Karakteristik Butir Soal Kontruksi Tes Hasil Belajar

b. Instrumen skor non diskrit Instrumen skor non diskrit adalah instrumen pengukuran yang dalam sistem skoringnya bukan 1 dan 0 satu dan nol, tetapi bersifat gradual, yaitu ada penjenjangan skor, mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah. Hal ini biasanya terdapat pada instrumen tes bentuk uraian dan pilihan ganda, dan instrumen non tes bentuk angket dengan skala likert dan skala lanjutan rating scale.

c. Karakteristik Butir Soal

1. Daya Pembeda Menurut Masidjo 1995: 196 daya beda adalah taraf sampai dimana jumlah jawaban benar dari siswa yang tergolong kelompok atas berbeda dari siswa yang tergolong kelompok bawah untuk suatu item. Suwarto 2013: 108 mengemukakan bahwa daya pembeda suatu butir tes berfungsi untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu. Tujuan dari pengujian daya pembeda untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Daya pembeda menurut Sudjana 2009: 141 dapat mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong memiliki prestasi tinggi dengan siswa yang tergolong memiliki prestasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI rendah. Soal tes yang diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah. Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, apabila diujikan kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran hasil yang sesuai dengan kemampuan siswa yang sebenarnya. Berdasarkan ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda adalah kemampuan suatu tes untuk membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan rendah. Cara menghitung daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti dalam analisis tingkat kesukaran soal. Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain Sudjana, 2009: 144. 2. Tingkat kesukaran Arikunto 2009: 207 berpendapat bahwa tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya soal. Semakin tinggi tingkat kesukaran butir soal maka soal semakin mudah. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar. Tingkat kesukaran soal hendaknya memiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keseimbangan yang yang proporsional yaitu soal-soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar Sulistyorini, 2009: 173. Sudjana 2009: 135 memaparkan bahwa tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Perbandingan antara soal mudah-sedang- sukar bisa dibuat 3-4-3. Artinya, 30 soal kategori mudah, 40 soal kategori sedang, dan 30 soal kategori sukar. Perbandingan lain yang sejenis dengan proporsi diatas misalnya 3-5-3. Artinya, 30 soal kategori mudah, 50 kategori sedang, dan 20 soal kategori sukar. Berdasarkan pendapat tiga ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran soal adalah bilangan-bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya soal. Soal yang baik harus memenuhi kriteria mudah, sedang dan sukar, bukan dilihat dari guru yang membuatnya tetapi dilihat saat melakukan analisis tingkat kesukaran siswa. 3. Analisis pengecoh Pengecoh adalah pilihan yang bukan merupakan kunci jawaban. Misalnya, pada soal objektif pilihan ganda dengan empat pilihan a, b, c, d dan kunci jawabannya adalah c maka a, b, d merupakan pengecoh Purwanto, 2009: 75. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Arikunto 2012: 233 mengemukakan bahwa pengecoh dapat berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi peserta tes yang kurang memahami materi. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengecoh adalah pilihan jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban yang berfungsi sebagai penyesat jawaban.

3. Pengembangan Tes Hasil Belajar

Dokumen yang terkait

Pengembangan tes hasil belajar matematika kompetensi dasar melakukan pengukuran sudut untuk siswa kelas V Sekolah Dasar.

0 1 283

Pengembangan tes hasil belajar Matematika kompetensi dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB untuk siswa kelas V Sekolah Dasar tahun pelajaran 2016/2017.

0 1 276

Pengembangan tes hasil belajar matematika kompetensi dasar Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar.

0 7 269

Pengembangan tes hasil belajar Matematika kompetensi dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB untuk siswa kelas V sekolah dasar.

0 0 200

Pengembangan tes hasil belajar matematika kompetensi dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB untuk siswa kelas V Sekolah Dasar

0 4 279

Pengembangan tes hasil belajar matematika kompetensi dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB untuk siswa kelas V Sekolah Dasar

0 2 277

Pengembangan tes hasil belajar matematika kompetensi dasar melakukan pengukuran sudut untuk siswa kelas V Sekolah Dasar

0 1 281

Pengembangan tes hasil belajar Matematika kompetensi dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB untuk siswa kelas V Sekolah Dasar tahun pelajaran 2016 2017

0 10 273

Pengembangan tes hasil belajar matematika kompetensi dasar Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan KPK dan FPB untuk Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

0 0 267

Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB

0 11 22