Pola Interaksi Antar Jemaat (Studi Deskriptif pada Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

POLA INTERAKSI ANTAR JEMAAT

(Studi Deskriptif pada Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

DEVY JUWITA LESTARI 020901050

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Devy Juwita Lestari

NIM : 020901050 Departemen : Sosiologi

Judul : Pola Interaksi Antar Jemaat

(Studi Deskriptif pada Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan)

Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi

Dra. Ria Manurung, M.Si Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP. 131 837 031 NIP. 131 996 175 Dekan FISIP

Prof. Dr. Arif Nasution, MA NIP. 131 757 010


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa atas limpahan berkat dan karunia yang begitu besar untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Segala hormat dan kemuliaan bagiNya penulis persembahkan karena hanya berkat bimbingan tanganNyalah maka penulis dapat merangkai kata demi kata sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Dengan ketulusan hati skripsi ini dipersembahkan kepada kedua orangtua tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang yang tiada henti kepada penulis mulai dari kecil hingga saat ini. Terimakasih juga kepada adik-adikku yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berjudul “Pola Interaksi Antar Jemaat (Studi Deskriptif pada Gereje HKBP Pabrik Tenun Medan)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dukungan dari semua pihak sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik itu berupa moril maupun materil. Dengan segala kerendahan hati, ijinkanlah penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang dalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

1. Bapak Prof. Dr.Arif Nasution, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Ibu Dra. Rosmiani, M.A, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi.

4. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si, sebagai dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu, tenaga, dan ide-ide beliau untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Segenap dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang berharga kepada penulis.

6. Terimakasih juga buat Kak Peny, Kak Nurbaiti, Kak Absah, yang selama masa perkuliahan telah membantu penulis dalam kelancaran proses administrasi.

7. Pendeta Julasber Silaban S.Th, selaku Pendeta Resort di Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan, terimakasih atas bimbingan dan masukan-masukan berharga yang telah diberikan kepada penulis.

8. Para warga jemaat di Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan yang telah meluangkan waktunya memberi bantuan kepada penulis dalam mengumpulkan data untuk skripsi ini. 9. Rupina Pasaribu, ompung boruku yang terkasih, terimakasih banyak untuk semua

perhatian, doa, dan pengorbanan yang telah ompung berikan selama ini.

10.Kalvin Ginting S.H., sebagai seseorang yang sangat berarti di hati penulis, yang telah banyak berkorban waktu dan tenaga dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Aku yakin setiap suka dan duka yang kita alami akan semakin mempererat cinta kasih di antara kita.

11.Grace Manalu, adik sepupuku yang tak seberapa (hehe…), yang udah nemenin kk nyebar & ngutip angket, ampe qta kena ujan malam2, juga udah bantuin ngitung persentasenya. Kamsia ya, mbah…


(5)

12.Miranti Aritonang, teman sekamar yang udah aq anggap spt adik sendiri, makasi bwt hari2 qta di kos (teruskan perjuanganmu, nak…!).

13.Rekan-rekan Sosiologi ’02; Mona, Roy, Haru, Juni, Deddy, Martha, Fatma, Rico, Alhamdy, Natalia, Eka, Intan, serta semua rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

14.Adik-adik juniorku; Ferdinan, Tuince, Nova, Andrian, Gorenti, Yeni, Devi, Ayu, dan yang lainnya, terimakasih buat bantuan dan kerjasamanya selama kita kuliah bersama. 15.Akhirnya, kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu,

terimakasih banyak atas bantuannya. Tuhan memberkati.

Medan, Desember 2008


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR TABEL………... viii

ABSTRAKSI……… ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah……… 1

1.2.Perumusan Masalah………... 5

1.3.Tujuan Penelitian……… 5

1.4.Manfaat Penelitian………. 5

1.5.Definisi Konsep………. 6

1.6.Definisi Operasional……….. 7

BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Interaksi Sosial……….. 9

2.2. Faktor-faktor dan Ciri-ciri Interaksi……….. 14

2.3. Norma dan Aturan dalam Interaksi………... 16

2.4. Institusi di Bidang Agama………. 20

2.4.1. Pengertian Agama……….. 20

2.4.2. Fungsi Agama……… 23


(7)

2.4.4. Agama dan Institusi Lainnya dalam Masyarakat………. 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian……… 28

3.2. Lokasi Penelitian………. 28

3.3. Populasi dan Sampel……… 28

3.3.1. Populasi………. 28

3.3.2. Sampel………... 29

3.4. Teknik Pengumpulan Data……… 29

3.5. Teknik Analisa Data………. 30

3.6. Jadwal Kegiatan……… 30

3.7. Keterbatasan Penelitian……… 31

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 32

4.1.1. Sejarah Berdirinya Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan……… 32

4.1.2. Gambaran Aktifitas Gereja……… 33

4.1.3. Gambaran Organ Pelayanan di Jemaat……… 35

4.1.3.1. Dewan Koinonia……….. 36

4.1.3.2. Dewan Marturia……… 40

4.1.3.3. Dewan Diakonia……… 41

4.1.4. Gambaran Penyebaran Anggota Komunitas Gereja……… 44


(8)

4.2. Karakteristik Responden………... 48

4.2.1. Gambaran Jenis Kelamin dan Status Perkawinan………. 48

4.2.2. Gambaran Usia Responden………... 49

4.2.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden……….. 50

4.2.4. Gambaran Profesi/Pekerjaan Responden………. 51

4.3. Aktifitas/Kegiatan Jemaat……… 52

4.3.1. Gambaran Kegiatan Ibadah……….. 52

4.3.2. Gambaran kegiatan Koinonia……… 54

4.3.3. Gambaan Kegiatan Marturia………. 55

4.3.4. Gambaran Kegiatan Diakonia……… 57

4.4. Bentuk/Pola Interaksi Jemaat………... 60

4.4.1. Gambaan Bentuk Asosiatif………... 60

4.4.2. Gambaran Bentuk Disosiatif……… 63

4.5. Norma/Peraturan yang Mengatur Jemaat……… 64

4.5.1. Gambaran Pengenalan Jemaat tentang Adanya Norma……… 64

4.5.2. Gambaran Pengenalan Jemaat tentang Adanya Sanksi……… 65

4.5.3. Gambaran Kepatuhan Jemaat terhadap Norma/Peraturan……… 66

4.5.4. Gambaran Pelanggaran Jemaat terhadap Norma/Peraturan………. 68

4.5.5. Gambaran Implementasi/Efektifitas Norma/Peraturan……… 68

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan………. 70


(9)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 4.1. Gambaran Jenis Kelamin dan Status Perkawinan Responden……….. 48

Tabel 4.2. Gambaran Usia Responden……… 49

Tabel 4.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden……… 50

Tabel 4.4. Gambaran Profesi/Pekerjaan Responden……….. 51

Tabel 4.5. Kegiatan Ibadah Jemaat………. 52

Tabel 4.6. Kegiatan Koinonia Jemaat……… 54

Tabel 4.7. Kegiatan Marturia Jemaat………. 55

Tabel 4.8. Kegiatan Diakonia Jemaat……… 58

Tabel 4.9. Bentuk/Proses Asosiatif pada Jemaat……… 61

Tabel 4.10. Bentuk/Proses Disosiatif pada Jemaat………. 63

Tabel 4.11. Pengenalan/Pengetahuan Jemaat tentang Norma/Peraturan……… 64

Tabel 4.12. Pengenalan/Pengetahuan Jemaat tentang Sanksi………. 65

Tabel 4.13. Kepatuhan Jemaat terhadap Norma/Peraturan……… 66

Tabel 4.14. Pelanggaran Jemaat terhadap Norma/Peraturan………. 68


(11)

ABSTRAKSI

Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dia dilahirkan di dunia. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, oleh karena dengan pemenuhan kebutuhan tersebut dia akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa berhubungan dengan manusia lain manusia tidak akan dapat bertahan untuk hidup. Hubungan timbal balik di antara manusia disebut juga sebagai interaksi sosial. Interaksi sosial adalah dasar dari proses sosial, pengertian mana menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Salah satu hubungan sosial yang dapat ditemukan di dalam masyarakat adalah interaksi antar anggota institusi agama (jemaat), ini secara pasti berlangsung pada tingkat mikro. Pola hubungan antar anggota jemaat berlangsung sangat lama.

Skripsi ini berjudul “Pola Interaksi Antar Jemaat” yang mengambil lokasi di Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang masuk dianalisa dengan menggunakan teknik persentase. Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa interaksi yang terjadi antar jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan berlangsung secara baik, terbukti dari lebih banyaknya proses asosiatif yang terjadi dibandingkan dengan proses disosiatif. Anggota jemaat juga cukup aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh gereja, baik itu kegiatan ibadah, maupun kegiatan di luar ibadah.

Norma dan aturan yang mengatur anggota jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun dapat dikatakan sudah efektif dalam menjalankan fungsinya mengatur keteraturan interaksi antar jemaat. Hal ini terbukti dari sangat sedikitnya terjadi pelanggaran terhadap norma/peraturan tersebut. Meskipun didapati ada sebagian kecil responden yang kurang mengetahui tentang adanya norma/peraturan tersebut. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang lebih baik oleh pihak gereja sehingga seluruh anggota jemaat dapat mengetahui dan memahami setiap norma/peraturan yang ada di gereja. Dengan demikian diharapkan interaksi yang terjadi antar anggota jemaat dapat terus berjalan dengan baik.


(12)

ABSTRAKSI

Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dia dilahirkan di dunia. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, oleh karena dengan pemenuhan kebutuhan tersebut dia akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa berhubungan dengan manusia lain manusia tidak akan dapat bertahan untuk hidup. Hubungan timbal balik di antara manusia disebut juga sebagai interaksi sosial. Interaksi sosial adalah dasar dari proses sosial, pengertian mana menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Salah satu hubungan sosial yang dapat ditemukan di dalam masyarakat adalah interaksi antar anggota institusi agama (jemaat), ini secara pasti berlangsung pada tingkat mikro. Pola hubungan antar anggota jemaat berlangsung sangat lama.

Skripsi ini berjudul “Pola Interaksi Antar Jemaat” yang mengambil lokasi di Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang masuk dianalisa dengan menggunakan teknik persentase. Dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat bahwa interaksi yang terjadi antar jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan berlangsung secara baik, terbukti dari lebih banyaknya proses asosiatif yang terjadi dibandingkan dengan proses disosiatif. Anggota jemaat juga cukup aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan oleh gereja, baik itu kegiatan ibadah, maupun kegiatan di luar ibadah.

Norma dan aturan yang mengatur anggota jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun dapat dikatakan sudah efektif dalam menjalankan fungsinya mengatur keteraturan interaksi antar jemaat. Hal ini terbukti dari sangat sedikitnya terjadi pelanggaran terhadap norma/peraturan tersebut. Meskipun didapati ada sebagian kecil responden yang kurang mengetahui tentang adanya norma/peraturan tersebut. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang lebih baik oleh pihak gereja sehingga seluruh anggota jemaat dapat mengetahui dan memahami setiap norma/peraturan yang ada di gereja. Dengan demikian diharapkan interaksi yang terjadi antar anggota jemaat dapat terus berjalan dengan baik.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Manusia telah mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesamanya semenjak dia dilahirkan di dunia. Hubungan dengan sesamanya merupakan suatu kebutuhan bagi setiap manusia, oleh karena dengan pemenuhan kebutuhan tersebut dia akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tanpa berhubungan dengan manusia lain manusia tidak akan dapat bertahan untuk hidup. Hubungan timbal balik di antara manusia disebut juga sebagai interaksi sosial. Interaksi sosial adalah dasar dari proses sosial, pengertian mana menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Di dalam masyarakat pada umumnya, secara empiris dapat diamati individu yang sedang bertindak dan berinteraksi satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi antar individu berlangsung dalam berbagai situasi yang beraneka ragam dan pada tingkat kedalaman hubungan yang bervariasi. Variasi hubungan antar individu mulai dari hubungan dangkal pertemuan sepintas lalu di tempat umum, hubungan persahabatan, hingga sampai ke ikatan yang intim atau keluarga.

Dengan cara mengenali dan menempatkan hubungan-hubungan individu dari berbagai situasi dan tingkat kedalamannya, maka dapatlah diklasifikasikan jenis-jenis hubungan sosial. Masing-masing hubungan tersebut memiliki pola-pola dan dinamikanya sendiri-sendiri. Interaksi sosial tidaklah dibangun melalui kebiasaan yang sangat kaku, akan tetapi tidak pula dibangun melalui tindakan yang asal sembarangan saja. Ada cukup banyak pola-pola dan


(14)

pengulangan-pengulangan yang dapat diamati. Melalui pola-pola itu, memungkinkan melakukan prediksi perilaku sosial dalam situasi seperti biasanya.

Banyak pola interaksi sudah cukup mapan keberadaannya sejak dahulu. Individu-individu mengikuti keteraturan ini dalam rangka menyederhanakan dan memudahkan kehidupan sosialnya. Pada kenyataannya, banyak pola-pola dikuatkan dengan peraturan-peraturan. Aturan-aturan itu memiliki kuasa legitimasi yang sah untuk mengatur pola-pola hubungan. Kingsley Davis mengatakan bahwa hubungan sosial itu ditandai dengan adanya norma-norma, status-status, dan tujuan. Hal tersebut meliputi kewajiban timbal balik, status timbal balik, tujuan-tujuan, dan makna, yang secara timbal balik, di antara dua atau lebih aktor di dalam kontak bersamaan. Ini semua mengacu ke suatu pola interaksi di antara individu-individu (Kingsley, 1970:147).

Pada masyarakat yang masih tradisional serta homogen, banyak interaksi berlangsung dalam struktur yang hampir sangat kaku. Akan tetapi pada masyarakat yang kompleks banyak ditemukan pola interaksi yang tidak mapan lagi. Salah satu hubungan sosial dalam hal ini adalah hubungan antar anggota institusi sosial.. Hubungan sosial ini sangat nyata di dalam masyarakat dan terlihat adanya sifat yang khas dalam hubungan tersebut. Hakikat hidup bermasyarakat terdiri dari relasi-relasi yang mempertemukan mereka dalam usaha-usaha bersama, seperti beragama, pencarian nafkah, perkawinan dan hidup berkeluarga, pendidikan, rekreasi, pertahanan. Juga relasi-relasi yang bersifat agak sementara ikut membangun hidup bermasyarakat seperti bertamu, berdemonstrasi, tawar-menawar, makan bersama, dan sebagainya. Inti yang ditarik dari kehidupan sosial adalah interaksi. Masyarakat merupakan jaringan relasi-relasi hidup yang timbal balik. Yang satu berbicara, yang lain mendengarkan; yang satu bertanya, yang lain memberi jawaban; yang satu memberi perintah, yang lain menati,


(15)

yang satu berbuat jahat, yang lain membalas dendam; yang satu mengundang, yang lain datang. Selalu tampak bahwa orang saling pengaruh-mempengaruhi. Tiap-tiap individu mencoba meramalkan apa yang akan dilakukan oleh orang lain, serta mencoba menyesuaikan kelakuannya dengan orang lain. Pola saling menyesuaikan ini lama-kelamaan akan menjadi norma yang diterima oleh individu-individu berkenan untuk menentukan keadaan interaksi mereka.

Pada situasi itu, hubungan terbangun dalam situasi tatap muka. Berger mengatakan bahwa dalam situasi tatap muka individu yang berinteraksi dihadirkan dalam suati tindakan sekarang. Pada kesempatan itu, individu terus-menerus saling bersentuhan sehingga mengakibatkan adanya pertukaran terus-menerus antara penampilan yang satu dengan lainnya (Berger, 1990:41).

Salah satu hubungan sosial yang dapat ditemukan di dalam masyarakat adalah interaksi antar anggota institusi agama (jemaat), ini secara pasti berlangsung pada tingkat mikro. Pola hubungan antar anggota jemaat berlangsung sangat lama. Status jemaat bukanlah independen, jemaat adalah status yang diwujudkan pada diri seseorang ketika seseorang menjalin hubungan dengan gerejanya. Bila ia memutuskan mengikuti kegiatan gereja dan berada pada tanggung jawab gerejanya orang itu dinamakan jemaat serta menjalankan peran jemaat. Antar anggota jemaat dapat dibina hubungan yang sempurna, dan dalam hubungan yang sempurna itu semua pihak dapat berperan dan berinteraksi secara aktif dan saling mempengaruhi (Lumenta, 1989:72).

Penampilan anggota jemaat dipengaruhi oleh tipe peran yang seharusnya. Dalam berinteraksi tatap muka, individu menggunakan skema-skema tipifikasi. Melalui tipifikasi ini, individu dapat memahami orang lain. Skema tipifikasi ini mempengaruhi interaksi, cara berespon dan subjektivitasnya. Skema tipifikasi antar anggota jemaat tidak lepas dari pengaruh budaya dan struktur sosial yang lebih luas. Dengan demikian determinan keagamaan meliputi pula faktor-faktor sosial dan budaya. Pengertian keagamaan tidak hanya melibatkan aspek agama


(16)

melulu, melainkan di dalam ruang lingkupnya tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek luar itu yang meliputi aspek sosial, aspek budaya, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan lain-lain. Aspek sosial dari keagamaan meliputi kebiasaan, norma-norma sosial, interaksi sosial, status sosial, lembaga-lembaga sosial, dan lain-lain.

Hubungan antar jemaat seyogyanya memperlihatkan adanya saling memperhatikan, bantu-membantu antara satu dengan yang lainnya. Hubungan antar jemaat yang baik juga tercermin dari kebersamaan dalam melakukan kegiatan-kegiatan bersama, baik itu kegiatan ibadah maupun kegiatan di luar ibadah. Karena dari seringnya melakukan kegiatan bersama daat meningkatkan keakraban antar anggota jemaat dan tidak merasa saling asing antara yang satu terhadap yang lainnya, sehingga dapat memungkinkan terciptanya suatu komunitas yang harmonis dan berkesinambungan.

Dengan mengamati dan menggambarkan pola interaksi antar jemaat, penulis akan menjelaskan bagaimana keteraturan dalam interaksi itu terwujud. Selanjutnya akan diungkapkan bagaimana norma-norma atau aturan dalam proses interaksi itu mengatur proses interaksi itu, dan bagaimana aturan-aturan itu diterapkan. Dalam penelitian ini akan diketahui pula bagaimana kondisi kemapanan dari pola interaksi itu sendiri.

Salah satu institusi agama yang terdapat di Kota Medan adalah Gereja HKBP Pabrik Tenun. Hasil observasi sementara penulis interaksi sosial sesama anggota jemaat frekuensinya cukup tinggi, fakta ini dapat dilihat dari aktifitas kegiatan yang dilaksanakan di institusi tersebut. Hal inilah yang menarik bagi peneliti ingin mengetahui seperti apakah pola interaksi yang terjadi di dalam institusi tersebut.


(17)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka ditentukanlah rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah gambaran pola interaksi yang terbentuk antar jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan?

2. Bagaimanakah norma dan aturan yang berlaku mengatur keteraturan hubungan antar jemaat?

3. Bagaimanakah kondisi kemapanan pola hubungan antar jemaat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menggambarkan pola interaksi antar jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan.

2. Untuk mengetahui bagaimana norma dan aturan yang ada mengatur proses interaksi antar jemaat.

3. Untuk mengetahui kondisi kemapanan dari pola interaksi antar jemaat.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

- Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

- Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya akan dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi.


(18)

- Untuk menambah literature mengenai aspek interaksi dan jemaat gereja.

- Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

- Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam melihat realita kehidupan jemaat gereja, sehingga dapat diambil tindakan guna menjaga keharmonisan hubungan antar jemaat.

- Data yang diperoleh nantinya dapat dimanfaatkan bagi pihak yang berkompeten dalam membuat program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang jemaat gereja.

1.5. Definisi Konsep

Definisi konsep dimaksudkan untuk mempermudah pengertian terhadap fenomea yang ada sehingga dapat dijadika panduan. Berikut ini adalah beberapa konsep penting dalam penelitian ini:

a) Interaksi adalah tindakan yang merangsang atau dirangsang oleh tindakan orang lain serta menjadi hubungan bermakna timbal balik. Hubungan timbal balik ini terjadi pada tingkat individu, tingkat kelompok atau campuran dari keduanya.

b) Pola interaksi adalah bentuk atau model interaksi antara individu pada berbagai situasi tertentu. Pada pola interaksi akan terlihat adanya perulangan dan keteraturan tindakan-tindakan individu. Dalam pola interaksi ini meliputi pula norma-norma, status-status dan tujuan. Hal tersebut meliputi kewajiban timbal balik, status timbal


(19)

balik dan yang lain yang secara timbal balik berarti antara dua atau lebih aktor di dalam kontak bersama. Banyak pola interaksi sudah mapan (establish) sejak dahulu. Individu mengikuti pola interaksi dalam rangka mensimplifikasi dan memudahkan kehidupan sosialnya (Perry,1983:69).

c) Jemaat adalah status seseorang yang diperoleh dengan pilihan (achieved status) setelah seseorang memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk memperoleh status tersebut,antara lain dibabtis dan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan di sebuah gereja. Dalam melaksanakan perannya, jemaat melakukan hak dan kewajiban yang melekat pada statusnya sebagai seorang jemaat.

d) Gereja adalah tempat ibadah bagi umat Kristen dan merupakan lembaga keagamaan yang menjalankan ajaran-ajaran Kristen dan memiliki aturan-aturan yang juga berdasarkan pada prinsip kekristenan.

1.6. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1995:46).

Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah:

a) Jemaat, yaitu persekutuan beberapa warga HKBP di suatu tempat tertentu yang dipimpin oleh pimpinan jemaat setempat.

b) Interaksi antar jemaat, yaitu bagaimana sesama anggota jemaat saling berhubungan timbal balik dan bagaimana mereka menjalankan aktifitasnya di gereja tersebut.


(20)

c) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah persatuan orang Kristen dari segala suku dan golongan bangsa Indonesia dan segala bangsa di seluruh dunia yang dibabtis ke dalam nama Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

d) Aturan adalah ketentuan-ketentuan pokok yang mendasar di HKBP. e) Peraturan ketentuan-ketentuan yang dijabarkan dari Aturan HKBP.

f) Aturan Peraturan HKBP yang disingkat menjadi AP HKBP adalah ketentuan-ketentuan pokok yang mendasar dan ketentuan-ketentuan yang dijabarkan dari Aturan di HKBP. g) Dewan koinonia adalah organ pelayanan di tingkat jemaat, yang merencanakan dan

melaksanakan pelayanan untuk memantapkan persekutuan yang sehati, sepikir, dan seperasaan yang mencakup seksi sekolah minggu, seksi remaja, seksi pemuda, seksi perempuan, dan seksi bapak.

h) Dewan marturia adalah organ pelayanan di tingkat jemaat, yang merancanakan dan melaksanakan pekerjaan memberitakan Injil di tengah-tengah jemaat dan masyarakat, yang mencakup seksi pekbaran Injil dan seksi musik.

i) Dewan diakonia adalah organ pelayanan di tingkat jemaat, yang memikirkan dan melaksanakan pelayanan diakonia, meningkatkan pengetahuan dan kesehatan, demikian juga melaksanakan percakapan dan komunikasi dengan masyarakat sekitar maupun pemerintah, yang mencakup seksi diakonia sosial, seksi pendidikan, seksi kesehatan, dan seksi kemasyarakatan.


(21)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Interaksi Sosial

Johnson mengatakan di dalam masyarakat, interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok dan sebaliknya. Interaksi sosial memungkinkan masyarakat berproses sedemikian rupa sehingga membangun suatu pola hubungan. Interaksi sosial dapat pula diandaikan dengan apa yang disebut Weber sebagai tindakan sosial individu yang secara subjektif diarahkan terhadap orang lain (Johnson, 1988: 214).

Menurut Kimball Young, interaksi sosial dapat berlangsung antara:

a. orang-perorangan dengan kelompok atau kelompok dengan orang-perorangan (there may be person to group or group to person relation)

b. kelompok dengan kelompok (there is group to group interaction)

c. orang-perorangan (there is person to person interaction) (Taneko, 1990:112).

Tindakan jemaat sebagai individu yang secara subjektif menurut pemahaman mereka yang bertindak dengan tujuan untuk mengarahkan perilaku individu (jemaat) lain. Interaksi sosial terbangun ketika individu (jemaat) yang dimaksudkan itu membalas tindakannya sehingga terjadilah tindakan sosial yang berbalasan.

Menurut Max Weber, metode yang bisa dipergunakan utuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya sekedar merupakan introspeksi yang cuma bisa digunakan untuk memahami arti subjektif tindakan diri sendiri,


(22)

bukan tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi dan serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu (Johnson, 1986:216).

Max Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. Keempat jenis tindakan sosial itu adalah:

1. Rasionalitas instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.

2. Rasionalitas yang berorientasi nilai. Sifat rasional tindakan jenis ini adalah bahwa alt-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada di dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.

3. Tindakan tradisional. Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperolaeh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.

4. Tindakan afektif. Tipe tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar.

Interaksi sosial yang sesungguhnya terjadi adalah hubungan insan yang bermakna. Melalui hubungan itu berlangsung kontak makna-makna yang diresponi kedua belah pihak. Makna-makna dikomunikasikan dalam simbol-simbol. Misalnya rasa senang akan diungkapkan dengan


(23)

senyum, jabat tangan,dan tindakan positif lainnya sebagai tambahan rangsangan panca indera atau rangsangan pengertian penuh.

Hendro Puspito menyatakan bahwa pada umumnya para ahli sosiologi mengklasifikasikan bentuk dan pola interaksi sosial menjadi dua, yaitu proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan (dissociative processes). Proses sosial yang mengarah menggabungkan ditujukan bagi terwujudnya nilai-nilai yang disebut kebajikan-kebajikan sosial seperti keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses positif. Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilai-nilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan, pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negatif (Hendro 1992: 288).

Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif adalah:

1. Kerja sama, ialah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan bersama guna mencapai tujuan yang sama. Bentuk ini paling umum terdapat di antara masyarakat untuk mencapai dan meningkatkan prestasi material maupun non material.

2. Asimilasi, ialah berasal dari kata latin assimilare yang artinya menjadi sama. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih individu atau kelompok saling menerima pola kelakuan masing-masing sehingga akhirnya menjadi satu kelompok yang terpadu. Mereka memasuki proses baru menuju penciptaan satu pola kebudayaan sebagai landasan tunggal untuk hidup bersama.

3. Akomodasi, berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling menggangu dengan cara mencegah,


(24)

mengurangi atau menghentikan ketegangan yang akan timbul atau yang sudah ada. Akomodasi ada dua bentuk yaitu toleransi dan kompromi. Bila pihak-pihak yang terlibat dalam proses ini bersedia menanggung derita akibat kelemahan yang dibuat masing-masing. Bila masing-masing pihak mau memberikan konsesi kepada pihak lain yang berarti mau melepaskan sebagian tuntutan yang semula dipertahankan sehingga ketegangan menjadi kendor disebut kompromi (Hendro Puspito,1989: 230-236).

Bentuk-bentuk disosiatif terdiri dari:

1. Persaingan, adalah bentuk proses sosial dimana satu atau lebih individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan bersama dengan cara yang lebih cepat dan mutu yang lebih tinggi. Dengan adanya persaingan itu, masyarakat mengadakan seleksi untuk mencapai kemajuan.

2. Penghalang (oposisi), berasal dari bahasa latin opponere yang artinya menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan. Oposisi adalah proses sosial dimana seseorang atau sekelompok orang berusaha menghalangi pihak lain mencapai tujuannya.

3. Konflik, berasal dari bahasa latin confligere yang berarti saling memukul. Konflik berarti suatu proses dimana orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya (ibid, 1989 : 240-247).

Bentuk-bentuk interaksi dapat menguntungkan bila berlangsung dalam perhitungan rasional dan mendatangkan keuntungan bagi yang menjalankannya. Akan tetapi dapat menjadi merugikan bila kerjasama dan persaingan atau pertikaian dijalankan berdasarkan emosional dan


(25)

sentimen yang tidak terkontrol sehingga hasilnya kerap kali membawa kerugian serta kekecewaan (Soemardjan dan Soemardi, 1974:179).

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa interaksi sosial yang berkesinambungan cenderung membentuk keteraturan. Bila hubungan yang terjadi sedemikian rupa didasarkan oleh status dan peranannya maka hubungan itu dinamakan dengan relasi sosial. Hubungan antar jemaat adalah hubungan yang didasarkan pada status dan peranan semua pihak. Dengan demikian hubungan antar jemaat harus menggambarkan ciri yang khas dari relasi sosial.

Ada beberapa ciri relasi sosial sebagaimana yang diungkapkan oleh Hendro Puspito, yaitu: 1. Relasi sosial adalah suatu bentuk hubungan yang berdasarkan status atau kedudukan

sosial masing-masing individu. Mereka melakonkan menurut istilah Gofman peranannya sesuai dengan statusnya dan menjalin hubungan masing-masing, menghormati dan bertindak selaras dengan statusnya. Sebagian besar interaksi sosial di dalam masyarakat berupa relasi sosial yang terjadi di seputar status yang tak terpisahkan dengan peranannya (hak dan kewajiban yang melekat dengan statusnya). 2. Relasi sosial terjadi berdasarkan peranan yang dilakonkan sebagaimana statusnya

yang dipegang setiap orang. Setiap peranan merupakan tempat pertemuan dan pertukaran jasa. Sifat pertukaran dalam relasi ini adalah didasarkan pada reward atau imbalan yang ekstrinsik. Istilah reward ekstrinsik diciptakan oleh Peter M. Blau dan ia membedakannya dengan reward intrinsik. Pembedaan antara pertukaran ekstrinsik dengan intrinsik sejajar dengan pertukaran ekonomi dan pertukaran sosial. Hubungan relasi yang bersifat reward ekstrinsik berfungsi sebagai alat bagi suatu reward lainnya, dan bukan reward demi untuk hubungan itu sendiri. Dalam kasus ini, reward itu dapat dipisahkan dari hubungannya, dan pada prinsipnya dapat diperolah dari


(26)

setiap pasangan pertukaran. Sebaliknya reward intrinsik adalah reward yang berasal dari hubungan itu sendiri. Dalam kasus ini, reward merupakan akibat logis dari suatu hubungan, tanpa adanya negosiasi sebelumnya. Azas pertukaran itu adalah do ut des (saya memberi, saudara harus memberi saya). Kedua belah pihak sama-sama mengeluarkan cost (biaya) dan mengharapkan reward (imbalan) yang profit (menguntungkan) dari setiap hubungan.

3. Dalam pandangan sosiologi, seluruh jalinan interaksi di atas bersifat statis dan pada umumnya tidak menimbulkan konflik yang membahayakan bagi masyarakat. Oleh karenanya pengawasan sosial terhadap relasi sosial semacam itu tidak berlangsung ketat.

2.2. Faktor-faktor dan Ciri-ciri Interaksi

Interaksi sosial mempunyai hubungan terhadap penafsiran sikap dan pengertian sesama individu dan kelompok. Terjadinya proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan yang bergabung. Faktor-faktor dalam interaksi sosial meliputi:

a. Faktor peniruan (imitasi)

Gejala tiru-meniru atau proses imitasi sangat kuat peranannya dalam interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun imitasi dapat bersifat negatif jika yang ditiru adalah sifat yang menyimpang. Selain itu imitasi juga melemahkan/mematikan kreasi seseorang.


(27)

b. Faktor sugesti

Sugesti secara psikologis diartikan sebagai suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik. Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi pandangan atau sikap dari dirinya yang kemudian diterima pihak lain. Hal ini hampir sama dengan imitasi, hanya sugesti terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosinya sehingga menghambat berpikirnya secara rasional.

c. Faktor identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan. Kecenderungan seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi dapat berlangsung secara sadar maupun tidak sadar dan prosesnya tidak saja bersifat lahiriah, tapi juga bersifat batiniah.

d. Faktor simpati

Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan seseorang memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utamanya dengan identifikasi yang didorong oleh suatu keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. (Soedjono, 1982:78)

Charles P. Loomis melihat bahwa ada beberapa ciri-ciri penting dari interaksi sosial, antara lain:

1. Jumlah pelaku lebih dari seorang, bisa dua atau lebih.


(28)

3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang, yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung.

4. Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak sama dengan yang diperkirakan oleh pengamat. (Taneko, 1984:114)

2.3. Norma dan Aturan dalam Interaksi

Norma sosial merupakan kelakuan standar yang dijadikan pegangan oleh anggota suatu perkumpulan atau komunitas dan anggota perkumpulan itu diharapkan akan mematuhinya. Sebagai tingkah laku standar, norma sosial merupakan peraturan yang ditentukan dan disetujui oleh sebagian besar anggota masyarakat mengenai baik tidaknya suatu tingkah laku. Pada umumnya norma sosial merupakan garis panduan bagi anggota masyarakat pada waktu menghadapi suatu keadaan yang tertentu. Penerimaan serta kepatuhan terhadap norma sosial penting untuk mewujudkan perpadua suatu kelompok atau masyarakat. Beberapa norma sosial yang diterima oleh kebanyakan masyarakat adalah larangan terhadap pembunuhan, pencurian, dan perompakan. Tanpa norma sosial kehidupan manusia akan terganggu dan masyarakat menjadi kacau balau. (Ting Chew Peh, 1985:86)

Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang, sampai yang terkuat daya ikatnya. Pada yang terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian, yaitu:

1. Cara (usage); lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat,


(29)

akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi, ada pula yang mengeluarkan bunyi sebagai pertanda rasa kepuasannya menghilangkan kehausan. Dalam cara yang terakhir biasanya dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila cara tersebut dilakukan juga, maka paling banyak orang yang diajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.

2. Kebiasaan (folkways); mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan menghormati orang yang lebih tua merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut. Kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. 3. Tata kelakuan (mores); mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok

manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuannya tersebut.


(30)

4. Adat-istiadat (custom); tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi

custom atau adat-istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat, akan

menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. Suatu contoh, hukum adat yang melarang terjadinya perceraian antar suami-isteri. Suatu perkawinan dinilai sebagai kehidupan bersama yang sifatnya abadi dan hanya dapat terputus apabila salah satu meninggal dunia (cerai mati). Apabila terjadi perceraian, tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, tapi seluruh keluarga dan bahkan seluruh sukunya. Untuk menghilangkan kecemaran tersebut, diperlukan suatu upacara adat khusus yang membutuhkan biaya besar sekali. (Soerjono Soekanto, 2006:174)

Norma-norma tersebut di atas, setelah mengalami suatu proses, pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru utnuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.

Pada kenyataannya, interaksi yang berpola itu meliputi pula hal-hal seperti norma-norma, stauts-status dan tujuan. Selanjutnya meliputi pula kewajiban timbal balik, status timbal balik, tujuan dan makna yang secara timbal balik berarti antara dua atau lebih aktor di dalam kontak yang bersamaan. Dengan demikian suatu interaksi yang dapat dikatakan berpola memiliki beberapa kriteria sebagai berikut:


(31)

Pengulangan yang dilakukan misalnya ucapan selamat atau sapaan setiap kali berjumpa dengan jemaat yang lain.

2. Adanya hubungan berbalasan.

Hubungan yang berbalasan diperlihatkan misalnya dengan saling memenuhi kewajiban masing-masing. Setiap jemaat diwajibkan untuk aktif dalam kegiatan pelayanan di gereja.

3. Adanya norma yang mengatur hubungan itu

Norma maupun aturan yang disepakati bersama oleh suatu kelompok masyarakat, akan memelihara keteraturan hubungan pada masyarakat itu sendiri. Misalnya norma kekristenan dan aturan gereja yang mengatur hubungan antar jemaat.

Pola interaksi senantiasa mengacu pada hubungan yang lebih teratur antara individu-individu dan sekaligus dengan dirinya memperlihatkan bahwa gugusan tindakan-tindakan yang dilakukan tidak dengan asal sembarang saja. Individu mengikuti kebiasaan yang teratur ini dalam rangka menyederhanakan dan memudahkan kehidupan sosialnya. Pastilah membingungkan bagi individu bila ia harus memutuskan tindakan apa yang harus ia lakukan pada situasi yang dihadapinya. Sebenarnya lebih mudah baginya mengikuti pola yang telah tersedia. Pada kenyataannya banyak pola-pola yang dikuatkan oleh peraturan-peraturan. Aturan-aturan itu memiliki kuasa legitimasi yang sah untuk mengatur pola-pola hubungan.

Edward T. Hall mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal ruang, waktu, dan gerak dan sikap tubuh. Hall menyimpulkan bahwa dalam situasi sosial orang cenderung menggunakan empat macam jarak: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Hall pun mencatat bahwa dalam masyarakat berbeda dijumpai penggunaan waktu secara berbeda karena adanya persepsi yang berbeda waktu. Dalam interaksi kita tidak hanya


(32)

memperhatikan apa yang dikatakan orang lain, tapi juga apa yang dilakukannya. Komunikasi non verbal atau bahasa tubuh kita gunakan secara sadar (Edward, 1982).

2.4. Institusi di Bidang Agama 2.4.1. Pengertian Agama

Agama merupakan suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia. Istilah agama yang digunakan di sini merupakan terjemahan dari kata religion; suatu istilah yang ruang lingkupnya lebih luas daripada istilah agama yang digunakan oleh Pemerintah RI, yang hanya mencakup agama yang diakui Pemerintah yaitu agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu, dan Budha. Untuk menghindari kerancuan antara istilah agama yang digunakan Pemerintah dan istilah religion ada ilmuwan sosial kita yang menerjemahkan istilah religion, yang selain agama tersebut di atas meliputi pula animisme, totemisme, Konfusianisme, Judaisme, Taoisme, menjadi istilah religi.

Perhatian terhadap agama telah kita jumpai dalam karya para perintis sosiologi; Durkheim, Weber, Marx. Durkheim terkenal karena definisinya mengenai agama, yaitu:

A religion in a unified system of beliefs and practices relative to sacred things,

that is to say, things set apart and forbidden—beliefs and practices which unite

into one single moral community called a Chruch, all those who adhere to them

(Durkheim, 1966:62)

Dari definisi ini kita dapat melihat bahwa bagi Durkheim agama ialah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, dan bahwa kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat. Perlu ditambahkan di sini bahwa menurut


(33)

Durkheim semua kepercayaan agama mengenal pembagian semua benda yang ada di bumi ini, baik yang berwujud nyata maupun berwujud ideal, ke dalam dua kelompok yang saling bertentangan, yaitu hal yang bersifat profane dan hal yang bersifat suci (sacred).

Definisi sangat luas ini mencerminkan kesulitan yang dihadapi Durkheim—dan juga para ahli sosiologi sesudahnya—untuk mendefinisikan agama. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Giddens, agama lebih luas daripada monotheisme (kepercayaan pada satu Tuhan) dan mencakup pula politheisme; ada agama yang tidak menetapkan aturan moral pada umatnya; ada agama yang tidak menjelaskan asal-usul alam semesta; dan ada agama yang tidak mengenal kekuatan Adikodrati.

Kita perlu pula memperhatikan pandangan ahli sosiologi agama Robert Bellah, bahwa di luar institusi agama kita mengenal adanya himpunan kepercayaan dan ritual yang dinamakannya

civil religion. Yang dimaksudkan Bellah ialah kepercayaan dan ritual di luar agama yang

dijumpai pada institusi politik seperti pemujaan pemimpin, bendera negara dan lagu kebangsaan serta upacara yang berkaitan dengannya (seperti misalnya upacara mengheningkan cipta di negara sosialis). Meskipun gejala ini banyak dijumpai pada negara sosialis seperti pemujaan terhadap Karl Marx, Friedrich Engels, kim Il Sung atau Ketua Mao Zedong, namun menurut Kornblum (1988:500-501) upacara penyanyian lagu kebangsaan pada awal pertandingan olah raga atau pengucapan sumpah setia (pledge of allegiance) pada awal pelajaran yang dijumpai di Amerika dapat pula dianggap sebagai gejala civil religion. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa upacara resmi pada masyarakat kita seperti penghormatan pada lagu kebangsaan dan bendera pusaka serta pembacaan butir Pancasila pada upacara bendera tiap tanggal 17 di kantor pemerintah dalam masyarakat kita pun mengandung unsure civil religion.


(34)

Karena sukarnya mendefinisikan konsep agama, light, Keller dan Calhoun (1989:518-521) memilih untuk memusatkan perhatian pada unsure dasar yang dijumpai pada agama, yaitu kepercayaan agama, symbol agama, praktik agama, umat agama, dan pengalaman agama. Setiap agama mempunyai kepercayaan, seperti misalnya kepercayaan pada satu Tuhan pada agama yang menganut monotheisme, kepercayaan reinkarnasi pada agama Hindu, atau kepercayaan pada roh nenek moyang pada agama Shinto.

Agama pun mengenal berbagai symbol. Pada umat Islam, misalnya, pemakaian selendang bermotif kotak merah putih, tutup kepala berwarna putih atau ikat pinggang lebar berwarna hijau oleh seorang laki-laki sering dianggap sebagai tanda bahwa pemakainya pernah menjalankan ibadah Haji; pemakaian busana dengan desain dan warna khusus pada umat Katholik atau Protestan seringkali memungkinkan kita untuk membedakan orang awam dengan rohaniwan; di india keanggotaan seseorang dalam kasta dalam agama hindu sering nampak dari busana yang dikenakan.

Setiap agama mengenal pula praktik keagamaan, seperti berdoa, bersembahyang, berpuasa atau pantang bepergian pada waktu tertentu, pantangan makan daging hewan atau daging hewan tertentu, dan sebagainya. Dari sini nampak bahwa di samping mengamati banyaknya orang yang menjadi umat suatu agama maka dalam mempelajari agama kita perlu pula memperhatikan tingkat ketaatan beragama—sejauh mana praktik keagamaan dijalankan oleh umat. Dalam hubungan ini kita masih ingat pandangan Geertz yang tidak puas dengan pernyataan bahwa mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam dan kemudian mengungkapkan berbagai variasi praktik keagamaan yang dijumpai di kalangan umat islam di Jawa.

Penganut tiap agama pun mengenal berbagai bentuk pengelompokan menjadi suatu komunitas keagamaan. Kita kenal, misalnya, adanya komunitas keagamaan yang terdiri atas


(35)

anggota suatu gereja atau persekutuan doa tertentu atau warga suatu pesantren atau kelompok pengajian tertentu.

Pengalaman keagamaan pun merupakan suatu unsur dasar agama. Tiap agama mengenal berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami penganut agama secara pribadi. Pada agama Islam, misalnya, dikenal panggilan Allah s.w.t. untuk menunaikan ibadah haji yang dihayati oleh seseorang; pada agama Katholik dikenal panggilan Tuhan kepada seseorang untuk menjadi rohaniwan atau rohaniwati.

2.4.2. Fungsi Agama

Apa fungsi agama? Dalam bahasannya mengenai hal ini, Horton dan Hunt (1984:271-272) membedakan antara fungsi manifes dan fungsi laten. Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan dengan segi doktrin, ritual, dan aturan perilaku dalam agama. Namun yang juga penting diketahui adalah fungsi laten agama. Dalam kaitan ini Durkheim terkenal karena pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, menurut Durkheim, fungsi agama adalah:

... to make us act, to aid us to live. The believer who has communicated

with his god is not merely a man who sees new thruth of which the unbeliever is

ignorant; he is a man who is stronger (Durkheim, 1966:464).

Di sini nampak bahwa menurut Durkheim melalui komunikasi dengan Tuhannya orang yang beriman bukan hanya mengetahui kebenaran yang tidak diketahui orang kafir tetapi juga menjadi seseorang yang lebih kuat, sehingga menurutnya fungsi agama ialah untuk menggerakkan kita dan membantu kita untuk hidup. Di segi makro agama pun menjalankan fungsi positif karena memenuhi keperluan masyarakat untuk secara berkala menegakkan dan


(36)

memperkuat perasaan dan ide kolektif yang menjadi cirri dan inti persatuan masyarakat tersebut. Melalui upacara agama yang dilakukan secara berjemaah maka persatuan dan kebersamaan umat dipupuk dan dibina.

Ada ahli sosiologi yang mengemukakan bahwa agama mempunyai disfungsi pula. Dikemukakan bahwa pertentangan yang membahayakan keutuhan masyarakat tidak jarang bersumber pada faktor agama. Konflik antara kaum Katholik dan kaum Protestan di irlandia Utara, antara kaum Sikh dan kaum Hindu di Negara Bagian Punjab, antara kaum Muslim dan kaum hindu di Ayodhya, antara orang Palestina yang beragama Islam dan orang Israel yang beragama Yahudi, antara kaum Muslim dan kaum Kristen di Nagorno-Karabach dan antara kaum shiah dan kaum Sunni di Irak dan Pakistan menunjukkan bahwa adanya agama berlainan atau aliran berbeda dalam agama yang sama dalam satu masyarakat dapat membahayakan masyarakat. Dalam masyarakat kita sendiri telah kita lihat, misalnya, bahwa pertentangan berkepanjangan antara dalam pucuk pimpinan organisasi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah mengakibatkan pemisahan diri oleh sejumlah fraksi anggota dan campur tangan satu pihak keamanan dalam urusan internnya, dan bahwa faktor perbedaan agama merupakan salah satu penyebab bentrok berdarah antara kelompok penganut agama Islam dan Kristen di Ambon dan daerah lain di Propinsi Maluku.

2.4.3. Agama dan Perubahan Sosial

Para ahli sosiologi agama mengkaji hubungan antara agama dan perubahan sosial. Ada yang berpendapat, misalnya, bahwa agama menghambat perubahan sosial. Pandangan ini tercermin dari ucapan Marx bahwa ”agama adalah candu bagi rakyat”; menurutnya karena ajaran agamalah maka rakyat menerima saja nasib buruk mereka dan tidak tergerak untuk berbuat


(37)

sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Pandangan ini ditentang ahli sosiologi lain, yang menunjukkan bahwa dalam banyak masyarakat kaum agama merupakan kekuatan revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah masyarakat. Contoh yang dapat diajukan untuk mendukung pendapat demikian adalah, antara lain, berbagai gerakan perlawanan kaum ulama di tanah air kita terhadap penjajahan Belanda, kepeloporan para rohaniwan Katholik dalam menghadapi diktator dan rezim militer di berbagai negara Amerika Selatan, perlawanan para rohaniwan Katholik di polandia terhadap rezim komunis, dan gerakan para Ayatollah yang berhasil menjatuhkan rezim Shah Iran. Kita tentu masih ingat pula tesis Weber, yang intinya ialah bahwa perkembangan semangat kapitalisme di Eropa Barat berhubungan secara erat dengan perkembangan etika Protestan.

Dalam banyak masyarakat perubahan sosial sering diiringi dengan gejala sekularisme, yang oleh Giddens (1989:451) didefinisikan sebagai proses melalui mana agama kehilangan pengaruhnya terhadap berbagai segi kehidupan manusia dan oleh Light, Keller dan Calhoun (1989) didefinisikan sebagai proses melalui mana perhatian manusia beserta institusinya semakin tercurahkan pada hal duniawi dan perhatian terhadap hal yang bersifat rohaniah semakin berkurang. Para ahli sosiologi mengemukakan bahwa proses ini seringkali memancing reaksi dari kalangan agama, yang dapat berbentuk perlawanan maupun penyesuaian diri.

Kisah perlawanan agama terhadap perubahan sosial dapat kita temukan dalam sejarah berbagai masyarakat. Revolusi yang berlangsung di Iran di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini, misalnya, merupakan reaksi terhadap perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat kita telah diiringi dengan peningkatan keagamaan di kalangan umat Islam. Dampak perubahan sosial dapat pula berwujud dalam perubahan pada agama. Bellah (1964) misalnya mengemukakan bahwa dalam agama secara


(38)

bertahap berlangsung evolusi ke arah diferensiasi, kekomprehensifan, dan rasionalitas yang lebih besar.

2.4.4. Agama dan Institusi Lain Dalam Masyarakat

Kesalingterkaitan antara institusi agama dan institusi lain merupakan pokok kajian yang ditekuni berbagai ahli sosiologi agama. Salah satu keterkaitan dijumpai di bidang keluarga. Masuknya agama Katholik di Pulau Flores, misalnya, dianggap sebagai faktor yang secara bertahap menghilangkan praktik poligami dan mengahalangi terjadinya perceraian dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang agamanya tidak membenarkan pembatasan kelahiran dijumpai keluarga yang cenderung mempunyai banyak anak.

Kita pun dapat mengamati keterkaitan agama dengan politik. Sebelum terjadinya penyederhanaan partai politik yang diikuti dengan diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas di masa lalu di negara kita pernah terdapat partai politik bebrbasis agama seperti Masjumi, Nahdatul Ulama, PSII, Partai Kristen Indonesia dan Partai Katholik. Sejak tahu 1998 muncul lagi berbagai partai politik berbasis agama.

Agama pun ada kaitannya dengan institusi ekonomi. Keterkaitan antara agama dengan ekonomi ini telah dikaji oleh Weber dengan tesisnya mengenai etika Protestan dan semangat Kapitalisme. Di Indonesia Clifford Geertz (1970) pun pernah mempelajari keterkaitan antara agama dengan kewiraswastaan, yaitu peran kewiraswastaan yang dijalankan oleh kaum santri di kota Pare dan kaum bangsawan Hindu di kota Tabanan.

Pendidikan pun merupakan institusi yang terkait dengan agama. Dalam sistem pendidikan kita, misalnya, mata pelajaran agama diberikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak sampai ke pendidikan tinggi. Dalam sistem pendidikan umum kita dijumpai lembaga pendidikan dasar,


(39)

menengah, dan tinggi swasta yang dikelola oleh organisasi agama seperti Universitas Muhammadiyah, Universitas Katholik Atma Jaya, dan Universitas Kristen Indonesia. Kita mengenal pula lembaga pendidikan pada tingkat dasar, menengah, dan tinggi yang mengkhususkan diri di bidang agama seperti pesantren, seminari, dan institut agama.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yng menjadi objek peelitian itu berdasarkan apa yag terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut (Bungin, 2008:36).

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan merupakan salah satu gereja besar di kota Medan yang jemaatnya berasal dari berbagai kalangan masyarakat.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Dalam metode penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian (Burhan, 2005:99). Adapun yang menjadi populasi


(41)

dalam penelitian ini adalah para jemaat dan hamba Tuhan yang bertugas di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel secara sederhana dapat diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998:144). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah jemaat yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti, yakni mereka yang telah enjadi jemaat di HKBP Pabrik Tenun selama minimal 5 tahun.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data (informasi) yang dapat menjelaskan dan atau menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif.

Dalam penelitian ini dilakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a). Penelitian Lapangan (Field Research), dilakukan dengan mengumpulkan data dari responden dalam bentuk angket secara langsung yang berkaitan dengan masalah ‘Pola Interaksi Antar Jemaat Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan’. Alat pengumpulan data berupa angket yang terkait dengan permasalahan penelitian dibagikan kepada responden, yang kemudian jawaban responden dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian

b). Questioner (Kuisioner), merupakan suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan-pertanyaan mengenai sesuatu hal atau sesuatu bidang. Selain itu kuisioner


(42)

dimaksudkan sebagai suatu daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban dari responden.

c). Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni mengadakan penelitian dengan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan dan mempelajari buku yang berhubungan dengan objek yag diteliti.

3.5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini digunakan cara penganalisaan dengan membuat tabel data dari jawaban responden berbentuk analisa persentase dan disertai penjelasan. Hasil yang diperoleh akan dibuat kesimpulan dari permasalahan yang diajukan disertai saran-saran yang diberikan oleh penulis.

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Minggu1 Minggu2 Minggu3 Minggu4

Pra Penelitian :

 Penyusunan Proposal

 Perbaikan Proposal

Persiapan :

 Pengurusan Izin

 Penyiapan Instrumen Penelitian

Penelitian :

 Wawancara

 Observasi


(43)

Pasca Penelitian :

 Analisis Data

 Penyusunan Laporan

3.7. Keterbatasan Penelitian

Sebagai peneliti yang belum berpengalaman penulis merasakan banyak kendala yang dihadapi, salah satu di antaranya adalah penulis masih belum menguasai secara penuh teknik dan metode penelitian, sehingga dapat menjadi keterbatasan dalam mengumpulkan dan menyajikan data. Kendala tersebut dapat diatasi melalui proses bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, juga dengan berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber yang dapat mendukung proses penelitia ini. Terbatasnya waktu yang dimiliki penulis juga mempengaruhi pengerjaan tulisan ini.


(44)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Berdirinya Gereja HKBP Pabrik Tenun Medan

Gereja HKBP Pabrik Tenun berada di jalan Pabrik Tenun no 27 Medan. Gereja ini berdiri pada tanggal 14 Juli 1963 di atas tanah seluas 1.435 m2 dengan luas bangunan 367 m2. Pada awalnya gereja HKBP Pabrik Tenun merupakan bagian dari pelayanan HKBP Sudirman yang berada di jalan Jenderal Sudirman Medan. Atas mufakat jemaat HKBP Sudirman yang berdomisili di sekitar Sekip Silalas-Pabrik Tenun-Sei Putih maka pada tanggal 14 Juli 1963 diadakan kebatian Minggu yang pertama di tempat Sekolah Minggu HKBP Pabrik Tenun sesuai dengan Surat Ketetapan Praeses HKBP Distrik Medan Aceh No. 415/V/IV/63 tanggal 13 September 1963 sekaligus mengangkat Bapak St. W. Panjaitan sebagai Wakil Guru Huria. Pada tanggal 30 Juli 1964 diadakan pelaksanaan Baptisan Kudus yang pertama di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan. Pada tahun 1966 berdirilah tempat sekolah minggu dan pada tahun 1974 berdiri

punguan ina (perkumpulan ibu-ibu) di jalan Rotan.

Pada tahun 1964 dibuat gambar gereja yang semi permanen dengan arsitek St. H. Sihombing. Pada tahun 1965 gambar semi permanen diganti menjadi permanen juga dengan arsitek St. H. Sihombing, dan pada saat itu dimulai pengecoran tiang-tiang dengan pengawas bangunan St. H. Sihombing dan ketua panitia pembangunan Bapak R. Sibarani. Sampai Juli 1968 tidak ada lanjutan pembangunan.

Tahun 1968 pembangunan dilanjutkan dengan ketua Dewan Pembangunan St. I. Simare-mare dari jalan Agus Salim Weyk III. Tahun 1969-1975 ketua Dewan Pembangunan berganti


(45)

menjadi St. Drs. FT. Rajagukguk. Tahun 1976 ketua Dewan Pembangunan berganti menjadi St. T. Lumbantobing dari jalan Periuk Weyk V. Lokasi gereja HKBP Pabrik Tenun Medan berada satu komplek dengan rumah Pendeta Ressort, rumah Pendeta diperbantukan, rumah Guru Huria, dan Gedung Serba Guna (Aula). Untuk kegiatan anak-anak sekolah minggu, diadakan di Gedung Sekolah Minggu yang berada di jalan Pabrik Kimia yang berada tidak jauh dari lokasi gereja.

Sejak tahun 1981 sampai sekarang, gereja HKBP Pabrik Tenun telah dilayani oleh 2 orang Pendeta Huria, 8 orang Pendeta Resort, 3 orang Pendeta diperbantukan, dan 1 orang Pendeta praktek. Sejak tahun 1963 sampai sekarang, gereja HKBP Pabrik Tenun telah dilayani oleh 7 orang Guru Huria atau Guru Jemaat. Sejak tahun 1984 sampai sekarang, gereja HKBP Pabrik Tenun telah dilayani oleh 7 orang Bibelvrou.

Struktur kepemimpinan pada gereja HKBP Pabrik Tenun adalah sama dengan seluruh HKBP yang lain, yakni sebagai berikut, Pimpinan jemaat memimpin jemaat cabang, dan Pendeta Resort memimpin jemaat induk (resort). Praeses bersama kepala bidang memimpin distrik, Ephorus bersama Sekretaris Jenderal dan kepala departemen memimpin segenap HKBP.

4.1.2. Gambaran Aktifitas Gereja

Kegiatan-kegiatan yang berlangsung di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan adalah kegiatan ibadah rutin dan kegiatan kerohanian lainnya. Kegiatan yang dimaksud antara lain:

a. Kebaktian Minggu

Jemaat mengadakan kebaktian minggu setiap hari Minggu bertempat di gedung gereja, demikian juga di tempat tinggal anggota jemaat yang berdukacita karena kematian atau suatu kegiatan yang harus dicampuri oleh jemaat. Firman Tuhan yang ditetapkan dalam Almanak HKBP yang dikhotbahkan di situ, Agenda HKBP yang dipergunakan, dan nyanyian yang tertulis dalam Buku


(46)

Ende HKBP dan buku nyanyian yang diakui oleh HKBP yang dinyanyikan, serta nyanyian-nyanyian yang sesuai dengan Konfessi HKBP.

b. Kebaktian Doa

Jemaat mengadakan kebaktian doa keluarga, lingkungan, kelompok, kategorial, dan yang lain yang sesuai dengan kebutuhannya, bertempat di gedung gereja, di rumah, atau di tempat lain yang ditentukan oleh jemaat.

c. Kebaktian Kebangunan Rohani

Gereja dapat mengadakan kebaktian kebangunan rohani yang diikuti oleh warga jemaat dan masyarakat di tempat yang ditentukan oleh gereja.

d. Sakramen

Gereja melaksanakan sakramen yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus, yaitu babtisan kudus dan perjamuan kudus.

e. Pengajaran Firman Tuhan

Gereja mengadakan pengajaran firman Tuhan kepada segenap warga jemaat, baik anak-anak, remaja, pemuda, dan orang tua, agar pemahaman mereka terhadap firman Tuhan semakin bertambah, demikian juga penghayatan dan pengamalannya, yang memungkinkan mereka tetap berada dalam kehidupan kristiani.

f. Sidi

Gereja melaksanakan pelajaran sidi bagi mereka yang akan mengaku imannya. Ketika akan mengakhiri pelajaran itu, pendetalah yang mengevaluasi hasil belajar mereka di hadapan pelayan tahbisan dan orang tuanya masing-masing. Mereka mengaku imannya di hadapan jemaat pada kebaktian Minggu sesuai dengan tata cara yang tertulis dalam Agenda HKBP.


(47)

g. Pernikahan

Gereja melakukan pemberkatan kepada pasangan-pasangan yang akan menikah, di tengah-tengah jemaat sesuai dengan tata cara yang tertulis dalam Agenda HKBP setelah ada pemeriksaan oleh pelayan tahbisan.

h. Hari-hari Besar Gerejawi

Gereja melaksanakan peringatan hari-hari besar gerejawi yang antara lain hari kelahiran Tuhan Yesus (Natal), hari kematian Tuhan Yesus (Jumat Agung), hari kebangkitan Tuhan Yesus (Paskah), hari kenaikan Tuhan Yesus, hari kedatangan Roh Kudus pertama dan kedua, dan masih ada kebaktian jemaat pada hari peringatan Reformasi, di awal dan di akhir tahun, dan di saat-saat lain yang dianggap perlu.

4.1.3. Gambaran Organ Pelayanan di Jemaat

Sesuai dengan tri-tugas panggilan gereja, ada tiga dewan di jemaat yaitu dewan koinonia, dewan marturia, dan dewan diakonia; dan di bawah dewan ada seksi. Ketiga dewan ini memiliki tugas sebagai berikut:

a. Menerima usul rencana tahunan dan anggaran dari setiap seksi.

b. Menyusun rencana tahunan dan anggaran dewan yang akan disampaikan kepada pimpinan jemaat untuk dibahas dalam rapat pelayan tahbisan, dan ditetapkan oleh Rapat Jemaat.

c. Mengkoordinasikan semua seksi dalam melaksanakan rencana tahunan dan anggaran yang telah ditetapkan oleh rapat jemaat.

d. Mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan rencana tahunan dan anggaran setiap seksi.


(48)

e. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada pimpinan jemaat.

Anggota dewan adalah lima hingga tujuh orang yang dipilih oleh rapat pelayan tahbisan dan semua ketua seksi. Pimpinan dewan adalah ketua dewan, yang dipilih dari anggota-anggota dewan oleh rapat dewan yang dipimpin oleh pimpinan jemaat, dengan periode jabatan selama empat tahun.


(49)

BAGAN ORGANISASI HKBP

Sinode Agung

Rapat Pen-deta HKBP

E p h o r u s Sek. Jen-dral Kepala Dep. Koinonia Kepala Dep. Marturia Kepala Dep. Diakonia MPS B. Audit Biro Bendahara Umum Biro Biro BPP HKBP Yaya-san Balitbang HKBP Biro Yaya-san Badan Usaha HKBP Sinode Distrik

P r a e s e s Kabid Marturia Kabid Diakonia Kabid Koinonia MPSD Rapat Resort Pendeta Resort

Majelis Resort Majelis Resort Rapat Jemaat Pimpinan Jemaat Rapat Pelayan Tahbisan Rapat Pelayan Jemaat Ketua Dewan Koinonia Ketua Dewan Marturia Majelis Perbedanharaan dan Adm Ketua Dewan Diakonia Seksi Seko-lah Minggu Seksi Remaja Seksi Pemuda Seksi Perempuan Seksi Bapak Seksi Sen-ding Seksi Musik Seksi Diakoni Sosial Seksi Pendi-dikan Seksi Kese-hatan Seksi Kema- syara-katan HKBP UMUM DISTRIK RESORT JEMAAT


(50)

4.1.3.1. Dewan Koinonia

Dewan koinonia adalah organ yang merencanakan dan melaksanakan pelayanan-pelayanan untuk memantapkan persekutuan yang sehati, sepikiran, dan seperasaan di jemaat, yang mencakup seksi-seksi sebagai berikut:

1. Seksi Sekolah Minggu

Anggota seksi sekolah minggu adalah semua anak-anak jemaat yang berusia empat hingga 12 tahun. Pengurusnya terdidi dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota pengurus yang dipilih oleh rapat gabungan dewan koinonia dan pelayan tahbisan dari antara warga jemaat dan guru sekolah minggu. Periode kepengurusan seksi sekolah minggu lamanya dua tahun, dan pendeta resort yang melantik pengurus itu di hadapan jemaat dalam kebaktian Minggu.

Tugas dari seksi sekolah minggu adalah membimbing anak-anak sekolah minggu dalam mempelajari firman Allah, membimbing anak-anak sekolah minggu dalam perkembangan pemahaman keagamaan dan kegerejaan, membimbing anak-anak sekolah minggu sesuai dengan Pola Pendidikan Sekolah Minggu yang telah ditetapkan oleh HKBP, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugas untuk disampaikan kepada ketua dewan koinonia dan kepada pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2. Seksi Remaja

Seksi Remaja adalah persekutuan putera-puteri yang karena sifat yang berkaitan dengan usianya tidak sesuai dimasukkan ke sekolah minggu maupun pemuda.

Anggotaya adalah semua putera-puteri warga jemaat yang berusia 12 hingga 18 tahun. Pengurusnya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota pengurus yang


(51)

disesuaikan dengan kebutuhan, yang dipilih oleh rapat remaja jemaat yang dipimpin oleh ketua dewan koinonia, dan dilaporkan kepada pimpinan jemaat. Periode kepengurusan seksi remaja lamanya dua tahun, dan pendeta resort yang melantik pengurus itu di hadapan jemaat dalam kebktian minggu.

Tugas dari seksi remaja adalah membimbing remaja untuk mempelajari firman Tuhan, membimbing remaja dalam perkembangan pemahaman keagamaan atau kegerejaan, membimbing remaja sesuai dengan Pola Pelaksanaan Seksi Remaja yang telah ditetapkan oleh HKBP, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelayanan terhadap remaja dan menyampaikannya kepada ketua dewan koinonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Seksi Pemuda

Seksi pemuda adalah persekutuan semua pemuda jemaat, laki-laki dan perempuan, yang berusia di atas usia remaja dan belum menikah, serta terdaftar sebagai warga jemaat. Anggotanya adalah seua pemuda warga jemaat. Pengurusnya adalah ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota pengurus yang disesuaikan dengan kebutuhan, yang dipilih oleh rapat pemuda jemaat yang dipimpin oleh ketua dewan koinonia, dan dilaporkan kepada pimpinan jemaat. Periode kepengurusan seksi pemuda lamanya dua tahun, dan pendeta resort yang melantik pengurus itu di hadapan jemaat dalam kebaktian Minggu.

Tugas dari seksi pemuda adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan pelayanan terhadap pemuda tentang penghayatan firman Tuhan agar semakin berkembang menuju kedewasaan iman, membimbing pemuda supaya semakin dewasa dalam pemahaman keagamaan dan kegerejaan, terutama sekali tentang posisi dalam kehidupan pemud, agar semakin dewasa dalam iman, membimbing pemuda sesuai dengan Pola Pelaksanaan


(52)

Seksi Pemuda yang telah ditetapkan oleh HKBP, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelayanan pemuda yang akan disampaikan kepada ketua dewan koinonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Seksi Perempuan

Seksi perempuan adalah persekutuan semua warga jemaat perempuan yang sudah dewasa, yang menikah maupun yang tidak menikah, yang tidak sesuai lagi sebagai anggota seksi pemuda. Anggotanya adalah semua warga jemaat perempuan yang sudah dewasa yang sesuai dengan pengertian di atas. Pengurusnya adalah ketua, sekreteris, bendahara, dan anggota pengurus yang disesuaikan dengan kebutuhan yang dipilih oleh rapat perempuan jemaat yang dipimpin oleh ketua dewan koinonia, dan dilaporkan kepada pimpinan jemaat. Periode kepengurusan seksi perempuan lamanya dua tahun, dan pendeta resort yang melantik pengurus itu di hadapan jemaat dalam kebatian Minggu. Tugas dari seksi perempuan adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan pelayanan terhadap perempuan tentang penghayatan firman Tuhan agar semakin berkembang menuju kedewasaan iman, membimbing perempuan supaya semakin berkembang dalam pemahaman keagamaan dan kegerejaan, terutama sekali tentang posisi dan kehidupan perempuan agar semakin dewasa dalam iman, membimbing perempuan sesuai dengan Pola Pelaksanaan Seksi Perempuan yang telah ditetapkan oleh HKBP, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelayanan perempuan yang akan disampaikan kepada ketua dewan koinonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.


(53)

Seksi Bapak adalah persekutuan semua warga jemaat laki-laki, yang menikah maupun yang tidak menikah, yang tidak sesuai lagi sebagai anggota seksi pemuda, dan terdaftar sebagai warga HKBP. Anggotanya adalah semua bapak warga jemaat. Pengurusnya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota pengurus yang disesuaikan dengan kebutuhan yang dipilih oleh rapat bapak jemaat, yang dipimpin oleh ketua dewan koinonia dan dilaporkan kepada pimpinan jemaat. Periode kepengurusan seksi bapak lamanya dua tahun, dan pendeta resort yang melantik pengurus itu di hadapan jemaat dalam kebaktian Minggu.

Tugas dari seksi bapak adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan pelayanan terhadap kaum bapak jemaat tentang penghayatan firman Tuhan agar semakin berkembang menuju kedewasaan iman, membimbing kaum bapak agar semakin dewasa dalam pemahaman keagamaan dan kegerejaan terutama tentang posisi dan kehidupan kaum bapak agar semakin dewasa dalam iman, membimbing kaum bapak sehubungan dengan Pola Pelaksanaan Seksi Bapak yang sudah ditentukan oleh HKBP, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelayanan kaum bapak yang aka disampaikan kepada ketua dewan koinonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

4.1.3.2. Dewan Marturia

Dewan marturia adalah organ yang memikirkan dan melaksanakan kegiatan pemberitaan Injil di tengah-tengah jemaat dan masyarakat, yang mencakup seksi-seksi sebagai berikut:


(54)

Seksi pekabaran injil adalah unit pelayanan yang didirikan oleh jemaat untuk memberitakan Injil ke lingkungan sekitarnya. Anggotanya adalah tiga hingga lima orang dari pelayan tahbisan dan lima hingga tujuh orang dari warga jemaat yang dipilih dalam rapat pelayan tahbisan. Pengurus terdiri dari ketua, sekretaris, dan beberapa panitia sesuai dengan kebutuhan, yang dipilih oleh rapat seksi dan disetujui oleh rapat pelayan tahbisan. Periode kepengurusan selama dua tahun.

Tugas dari seksi pekabaran Injil adalah melaksanakan pemberitaan Injil di dalam HKBP sendiri, melaksanakan pemberitan Injil ke luar HKBP, menghimpun persembahan, dana dari donatur dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk menyokong kegiatan pekabaran Injil yang lebih luas, menjalankan program pekabaran Injil HKBP, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya untuk disampaikan kepada ketua dewan marturia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

2. Seksi Musik

Seksi musik adalah unit pelayanan yang dibentuk oleh jemaat untuk melayankan kegiatan musik vokalia dan instrumentalia di jemaat. Anggotanya adalah tiga hingga lima orang dari pelayan tahbisan dan lima hingga tujuh orang dari warga jemaat yang dipilih oleh rapat pelayan tahbisan. Pengurus terdiri dari ketua, sekretaris, dan beberapa panitia sesuai dengan kebutuhan, yang dipilih oleh rapat seksi dan disetujui oleh rapat pelayan tahbisan. Periode kepengurusan lamanya dua tahun.

Tugas dari seksi musik adalah memberikan bimbingan dalam hal kegiatan musik vokalia dan instrumentalia di jemaat untuk memberitakan firman Allah, menyediakan keperluan-keperluan yang berhubungan dengan kegiatan musik vokalia dan instrumentalia, meningkatkan kelompok-kelompok paduan suara dan kelompok-kelompok pemusik, dan


(55)

membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya yang akan disampaikan kepada ketua dewan marturia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4.1.3.3. Dewan Diakonia

Dewan diakonia adalah organ yang memikirkan dan melaksanakan pelayanan diakonia, meningkatkan pengetahuan dan kesehatan, demikian juga melaksanakan percakapan dan komunikasi dengan masyarakat sekitar maupun pemerintah, yang mencakup seksi-seksi sebagai berikut:

1. Seksi Diakoni Sosial

Seksi diakoni sosial adalah unit pelayanan yang dibentuk oleh jemaat untuk melaksanakan pelayanan diakonia kepada yang pantas dibantu. Anggotanya adalah tiga hingga lima orang dari pelayan tahbisan dan lima hingga tujuh orang dari warga jemaat yang dipilih oleh rapat pelayan tahbisan. Pengurus terdiri dari ketua, sekretaris, dan beberapa panitia sesuai kebutuhan yang dipilih oleh rapat seksi dan disetujui oleh rapat pelayan tahbisan. Periode kepengurusan lamanya dua tahun.

Tugas dari seksi diakoni sosial adalah melayankan pelayanan diakonia di tengah-tengah jemaat itu sendiri bagi warga yang memerlukan bantuan dari jemaat, melaksanakan pelayanan diakonia sosial kepada orang-orang yang terpenjara, panti-panti asuhan, dan orang lain di luar jemaat itu sendiri, menghimpun sumbangan, dana dari donatur dan sumber-sumber lain untuk melaksanakan pelayanan diakonia yang lebih luas, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya yang akan disampaikan kepada ketua dewan diakonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.


(56)

2. Seksi Pendidikan

Seksi pendidikan adalah unit pelayanan yang dibentuk oleh jemaat untuk melayankan kegiatan pendidikan atau pengajaran dan pelatihan bagi warga jemaat, demikian juga bagi masyarakat umum sesuai dengan keperluannya. Rapat gabungan dewan diakonia dan pelayan tahbisan yang memilih anggota seksi sesuai dengan keperluannya. Rapat seksi memilih ketua dan sekretaris dari anggotanya yang sudah terpilih itu, kemudian dilaporkan kepada ketua dewan diakonia dan pimpinan jemaat untuk meminta persetjuan dan penetapan. Periode kepengurusan lamanya dua tahun.

Tugas dari seksi pendidikan adalah melayankan kegiatan pendidikan atau pengajaran dan pelatihan di tengah-tengah warga jemaat dan sekitarnya sesuai dengan keperluan masyarakat dan bangsa, mengupayakan dan mengembangkan kerjasama pendidikan atau pelatihan dan lapangan kerja yang tepat guna, menghimpun sumbangan, dana dari berbagai sumber untuk melayankan beasiswa kepada putera-puteri warga jemaat yang memerlukannya, dan mebuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya yang akan disampaikan kepada ketua dewan diakoni dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Seksi Kesehatan

Seksi kesehatan adalah unit pelayanan yang dibentuk oleh jemaat untuk melayankan pelayanan kesehatan kepada warga jemaat dan masyarakat sekitar yang memerlukannya. Anggotanya adalah tiga hingga lima orang dari pelayan tahbisan dan lima hingga tujuh orang dari warga jemaat yang dipilih oleh rapat pelayan tahbisan. Pengurusnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan beberapa panitia disesuaikan dengan keperluan yang dipilih


(57)

oleh rapat seksi, dengan persetujuan rapat pelayan tahbisan. Periode kepengurusan lamanya dua tahun.

Tugas dari seksi kesehatan adalah melayankan pelayanan kesehatan kepada warga jemaat dan masyarakat sekitarnya yang memerlukannya, memberikan penerangan kepada warga jemaat dan masyarakat sekitarnya tentang kesehatan, melayankan kegiatan menghimpun sumbangan atau dana untuk membantu pembangunan kesehatan masyarakat, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya, yang akan disampaikan kepada ketua dewan diakonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang ditentukan.

4. Seksi Kemasyarakatan

Seksi kemasyarakatan adalah unit pelayanan yang dibentuk oleh jemaat utnuk memelihara, memikirkan, dan membina hubungan dengan masyarakat sekitar dan pemerintah. Anggotanya adalah tiga hingga lima orang dari pelayan tahbisan dan lima hingga tujuh orang dari warga jemaat. Pengurus terdiri dari ketua, sekretaris, dan beberapa panitia sesuai dengan keperluan, yang dipilih oleh rapat seksi dengan persetujuan rapat pelayan tahbisan. Periode kepengurusan lamanya dua tahun.

Tugas dari seksi kemasyarakatan adalah merencanakan dan melaksanakan pembinaan untuk mengembangkan hubungan yang konstruktif dengan pemerintah dan golongan-golongan masyarakat sebagai pengejawantahan dari visi HKBP yang inklusif dan dialogis, memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan di berbagai bidang kehidupan serta merencanakan dan menentukan sikap HKBP berkenaan dengan perkembangn-perkembangan itu, merencanakan dan melaksanakan usaha-usaha meningkatkan kehidupan masyarakat dan pemeliharaan


(58)

lingkungan hidup, dan membuat evaluasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan tugasnya yang akan disampaikan kepada ketua dewan diakonia dan pimpinan jemaat sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

4.1.4. Gambaran Penyebaran Anggota Komunitas Gereja

Kenneth Wilkinson (2002:4) melihat bahwa komunitas sekurang-kurangnya mempunyai tiga unsur dasar, yaitu:

1. adanya batasan wilayah atau tempat (territory or place)

2. merupakan suatu ‘organisasi sosial’ atau institusi sosial yang menyediakan kesempatan untuk para warganya agar dapat melakukan interaksi antarwarga secara regular

3. interaksi sosial yang dilakukan terjadi karena adanya minat ataupun kepentingan yang sama (common interest)

Komunitas dapat pula mengacu pada komunitas fungsional, yaitu komunitas yang disatukan oleh bidang pekerjaan mereka dan bukan sekedar pada lokalitasnya seperti apa yang dikemukakan oleh Ross (1967).

Jemaat HKBP Pabrik Tenun Medan terdiri dari 557 Kepala Keluarga, yang berjumlah sekitar 1.657 orang. Syarat keanggotaan di gereja adalah mereka yang memberikan pengakuan melalui kegiatan pembabtisan dan sudah naik sidi atau pengakuan iman percaya. Anggota jemaat juga adalah orang yang tunduk pada Konfesi, Aturan Peraturan, Peraturan Penggembalaan dan Siasat Gereja, serta norma-norma kekristenan di HKBP. Disamping itu, namanya juga tertulis pada buku keluarga atau buku register warga jemaat.


(59)

Berdasarkan wilayah tempat tinggalnya maka warga jemaat HKBP Pabrik Tenun dibagi ke dalam 6 (enam) Weyk, yakni Weyk I, Weyk II, Weyk III, Weyk IV, Weyk V, dan Weyk VI. Setiap Weyk wajib mengadakan partangiangan ( acara doa) setiap minggunya.

Berikut penyebaran anggota komunitas berdasarkan tempat tinggalnya (Weyk): a. Weyk I:

- Jalan Pabrik Kimia - Jalan Pabrik Padi - Jalan Sekip - Jalan Sikambing - Jalan Cengal - Gang Solo b. Weyk II:

- Jalan Belanga - Jalan Gelas

- Jalan Pabrik Tenun (sebagian) - Gang Termos

- Gang Mangkok - Gang Talam c. Weyk III:

- Jalan Pabrik Tenun (sebagian) - Gang Suro

- Gang Dame - Gang Sehat


(60)

- Gang Bersama d. Weyk IV:

- Jalan Punak - Lorong Nauli - Jalan Meranti - Jalan PWS e. Weyk V:

- Jalan Periuk - Jalan Kuali f. Weyk VI:

- Jalan Tinta - Jalan Agenda - Helvetia - Jalan Sampul - Sei Sikambing

4.1.5. Gambaran Sosial Budaya Anggota Komunitas Gereja

Setiap anggota komunitas gereja ini memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur oleh HKBP, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama hak dan kewajibannya. Anggota komunitas gereja ini terdiri dari berbagai tingkatan usia dan kalangan. Berdasarkan usia maka anggota komunitas dibagi atas kelompok anak sekolah minggu, kelompok remaja, kelompok


(1)

Dalam melakukan tindakan yang melanggar norma/peraturan gereja responden laki-laki sebanyak 0% Sangat Sering, 0% Sering, 4,5% (2 orang) Kadang-kadang, 6,8% (3 orang) Jarangn dan 45,4% (20 orang) Tidak Pernah. Sedangkan responden perempuan dalam melakukan tindakan yang melanggar norma/peraturan sebanyak 0% Sangat Sering, 0% Sering, 9,1% (4 orang) Kadang-kadang, 2,2% (1 orang) Jarang, dan 31,8% (14 orang) Tidak Pernah.

Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap norma/peraturan yang mengaturnya, dengan kata lain hampir tidak pernah terjadi pelanggaran terhadap norma/peraturan yang mengatur anggota komunitas.

4.5.5. Gambaran Implementasi/Efektifitas dari Norma/Peraturan

Norma/peraturan yang ada di dalam suatu kelompok masyarakat memiliki tingkat efektifitas yang berbeda-beda dalam fungsinya mengatur individu-individu dalam kelompok tersebut. Dari tabel 4.15 di bawah ini dapat dilihat sejauh mana efektifitas norma/peraturan yang ada di gereja dalam mengatur jemaatnya.

Tabel 4.15

Efektifitas Norma/Peraturan

Efektifitas Laki-laki Perempuan Total

SE CE KE TE SE CE KE TE

n f n f n f n f n F n f n f n f N F Efektifkah

Norma/Peraturan di Gereja

4 9,1 15 34,1 5 11,3 1 2,2 3 6,8 15 34,1 1 2,2 0 0 44 100

Jumlah 4 9,1 15 34,1 5 11,3 1 2,2 3 6,8 15 34,1 1 2,2 0 0 44 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Dalam hal efektifitas norma/peraturan yang ada, responden laki-laki sebanyak 9,1% (4 orang) menilai Sangat Efektif, 34,1% (15 orang) Cukup Efektif, 11,3 % (5 orang) Kurang Efektif, dan 2,2% (1 orang) Tidak Efektif. Sedangkan responden perempuan dalam hal


(2)

efektifetas norma/peraturan yang ada, sebanyak 6,8% (3 orang) menilai Sangat Efektif, 34,1% (15 orang) Cukup Efektif, 2,2% (1 orang) Kurang Efektif, dan 0% Tidak Efektif.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka pada bab V ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:


(3)

1. Hubungan/interaksi yang terjadi antar anggota jemaat di gereja HKBP Pabrik Tenun Medan dapat dilihat dari pertemuan dan komunikasi mereka di dalam maupun di luar kegiatan ibadah. Walaupun anggota jemaat berasal dari berbagai kalangan, namun interaksi tetap dapat berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan gereja tidak pernah membeda-bedakan anggota jemaatnya berdasarkan latar belakang status mereka, sebab yang lebih diutamakan adalah bagaimana ketulusan dan keseriusan tiap-tiap anggota jemaat dalam menjalankan pelayanannya kepada Tuhan.

2. Kebersamaan yang baik antar jemaat dapat terlihat dari lebih banyaknya tindakan/proses asosiatif yang berlangsung daripada tindakan/proses disosiatif. Dengan demikian jarang terjadi konflik yang bisa mengakibatkan perpecahan di antara anggota jemaat. Umumnya kegiatan-kegiatan yang bersifat mempererat kebersamaan lebih diminati oleh jemaat untuk diadakan dan diikuti bersama.

3. Norma dan peraturan yang ada di gereja dapat dengan efektif menjaga keteraturan hubungan/interaksi antar anggota jemaat. Sangat sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada jemaat yang melakukan pelanggaran terhadap norma/peraturan gereja. Hal ini berdampak positif bagi keselarasan dan kesinambungan hubungan/interaksi antar anggota jemaat itu sendiri, karena dengan demikian akan keci sekali kemungkinan terjadi masalah dalam hubungan/interaksi antar anggota jemaat.

5.2. Saran

1. Hubungan/interaksi yang terbina dengan baik antar anggota jemaat gereja HKBP Pabrik Tenun seperti sekarang ini perlu tetap dijaga dan ditingkatkan lagi.


(4)

2. Perlu ditingkatkan kerja sama yang lebih baik oleh semua pihak di gereja dalam merencanakan dan melaksanakan setiap kegiatan di jemaat.

3. Sesibuk-sibuknya masing-masing anggota jemaat, namun tetap harus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk perkembangan gereja, sebagai salah satu bentuk pelayanan terhadap Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas. Jakarta : Rajawali Pers.

Aturan dan Peraturan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). 2002.


(5)

Bungin, Prof. Dr. HM. Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana.

HKBP, Kantor Pusat. 1987. Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon. Pematang Siantar : Percetakan HKBP.

HKBP, Kantor Pusat. 2000. Panindangon Haporseaon (Pengakuan Iman). Pematang Siantar : Percetakan HKBP.

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1989. Sosiologi. Jakarta : Erlangga.

Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik Modern. Jakarta : Gramedia.

Kartono, Kartini. 1990. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Mandar Maju.

Nawawi, Hadari. 1994. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : UGM Press.

Poloma, M. Margaret. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Grafindo Persada.

Soekantao, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Suyanto, Bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Prenada Media.

Suyanto, Bagong. 2007. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana.

Taneko, Soelaiman B. 1993. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.


(6)

Dokumen yang terkait

Adaptasi dan Analisis Nyanyian Jemaat Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan): Studi Kasus pada Lagu “Las Rohangku Lao Mamuji”

11 172 203

Pola Interaksi Sosial Tuna Rungu Wicara ( Studi Deskriptif Di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Dan Lansia Pematangsiantar )

26 167 91

Pola Interaksi Internal Masyarakat Pemukiman Kumuh (Studi deskriptif: Jl. Juanda Kelurahan Jati Kecamatan Medan Maimun)

8 103 119

Pola Interaksi Masyarakat Pendatang Dengan Masyarakat Lokal Studi Tentang Interaksi Sosial Etnis Tionghoa Dan Etnis Karo Di Desa Lama Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang

26 200 137

Perkembangan Gereja HKBP Ressort Balige Distrik XI Toba Hasundutan Tahun 1954-1981

6 144 84

Komunikasi Antar Budaya dan interaksi Antar Etnis (Studi Korelasional Mengenai Pengaruh Komunikasi Antar Budaya Dalam Menciptakan Interaski Antar Etnis di Kalangan Mahasiswa Asing USU).

6 60 140

Pola Interaksi Sosial Siswa-Siswi Berbeda Agama : Studi Analisa Deskriptif di Yayasan Perguruan Raksana SMA Swasta Raksana Medan

3 61 93

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

5 61 95

Pengaruh Gereja Terhadap Pilihan Politik Jemaat (Studi Kasus :Gereja HKBP di Kota Medan pada Pemilihan Presiden Tahun 2014)

1 15 133

Pengaruh Gereja Terhadap Pilihan Politik Jemaat (Studi Kasus :Gereja HKBP di Kota Medan pada Pemilihan Presiden Tahun 2014)

0 0 14