Konstruksi Sub-model Dispersi Konstruksi Sub-model Dampak Pencemaran

4. Estimasi Emisi Total per Grid

Emisi total x = Emisi industri,x + Emisi domestik, x + Emisi kendaraan, x Emisi tontahun. x : grid x = 1,..,23.

5.3 Konstruksi Sub-model Dispersi

Model dispersi Gaussian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut Schnelle Dey 1999: 1 2 1 2 1 b a x C a b u π − = − Q 5.8 di mana, C adalah estimasi konsentrasi ambien polutan PM10 µgramm3. u adalah kecepatan angin rata-rata ms. a Q adalah emisi per satuan luas m2. a dan b adalah parameter koefisien dispersi vertikal diberikan pada Tabel 13 di mana kondisi meteorologi Jakarta dalam klasifikasi Pasquill ditetapkan pada kondisi netral. Tabel 13 Parameter Koefisien Dispersi Vertikal Parameter a dan b untuk koefisien dispersi vertikal σ z Parameter Kondisi Meteorologi a b Sangat tidak stabil 0.4 0.91 Tidak stabil 0.33 0.86 Netral 0.22 0.8 Estimasi Pasquill D 0.15 0.75 Stabil 0.06 0.71 Sumber: Schnelle Dey, 1999. Estimasi konsentrasi ambien ini dipengaruhi oleh arah angin, dalam penelitian ini diambil 8 arah angin, sehingga nilai estimasi konsentrasi menjadi: 1 1 8 wd wd n C f = = ∑ C 5.9 di mana, C estimasi konsentrasi ambien µgramm3. wd f frekuensi arah angin. wd C konsentrasi polutan untuk masing-masing arah angin µgramm3. Meningkatnya konsentrasi dibatasi oleh nilai concentration decay secara alami dari partikel tersebut. Menurunnya konsentrasi partikel untuk penelitian ini, ditentukan dari besaran curah hujan yang menghapus partikel tersebut, untuk partikel PM 10 tingkat efisiensi dari penghapusan atau penurunan konsentrasi mencapai 55 Colls 2002. Perhitungan untuk menentukan penurunan konsentrasi akibat curah hujan adalah sebagai berikut. Penurunan konsentrasi = Exp- λt 5.10 Nilai λ adalah konstanta untuk concentration decay, dalam penelitian ini λ = 0.825.

5.4 Konstruksi Sub-model Dampak Pencemaran

Jumlah kasus gangguan kesehatan yang disebabkan oleh polutan diestimasi menggunakan fungsi dose-response. Kemiringan atau slope fungsi dose-response atau fungsi dosis-tanggapan yang digunakan diberikan pada Lampiran 5. Estimasi dampak pencemaran udara pada kesehatan manusia menggunakan fungsi dose-response yang dikembangkan Ostro 1994, untuk Jakarta. Secara umum fungsi dose-response untuk gangguan kesehatan akibat polutan adalah: dHi = bi POPi dA 3.11 Di mana: dHi = jumlah kasus kesehatan i bi = kemiringanslope fungsi dose-response untuk masalah kesehatan i POPi = penduduk di wilayah yang terpolusi dA = selisih konsentrasi ambien dan BMA. Baku mutu udara ambien rata-rata tahunan untuk PM 10 baik secara nasional maupun Jakarta tidak diperoleh, karena itu digunakan baku mutu udara ambien dari US-EPA, yaitu 50 µgrm3 1 . Jumlah Kasus Serangan Asma = 0.0326 PM10 –BMA PM 10 POP AP 1 EPA, Review of the National Ambient Air Quality Standards for Particulate Matter, 2007. AP adalah persentase penduduk yang menderita asma, persentase rata-rata penduduk Jakarta yang menderita asma adalah 1.675 persen BPS, 2003. Jumlah Kasus LRI = 0.00169 PM10 – BMA PM 10 POPPA LRI = Lower Raspiratory Illness among Children; gangguan pernapasan pada anak-anak. PA adalah persentase jumlah anak dibawah 5 tahun. Persentase jumlah anak di DKI Jakarta antara tahun 2000 sampai 2005 adalah 9.36 persen BPS,2005. Jumlah Kasus RAD = 0.0575 PM10 – BMA PM 10 POPPK RAD = Restricted Activity Days ; jumlah hari keterbatasan kegiatan. PK adalah persentase penduduk usia bekerja 0.40 persen dari jumlah penduduk. Nilai ekonomi dari masalah kesehatan yang berkaitan dengan polutan diperhitungkan menggunakan persamaan berikut: TBi = Vi dHi 5.11 Di mana: TBi : nilai ekonomi dari masalah kesehatan i. Vi : nilai estimasi masing-masing kasus masalah kesehatan. dHi : jumlah kasus kesehatan untuk masalah kesehatan i. Estimasi nilai ekonomi untuk masing-masing kasus kesehatan diberikan pada Lampiran 6. Estimasi biaya sosial dilakukan menggunakan persamaan berikut: Biaya Sosial = ∑ Nilai ekonomi kasus kesehatan 5.12 Nilai ekonomi kasus kesehatan juta rupiah. Biaya sosial adalah jumlah nilai ekonomi dari gangguan kesehatan juta rupiah. Estimasi biaya amenity atau biaya non-kesehatan menggunakan hasil penelitian Lvovsky et al. 2000, di mana nilai biaya sosial adalah 68 persen dari total biaya kerusakan dan biaya amenity adalah 11 persen dari total nilai kerusakan. Biaya degradasi adalah jumlah nilai ekonomi kasus kesehatan dan biaya kerusakan lingkungan non-kesehatan. Biaya degradasi = Biaya Sosial + Biaya-non-kesehatan 5.13 Biaya dalam juta rupiah. Manfaat kendaraan dalam grid x, adalah: fraksi jumlah kendaraan pada grid x jumlah kendaraan pada harga rata-rata kendaraan. Asumsi yang digunakan adalah bahwa harga jual kendaraan merupakan komponen dari manfaat kendaraan. Manfaat bersih merupakan selisih dari manfaat kendaraan dan biaya degradasi. Manfaat Bersih = Manfaat Kendaraan - Biaya Degradasi Nilai net present value NPV diestimasi dengan persamaan berikut: Nilai NPVt = Manfaat Bersih t EXP-interest rate + Nilai NPV t-1 5.14

5.5 Template Model