Tangklisan 2003:01 kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah masalah-masalah publik atau
pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun politisi untuk
memecahkan masalah-masalah publik. Andaearson dalam Tangkilisan. 2003:2 menyatakan bahwa kebijakan
publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat- pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: 1 kebijakan
publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan, 2 kebijakan berisi tindakan-tindakan pemerintah, 3
kebijkan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan, 4 kebijakan
publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah menggenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam
arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, 5 Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Kebijakan publik adalah rangkaian tindakan pemerintah untuk mengatasi
dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat guna memenuhi kepentingan dan penyelengaraan urusan –urusan publikmasyarakat.
2.1.2 Kebijakan Perpajakan
Menurut Musgrave terdapat dua aspek dari kebijakan perpajakan yaitu yang pertama adalah perumusan dari peraturan pajak dan kedua adalah masalah-
Universitas Sumatera Utara
masalah penting yang menyangkut administrasi perpajakan Richard A dan Peggy 1989:35. Kebijakan pajak menurut Mansury 1999:1 terbagi dalam dua
pengertian kebijakan fiskal yaitu berdasarkan pengertian luas dan pengertian sempit Kebijakan fiskal dalam arti luas adalah kebijakan yang mempengaruhi
produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi, dengan menggunakan instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara. Sedangkan
pengertian kebijakan fiskal dalam arti sempit adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan
dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak terhutang.Kebijakan
fiskal berdasarkan arti sempit ini disebut juga dengan kebijakan pajak.
Menurut Marsuni 2006:37-38, kebijakan perpajakan dapat dirumuskan sebagai:
1. Suatu pilihan atau keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam
rangka menunjang penerimaan negara dan menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif.
2. Suatu tindakan pemerintah dalam rangka memungut pajak guna
memenuhi kebutuhan dana untuk keperluan negara. 3.
Suatu keputusan yang diambil pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak untuk menyelesaikan kebutuhan
dana bagi negara.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Evaluasi Kebijakan
Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu.
Memang tidak ada batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan dapat dievaluasi. Misalnya untuk dapat mengetahui outcome, dan dampak suatu
kebijakansudah tentu diperlukan waktu tertentu, misalnya 2 tahun semenjak kebijakan itu diimplementasikan.
Menurut Ripley dalam Tangkilisan 2003:26 mengemukakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap suatu tindakan kebijakan sesungguhnya
merupakan evaluasi terhadap implementasinya, kemudian bagaimana kepatuhan dari kelompok-kelompok ketika proses implementasi berlangsung dan terakhir
bagaimana prospek ke depan dari dampak kebijakan tersebut. Sejalan dengan itu pada hakekatnya suatu kebijakan publik mempunyai maksud untuk mencapai
tujuan, oleh karena itu evaluasi kebijakan pada dasarnya harus dapat memperjelas seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat mendekati tujuan
Bryant dan White dalam Tangkilisan 2003:26.
Adapun prosedur evaluasi menurut Umar 2002:34 bahwa proses suatu evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri, walaupun tidak
selalu sama tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan fungsi evaluasi itu sendiri. Adapun proses evaluasi meliputi menemukan apa yang
akan dievaluasi, merancang desain kegiatan evaluasi, pengumpulan , pengelolahan dan analisis data, dan laporan hasil evaluasi. Bahkan masih dalam buku
Universitas Sumatera Utara
Tangkilisan 2003:27 dinyatakan bahwa evaluasi kebijakan publik dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu:
1 Tipe evaluasi proses process evaluation, dimana evaluasi dilakukan
dengan memusatkan perhatian pada pertanyaan bagaimana program dilaksanakan?How did the program operate?.
2 Tipe evaluasi dampak impact evaluation, dimana evaluasi ini bertujuan
untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah dicapai dari program? What did the program do?.
3 Tipe evaluasi strategi strategic evaluation, dimana evaluasi bertujuan
untuk mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan
masyarakat dibanding dengan program-program lain yang ditujukan pada masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.
2.1.3.1 Tujuan dan Alasan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi memiliki beberapa tujuan menurut Subarsono 2005:120 yang dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran outcome suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan.
6. Sebagai bahan masukan input untuk kebijakan yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Subarsono 2005:123 alasan pentingnya evaluasi kebijakan
yakni:
1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh
suatu kebijakan mencapai tujuannya. 2.
Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan
berhasil atau gagal. 3.
Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah.
4. Menunjukan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tindakan
dilakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah
kebijakan atau program. 5.
Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya evaluasi kebijakan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi proses
pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan
kebijakan yang lebih baik.
2.1.3.2 Pendekatan Evaluasi
Pendekatan evaluasi Menurut William Dunn 2003:611-612 membedakan
atas tiga pendekatan yakni:
Universitas Sumatera Utara
1. Evaluasi semu pseudo evaluationadalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informan yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan,tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasl-hasil tersebut terhadap individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama
adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesesuatu yang dapat terbukti sendiriself evident atau tidak kontroversial.
2. Evaluasi Formal Formal Evaluation merupakan pendekatan yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi
hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi
utamanya adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan
program. 3.
Evaluasi keputusan teoritis decision-theoretic evaluation adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode deksriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagi
macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok antara evaluasi teoritis dengan dua jenis pendekatan yang diatas adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis
berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang tersembunyi maupun yang dinyatakan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Pendekatan Evaluasi
Sumber: William Dunn 2003
2.1.3.3 Metode Evaluasi
Untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan ada beberapa metode evaluasi. Menurut Finsterbusch dan
Pendekatan Tujuan
Asumsi Bentuk-Bentuk
Utama Evaluasi
semu Menggunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang valid tentang hasil
kebijakan Ukuran manfaat
atau nilai terbukti dengan sendirirnya
atau tidak kontroversial
1. Eksprementasi
sosial 2.
Akuntasi sistem sosial
3. Pemeriksaan sosial
4. Sintesis riset dan
praktik Evaluasi
formal Menggunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang terpercaya dan valid
mengenai hasil kebijakan secara
formal diumumkan sebagai tujuan
program- kebijakan Tujuan dan sasaran
dari pengamil kebijakan dan
administrator yang secara resmi
diumumkan merupakan ukuran
yang tepat dari manfaat atau nilai.
1. Evaluasi
perkembangan 2.
Evaluasi eksperimental
3. Evaluasi proses
retrospektif 4.
Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi keputusan
teoritis Menggunakan
metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai hasil kebijakan yang
secara eksplisit diinginkan oleh
berbagai pelaku kebijakan.
Tujuan dan sasaran dari berbagai
pelaku yang diumumkna secara
formal ataupun diam-diam
merupakan ukuran yang tepat dari
manfaat atau nilai. 1.
Penilaian tentang dapat tidaknya
dievaluasi 2.
Analisis utilitas multiatribut.
Universitas Sumatera Utara
Motz dalam Indiahono 2009 : 146 untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan ada beberapa metode implementasi yang dapat
diplih yakni:
a. Single program after-only yaitu evaluasi dilakukan hanya mengidentifikasi
kondisi kelompok sasaran pada saat kebijakan selesai dilakukan. b.
Single program before-after yaitu evaluasi dilakukan dengan
membandingkan kondisi sebelum dan sesesudah dari kelompok sasaran tanpa menggunakan kelompok pembanding.
c. Comparative after-only
evaluasi kebijakan dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi kelompok sasaran setelah implementasi dan
membandingkannya dengan kelompok pembanding. d.
Comparative before-after yaitu Evaluasi kebijakan dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi kelompok sasaran dan kelompok pembanding
sebelum dan sesudah implementasi.
Tabel 2.2 Metodologi Untuk Evaluasi
No Jenis Evaluasi
pengukuran kondisi kelompok sasaran
kelompok pembanding
Informasi yang
diperoleh Sebelum
Sesudah 1
Single program after-
only Tidak
Ya Tidak Ada
Keadaan Kelompok
Sasaran
2 Single
program before-after
Ya Ya
Tidak Ada Perubahan
Keadaan Kelompok
Sasaran
3 Comparative
afte –only Tidak
Ya Ada
Keadaan Sasaran
bukan
Universitas Sumatera Utara
Sasaran 4
Comparative before-after
Ya Ya
Ada Efek
program terhadap
kelompok sasaran
Sumber: Finterbusch dan Motz
2.1.3.4 Kriteria Evaluasi
Untuk menilai suatu kebijakan perlu dikembangkan beberapa indikator kerena penggunaan indikator yang tunggal akan membahayakan, dalam arti hasil
penilaiannya dapat bias dari yang sesungguhnya. Indikator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh William N. Dunn 2003:610 mencakup enam indikator
sebagai berikut:
Tabel 2.3 Kriteria Evaluasi Kebijakan
No. Kriteria
Penjelasan
1. Efektivitas
Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? 2.
Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan? 3.
Kecukupan Seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat
memecahkan masalah? 4.
Pemerataan Apakan biaya dan manfaat didistribusikan merata
kepada kelompok masyarakat yang berbeda?
5. Responsivitas
Apakah hasil kebijakan memuat preferensinilai kelompok dan memuaskan mereka?
6. Ketepatan
Apakah hasil yang dicapai bermanfaat?
Kriteria-kriteria di atas akan dijadikan sebagai tolak ukur atau indikator dari evaluasi kebijakan atau program. Untuk lebih jelasnya setiap indikator
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya adalah tercapainya hasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu
berkaitan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya yang telah dicapai. Steers dalam Halim 2004:166 mendefinisikan
efektivitas bahwa sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Mardiasmo 2009:132 menyatakan
bahwa efektivitas merupakan kontribusi output terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan Dunn 2003:429
menyatakan bahwa efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil akibat yang diharapkan atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan. Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan atau program ternyata
tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi, maka dapat dikatakan bahwa suatu kebijakan tersebut telah gagal. Hasil
kebijakanprogram tidak langsung efektif dalam jangka waktu yang pendek, tetapi mungkin membutuhkan jangka waktu yang cukup lama dan melalui
proses tertentu. Mardiasmo dalam Dana 2014:2 menjelaskan bahwa indikator
efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak outcome dari keluaran output program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar
kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditentukan, maka semakin efektif proses kerja yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
suatu unit organisasi. Penilaian efektivitas dalam penelitian ini menggunakan serangkaian ukuran sebagai berikut:
a. Hasil
b. Keadilan
c. Kemampuan melaksanakan
d. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah
Selanjutnya, untuk melihat tingkat efektivitas dapat diketahui dengan hitungan sebagai berikut:
Efektivitas =
��������� ���������� ������ ��������� �
× 100
Tabel 2.4 Keriteria Penilaian Efektivitas
Presentase Kriteria
Diatas 100 Sangat Efektif
90-100 Efektif
80-90 Cukup Efektif
60-80 Kurang Efektif
Kurang dari 60 Tidak Efektif
2. Efisiensi
Efisiensi merupakan saah satu indikator untuk melihat suatu keberhasilan dapat tercapai. Dikatakan efisiensi bila dalam penggunaan
sumber dayausaha secara optimum untuk mencapai hasil atau tujuan dari kegiatan yang dijalankan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi
adalah ketepatan cara usaha, kerja dalam menjalankan sesuatu dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya atau kemampuan menjalankan tugas
dengan baik dan tepat dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dunn 2003:430, efisiensi efficiency berkenaan dengan jumlah
usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. 3. Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang dicapai sudah dapat dirasakan mencukupi dalam pemecahan masalah. Menurut
Dunn 2003:430 , kecukupan berkenaan dengan seberapajauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecukupan
masih sangat berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan
kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam meyelesaikan masalah yang terjadi. Dalam hal ini, kriteria kecukupan menekankan pada hubungan antara
alternatif kebijakan yang diambil dengan hasil yang diharapkan, dimana usaha-usaha yang telah diambil atau dilakukan membawa perubahan yang
ada. 4. Pemerataan
Pemerataan dalam kebijakan publik berbicara tentang keadilan yang diberikan dan diperoleh oleh kelompok sasaran. William N. Dunn
2003:434 menyatakan bahwa kesamaan equity erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjukkan pada distribusi akibat dan
usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya
Universitas Sumatera Utara
atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu kebijakan atau program dapat dikatakan efektif, efisien dan mencukupi, namun akan bisa saja ditolak jika
biaya dan manfaat tidak merata dan adil bagi masyarakat. Kuncinya adalah keadilan dan kewajaran.
5. Responsivitas
Responsivitas berasal dari kata respon yang diartikan sebagai tanggap. Maka responsivitas dalam kebijakan publik dapat dikatakan sebagai
tanggapan sasaran kebijakan atau program terhadap penerapan suatu kebijakan. Menurut Dunn 2003:437, responsivitas berkenaan dengan
seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Bahkan lebih dalam lagi,
Dunn menyatakan bahwa kriteria responsivitas penting karena analisis yang dapat memuaskan semua keriteria lainnya efektif, efisien, kecukupan dan
kesamaan masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
Dari pernyataan diatas, maka respositivas ini akan melihat bagaimana kebijakan atau program yang diambil sesuai sesuai dengan kebutuhan untuk
menyelesaikan dan mengatasi masalah yang ada, bahkan mendatangkan kepuasan tertentu terhadap kelompok sasaran.
6. Ketepatan
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Dunn 2003:499
menyatakan bahwa kelayakan adalah kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai
Universitas Sumatera Utara
apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan
rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Dalam kriteria ketepatan ini, program atau kebijakan yang diambil dan ditetapkan yang dianggap dapat memecahkan masalah dapat dirasakan
bermanfaat kepada kelompok sasaran.
2.1.4 Pendapatan Asli Daerah 2.1.4.1 Tinjauan Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah PAD adalahsalah satu sumber dari pendapatan daerah. MenurutYani 2008: 51 Pendapatan asli daerah adalahpendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungutberdasarkan peraturan daerah sesuai denganperaturan perundang-undangan. Menurut Halim2004: 96 pendapatan asli
daerah merupakansemua penerimaan daerah yang berasal darisumber ekonomi asli daerah.Mardiasmo 2004: 125 mengemukakanbahwa, “Pendapatan Asli
Daerah adalahpenerimaan daerah dari sektor pajak daerah,retribusi daerah, hasil perusahan milik daerah, hasilkekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lainPAD
yang sah”. Pendapatan Asli Daerah PADmerupakan suatu pendapatan yang
menunjukkansuatu kemampuan daerah menggali sumber-sumberdana untuk membiayai kegiatan rutinmaupun pembangunan. Jadi pengertian daripendapatan
asli daerah dapat dikatakan sebagaipendapatan rutin dari usaha-usaha DemerintahDaerah dalam memanfaatkan potensi-potensisumber keuangan
daerahnya untuk membiayaitugas dan tanggungjawabnya.Peran PAD sebagai
Universitas Sumatera Utara
sumber pembiayaanpembangunan daerah masih rendah. Kendatipunperolehan PAD setiap tahun relatif meningkatnamun masih kurang mampu menggenjot
lajupertumbuhan ekonomi daerah. Rendahnhya potensi PAD disebabkan olehfaktor Erry, 2005: 51-52:
a. Banyak sumber pendapatan di kabupatenkota yang besar tetapi digali
oleh instansi yang lebih tinggi.
b. BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada pemerintah
daerah.
c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan
pungutan lainnya.
d. Adanya kebocoran-kebocorankolusi
e. Biaya pemungutan masih tinggi
f. Adanya kebijakan pemerintah yang berakibat menghapus atau
mengurangi penerimaan PAD.
g. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan
baik besaran tarifnya maupun sistem pemungutannya.
h. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Upaya meningkatkan kemampuanpenerimaan daerah, khususnya penerimaan dalampendapatan asli daerah harus dilaksanankan secaraterus
menerus oleh semua pihak dalam pemerintahdaerah, agar pendapatan asli daerah tersebut terusmeningkat. Pemerintah diharapkan dapatmeningkatkan PAD untuk
mengurangiketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat,sehingga meningkatkan otonomi dan keluasandaerah. Langkah penting yang harus
dilakukan olehpemerintah daerah untuk meningkatkanpenerimaan daerah adalah
Universitas Sumatera Utara
menghitung potensiPAD yang riil dimiliki daerah. MengoptimalisasiPAD akan berimplikasi pada peningkatanpungutan pajak daerah dan retribusi daerah,
karenapenyumbang terbesar PAD adalah dua komponen tersebut.
2.1.4.2 Kelompok Pendapatan Asli Daerah.
Halim 2012:1001 menjelaskan bahwa kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat bagian yaitu:
a. Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah daei pajak. Terbagi atas dua jenis yaitu:
1. Pajak provinsi.
2. Pajak kabupatenkota
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Retribusi dapat dipungut oleh pemerintah provinsi dan kabupatenkota
dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a.
Retribusi Jasa Umum b.
Retribusi Jasa Usaha c.
Retribusi Perizinan Tertentu c.
Hasil Pengelolan Kekayaan Milik Daerah Yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci menurut objek pendapatan yang
mencakup: a.
Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah.
Universitas Sumatera Utara
b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara.
c. Bagian laba atas penyertaan mosal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat. d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemerintah daerah. Transaksi ini disediakan untuk mengakunansikan penerimaan daerah.
2.1.5 Intensifikasi Pajak