Masa Kolonialisme dan Imperialisme Inggris di Nusantara Masa Pemerintahan Raffles

59 Bab 4 | Proses Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia d kesulitan untuk menentukan besarnya pajak bagi setiap penyewa tanah. Raffles kemudian berupaya untuk memperbaikinya. Namun, di Eropa telah terjadi perubahan karena Perancis kembali kalah dalam Perang Koalisi. Akhirnya, Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian di London 1814. Isi dari perjanjian tersebut adalah Inggris memberikan kembali hak untuk mendapatkan kekuasaan atas Nusantara kepada Belanda. Sebenarnya, Raffles tidak setuju dengan kebijakan tersebut karena semasa Belanda berkuasa rakyat nusantara keadaannya sangat menderita. Raffles meletakkan kekuasaannya sebelum kekuasaan diserahkan kepada Belanda. Penyerahan kepada Belanda dilakukan oleh penggantinya, yaitu John Fendall. Karya-karya Raffles untuk Nusantara, antara lain adalah: a Buku History of Java. b Perintisan pembuatan Kebun Raya Bogor. c Penemuan bunga Rafflesia arnoldi.

3. Masa Penjajahan Hindia Belanda

Sejak perjanjian ditandatangani, kekuasaan atas Hindia Belanda jatuh ke tangan pemerintah kolonial Belanda. Penguasa baru ini kemudian menerapkan berbagai kebijakan yang intinya adalah monopoli, pemerasan, dan pengerahan tenaga rakyat. Adapun kebijakan-kebijakan tersebut adalah sebagai berikut: a. Penjualan Tanah Partikelir Tanah partikelir particuliere landerijn sudah ada sejak zaman VOC hingga awal abad ke-19. Munculnya tanah partikelir berkaitan dengan praktik penjualan atau penyewaan tanah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dan pemilik tanah jabatan kepada masyarakat swasta. Tanah partikelir tersebut tersebar di daerah pedalaman, antara lain: di sekitar Batavia dan Bogor, Banten, Karawang, Cirebon, Semarang, Blora, Lasam, Tuban, dan Surabaya. Para pemilik tanah partikelir biasa disebut sebagai tuan tanah. Mereka terdiri dari orang- orang Belanda, Cina, dan Arab. Kedudukan mereka sangat berkuasa seperti layaknya kepala desa atau bupati. Misalnya, apabila mereka membeli atau menyewa tanah yang luas, mereka tidak hanya sebagai pemilik tanahnya, melainkan dengan segenap penduduk yang tinggal di tanah daerah tersebut. Semua penduduk harus tunduk kepada aturan yang diberlakukan para tuan tanah tersebut. Aturan-aturan tersebut, misalnya: a menarik hasil panen secara langsung 10 dari hasil panen; b menarik uang sewa rumah, bengkel, warung, dan lain-lain; dan c mengerahkan penduduk untuk kerja rodi. Gambar 4.5 Bunga Raflesia Arnoldi Sumber: image.g oogle.com „ „ Sejak perjanjian ditandatangani, kekuasaan Hindia Belanda jatuh ke tangan pemerintah kolonial Belanda. 60 Sudut Bumi - IPS Terpadu untuk SMPMTs Kelas VIII Untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut, pemerintah kolonial mengangkat pegawai administrasi, pengawas, dan pemungut pajak. Dengan kondisi aturan seperti itu, di tanah partikelir tidak jauh bedanya dengan penerapan perbudakan terhadap rakyat dimana hasil panen diambil, harus bayar sewa rumah, dan lain-lain. Ditambah lagi dengan kerja rodi, akhirnya rakyat hidup dengan sengsara. Kelaparan terjadi di mana-mana, rakyat yang meninggal bukan lagi dengan hitungan hari, tetapi tiap jam karena penyakit dan kelaparan, bayi banyak yang meninggal karena air susu kering karena ibunya tidak makan, dan banyak penderitaan lainnya. Saat itu, rakyat betul-betul tidak dapat merasakan artinya hidup di buminya sendiri. Tanah partikelir dilarang dan dibubarkan pada 1817 pada saat pemerintah kolonial dipimpin oleh Van Der Capallen dengan alasan karena hasil-hasil produksi pertanian banyak yang jatuh ke tangan tuan tanah sehingga pemasukan keuangan Belanda berkurang. b. Sistem Tanam Paksa Setelah menerima kembali kekuasaan atas wilayah Hindia Belanda dari Inggris, Belanda kembali dililit persoalan keuangan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut ini: a pengeluaran biaya perang, terutama Perang Diponegoro dan Perang Padri; b di negeri Belanda terjadi pemberontakan Belgia yang ingin memisahkan diri; dan c badan usaha dagang Belanda gagal menghasilkan keuntungan bagi Belanda. Guna menyelamatkan Belanda dari kebangkrutan, Gubernur Jenderal Van Den Bosh menerapkan politik konservatif dengan cara menerapkan sistem tanam paksa Cultuur Stelsel. Sistem ini diharapkan akan menggairahkan kembali keuangan Belanda, dan dengan sistem ini Belanda mengharapkan dapat mengumpulkan sejumlah tanaman yang akan dipasarkan ke Eropa dan Amerika. Ketentuan-ketentuan sistem tanam paksa tertuang dalam lembaran negara staatbled Nomor 22 Tahun 1834. Aturan-aturan tersebut, di antaranya adalah: a penduduk harus menyerahkan · bagian tanahnya untuk ditanami tanaman perdagangan; b tanah tersebut bebas pajak; c penduduk yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan milik Belanda; d waktu untuk tanam paksa tidak boleh melebihi waktu untuk tanam padi atau kurang lebih tiga bulan; e kegagalan panen ditanggung pemerintah; dan f pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada kepala desa. Gambar 4.6 Van Den Bosh 1 5 Sumber: image.g oogle.com