
63
Seperti jawaban kepala sekolah ketika ditanyakan apakah guru – guru memantau pelaksanaan kegiatan senam pagi berikut.
Peneliti : “Apakah guru-guru juga memantau siswanya dalam melaksanakan senam pagi?”
Informan : “semuanya, mbak. Senam pagi itu dipandu oleh guru olahraga. Tetapi semua guru sebisa mungkin juga ikut
melaksanakan senam pagi selain untuk memantau siswanya juga untuk olahraga guru itu sendiri, tho.”
transkrip wawancara 6 Juni 2015 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara guru serta kepala
sekolah, diketahui bahwa untuk kelas III mendapat giliran shalat berjamaah pada hari kamis. Sedangkan kegiatan senam pagi dilakukan
pada setiap hari Jumat. Selain itu, diketahui juga bahwa guru melakukan pemantauan, sehingga dapat berjalan dengan baik. Akan
tetapi ketika observasi berlangsung ibu LHK tidak dapat memantau kegiatan senam pagi siswa dikarenakan masih mengerjakan tugas dari
sekolah. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan dari pertemuan ke-
1 sampai pertemuan ke-8, guru dan siswa selalu berdoa setiap memulai dan mengakhiri pelajaran. Siswa menyatakan bahwa mereka selalu
mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan berdoa seperti terlihat dalam hasil wawancara berikut.
RM : iya, jelas RMA: iya,
SV : iya, selalu LRS : Iya
LF : selalu hasil wawancara 28 mei 2015
64
Ketika peneliti melakukan observasi, guru juga selalu mengawali dan mengakhiri pembelajaran dengan berdoa. Hal ini
teramati selama observasi berlangsung dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-8. Ketika berdoa sebelum dan sesudah pelajaran guru
menugaskan siswa secara bergantian dalam memimpin berdoa. Pada pertemuan ke-8 siswa mengawali pelajaran dengan berdoa secara
mandiri tanpa didampingi guru. Saat dikonfirmasi, ibu LHK pun menyatakan hal yang serupa
seperti berikut. Peneliti :“Apakah Ibu selalu berdoa sebelum dan sesudah
pelajaran?” Informan :“Tentu saja, itu yang pertama dan utama, mba agar
anak-anak dapat lebih mudah menerima pelajaran. Bahkan anak-anak terkadang berdoa secara mandiri.
Kadang waktu saya belum masuk kelas ada guru lain yang datang untuk memasukkan anak-anak dan
mereka berdoa.” Peneliti : “sebelum masuk kelas itu anak-anak juga berbaris
ya, Bu?” Informan : “iya, mbak. Itu juga mengajarkan mereka untuk
tertib dan disiplin.” transkrip wawancara 4 Juni 2015.
Dari percakapan diatas, diketahui bahwa sebelum dan sesudah pelajaran guru selalu membiasakan siswanya untuk berdoa agar dapat
lebih mudah menerima dan memahami pelajaran. Siswa juga dibiasakan untuk berbaris dulu sebelum masuk kelas untuk melatih ketertiban dan
kedisiplinan siswa. Hal tersebut juga peneliti temui saat melakukan observasi. Siswa selalu berbaris dan berjabat tangan dengan guru
sebelum memasuki kelas di pagi hari.
65
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan siswa sudah
fokus pada pekerjaan yang sedang dilakukan. Siswa dapat mengerjakan tugas sesuai dengan petunjuk yang guru berikan, melaksanakan senam
pagi dan shalat berjamaah dengan tertib dan selalu mengawali dan mengakhiri pembelajaran denagn berdoa.
3 Meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat
Apabila seseorang melakukan kesalahan sebaiknya mengakui dam meminta maaf atas kesalahan yang ia buat. Indikator meminta
maaf atas kesalahan yang diperbuat meliputi aspek meminta maaf apabila terlambat dan meminta maaf jika berbuat salah dengan teman.
Berdasarkan hasil observasi dari pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-8 dapat diketahui bahwa tidak ada siswa yang terlambat
datang ke sekolah. Semua siswa datang sebelum bel tanda masuk berbunyi. Akan tetapi masih ada siswa yang terlambat masuk kelas
setelah jam istirahat. Hasil yang sama juga peneliti dapatkan saat melakukan konfirmasi melalui wawancara dengan ibu LHK yang
menyatakan bahwa di kelas ini tidak ada siswa yang sering terlambat.
Sedangkan hasil wawancara yang peneliti peroleh dari siswa adalah sebagai berikut.
RM : belum pernah RMA : langsung duduk
SV : minta maaf lalu bilang habis darimana LRS : bilang ke bu guru habis ngapain
LF: duduk hasil wawancara 28 Mei 2015
66
Dari data diatas diketahui bahwa ada beberapa siswa yang pernah terlambat masuk kelas.
Selanjutnya ditanyakan bagaimana tindakan siswa apabila ia berbuat salah kepada temannya seperti mengganggu teman, bertengkar
dan lain sebagainya. Menurut keterangan siswa mereka kompak menjawab meminta maaf seperti berikut.
RM : meminta maaf RMA: minta maaf lah
SV : maaf-maafan LRS : minta maaf
LF : yaa minta maaf hasil wawancara 28 Mei 2015 Pada observasi ke-3 peneliti menemukan adanya siswa yang
mengganggu temannya hingga menangis. Ketika ibu LHK mengetahui hal tersebut, beliau langsung menasehati dan meminta mereka untuk
saling meminta maaf. Pernyataan ibu LHK pun memperkuat data yang peneliti peroleh dari observasi sebagai berikut.
Peneliti : “Bagaimana tindakan siswa ketika berbuat salah dengan temannya?”
Informan : “kalau ada yang bertengkar saya tegur mbak. Saya tanya kenapa kok mengganggu temannya. Saya
nasehati kalau mengganggu teman itu perbuatan yang tidak baik, saya kaitkan juga dengan nilai agama.
Setelah itu saya bujuk mereka untuk berbaikan. Maaf- maafan.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa apabila ada siswa yang bertengkar langsung bermaaf-maafan setelah ditegur
dan mendapat nasehat dari guru. Menurut uraian sajian data di atas peneliti menyimpulkan semua siswa datang tepat waktu. Selain itu
dengan bantuan guru, apabila ada siswa yang bertengkar siswa dapat
67
meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat, misal terlambat masuk dan berselisih dengan teman.
Berikutnya ialah kehadiran atau kedatangan guru ke sekolah. Saat observasi berlangsung ibu LHK tidak pernah terlambat datang ke
sekolah. Pada pertemuan ke-3 guru terlambat sekitar 5 menit dan langsung memulai pelajaran. Saat pelajaran Bahasa Indonesia guru
salah menuliskan ‘memberitahukan’ dengan ‘membitahukan’ lalu ditanyakan oleh siswa kemudian guru meminta maaf dan membenarkan
tulisan tersebut. Dari pertemuan ke-4 sampai ke-7 guru masuk kelas tepat waktu datang ke sekolah maupun masuk ke kelas. Pada pertemuan
ke-8 guru terlambat masuk kelas setelah istirahat pertama. Guru pun meminta maaf atas keterlambatannya dan menjelaskan mengapa guru
terlambat. Setelah guru menuliskan materi di papan tulis dan meminta siswa untuk mencatat guru meminta ijin untuk meninggalkan kelas
karena ada kepentingan sekolah dan akan digantikan dengan ibu Yn. Ketika peneliti menanyakan tentang ketepatan waktu guru
datang ke sekolah, guru menyatakan bahwa beliau selalu mengusahakan untuk datang tepat waktu. Beliau menyatakan bahwa ia datang
terlambat apabila ada keadaan yang darurat dan sangat mendesak. Guru juga mengatakan ia pernah terlambat 3 sampai 5 menit.
Peneliti mengkonfirmasi jawaban dari ibu LHK kepada kepala sekolah seperti berikut.
Peneliti : “Apakah Bapak dan guru-guru selalu datang ke sekolah tepat waktu?”
68
Informan : “Diusahakan, tetapi apabila ada sesuatu hal yang mengharuskan untuk datang terlambat, harus ijin atau
memberi kabar jika terlambat sehingga tidak ada salah paham. Anak-anak juga tahu alasan mengapa
gurunya belum hadir” transkrip wawancara 6 Juni 2015
Hasil wawancara dengan kepala sekolah memperkuat pernyataan guru bahwa diusahakan untuk tidak datang terlambat. Akan
tetapi apabila ada suatu hal yang darurat dan tidak bisa datan tepat waktu guru harus memberi kabar terlebih dahulu atau meminta ijin.
Kemudian peneliti menanyakan bagaimana jika guru terlambat datang ke sekolah. Kepala sekolah memberikan jawaban sebagai berikut.
Peneliti : “Apa yang Bapak lakukan apabila ada guru yang terlambat?”
Informan : “Apabila sudah memberi kabar terlebih dahulu kita jadi bisa tahu alasan mengapa terlambat. Nah apabila
tidak memberi kabar baru ditanyai kenapa terlambat dan dinasehati agar memberi kabar kalau akan
terlambat. Tapi guru-guru di sini masuk kategori yang pertama. Pasti memberi kabar terlebih dahulu.”
transkrip wawancara 6 Juni 2015 Jawaban dari kepala sekolah tersebut memperkuat pernyatan ibu
LHK berikut ini. Peneliti : “nah apabila terlambat apa yang Ibu lakukan apabila
terlambat masuk kelas?” Informan : “Apabila saya terlambat masuk kelas biasanya saya
jelaskan mengapa saya bisa terlambat agar anak-anak tahu dan mengerti.” transkrip wawanara 4 Juni 2015
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dari narasumber dapat diketahui bahwa guru memberikan teladan yang baik bagi siswa
dengan tidak terlambat datang ke sekolah dan meminta maaf apabila berbuat kesalahan.
69
Dari hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa tidak ada siswa yang terlambat, sehingga permintamaafan karena siswa
terlambat tidak teramati. Dalam beberapa kali observasi peneliti melihat ada siswa yang bertengkar dan berbuat salah pada temannya. Guru pun
membantu mereka untuk berbaikan dan saling meminta maaf.
4 Berpikir sebelum bertindak
Indikator ini meliputi aspek meminta ijin apabila hendak keluar kelas, membuang sampah pada tempatnya dan memberi teguran.
Termasuk dalam kategori meminta ijin yaitu meminta ijin apabila hendak keluar kelas dan bertanya pada guru apabila ada hal
yang kurang jelas. Ketika observasi peneliti mendapati siswa yang meminta ijin pada guru jika hendak keluar kelas. Seperti yang terlihat
pada hasil observasi pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-8 bahwa apabila hendak keluar kelas siswa selalu meminta ijin terlebih dahulu.
Siswa selalu meminta ijin keluar kelas untuk membuang sampah dan ke toilet. Pada pertemuan ke-1 saat pelajaran matematika berlangsung guru
meminta ijin keluar kelas untuk mengambil kapur di kantor guru. Pada pertemuan ke-8 guru meminta ijin keluar karena ada tugas sekolah yang
harus diselesaikan. Pada pertemuan ke-2 sampai ke-7 guru tidak meminta ijin keluar kelas.
Hasil observasi diatas didukung oleh pernyataan ibu LHK saat
diwawancarai seperti berikut ini.
Peneliti : “Apa yang dilakukan siswa jika hendak keluar kelas, Bu?”
70
Informan : “Kalau mau keluar kelas anak-anak selalu meminta ijin terlebih dahulu. Tapi kita juga ada kesepakatan
mbak, tidak boleh terlalu sering minta ijin keluar kelas saat pelajaran berlangsung.” transkrip
wawancara 4 Juni 2015 Dari hasil wawancara di atas diketahui bahwa di kelas III ini
memiliki kesepakatan mengenai ijin keluar kelas saat pelajaran berlangsung. Mendengar pernyataan ibu LHK peneliti tertarik untuk
menanyakan mengenai kesepakatan yang dibuat seperti beikut. Peneliti : “kenapa, Bu? Alasannya apa?”
Informan : “kalau anak-anak banyak yang lalu-lalang kan mengganggu temannya belajar mbak. Dianya juga
jadi nggak ketinggalan materi waktu ditinggal keluar kelas. Jadi saya membatasi anak-anak untuk keluar
kelas biar mereka bisa fokus ke mata pelajaran.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Dapat diketahui bahwa guru membatasi siswa terlalu sering keluar kelas agar mereka fokus dalam menerima pelajaran.
Kemampuan setiap siswa berbeda-beda ada yang mudah memahami dan menerima materi ada yang kurang. Berdasarkan pada
hasil observasi pertemuan ke-1 sampai ke-8, apabila ada materi maupun soal siswa akan menanyakannya pada ibu LHK. Cara siswa dalam
menanyakan suatu hal pada guru beragam yaitu dengan maju menghampiri guru, tunjuk tangan serta memanggil guru. Ketika peneliti
menanyakannya pada ibu LHK, jawabannya juga senada seperti berikut.
Peneliti : “Apa yang dilakukan siswa apabila ada materi yang kurang jelas?”
Informan : “kalau ada hal yang belum jelas, anak-anak selalu bertanya, mbak. Pada dasarnya tingkat rasa ingin tahu
71
mereka itu tinggi. Apa-apa ditanyakan sampai terkadang saya juga bingung sendiri Mbak.”
transkrip wawancara 4 Juni 2015 Begitu pula dengan jawaban siswa saat diberikan pertanyaan yang sama.
RM : menghampiri bu guru dan bertanya RMA: tanya
SV : tanya sama bu guru LRS : tanya
LF : tanya hasil wawancara 28 Mei 2015 Selama observasi terlihat berbagai macam cara siswa dalam
bertanya. Ibu LHK juga memberikan jawaban yang senada saat ditanya mengenai cara siswa dalam bertanya. Misalnya saja mengangkat
tangan, memanggil guru atau menghampiri guru. Dari hasil observasi, wawancara guru dan hasil wawancara dari
beberapa siswa disimpulkan bahwa siswa selalu meminta ijin jika akan keluar kelas saat pelajaran berlangsung, siswa juga selalu bertanya
apabila ada hal yang kurang jelas. Selanjutnya yaitu perihal membuang sampah pada tempatnya.
Tindakan tidak membuang sampah sembarangan merupakan hal yang sangat penting. Hal ini karena membuang sampah merupakan
kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap kebersihan lingkungannya. Selama observasi berlangsung pada pertemuan ke-1
sampai pertemuan ke-8 tidak sedikit siswa yang membuang sampah tidak pada tempatnya. Peneliti menemukan bahwa tidak semua siswa
selalu membuang sampah di tempat sampah yang sudah disediakan. Arahnya sudah benar tapi saat siswa sampah yang dibuang ke tempat
72
sampah sampah siswa membiarkannya begitu saja. Tidak sedikit dari mereka yang membuangnya ke selokan. Melihat hal tersebut peneliti
menanyakannya pada ibu LHK sebagai berikut. Peneliti : “Apakah siswa selalu membuang sampah pada
tempatnya?” Informan : “Tidak selalu mbak, padahal selalu saya ingatkan
untuk membuang sampah di tempat sampah tapi terkadang masih ada siswa yang membuangnya
sembarangan. Itu di selokan kadang penuh sama sampah mbak.”
Peneliti : “Adakah sanksi jika siswa membuang sampah tidak pada tempatnya?”
Informan : “Sanksi ya paling ditegur dan dinasehati agar tidak membuang sampah sembarangan. Tapi itu ya hanya
berlaku saat itu, nanti ya lupa lagi. Masalah seperti ini memang harus dari kesadaran diri sendiri mba. Yang
penting harus diingatkan agar mereka terbiasa.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa siswa tidak selalu membuang sampah pada tempatnya. Apabila siswa
terdapati membuang sampah sembarangan guru memberikan teguran
dan nasehat agar perbuatan tersebut tidak diulangi lagi.
Berdasar pada observasi yang dilakukan peneliti apabila ada siswa yang membuat gaduh, ibu LHK menegurnya dengan memanggil
siswa tersebut dan memberikan pertanyaan. Pada pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-4 guru menegur siswa yang membuat gaduh dengan
menyebut namanya dan memberikan pertanyaan. Pertemuan ke-2 dan pertemuan ke-3 guru melakukan hal yang sama dan meminta siswa
yang gaduh tersebut yang berbicara di depan. Pertemuan ke-5 dan pertemuan ke-6 guru tetap menyebut nama dan memberikan pertanyaan
73
pada siswa yang gaduh dan meminta siswa yang ramai sendiri untuk menyanyi di depan. Pada pertemuan ke-7 dan ke-8 guru hanya
menyebut nama siswa dan memberikan pertanyaan. Dalam wawancaranya ibu LHK juga menyatakan hal yang
serupa seperti berikut. Peneliti : “Apa yang Ibu lakukan ketika ada siswa yang
membuat gaduh di kelas?” Informan : “saya tegur mbak, waktu awal-awal dulu saya
panggil nama langsung saya nasehatin di depan teman-temannya. Sekarang ini saya lebih ke
memberikan pertanyaan tentang materi terkait pelajaran yang sedang berlangsung. Kadang juga saya
suruh maju untuk menjelaskan biar anak-anak bisa fokus ke pembelajaran lagi.” transkrip wawancara 4
Juni 2015 Hasil wawancara di atas menyatakan bahwa apabila ada siswa
yang membuat gaduh guru langsung memanggil siswa tersebut dan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran saat itu.
Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh ibu LHK, kepala sekolah menekankan untuk pintar-pintar memusatkan perhatian siswa
seperti yang diutarakan beliau berikut ini. Peneliti : “lalu apa yang Bapak lakukan ketika ada siswa yang
membuat gaduh di kelas?” Informan : “kalau ada yang ramai kita sebagai guru harus
pintar-pintar dalam memusatkan kembali perhatian mereka pada pelajaran yang sedang berlangsung.”
Peneliti : “bagaimana cara-cara untuk memusatkan perhatian anak-anak?”
Informan : “untuk memusatkan perhatian anak diperlukan metode dan strategi mengajar yang tepat. banyak cara
yang dapat dilakukan untuk memusatkan perhatian seperti diberikan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari, bisa juga dengan bernyanyi yang paling
74
penting adalah diberi pengarahan agar bisa menghargai orang yang sedang berbicara.” transkrip
wawancara 6 Juni 2015 Menurut kepala sekolah ada berbagai cara yang dapat digunakan
untuk memusatkan perhatian siswa yaitu memberikan pertanyaan- pertanyaan seputar mata pelajaran, atau dengan bernyanyi. Kepala
sekolah menekankan bahwa yang paling penting adalah memberi pengarahan pada siswa agar menghargai orang yang sedang berbicara.
Selain itu, beliau juga menyatakan jenis sanksi untuk siswa yang bersikap kurang sopan seperti berikut.
Penelti : “Apakah ada sanksi apabila ada siswa yang bersikap kurang baik?”
Informan : “sanksi ya ada, mbak tapi sanksi di sini bukan berupa sanksi fisik tapi sanksi yang bersifat mendidik
seperti diberikan pertanyaan-pertanyaan, diminta menjelaskan di depan dan lain sebagainya. Hal ini
bertujuan untuk membuat si anak jera dan tidak akan mengulanginya lagi” transkrip wawancara 6 Juni
2015 Jadi apabila ada siswa yang membuat gaduh sebaiknya ditegur
agar perhatiannya dapat kembali terpusat pada pelajaran. Selain itu juga diberikan sanksi yang bersifat mendidik agar siswa merasa jera
melakukan perbuatan yang tidak baik dan tidak mengulanginya lagi. Selanjutnya pada observasi 3, peneliti mendapati siswa A yang
menangis karena diganggu oleh siswa F. Pada saat itu guru langsung menegur siswa F dan memberikannya nasehat agar tidak mengulangi
perbuatannya. Pada observasi ke-5, ada siswa yang ramai sendiri sehingga mengganggu konsentrasi siswa lain dalam belajar. Siswa
75
tersebut diminta untuk menyanyi sendiri di depan tetapi tidak mau, guru langsung menasehatinya agar tidak mengganggu temannya belajar lagi.
Ketika diwawancara ibu LHK menyatakan bahwa apabila ada siswa yang mengganggu temannya maka harus ditegur.
Peneliti : “Apa yang Ibu lakukan ketika ada siswa yang mengganggu temannya?”
Informan : “ditegur juga mbak. Menegurnya juga dikaitkan dengan agama sehingga anak-anak bisa paham mana
yang baik dan mana yang tidak baik, setelah itu baru menyuruh mereka untuk berbaikan. Pokoknya setiap
ada kesempatan saya selalu berpesan pada anak-anak agar berbuat baik.” transkrip wawancara 4 Juni 2015
Memberikan teguran dan nasehat merupakan cara yang ditempuh guru dalam mengondisikan kelasnya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa apabila siswa hendak keluar kelas maka harus meminta ijin
terlebih dahulu. Dalam hal menjaga lingkungannya, guru masih harus selalu mengingatkan dan menegur siswa agar membuang sampah pada
tempatnya. Guru selalu memberi teguran pada siswa yang membuat gaduh di kelas atau tidak fokus dalam pembelajaran yang berlangsung.
b Hambatan yang dialami dalam implementasi nilai tanggung jawab
Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara dengan ibu LHK dan kepala sekolah, diketahui hambatan-hambatan atau kendala yang
ditemui dalam implementasi pembelajaran nilai tanggung jawab. Selama berlangsung dari pertemuan ke- 1 sampai pertemuan ke- 8 guru sedikit
kesulitan menghadapi keramaian yang ditimbulkan siswa. Siswa sulit untuk dikondisikan dalam menerima materi-materi pelajaran. Konsentrasi
76
siswa dalam menerima pelajaran hanya sejenak setelah itu konsentrasi mereka akan teralihkan dengan berbicara dengan temannya atau yang
lainnya. Selama observasi berlangsung dari pertemuan ke- 1 sampai
pertemuan ke- 8 guru tidak menggunakan media atau alat peraga selama mengajar. Guru kurang mengoptimalkan media-media pembelajaran yang
ada di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru diketahui bahwa guru memang jarang menggunakan media. Padahal sekolah juga
menyediakan beberapa alat dan media pembelajaran yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar meskipun alat dan media
pembelajaran tersebut belum memadai. Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Sekolah ketika diwawancara, beliau menyatakan bahwa kendala
utama yaitu masalah media pembelajaran serta sarana dan prasarana guna menunjang kegiatan pembelajaran. Sekolah terus mengupayakan agar
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dapat memadai sehingga siswa dapat belajar dengan fasilitas yang memadai.
Berdasarkan hasil observasi kesadaran diri siswa untuk mengerjakan tugas, fokus pada pekerjaannya masih perlu dituntun dan
diarahkan. Selain itu, apabila siswa tidak mengerjakan tugasnya, tidak fokus dalam pelajaran, membuat gaduh atau melanggar aturan yang lain
tidak diberikan sanksi secara tegas. Seperti yang ibu LHK utarakan ketika diwawancarai oleh peneliti berikut.
77
Peneliti : “Kendala atau hambatan apa saja yang Ibu alami dalam implementasi
nilai tanggung
jawab dalam
pembelajaran?” Informan : “Kalau dalam pembelajaran lebih ke anak-anak yang
malas dan sulit dikondisikan. Jadi untuk pembiasaannya harus benar-benar diawasi. Sebagai guru kita harus
telaten mengingatkan, memberi nasehat dan memotivasi anak-anak agar mereka memiliki semangat belajar yang
tinggi. Faktor orangtua di rumah juga sangat berpengaruh, misal di sekolah sudah diajarkan untuk
membuang sampah di tempatnya tetapi kalo di rumah tidak dibiasakan ya kurang maksimal.” transkrip
wawancara 4 Juni 2015 Dalam percakapan tersebut dijelaskan bahwa hambatan yang
berasal dari dalam diri siswa yakni siswa sulit dikondisikan sehingga dalam pembiasaannya harus benar-benar diawasi. Pada dasarnya anak
seusia mereka masih membutuhkan teladan-teladan yang baik dari orang- orang disekitarnya. Selain itu, mereka juga butuh bimbingan dan arahan
dari orangtua dan guru. Sedangkan hambatan yang berasal dari orangtua yakni evaluasi tindak lanjut pembiasaan yang sudah dilaksanakan di
sekolah belum tentu di rumah juga dibiasakan. Pernyataan dari ibu LHK ini didukung dengan pernyataan kepala
sekolah dalam wawancaranya seperti berikut. Peneliti :
“Apa kendala
yang dihadapi
dalam pengimplementasian nilai tanggung jawab?”
Informan : “Yang utama adalah orang tua, bagaimana menindaklanjuti evaluasi perilaku yang sudah
ditanamkan di sekolah agar ditanamkan juga di rumah. Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian, motivasi dan
dukungan dari orang tua itu sendiri mbak. Terkadang ada orang tua yang seperti jor-joran seperti itu mbak sama
anaknya. Kurang memperhatikan apa yang di butuhkan sama anak gitu mbak.” transkrip wawancara 6 Juni
2015
78
Dalam wawancaranya kepala sekolah menyatakan bahwa kendala yang utama dalam implementasi nilai tanggung jawab ini yaitu orangtua.
Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian, dukungan dan motivasi orangtua terhadap anaknya. Orangtua terkadang tidak berkoordinasi dengan guru
untuk memantau bagaimana perkembangan anaknya. Mereka membiarkan anaknya, tidak begitu memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh anak.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara hambatan yang dialami guru dalam mengimplementasikan nilai tanggung jawab adalah
penggunaan media pembelajaran yang kurang optimal, pengondisian kelas dan orangtua.