Aspek Sosial ANALISIS KEBIJAKAN

membutuhkan pendanaan baik untuk pengembangan infrastruktur transportasi umum maupun dalam mengatasi kerusakan lingkungan yang terjadi. Karena itu kebijakan lingkungan yang diterapkan harus juga mendatangkan revenu. Untuk menurunkan tingkat polusi udara dari emisi dari kendaraan kebijakan instrumen ekonomi yang dapat diterapkan adalah pajak kendaraan, pajak penggunaan jalan, dan subsidi pada PCE.

7.2 Aspek Sosial

Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat bukan hanya meningkatkan pendapatan. Karena itu meningkatnya pendapatan yang mempengaruhi meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor sehingga terjadi kerugian secara sosial dan ekonomi bagi penduduk Jakarta merupakan eksternalitas dari pembangunan ekonomi yang dilakukan. Semakin besar nilai eksternalitas tersebut, menyebabkan semakin menurunnya kualitas hidup sebagian penduduk Jakarta. Hasil model dinamis menunjukkan bahwa meningkatnya emisi dari kendaraan menyebabkan konsentrasi ambien PM 10 di sebagian besar wilayah di Jakarta telah melampaui BMA bagi kesehatan. Hal tersebut menyebabkan bertambahnya konsentrasi PM 10 akan meningkatkan jumlah penduduk yang akan mengalami gangguan kesehatan dan juga meningkatkan level kerusakan kesehatan dari yang terpulihkan pada kerusakan yang tidak terpulihkan Connell Miller 1995. Hasil analisis model dinamis membuktikan bahwa hubungan antara konsentrasi ambien dan gangguan kesehatan secara kuadratik, sehingga pertumbuhan kecepatan bertambahnya gangguan kesehatan meningkat dengan tajam sejalan dengan meningkatnya konsentrasi. Selain itu, dengan kontak yang lebih lama maka penduduk yang mengalami gangguan kesehatan yang dapat terpulihkan atau dikembalikan akan meningkat menjadi penduduk yang mengalami gangguan kesehatan yang tidak dapat dipulihkan lagi atau permanen bahkan akan menyebabkan kematian yang lebih awal. Dengan kata lain meningkatnya pencemaran menyebabkan meningkatnya gangguan kesehatan secara kuantitas dan kualitas. Model dinamis juga menunjukkan bahwa karena konsentrasi ambien berbeda antara wilayah maka gangguan kesehatanpun akan berbeda untuk setiap wilayah. Dapat terjadi penduduk dari wilayah yang menerima dampak pencemaran PM 10 terparah, adalah penduduk tidak memiliki kendaraan. Hasil model dinamis menyatakan bahwa biaya sosial per kapita per tahun mencapai 600 ribu rupiah pada tahun 2005. Data kependudukan menunjukkan bahwa 40 persen dari tenaga kerja di Jakarta adalah buruh dengan penghasilan sesuai UMP. Jika biaya ekonomi gangguan kesehatan dari polusi udara ditanggung oleh masyarakat, maka sekitar 1 satu bulan penghasilan sebesar UMP digunakan untuk biaya kesehatan tersebut. Nilai ekonomi dari pencemaran secara total pada tahun 2005 mencapai 8.1 persen dari PDRB Jakarta tahun 2004. Analisis cost-benefit terhadap dampak pencemaran dari kendaraan bermotor memberikan bahwa manfaat bersih dan NPV meningkat selama masa estimasi. Permasalahannya adalah meningkatnya manfaat bersih ini tidak terdistribusi secara merata pada anggota masyarakat, mengingat biaya eksternalitas dari dampak pencemaran kendaraan bermotor ditanggung oleh masyarakat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak menyebabkan meningkatnya kesejahteraan atau bahkan menyebabkan meningkatnya masyarakat miskin. Tingginya kerusakan lingkungan dan besarnya dampak sosial ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat, merupakan alasan utama dari internalisasi biaya eksternalitas penggunaan kendaraan bermotor. Internalisasi biaya kerusakan lingkungan ke dalam perhitungan PDB atau PDRB dilakukan melalui penerapan instrumen ekonomi. Sekalipun penggunaan kebijakan BME dapat menurunkan tingkat emisi kendaraan secara efektif, namun biaya sosial yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan kendaraan bermotor ataupun biaya abatemen kerusakan lingkungan tidak dapat diatasi hanya dengan kebijakan BME ini. Hal ini disebabkan karena kebijakan BME tidak menghasilkan revenu, sedangkan pemerintah mengalami keterbatasan anggaran. Dengan alasan keterbatasan anggaran ini pula, diciptakan instrumen ekonomi yang memberikan insentif untuk perbaikan lingkungan dan sekaligus meningkatkan pendapatan negara atau daerah O’Connor 1996. Pertimbangan keadilan pada masyarakat banyak, mengharuskan bahwa cost yang dibebankan pada sebagian masyarakat harus juga dikenakan pada pemilik kendaraan atau menggunakan prinsip pencemar menanggung dampak pencemaran atau polluter pays principle. Hasil analisis model dinamis memberikan bahwa pertumbuhan kerugian sosial atau gangguan kesehatan masyarakat per tahunnya meningkat dengan cepat. Di samping itu, alternatif kebijakan instrumen ekonomi merupakan kebijakan lingkungan dengan possible loss terkecil. Dengan demikian, penggunaan kebijakan yang merupakan kombinasi antara kebijakan CAC dan instrumen ekonomi dapat dilaksanakan di Jakarta dan segera diberlakukan untuk menghindari meningkatnya gangguan kesehatan akibat pencemaran yang lebih besar lagi. Untuk mengatasi isu keadilan sosial maka pendapatan negaradaerah yang diperoleh dari berbagai jenis kebijakan instrumen ekonomi dari penggunaan kendaraan bermotor dapat dimanfaatkan untuk 2 dua hal. Pertama, untuk mengatasi bertambahnya kerusakan lingkungan dengan perbaikan sistem transportasi umum dan untuk subsidi PCE serta perbaikan lingkungan kota Jakarta dengan meningkatkan ruang terbuka hijau yang dapat memperkecil atau meredam pencemaran yang terjadi. Kedua, untuk mengatasi dampak sosial yang dialami oleh masyarakat akibat penggunaan kendaraan bermotor maka harus dilakukan perbaikan fasilitas layanan kesehatan masyarakat yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lainnya. Kesimpulan dari uraian kebijakan di atas adalah bahwa dibutuhkan pendanaan bagi perbaikan lingkungan dan untuk mengatasi biaya sosial akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Karena itu internalisasi dari biaya kerusakan lingkungan ke dalam PDRB merupakan suatu keharusan sehingga hasil pembangunan dapat terdistribusi secara merata pada seluruh anggota masyarakat.

7.3 Aspek Ekonomi