BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dia dilahirkan di dunia. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, oleh
karena dengan pemenuhan kebutuhan tersebut dia akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa berhubungan dengan manusia lain manusia tidak akan dapat bertahan untuk
hidup. Hubungan timbal balik di antara manusia disebut juga sebagai interaksi sosial. Interaksi sosial adalah dasar dari proses sosial, pengertian mana menunjuk pada hubungan-hubungan
sosial yang dinamis. Di dalam masyarakat pada umumnya, secara empiris dapat diamati individu yang sedang
bertindak dan berinteraksi satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi antar individu berlangsung dalam berbagai situasi yang beraneka ragam dan pada tingkat kedalaman hubungan
yang bervariasi. Variasi hubungan antar individu mulai dari hubungan dangkal pertemuan sepintas lalu di tempat umum, hubungan persahabatan, hingga sampai ke ikatan yang intim atau
keluarga. Dengan cara mengenali dan menempatkan hubungan-hubungan individu dari berbagai
situasi dan tingkat kedalamannya, maka dapatlah diklasifikasikan jenis-jenis hubungan sosial. Masing-masing hubungan tersebut memiliki pola-pola dan dinamikanya sendiri-sendiri. Interaksi
sosial tidaklah dibangun melalui kebiasaan yang sangat kaku, akan tetapi tidak pula dibangun melalui tindakan yang asal sembarangan saja. Ada cukup banyak pola-pola dan pengulangan-
Universitas Sumatera Utara
pengulangan yang dapat diamati. Melalui pola-pola itu, memungkinkan melakukan prediksi perilaku sosial dalam situasi seperti biasanya.
Banyak pola interaksi sudah cukup mapan keberadaannya sejak dahulu. Individu-individu mengikuti keteraturan ini dalam rangka menyederhanakan dan memudahkan kehidupan
sosialnya. Pada kenyataannya, banyak pola-pola dikuatkan dengan peraturan-peraturan. Aturan- aturan itu memiliki kuasa legitimasi yang sah untuk mengatur pola-pola hubungan. Kingsley
Davis mengatakan bahwa hubungan sosial itu ditandai dengan adanya norma-norma, status- status, dan tujuan. Hal tersebut meliputi kewajiban timbal balik, status timbal balik, tujuan-
tujuan, dan makna, yang secara timbal balik, di antara dua atau lebih aktor di dalam kontak bersamaan. Ini semua mengacu ke suatu pola interaksi di antara individu-individu Kingsley,
1970:147. Pada masyarakat yang masih tradisional serta homogen, banyak interaksi berlangsung dalam
struktur yang hampir sangat kaku. Akan tetapi pada masyarakat yang kompleks banyak ditemukan pola interaksi yang tidak mapan lagi. Salah satu hubungan sosial dalam hal ini adalah
hubungan antar anggota institusi sosial.. Hubungan sosial ini sangat nyata di dalam masyarakat dan terlihat adanya sifat yang khas dalam hubungan tersebut. Hakikat hidup bermasyarakat
terdiri dari relasi-relasi yang mempertemukan mereka dalam usaha-usaha bersama, seperti beragama, pencarian nafkah, perkawinan dan hidup berkeluarga, pendidikan, rekreasi,
pertahanan. Juga relasi-relasi yang bersifat agak sementara ikut membangun hidup bermasyarakat seperti bertamu, berdemonstrasi, tawar-menawar, makan bersama, dan
sebagainya. Inti yang ditarik dari kehidupan sosial adalah interaksi. Masyarakat merupakan jaringan relasi-relasi hidup yang timbal balik. Yang satu berbicara, yang lain mendengarkan;
yang satu bertanya, yang lain memberi jawaban; yang satu memberi perintah, yang lain menati,
Universitas Sumatera Utara
yang satu berbuat jahat, yang lain membalas dendam; yang satu mengundang, yang lain datang. Selalu tampak bahwa orang saling pengaruh-mempengaruhi. Tiap-tiap individu mencoba
meramalkan apa yang akan dilakukan oleh orang lain, serta mencoba menyesuaikan kelakuannya dengan orang lain. Pola saling menyesuaikan ini lama-kelamaan akan menjadi norma yang
diterima oleh individu-individu berkenan untuk menentukan keadaan interaksi mereka. Pada situasi itu, hubungan terbangun dalam situasi tatap muka. Berger mengatakan bahwa
dalam situasi tatap muka individu yang berinteraksi dihadirkan dalam suati tindakan sekarang. Pada kesempatan itu, individu terus-menerus saling bersentuhan sehingga mengakibatkan
adanya pertukaran terus-menerus antara penampilan yang satu dengan lainnya Berger, 1990:41. Salah satu hubungan sosial yang dapat ditemukan di dalam masyarakat adalah interaksi
antar anggota institusi agama jemaat, ini secara pasti berlangsung pada tingkat mikro. Pola hubungan antar anggota jemaat berlangsung sangat lama. Status jemaat bukanlah independen,
jemaat adalah status yang diwujudkan pada diri seseorang ketika seseorang menjalin hubungan dengan gerejanya. Bila ia memutuskan mengikuti kegiatan gereja dan berada pada tanggung
jawab gerejanya orang itu dinamakan jemaat serta menjalankan peran jemaat. Antar anggota jemaat dapat dibina hubungan yang sempurna, dan dalam hubungan yang sempurna itu semua
pihak dapat berperan dan berinteraksi secara aktif dan saling mempengaruhi Lumenta, 1989:72. Penampilan anggota jemaat dipengaruhi oleh tipe peran yang seharusnya. Dalam
berinteraksi tatap muka, individu menggunakan skema-skema tipifikasi. Melalui tipifikasi ini, individu dapat memahami orang lain. Skema tipifikasi ini mempengaruhi interaksi, cara
berespon dan subjektivitasnya. Skema tipifikasi antar anggota jemaat tidak lepas dari pengaruh budaya dan struktur sosial yang lebih luas. Dengan demikian determinan keagamaan meliputi
pula faktor-faktor sosial dan budaya. Pengertian keagamaan tidak hanya melibatkan aspek agama
Universitas Sumatera Utara
melulu, melainkan di dalam ruang lingkupnya tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek luar itu yang meliputi aspek sosial, aspek budaya, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan lain-lain.
Aspek sosial dari keagamaan meliputi kebiasaan, norma-norma sosial, interaksi sosial, status sosial, lembaga-lembaga sosial, dan lain-lain.
Hubungan antar jemaat seyogyanya memperlihatkan adanya saling memperhatikan, bantu- membantu antara satu dengan yang lainnya. Hubungan antar jemaat yang baik juga tercermin
dari kebersamaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan bersama, baik itu kegiatan ibadah maupun kegiatan di luar ibadah. Karena dari seringnya melakukan kegiatan bersama daat meningkatkan
keakraban antar anggota jemaat dan tidak merasa saling asing antara yang satu terhadap yang lainnya, sehingga dapat memungkinkan terciptanya suatu komunitas yang harmonis dan
berkesinambungan. Dengan mengamati dan menggambarkan pola interaksi antar jemaat, penulis akan
menjelaskan bagaimana keteraturan dalam interaksi itu terwujud. Selanjutnya akan diungkapkan bagaimana norma-norma atau aturan dalam proses interaksi itu mengatur proses interaksi itu, dan
bagaimana aturan-aturan itu diterapkan. Dalam penelitian ini akan diketahui pula bagaimana kondisi kemapanan dari pola interaksi itu sendiri.
Salah satu institusi agama yang terdapat di Kota Medan adalah Gereja HKBP Pabrik Tenun. Hasil observasi sementara penulis interaksi sosial sesama anggota jemaat frekuensinya cukup
tinggi, fakta ini dapat dilihat dari aktifitas kegiatan yang dilaksanakan di institusi tersebut. Hal inilah yang menarik bagi peneliti ingin mengetahui seperti apakah pola interaksi yang terjadi di
dalam institusi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah