Perlawanan Tuanku Imam Bonjol

65 Bab 4 | Proses Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia siasat benteng, seperti Benteng Fort de Kock di Bukit Tinggi. Karena kalah persenjataannya, kaum Paderi mundur. Setelah peperangan yang cukup lama, pada 1832 Belanda dapat menguasai Bonjol. Kaum Adat menyadari bahwa bantuan Belanda hanya siasat adu domba, sebenarnya Belanda ingin menguasai Minangkabau. Pada 1837 Belanda kembali dan meningkatkan penyerangannya ke Bonjol dibawah pimpinan Letnan Kolonel Micheels. Bonjol jatuh ke tangan Belanda, karena serangan tidak seimbang. Tuanku Imam Bonjol melarikan diri. Pada 28 Oktober 1837 Belanda mengundang Imam Bonjol untuk berunding. Kemudian, Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Cianjur. Pada 1839, Imam Bonjol dipindahkan ke Ambon, kemudian Minahasa sampai wafatnya 1864.

3. Perang Diponegoro 1825 - 1830

Putra Sultan Hamengkubuwono III yang lahir pada 1785 diberi nama Raden Mas Ontowiryo, kemudian dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro. Sejak kecil beliau diasuh oleh Ratu Ageng Janda Hamengkubuwono I. Pangeran Diponegoro sangat sedih melihat penderitaan rakyat saat itu. Tanah-tanah rakyat diambil untuk dijadikan perkebunan Belanda. Kebencian Pangeran Diponegoro tambah memuncak setelah mengetahui bahwa Belanda mematok tanah leluhurnya untuk dijadikan jalan antara Magelang-Tegalrejo. Bersama rakyat, Pangeran Diponegoro mencabuti patok-patok tersebut dan diganti dengan tombak. Atas tindakan Pangeran Diponegoro, Belanda marah dan menandakan tantangan perang. Perang Diponegoro terjadi pada 12 Juli 1825 dan berakhir pada 1830. Berikut ini adalah sebab-sebab terjadinya Perang Diponegoro: a masuknya pengaruh Barat dalam lingkungan keraton, seperti minum-minuman keras; b Belanda akan mempersempit kekuasaan raja-raja; dan c rakyat menderita akibat tingginya pajak dan kerja paksa. Dalam perlawanannya melawan Belanda, Pangeran Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangku Bumi, Kyai Maja, Sentot Alibasyah Prawirodirjo dari kalangan muda. Pangeran Diponegoro dalam pepe-rangannya menggunakan sistem gerilya. Sedangkan, Belanda menggunakan sistem Benteng Stelse. Pangeran Diponegoro juga disebut sebagai pahlawan dari Gua Selarong. Karena, Pangeran Diponegoro ketika sampai di Selarong ia bertapa di gua tersebut. Dalam peperangan tersebut banyak pasukan Gambar 4.11 Pangeran Diponegoro Sumber: image.g oogle.com 66 Sudut Bumi - IPS Terpadu untuk SMPMTs Kelas VIII Gambar 4.12 I Gusti Ketut Jelantik Sumber: image.g oogle.com Belanda yang tewas. Akibat Belanda sering mengalami kekalahan dan perang berlangsung lama, maka banyak memakan biaya perang. Untuk menghentikan peperangan tersebut, Belanda mengeluarkan siasat, yaitu: a Belanda mengembalikan Sultan Hamengkubuwono II Kakak Pangeran Diponegoro yang dibuang ke Penang oleh Raffles. Pangeran Diponegoro tetap melanjutkan peperangan. b Belanda akan memberikan hadian sebesar 50.000 Gulden kepada siapa saja yang bisa menangkap Pangeran Diponegoro. c Belanda menangkap Kencono Wungu Ibu Pangeran Diponegoro, tetapi juga tidak menyurutkan semangat perangnya, usaha itu juga tidak berhasil. Setelah peperangan berlangsung tiga tahun, Kyai Maja dan Sentot Alibasyah tertangkap. Akan tetapi, Pangeran Diponegoro tetap semangat melanjutkan peperangan untuk mengusir Belanda dari tanah Jawa. Dengan tipu daya, Belanda mengajak Pangeran Diponegoro berunding. Perundingan itu diadakan di Magelang di rumah seorang residen. Bila perundingan itu gagal, Pangeran Diponegoro boleh kembali ke tempatnya. Pada 18 Maret 1830 perundingan dimulai, Belanda dipimpin oleh Jenderal De Kock, panglima perang Belanda. Akan tetapi, Pangeran Diponegoro malah ditangkap dan dibuang ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makasar sampai wafatnya 8 Januari 1855.

4. Perang Bali

Pada 1844 dua buah kapal Belanda terdampar di Pantai Sangset Bali. Daerah tersebut merupakan wilayah kekuasaan Buleleng. Kerajaan Buleleng menganut hukum Tawan Karang, artinya hak menawan kapal-kapal yang terdampar di Pulau Bali. Belanda mengirim utusan agar kapal-kapal Belanda dilepaskan dan untuk menghapus hak Tawan Karang. Raja Buleleng serta patihnya yang bernama Gusti Ketut Jelantik tidak menghiraukan permintaan Belanda. Tahun 1864 Belanda menyerang Buleleng, Benteng Buleleng Jagaraga dan istana Buleleng dikuasai Belanda. Setelah Belanda menguasai kerajaan, Buleleng dimanfaatkan oleh raja-raja di Bali untuk merebut kembali kerajaan Buleleng dari tangan Belanda. Setelah terdengar berita bahwa istana Buleleng dikuasai oleh raja- raja Bali, Belanda mengirim pasukan dan menyerbu Benteng Jagaraga pada 1849. Dalam peperangan tersebut rakyat Bali dipimpin oleh Gusti Ketut Jelantik dan rakyat berperang habis-habisan. Peristiwa itu terkenal dengan nama Perang Puputan. Dalam perang tersebut, Belanda mengerahkan pasukan besar dengan jumlah 5000 pasukan dibawah