Kawasan Konservasi dan Fungsinya
16
I stilah ”kawasan konservasi” yang digunakan dalam tulisan ini merujuk
pada “kawasan pelestarian alam” yang tercantum dalam Undang-undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan
Undang-undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Berdasarkan Undang- undang tersebut dapat dibuat batasan bahwa kawasan konservasi adalah kawasan
yang ditetapkan oleh pemerintah untuk memelihara proses alami antara unsur hayati dan non hayati yang merupakan sistem penyangga kehidupan.
Kawasan konservasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1 kawasan pelestarian alam dan 2 kawasan suaka alam. Secara detail pembagian tersebut
berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 bisa dijelaskan sebagai berikut.
1. Kawasan Suaka Alam, merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan suaka alam ada dua macam
yaitu 1 Cagar Alam dan 2 Suaka Margasatwa yang biasanya lebih ditujukan untuk perlindungan satwa.
2. Kawasan Pelestarian Alam, merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan
pelestarian alam ada tiga macam yaitu: 1 Taman Nasional; 2 Taman Hutan Raya; dan 3 Taman Wisata Alam.
Ketentuan mengenai kawasan konservasi cukup detil dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, tetapi beberapa peraturan perundang-
undangan lain membuat klasifikasi atau istilah yang berbeda. Hal tersebut misalnya terlihat dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 yang
menggunakan istilah ”kawasan lindung” dan membaginya dalam 4 jenis yaitu: 1 Kawasan yang memberikan perlindungan di bawahnya; 2 Kawasan
perlindungan setempat; 3 Kawasan rawan bencana alam; dan 4 Kawasan suaka alam dan cagar budaya. Undang-Undang No 41 tahun 1999 menggunakan istilah
17 ”kawasan hutan konservasi” yang dibagi dalam tiga jenis kawasan yaitu: hutan
suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Undang-Undang No 24 Tahun 1994 mengenai Penataan Ruang membagi tiga jenis kawasan yaitu 1
Kawasan Lindung; 2 Kawasan Budidaya; dan 3 Kawasan dengan Peruntukan Khusus.
Perbedaan-perbedaan istilah dan definisi tersebut terkadang menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan sebab setiap istilah didukung oleh dasar argumen
yang kuat dan implementasinya biasanya dilakukan oleh sektor yang berbeda. Beberapa upaya harmonisasi antar sektor terus dilakukan sehingga dalam
beberapa level pemangku kepentingan misalnya di nasional, daerah, atau tingkat program dapat terjadi kompromi.
Tujuan pengelolaan kawasan konservasi diturunkan dari kriteria fungsi kawasan yang terdapat dalam Undang-Undang No 5. Tahun 1990 yaitu sebagai
pelindung sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan secara lestari. Tujuan pengelolaan kawasan konservasi tersebut
adalah: 1. Terwujudnya kegiatan pengelolaan kawasan konservasi dan potensi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berazaskan kelestarian. 2. Terjaganya fungsi kawasan konservasi yang optimal bagi kemakmuran
masyarakat di dalam dan di sekitarnya, 3. Terkendalinya keseimbangan populasi flora dan fauna hidupan liar dan proses-
proses alami di dalam maupun di luar kawasan konservasi. 4. Terkendalinya pemanfaatan flora dan fauna hidupan liar, jasa wisata alam dan
lingkungan secara bijaksana dan berkelanjutan untuk kepentingan pembangunan dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan konservasi.
5. Terwujudnya pola kemitraan dalam pembangunan dan pengelolaan kawasan konservasi dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
yang terdapat di dalam kawasan konservasi.
18
Selama sepuluh tahun terakhir terjadi perubahan besar-besaran dalam paradigma pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini antara lain dipicu oleh
munculnya issu pengelolaan yang baru maupun penemuan-penemuan ilmiah berkaitan dengan sifat biosfisik seperti perubahan iklim. Perubahan tersebut
terjadi di semua tingkat pengelolaan, internasional, regional, nasional, dan daerah Komite Nasional Pengelolaan Lahan Basah 2004.
Perbedaan-perbedaan istilah dan definisi tersebut menjadi kendala tersendiri dalam pengelolaan sebab setiap istilah didukung oleh dasar argumen yang kuat
dan implementasinya biasanya dilakukan oleh sektor yang berbeda. Beberapa upaya harmonisasi antar sektor terus dilakukan sehingga dalam beberapa level
pemangku kepentingan misalnya di nasional, daerah, atau tingkat program dapat terjadi kompromi.