Peran Posyandu dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhoksemawe

(1)

PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI

TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN

REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI

KOTA LHOKSEMAWE

TESIS

Oleh

M. N A S I R

067024034/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI

TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN

REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI

KOTA LHOKSEMAWE

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

M. N A S I R

067024034/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE

Nama Mahasiswa : M. N a s i r Nomor Pokok : 067024034

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Humaizi, MA) (Drs. Agus Suriadi, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 8 Juni 2008

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Humaizi, MA

Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si 2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI

TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHARAN

REPRODUKSI DI KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA

LHOKSEUMAWE

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh grlar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar perpustakaan.

Medan, 8 Juni 2008 Penulis,

M. N a s i r


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menjelaskan tentang fenomena masalah kesehatan yang dilihat dari perspektif cara penyebaran informasi kesehatan. Aspek yang dilihat adalah keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Persoalan dasarnya bukan hanya menyangkut kesehatan semata-mata tetapi faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan turut berpengaruh di dalam penyebaran dan penerimaan informasi. Jika dilihat dari sudut ini, maka masalah kesehatan bukan hanya masalah dokter, dan ahli-ahli kesehatan saja, tetapi masalah kesehatan juga merupakan tanggung jawab para ahli ilmu sosial. Masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri antara lain berpendidikan relatif rendah, kehidupan sosial ekonomi lemah, pola hubungan interpersonal sangat kuat, sedikit sekali komunikasi yang dilakukan oleh anggota sistem dengan pihak luar. Karena itu, pertanyaan yang hendak dijawab adalah bagaimana pandangan lembaga-lembaga formal, informal dan anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) terhadap proses difusi inovasi kesehatan modern yang dilakukan oleh posyandu terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi? Bagaimana anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) mencari informasi tentang pengobatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi? Bagaimana peranan kader dalam penyebaran inovasi kesehatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?

Beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem sosial, struktur sosial, norma sistem sosial, difusi inovasi. Serangkaian konsep tersebut digunakan untuk melihat posyandu dalam persektif komunikasi pembangunan dan peranan kader posyandu dalam proses adopsi inovasi kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Wawancara kepada 15 orang, studi dokumentasi dan observasi digunakan untuk mengumpulkan data.

Sistem sosial masyarakat lingkungan seperti Banda Sakti yang tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah, pola hubungan interpersonal sangat kuat. Proses perjaianan waktu inovasi kesehatan posyandu tidak memakan jangka waktu yang lama. Karena inovasi kesehatan memberikan insentif atau imbalan bagi ibu-ibu balita. Pengaruh insentif posyandu efektif sangat dalam meningkatkan taraf keuntungan reiatif inovasi kesehatan. Tetapi apabila ditarik insentif posyandu maka pengadopsian akan berhenti. Hal ini menjadi masalah karena tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Tujuan ini juga yang akan direalisasikan oleh posyandu. Kader memegang peranan yang sangat penting dalam posyandu. Posyandu tidak bisa berjaian tanpa ada kader. Kader tanpa posyandu tidak bisa juga. Partisipasi masyarakat di Banda Lhokseumawe masih merupakan partisipasi paternalistik atau patrimonial. Peranan pemimpin paternalistik seperti kepala lingkungan sangat menentukan dalam meningkatkan partisipasi ibu ibu balita dalam posyandu.


(7)

ABSTRACT

This research try to explain about Problem of health, seen from in perspective way of spreading of helath information. Aspect seen The Family Planning and health reproduce the miraculous subdistrict Banda Sakti of Town Lhokseumawe. Its base problem not merely concerning health but social factor of culture, Economic, education, attitude, and belief partake to have an effect on spreading and information acceptance. If seen from the aspect of this, health problem of not merely problem of just doctor, but health problem also represent the responsibility of all social science expert.

Traditional society own the marking for example have education to relative lower, the social life of weak economics, pattern of relation interpersonal very strong, communications conducted by system member with the outside party. That its question which will be replied how formal institutes view, informal an social system society (Baby’s mother) to diffusion process innovative the modern health especially hit the Family Planning And health reproduce ?. How social members (Baby’s mother) searching information about modern medication especially hit the Family Planning and health reproduce ? How cader role in spreading innovate the modern health especially hit the family Planning and health reproduce ?.health especially hit the Family Planning and health reproduce ?.

Some concept used in the research social system, Social structure, social system norm, diffusion innovate. With rever to the concept used to see the Public Helath clinic in perspective communications of development and role cader Posyandu in course of adoption innovate the health. Resarch used descriptive approach qualitative. Interview with 15 (Fiveteen) People’s study of documentations and observations used the collect the data.

Social system of environment society like miraculous district of Banda sakti which mount the society education which still relative lower the pattern of relation interpersonal very strong. Process the time transportation journey innovate the Public Helath clinic don’t eat the duration old once because health innovation give the incentive or rewars for baby’s mothers. Effective incentive the Post stop service influence deeply improve advantage level relative innovate the health. But if pulled incentive of The Public Helath clinic hence adoption will desist. This matter became the problem because health development improve the society ability to help his self in the field of health. This also must to be realized by Posyandu. Very important role gangway cader in the Public Helath clinic. Public Helath clinic will not walked without cader. Cader without Public Helath clinic cannot to. Participate the miraculous subdistrict of Banda sakti on town Lhokseumawe still represent the paternalistic participation of patrimonial.


(8)

Paternalistic leader role like environment head very determining improving participation of baby’s mother in The Public Helath clinic.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji beserta Syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hiadayah beserta kekuatan dan kesehatan kepada penulis seehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul “Peran Posyandu Dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe”.

Selawat beserta salam penulis sanjungkan kepangkuan alam Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan keluarganya, yang telah memimpin alam semesta dan membawa Rachmat kepada ummat Islan di seluruh penjuru dunia.

Pada Kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang selama ini dengan keikhlasan hati telah banyak memberikan bantuan moril dan materil beserta sumbangsih dalam rangka kelancaran penulisan tesis ini, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Unversitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. M.Sc, MS., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Suamatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara


(10)

4. Bapak Drs. Humaizi, MA, selaku dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini

5. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku dosen Pembimbing II dan selaku Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan yang tak jemu-jemu telah menyisihkan waktu yang banyak serta menyumbangkan pemikiran kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku dosen Penguji I, yang tak bosan-bosan menyediakan waktu dan pemikiran serta arahan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Kepada Bapak M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku dosen Penguji II, yang selalu penuh kesabaran dan memberikan waktu serta pemikiran dalam penyelesaian tesis ini.

8. Isteriku tercinta Dra. Yurlita dan anak-anakku tersayang Rika, Yesi, Viza dan Rizki selaku pendaping hidupku dan pendorong minat penulis dalam melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana serta penyelesaian penulisan tesis ini.

9. Bapak Walikota Lhokseumawe dan Staf di jajaran Pemerintah Kota Lhokseumawe yang telah berkenan memberikan kesempatan yang diiringi dengan bantuan biaya pendidikan yang sangat berharga dan penulis menyampaikan terima kasih atas semua bantuanya selama ini.


(11)

10.Para rekan-rekan Mahasiswa (i) angkatan X Program Studi Pembangunan, khususnya kepada RGH yang telah memberikan bantuan dan sumbangsih kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan dengan lancar penulisan tesis ini.

11.Segenap civitas akademika, terutama para dosen dan staff Sekretariat Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan akademik dan administrasi kepada penulis guna kelancaran studi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut memberikan andil dan harapan serta memberikan bantuan langsung ataupun tidak langsung, sehingga keyakinan penulis dalam penelitian ini dapat diselesaikan dengan lancar.

Penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan yang membacanya dan atas segala saran serta kritikan untuk penyempurnaan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2008


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir tempat lahirnya di Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 8 Maret 1961, beristeri seorang Sarjana berpendidikan S1 yang bekerja sebagai Pegawai Pegawai Negeri ( Guru SMA ), menikah tanggal 25 Juni 1985 dan telah dikaruniai oleh Allah empat orang anak, tiga orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki. Penulis pertama sekali bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil yang diangkat tanggal 1 Maret 1986 pada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Aceh Utara selama masa kerja 18 tahun dari mulai sebagai Staff sampai dengan Tahun 1997, selanjutnya pada pertengahan tahun 1987 dipromosikan pada Jabatan Stuktural sebagai Kasubsi Pelayanan Program Integrasi BKKBN Kabupaten Aceh Utara sapai dengan pertengahan Tahun 1992, selanjutnya pada tanggal 11 Mai 1992 dipromosikan ke Jabatan Struktural yang lebih tinggi sebagai Kabag Tata Usaha BKKBN Kabupaten Aceh Tengah sampai dengan bulan Desember 1994, seterusnya sejak bulan Januari 1995 dimutasikan kembali Jabatan Struktura yang sama sebagai Kasi Penyusunan Program dan Anggaran BKKBN Kabupaten Aceh Utara, selanjutnya bulan Agustus 1998 dimutasikan kembali ke Esselon yang sama pada Jabatan Kasi Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Kabupaten Aceh Utara.

Berhubung BKKBN di Kabupaten/Kota disetarakan dengan Badan/Dinas Otonomi Daerah, maka pada Tahun 2001 penulis dengan sendirinya disesuaikan


(13)

Pemberdayaan Keluarga BKKBN Kabupaten Aceh Utara. Kemudia pada bulan Desember Tahun 2003 Pemerintah Pusat Menyerahkan Personil, Pembiayaan, Peralatan dan Dokumentasi ( P3D ) BKKBN di Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Penulis tertera nama dalam P3D dengan Pangkat Pembina Golongan IV/a yang diserahkan Kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe pada tanggal 31 Desember 2003. Selanjutnya pada Tahun 2004 penulis diberikan kepercayaan oleh Walokota Lhokseumawe untuk memimpin lembaga yang mebidangi keluarga berencana yaitu sebgai Kepala Kantor Pengendalian Keluarga Sejahtera Kota Lhokseumawe dan pada akhir Tahun 2004 Kantor tesebut di Insert kedalam Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Tenaga Kerja dan Catatan Sipil Kota Lhokseumawe menjadi Bidang Pengendalian Keluarga Sejahtera dan di tempatkan penulis sebagai Kepala Bidang tersebut sampai dengan bulan Januari Tahun 2008, Selanjutnya penulis dalam Pangkat Pembina Tk.I, Golongan IV/b pada bulan Februari 2008 dilantik Oleh Walikota Lhokseumawe sebagai Kepala Badan Pemberdayaan Masyarkat Kota Lhokseumawe sampai dengan sekarang.

Pendidikan dan Kursus yang berhasil diselesaikan antara lain yaitu S D Cot Mirapati di Kecamatan Kuta Blang Kabupaten Bireuen Tahun 1973, S M P Negeri 1 Matang Glumpang Dua tahun 1976, SPG Negeri Bireuen Tahun 1980, FKIP Unsyiah Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Tahun 1985, Diklat Pelatih Kader Pembangunan Desa Terpadu ( KPDT ) di Banda Aceh Tahun 1987, Diklat Pelatih Metodologi Perencanaan Pembangunan Bagi LKMD di Banda Aceh pada Tahun 1991, Diklat


(14)

Pelatih Perencanaan Partisipatif Pembangunan Masyarakat Desa ( P3MD ) di Yok Jakarta pada Tahun 1996, Diklat Gerakan KB Nasional di Jakarta pada tahun 1992, Diklat Pelatih Kewaspadaan Pangan Dan Giz di Provinsi Riau Tahun 1998.

Kota-kota di luar Negara yang pernah penulis dikunjungi yaitu Kunjungan Wisata Penang , Kuala Lumpur Malaysia dan Singapore pada tahun 2000.


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ..………... ii

KATA PENGANTAR ………. iv

RIWAYAT HIDUP ……… vii

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……….. xiii

DAFTAR GAMBAR ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ..……… xv

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2. Perumusan Masalah ……… 9

1.3. Tujuan Kajian ………... 11

1.4. Manfaat Kajian ……… 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 12

2.1. Pendahuluan ………. 12

2.2. Posyandu dalam Konteks Studi Komunikasi Pembangunan ……….. ………. 13


(16)

2.3. Peranan Kader Posyandu dalam Proses Adopsi

Inovasi Kesehatan ……… 21

2.4. Posyandu dalam Konteks Studi-Studi Difusi Inovasi Kesehatan ………. 25

2.5. Posyandu dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Untuk Program Kesehatan ………. 32

2.6. Definisi Konsep ………. 35

2.7. Konsepsi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi ………... 36

2.7.1. Keluarga Berencana ……… 36

2.7.2. Kesehatan Reproduksi ……….…….. 40

BAB III METODE PENELITIAN ………. 42

3.1. Jenis Penelitian ……… 42

3.2. Teknik Pengumpulan Data dan Informan ……... 42

3.3. Analisa dan Penafsiran Data ………... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN TENTANG POSYANDU SERTA PENYEBARAN INFORMASI KESEHATAN ….. 46

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Banda Sakti …... 46

4.2. Gambaran Umum Program Posyandu ………... … 47 4.2.1. Pelayanan Posyandu di Kecamatan Banda


(17)

4.3. Gambaran Umum Karakteristik Informan ………. 50

4.3.1. Ibu Balita Sebagai Penerima Inovasi Kesehatan ……. 50

4.3.2. Pemuka Formal dan Informal Sebagai Penyebar Informasi Kesehatan ……… 100

4.4. Pengamatan Lapangan ……… 123

4.4.1. Analisis Informan Secara Khusus ……… 123

4.4.2. Pemanfaatan Lembaga Posyandu Sebagai Pusat Media Komunikasi Kesehatan ……… 124

4.4.3. Peranan Pelaksanaan dalam Proses Difusi Inovasi Kesehatan Dokter dan Bidan ……… 125

4.4.4. Media yang Digunakan dalam Proses Difusi Inovsi Kesehatan ……… 130

4.5. Proses Difusi Inovasi Kesehatan Terpadu ……….. 131

BAB V PENUTUP………. ……… 135

5.1. Kesimpulan ………... 135

5.2. Saran-Saran ………. 139

DAFTAR PUSTAKA ... 141


(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Hirarki Komponen / Unsur Pelayanan ... 5 2. Klasifikasi Informan ... 44


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Tahap Proses Keputusan Inovasi... 30


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Instrumen Penelitian Tentang Peran Posyandu Dalam

Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi ... 143


(21)

PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman wawancara ini merupakan sederetan research question yang ingin dicari jawabannya di lapangan yaitu:

A. Pengenaan Media

1. Apakah Ibu membaca surat kabar?

2. Apakah Ibu mendengarkan radio dan menonton televisi? 3. Apakah Ibu suka keseniaan daerah?

B. Difusi

1. Dari mana Ibu memperoleh informasi posyandu? 2. Apa yang Ibu ketahui tentang posyandu?

3. Dapatkah Ibu menjelaskan saluran-saluran komunikasi apa yang ikut mendukung penyebaranluasan Posyandu?

C. Partisipasi Untuk Ibu

1. Sejauh mana Ibu melaksanakan program kesehatan posyandu?

Untuk pemuka masyarakat

1. Dapatkah Bapak menjelaskan sejauh mana keikutsertaan masyarakat dalam membicarakan masalah kesehatan?

2. Dapatkah Bapak menjelaskan sejauh mana informasi kesehatan yang disebarkan oleh posyandu masyarakat ikut serta di dalamnya?

D. Posyandu

1. Apakah Ibu tahu tentang posyandu?

2. Dapatkah Ibu menjelaskan kegunaan posyandu?

3. Dapatkah Ibu menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh posyandu?


(22)

ISTRUMEN PENELITIAN TENTANG:

PERAN POSYANDU DALAM PENYEBARAN INFORMASI TENTANG KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI

DI KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE

OLEH : M. NASIR

MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(23)

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai peranan pembangunan dan masalah-masalah kesehatan yang mendasar pada pola dan arah strategi pembangunan kesehatan, maka tidak terlepas dari masalah komunikasi, penyebaran informasi dan diterima atau tidaknya suatu gagasan baru tersebut. Gagasan baru dapat tersebar dengan melalui proses difusi inovasi.

Dalam usaha membangun kesehatan maka peranan komunikasi sangat penting. Komponennya yaitu komunikator berperan sebagai gerakan aktivitas informasi, motivasi dan edukasi masyarakat bisa memahami kesehatan. Bahwa kesehatan itu pada dasarnya menyangkut semua kehidupan, baik kehidupan perseorangan, keluarga, kelompok manusia, masyarakat luas maupun bangsa. Dengan kata lain, ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas.

Menurut Roekmono dan Setiady (1985) masyarakat tidak hanya membatasi diri kepada individu yang tidak sakit dan memerlukan pengobatan, melainkan ingin melihat manusia dalam interaksi manusia dengan lingkungan dimana ia hidup. Sekaligus dalam pengertian ini termasuk interaksi manusia dengan beberapa pranata dalam kehidupan kebudayaan. Beberapa contoh diantaranya yang relevan disini adalah pranata sosial budaya, pranata pelayanan kesehatan modern, pranata pengobatan tradisional dan pranata pendidikan.

Juga Hapsara (1986) menjelaskan bahwa orientasi upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita berkembang secara


(25)

berangsur-angsur ke arah kesatuan upaya peningkatan kesehatan untuk seluruh masyarakat yang mencakup peningkatan (promotive), pencegahan (preventive), penyembuhan (curative) dan pemeliharaan (rehabilitasi) yang menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Upaya peningkatan kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologik yang semuanya bersifat dinamis dan kompleks serta tidak lepas dari pengaruh perkembangan dunia internasional.

Jelaslah bahwa upaya peningkatan kesehatan cukup luas dan kompleks masalahnya sehingga memerlukan usaha yang intensip dan mantap (dalam menangani masalah-masalah kesehatan dan pembangunan kesehatan). Berbagai faktor yang perlu diperhatikan, antara lain faktor lingkungan yang selalu berubah dan berpengaruh pada pola atau arah strategi pembangunan kesehatan nasional.

Masalah-masalah kesehatan semakin bertambah kompleks di Indonesia, misalnya, banyak masalah-masalah dan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor lainnya, sehingga pola atau arah dan pembangunan kesehatan nasional dipengaruhi pula. Dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang semakin kompleks tersebut Departemen Kesehatan telah membentuk suatu Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Adanun pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional pada pokoknya meliputi antara lain, tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit yang dilakukan secara terpadu dan pemerintah mengusahakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau oleh


(26)

seluruh rakyat. Lebih terperinci lagi pembangunan kesehatan dirumuskan dalam RPJPK dan dijabarkan dalam RP3JPK. RPJPK ini merupakan kemauan (Karsa), dan karsa ini ditetapkan dalam Panca Karsa Husada, yang terdiri dari:

- peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam kesehatan,

- perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, - peningkatan status gizi masyarakat.,

- pengurangan kesakitan dan kematian,

Untuk mencapai kelima karsa tersebut diatas ditetapkan pula upaya pokok, yang disebut Panca Karya Husada dan terdiri dari:

- peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan, - pengembangan tenaga kesehatan,

- pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan bahan berbahaya bagi kesehatan,

- perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan, - peningkatan dan pemantapan manjemen hukum.

- pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Kelima karya ini ditegaskan dalam 15 pokok program. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa dalam bentuk pokok penyelenggarannya dilakukan melalui upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan upaya kesehatan. Upaya ini telah diterjemahkan dalam bentuk operasionalnya bedasarkan jenis dan tingkat pelayanannya dan melihat wilayah cakupannya. Atas dasar ini, maka didapatkan suatu sistem upaya pelayanan


(27)

kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan merupakan suatu jaringan pelayanan kesehatan yang dimulai dari tingkat yang terbawah, pada setiap rumah tangga, sampai dengan tingkat teratas yang mempunyai kecanggihan profesional. Komponen dan tingkatan sistem pelayanan kesehatan digambarkan oleh Soebagyo Oetomo (1987) dalam suatu hirarki sebagai berikut:

Tabel 1.1.

Hierarki Komponen/Unsur Pelayanan 1. Rumah tangga Individu/Keluarga/tradisional

2. Tk Masyarakat Swadaya masayarakat (PKK, LSM, Didang Kesehatan, Suka Bakti Husada,

"Pos Yandu"

3. Tk Pertama Pelayanan Puskesmas, Dokter Praktek Umum, BP, Klinik Bersalin

4. Tk Rujukan pertama RS Tipe A, B Pemerintah/Swasta, RS Khusus dan lain-lain

5. Tk Rujukan Lebih Tinggi RS Tipe C + D Pemerintah/Swasta

Dalam peningkatan kemampuan setiap orang atau keluarga untuk dapat menyelesaikan masalah kesehatan sendiri dalam mewujudkan hidup sehat yang diperlukan adalah hierarki profesional dan jaringan pelayanan masyarakat dan keluarga untuk mewujudkan maksud di atas. Dengan menggunakan Puskesmas sebagai penggerak tumbuhnya jaringan pelayanan masyarakat maka diadakan suatu forum yang dapat mendukung usaha pelayanan profesional dan masyarakat. Terutama, dalam mendorong kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, maka dihidupkan kembali strategi oleh Departemen Kesehatan yaitu pos pelayanan terpadu (posyandu). Posyandu merupakan usaha untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Berkaitan dengan posyandu, Suyono Yahya (1987) menjelaskan bahwa dalam hierarki pelayanan kesehatan posyandu adalah jembatan upaya-upaya pelayanan


(28)

profesional dan pelayanan non-profesional yang dapat dikembangkan oleh masyarakat dan keluarga.

Demikian juga Sonja P. Roesma (1987) menjelaskan bahwa posyandu merupakan usaha keterpaduan karena program yang berdaya ungkit besar bagi penurunan angka kematian bayi, balita dan ibu, sektor yang berkaitan erat dengan pembangunan kesehatan antara lain kependudukan, pertanian, pendidikan, pelayanan kesehatan profesional dan nonprofesional/masyarakat.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa posyandu merupakan salah satu bentuk operasional pemberian kesehatan pada masyarakat secara langsung. Karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar dan kerja sama lintas sektor. Peran serta masyarakat ini diperoleh melalui rekayasa masyarakat, dapat dilakukan melalui komunikasi, informasi, dan motivasi serta upaya penggerak masyarakat. Hal tersebut dilakukan berbagai cara berdasarkan kondisi dan situasi masyarakat setempat. Dengan demikian, posyandu merupakan forum komunikasi dan pelayanan di masyarakat antara sektor yang memadukan kegiatan pembangunan sektoralnya dengan kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalahnya alih melalui teknologi.

Sasaran posyandu adalah terutama masyarakat desa dengan tujuan memperkenalkan inovasi kesehatan dan teknologi kesehatan. Oleh karena, masih banyaknya jumlah penduduk yang tinggal dipedesaan, komunikasi dengan masyarakat desa lebih diutamakan karena komunikasi dengan masyarakat desa merupakan bagian dari komunikasi dengan masyarakat Indonesia seluruhnya.


(29)

Untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat pedesaan tentang peningkatan kesehatan dan hidup dalam lingkungan sehat ada dua unsur penting yang perlu dicatat. Kedua unsur penting itu dijelaskan oleh Astrid Sosanto (1978) sebagai berikut isi komunikasi yang sering merupakan hal-hal baru (inovasi) bagi penduduk desa, adanya latar belakang sosial budaya yang sering berbeda antara pembuat konsep isi pesan ataupun pembawa pesan (komunikator) dengan penduduk pedesaan.

Kedua faktor di atas masing-masing menunjukkan situasi komunikasi inovasi, yaitu bagaimana suatu inovasi disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam meneliti peran posyandu, studi ini mencoba menggambarkan dari segi komunikasi kesehatan dan inovasi kesehatan. Posyandu adalah medium dan organisasi sebagai sumber pesan-pesan kesehatan penting untuk diteliti, terutama untuk melihat peranannya dalam meningkatkan partisipasi masyakarat dalam program kesehatan. Justeru itu, posyandu perlu ditunjang oleh adanya suatu kegiatan komunikasi yang bekerja secara aktif dalam menyebar luaskan pesan-pesan kesehatan dalam masyarakat.

Kegiatan komunikasi pada pokoknya adalah menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman tentang infomasi yang disampaikan itu. Informasi yang disampaikan oleh provider dan kader perlu dipahami oleh pihak penerima atau masyarakat sehingga apa yang dimaksud oleh posyandu, yaitu penyuluhan kesehatan, diterima dan dilaksanakan dengan baik.

Posyandu menetapkan programnya yaitu pembangunan kesehatan masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, maka langkah pertama yang ditempuh adalah memberi penjelasan masyarakat tentang berbagai


(30)

kegiatan posyandu. Dengan penjelasan yang diberikan oleh posyandu maka akan tercipta interaksi antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat sebagai penerima pesan-pesan kesehatan. Dengan demikian, peran komunikasi sangat penting untuk berperan dalam menciptakan partisipasi masyarakat. Partisipasi dan komunikasi hanya dapat dicapai apabila sistem nilai, sistem sosial budaya dan struktur sosial masyarakat dimanfaatkan. Justru itu, kegiatan komunikasi dapat dilakukan dengan mengajak para pemuka masyarakat terlebih dahulu. Yang termasuk pemuka masyarakat adalah pemimpin formal dan informal. Pemuka masyarakat sangat efektif, terutama pemimpin informal karena ia mengenal masyarakat dan oleh masyarakat setempat dianggap sebagai tokoh atau pemimpin yang mengetahui banyak masalah-masalah sosial dan kemasyaraktan.

Strategi posyandu adalah memanfaatkan pemuka masyarakat di samping organisasi sosial sebagai saluran komunikasi. Lembaga-lembaga sosial seperti. Lembaga Musyawarah Desa ( LMD/Tuha Empat dan Tuha Delapan ) Lembaga Masyarakat Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ( PKK ) serta saluran-saluran komunikasi interpersonal telah digunakan sebagai saluran komunikasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, terhadan program kesehatan.

1.2. Perumusan Masalah

Seperti diketahui bahwa masalah kesehatan sangat luas ruang lingkupnya dan sangat kompleks. Masalahnya bukan hanya menyangkutkesehatan semata-mata tetapi faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan turut berpengaruh didalamnya. Jika dilihat dari sudut ini, maka masalah kesehatan


(31)

bukan hanya masalah dokter, dan ahli-ahli kesehatan saja, tetapi masalah kesehatan juga merupakan tanggung jawab para ahli ilmu sosial.

Karena luasnya masalah kesehatan, maka penulis perlu membatasi untuk memberikan kajian yang ini, masalah akan dibatasi tentang Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi. Titik berat kesehatan dalam program kesehatan serta sejauh mana posyandu sebagai sumber atau medium dalam menyalurkan pesan-pesan kesehatan.

Struktur sosial adalah lembaga-lembaga formal dan informal yang ada dalam masyarakat desa seperti birokrasi pemerintahan desa. Norma sistem sosial adalah pedoman tingkah laku yang telah dianut oleh suatu anggota sistem sosial tertentu. Struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa pada umumnya bersifat tradisional. Masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri antara lain berpendidikan relatif rendah, kehidupan sosial ekonomi lemah, pola hubungan interpersonal sangat kuat, sedikit sekali komunikasi yang dilakukan oleh anggota sistem dengan pihak luar. Dari kondisi ini maka pengenalan terhadan pengobatan modern relatif masih rendah dan pengenaan media massa juga rendah. Sebaliknya pola komunikasi yang banyak digunakan adalah komunikasi interpersonal.

Dengan demikian struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa mempunyai pengaruh terhadan tingkah laku orang-orang dewasa serta perubahannya dalam menjawab tantangan komunikasi. Sebaliknya struktur sosial dan norma sistem sosial desa kemungkinan bisa berpengaruh. Dapat merintangi atau sebaliknya dapat pula memudahkan proses difusi inovasi. Demikian juga difusi inovasi bisa pula merubah struktur sosial dan norma sistem sosial suatu masyarakat.


(32)

Dengan bertitik tolak atas permasalahan-permasalahan tersebut di atas, penulis mencoba merumuskan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan lembaga-lembaga formal, informal dan anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) terhadan proses difusi inovasi kesehatan modern yang dilakukan oleh posyandu terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi? 2. Bagaimana anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) mencari informasi tentang

pengobatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?

3. Bagaimana peranan kader dalam penyebaran inovasi kesehatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?

1.3. Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup penulisan ini adalah komunikasi dengan pengkhususan masalah komunikasi KB dan kesehatan reproduksi terutama peranan komunikasi dalam melaksanakan difusi inovasi kesehatan. Studi-studi difusi inovasi terutama menelaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Dalam kajian ini fokus utamanya adalah untuk melihat peranan posyandu sebagai penyebar gagasan baru di bidang kesehatan pada masyarakat desa.

1.4. Tujuan Kajian

Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat peran posyandu dalam menyebarluaskan informasi kesehatan. Untuk mengetahui saluran-saluran komunikasi ikut mendukung peran posyandu.


(33)

1.5. Manfaat Kajian

Hasil kajian ini diharapkan secara teoritis dapat mendukung pengembangan studi komunikasi, khususnya komunikasi kesehatan. Secara praktis dapat mendukung kebijaksanaan posyandu dalam program kesehatan masyarakat.


(34)

B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Posyandu sebagai pusat penyebaran komunikasi kesehatan di pedesaan tengah berusaha melakukan inovasi kepada penduduk desa untuk meningkatkan kesehatan mereka. Sebagai pusat informasi, posyandu dapat berfungsi sebagai motivator kepada penduduk desa melalui programnya yaitu antara lain program terpadu keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. balum telaah teoritis berikut ini melihatnya dari aspek komunikasi pada memberi penekanan melalui pendekatan komunikasi kesehatan sebagai suatu bentuk komunikasi pembangunan khususnya yang membahas tentang teori difusi partisipasi. Seperti Rogers dalam teori-teori difusinya lebih mempersoalkan bagaimana ide-ide baru atau inovasi itu dikomunikasikan ke dalam suatu sistem sosial. Bagaimana pemikiran Rogers ini dapat dipakai sebagai analogi dalam penyebaran inovasi seperti inovasi kesehatan dalam contoh posyandu ini. Inovasi itu memerlukan suatu dukungan dan partisipasi dari anggota suatu sistem sosial.

Sebagaimana diketahui bahwa program kesehatan posyandu kalau dikaji lebih dalam tidak lain merupakan implementasi dari salah satu bentuk komunikasi yaitu komunikasi pembangunan khususnya dibidang kesehatan. Untuk itu peranan komunikasi sangat penting dalam menyebarkan pesan-pesan kesehatan. Dalam konteks ini, maka posyandu tidak lain adalah komunikator dalam suatu proses komunikasi. Apabila dikaji melalui, konsep proses komunikasinya Schrimm,


(35)

1973, posyandu merupakan salah satu unsur yang paling penting dalamsetiap bentuk interaksi, atau sebagai sumber atau komunikator dalam proses komunikasi.

Posyandu mempunyai beberapa karakteristik antara lain sifat keterpaduannya dan penyelenggarannya dengan pola sistem lima meja. Dari keterpaduan itu faktor kredibilitas sumber merupakan salah satu komponen dipercaya atau tidaknya semua informasi yang disampaikan (Devito, 1978). Demikian pula halnya dengan peranan posyandu, dimana posyandu merupakan sumber menyebarkan informasi tentang kesehatan untuk para ibu-ibu di desa dan berusaha agar para ibu-ibu mau datang ke tempat pelayanan dengan harapan bahwa kesadaran, pengetahuan mereka bertambah tentang pentingnya kesehatan bagi ibu dan anak mereka.

Penyebaran informasi yang dilakukan oleh posyandu dalam istilah komunikasi pembangunan (Rogers, 1975), tidak lain adalah penyebaran informasi atau sesuatu yang lain tetapi baru bagi sekelompok masyarakat.

2.2 Posvandu dalam Konteks Studi Komunikasi Pembangunan

Dalam uraian ini penulis akan menjelaskan paradigma lama dalam pembangunan, kemudian menjelaskan paradigma baru dalam proses komunikasi pembangunan. Pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an gagasan pembangunan sangat ditentukan oleh pembangunan ekonomi, industri, dan teknologi (Rostow, 1961). Konsep-konsep pembangunan ini terutama lahir dari konsep-konsep Barat dengan latar belakang revolusi industri di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Konsep-konsep itu terutama mementingkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan industri. Pemikiran ini terutama dipelopori oleh Rostow


(36)

(1976) yang berpendapat bahwa pembangunan terpusat di sekitar laju pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan nasional pada saat itu menurut Rostow adalah produk domestik bruto (PDB) atau pendapatan perkapita dibagi dengan jumlah penduduk suatu bangsa.

Para ahli seperti Rostow (1961), Owens dan Shaw (1973) yang kesemuanya menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi merupakan kunci pembangunan. Inti industrialisasi adalah teknologi tenaga kerja. Sementara itu Robert Heilboner, Rogers dan Svenning, Lucian Pye lain-lain memandang pembangunan suatu konsep yang mencakup semua aspek dalam masyarakat seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, politik dan lain-lain (P.R.R.Sinha, 1986).

Dampak paradigma lama dalam pembangunan terjadi pada tahun 1800 yang disertai kolonisasi asing. Pesatnya pembangunan Barat dan Amerika Serikat memberi kesan bahwa pertumbuhan semacam itu adalah bentuk lain dari suatu pembangunan. Paradigma lama mementingkan adanya pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi sebagai faktor utama pembangunan. Dalam industrialisasi, teknologi dan modal merupakan menuju dan itu dan pengganti tenaga kerja (manusia). Negara-negara maju memiliki teknologi padat modal, kemudian memperkenalkan teknologi dan industrinya kepada negara-negara sedang berkembang. Banyak negara berkembang tertarik pada paradigma lama pembangunan ini yang intinya mementingkan pertumbuhan ekonomi dan kuantifikasi yaitu jumlah atau pendapatan pericapita sebagai indeks utama dalam pembangunan. Pada dasarnya manusia itu adalah makhluk ekonomi sehingga konsep pembangunan ini menarik perhatian bagi negara-negara berkembang yang


(37)

akhirnya lahirlah teori ketergantungan Andre Gunder Frank (1971, Nove (1974), Oxaal (1975). Andre Gunder Frank yang menyoroti kapitalisme sebagai penyebab utama pemerasan, ketimpangan dan pada umunya keterbelakangan. Kapitalisme, baik internasional maupun nasional, yang mengakibatkan keterbelakangan pada masa lalu akan tetap menimbulkan keterbelakangan di masa kini.

Teori ketergantungan tidak lain adalah ketergantungan negara-negara miskin terhadan negara-negara kaya, dan penjajahan domestik oleh kaum imperialis di perkotaan. Berkaitan dengan teori ketergantungan ini mengakibatkan negara-negara berkembang dibuat sedemikian rupa agar tetap tergantung pada negara maju, yang membutuhkan modal, industri dan teknologi dari negara-ngara Barat. Akan tetapi paradigma lama ini tampaknya hanya dapat bertahan sampai pada pertengahan tahun 1970-an. Selanjutnya muncul paradigma baru yang bukan hanya mementingkan ekonomi dalam pembangunan tetapi juga faktor-faktor sosial. Bahwa para penduduk desa dan orang kota yang miskin hendaknya menjadi sasaran utama dalam program pembangunan untuk memperkecil kesen-jangan sosial ekonomi.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan biasanya dibarengi dengan desentralisasi kegiatan-kegiatan tertentu di pedesaan. Berdiri diatas kaki sendiri dalam pembangunan, dengan suatu penekanan kepada potensi sumber daya setempat. Terpadunya sistem tradisional dengan sistem modern sehingga pengertian modernisasi adalah suatu sinkretisasi antara pemikiran lama dengan yang baru dengan perimbangan yang berbeda-beda di setiap negara. Pembangunan dalam arti konsep baru dikemukakan juga oleh Schramm, Daniel Lerner yaitu suatu perubahan besar menuju jenis sistem-sistem sosial yang telah


(38)

dipilih oleh suatu negara. Demikian juga Inayatullah memberi pengertian pembangunan yaitu perubahan menuju pola masyarakat yang memungkinkan terwujudnya nilai-nilai manusiawi yang lebih baik yang memungkinkan suatu masyarakat untuk memperluas fungsi pengawasannya terhadan lingkungan mereka serta atas tujuan politik mereka sendiri, dan memperkenalkan setiap peribadi untuk mengatur diri secara lebih bebas. Demikian jugs Rogers memberi batasan pembangunan sebagai suatu proses partisipasi di segala bidang dalam perubahan sosial dalam suatu masyarakat dengan tujuan membuat kemajuan sosial dan material (termasuk pemerataan, kebebasan, serta berbagai kualitas lainnya secara lebih besar) bagi sebagian besar masyarakat dengan kemampuan mereka yang lebih besar untuk mengatur lingkungannya. Dengan demikian konsep pembangunan bukan hanya material dan ekonomi, tetapi juga seperti kemajuan sosial, persamaan, dan kebebasan. Di sinilah letak arti pentingnya komunikasi dalam pembangunan yaitu menciptakan persamaan dan kebebasan.

Komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan manusia. Komunikasi merupakan bagian kehidupan yang potensial dalam kehidupan manusia. Karena seluruh kegiatan hidup manusia tidak lain adalah komunikasi. Sejak bayi lahir sudah mulai berkomunikasi. Jadi komunikasi itu dapat dikatakan sama dengan bernafas, tidak bisa tidak orang berkomunikasi, demikian pula bernafas. Berhenti bernafas berarti mati. Demikianlah arti penting komunikasi dalam pembangunan. Bentuk riilnya dapat dilihat misalnya dalam penyebaran informasi program kesehatan yang dilakukan oleh posyandu.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian gagasan, pemikiran, perasaan atau tingkah laku dari seseorang kepada orang lain. Dapat juga berarti


(39)

bahwa komunikasi merupakan proses dua arah baik secara vertikal maupun horisontal dalam arti mengirim dan menerima. Berbagai studi komunikasi pembangunan seperti studi Willbur Schramm (1964) mengenai mass media and national development telah membahas tentang hakekat pembangunan dan peranan komunikasi dalam pembangunan. Syed A.Rahim (1976) meneliti tentang pentingnya peranan komunikasi dalam membantu pembangunan desa di Cina dan Tanzania. Demikian juga di Indonesia, Hariono Sojono (1974) telah melakukan penulisan difusi dan pengadopsian Keluarga Berencana. Noeng Huhadjir (1983) meneliti tentang kepemimpinan adopsi inovasi untuk pembangunan. BKKBN bekerjasama dengan Community Systems Foundations, USA (1986) meneliti tentang program terpadu KB-Gizi dan kesehatan di Indonesia.

Dari hasil-hasil studi di atas membawa komunikasi pembangunan menonjol selama satu dasawarsa terakhir atau begitu pentingnya komunikasi sebagai alat memotivasi rakyat sehingga rakyat memberi respons yang positif dan berpartisipasi dalam pembangunan. Studi-studi dan penulisan komunikasi melahirkan komunikasi penyuluhan pertanian, pendidik dan komunikasi kesehatan. Studi pada umumnya lebih menekankan seperti pendekatan penyuluhan, masyarakat, ideologis, mobilisasi massa dan media pendidikan, seperti halnya yang dilakukan oleh Syed A. Rahim (1976). Sementara itu Rogers melalui difusi inovasi saluran komunikasi interpersonal dan pemanfaatan tokoh masyarakat.

Komunikasi pembangunan selalu berorientasi kepada kemajuan. Sebagaimana dijelaskan oleh Sinha bahwa dalam komunikasi pembangunan seorang pemberi informasi sekaligus penerima informasi. Gagasan tidak saja


(40)

mengalir ke bawah tetapi juga harus mengalir ke atas agar terjadi proses dua arah. Komunikasi pembangunan selalu menekankan hasil yaitu respons terhadan pesan yang disampaikan.

Schramm (1988) menyatakan komunikasi pembangunan bertujuan menciptakan pesan, menyampaikan pesan, dan melaksanakan pesan. Tugas-tugas komunikasi dalam pembangunan telah dirumuskan oleh Schrammll, 1964 sebagai berikut:

“menyampaikan kepada pembangunan nasional pada kebutuhan akan mengadakan perubahan, sarana perubahan dan membangkitkan aspirasi memberikan kesempatan mengambil bagian secara efektif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar pihak yang akan membuat keputusan mengenai memberi kesempatan kepada para pemimpin untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas, mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan sejak orang dewasa hingga anak-anak, sejak pelajaran membaca dan menulis hingga ketrampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat.”

Penulis lain seperti Hederbro (1979:12) merumuskan peranan komunikasi dalam pembangunan sebagai berikut:

“komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru mulai dari membaca dan menulis ke pertanian hingga keberhasilan lingkungan dan media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobil. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan peransang untuk bertindak nyata. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan dari masa transisi. Komunikasi dapat membuat orang lain condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa.”


(41)

Tugas-tugas komunikasi di atas menunjukkan semakin pentingnya peranan komunikasi dalam pembangunan terutama dalam menyebarluaskan norma-norma baru dalam masyarakat. Di berbagai bidang, peranan komunikasi diperlukan untuk memberi dukungan proyek atau-program-program pembangunan dengan baik. Program-program pembangunan bidang antara lain pertanian, kependudukan, lingkungan hidup. Seperti posyandu sangat diperlukan untuk keberhasilan program kesehatan desa.

Untuk itu dalam mengkaji posyandu sebagai salah satu obyek studi komunikasi pembangunan di bidang kesehatan maka penulis menggunakan pendekatan-pendekatan lembaga. Karena posyandu adalah salah satu lembaga kesehatan sekaligus sebagai sumber dan medium dalam menyebarkan gagasan-gagasan baru. Dalam uraian ini penulis akan menjelaskan pendekatan lembaga tersebut.

Pendekatan lembaga digunakan karena posyandu sebagai suatu lembaga kesehatan dan pusat kegiatan penyuluhan tengah bekerja untuk membantu masyarakat desa di bidang kesehatan. Sebagai pusat informasi kesehatan yang menyebarkan pesan-pesan kesehatan yang masyarakatnya tertarik dan telah memberikan keuntungan-keuntungan yaitu meningkatkan kesehatan ibu-ibu balita. Dalam hubungan dengan pendekatan lembaga ini Sharon Lee Hammond (1987) mengatakan bahwa penulisan tentang kredibilitas sumber yang berbentuk organisasi sebagai sumber pesan, masih sangat terbatas khususnya sebagai organisasi sumber pesan kesehatan. Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang kesehatan baik yang dimilki oleh umum maupun pribadi lebih banyak menekankan pada tingkah laku dan bentuk pencegahan penyakit. Oleh karena itu,


(42)

perlu untuk melihat kredibilitas organisasi yang bergerak dibidang kesehatan dan pengaruh kredibilitas tersebut terhadap pesan/intensitas tingkah lakunya. Sebagaimana dijelaskan oleh Rogers dalam penulisan-penulisan difusi inovasi bahwa dinegara-negara berkembang tingkat buta huruf sangat tinggi maka penggunaan saluran komunikasi interpersonal dan pemanfaatan tokoh masyarakat lebih cocok daripada media massa.

2.3. Peranan Kader Posyandu dalam Proses Adopsi Inovasi Kesehatan

Dalam posyandu ada satu komponen yang sangat penting peranannya yakni kader disamping komponen yaitu dokter dan paramedis. Dalam kader disebut agent change (agen pembaharu). Agen pembaharu adalah orang agen yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Dia adalah tenaga profesional (petugas) yang mewakili lembaga pembaharuan (posyandu) di mana berusaha mengadakan pembaharuan masyarakat dengan jalan menyebarkan ide-ide baru yaitu kesehatan modern kepada masyarakat desa. Singkatnya agen pembaharu itu adalah orang yang mempengaruhi putusan inovasi sistem sosial menurut arah yang diinginkan oleh lembaga pembaharu yakni posyandu

Yang t.ermasuk agen pembaharu adalah kader kesehatan, guru, penyuluh lapangan, pekerja sosial, juru da'wah, missionaris, penjaja dagang, kader partai di desa, juru penerang, konsultan asing, atau siapa saja yang berusaha menawarkan gagasan-gagasan baru, barang-barang baru, dan tindakan-tindakan baru (inovasi) kepada anggota masyarakat dan berusaha agar orang-orang itu mengadopsi inovasi yang ditawarkan. Fungsi utama agen pembaharu adalah menjadi mata rantai penghubung antara dua sistem sosial atau lebih. Kader posyandu adalah


(43)

mata rantai yang menghubungkan posyandu dengan ibu-ibu balita. Agen pembaharu itu bisa orang pemerintah, swasta atau tenaga sukarela seperti kader posyandu. Kader posyandu adalah tenaga inti dalam posyandu yang bertujuan menyebarkan inovasi kesehatan modern kepada masyarakat mengadakan perubahan-perubahan di masyarakat menurut pandangan posyandu dengan jalan menyebarkan inovasi kesehatan.

Tugas-tugas agen pembaharu (kader)

Menurut Rogers (1983) ada tujuh tugas utama yang harus ditempuh oleh seorang agen pembaharu (kader) dalam menyebarkan inovasi kepada masyarakat yaitu:

- menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan. - membina suatu hubungan dalam rangka perubahan.

- mendiagnosa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat - menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien.

- menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang nyata. - menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop out.

- mencapai suatu terminal hubungan.

Pertama-tama dari seorang kader diperlukan peran yang aktif dalam mendifusikan inovasi misalnya inovasi kesehatan modern. Kader harus berusaha membangkitkan keinginan di kalangan anggota sistem sosial yaitu ibu-ibu balita untuk melakukann perubahan dalam kehidupan mereka. Perubahan yang dimaksud terutama diharapkan dapat menerima ide-ide kesehatan modern. Dalam membangkitkan kebutuhan untuk berubah maka perlu kader membina hubungan


(44)

baik dengan ibu-ibu balita. Hubungan yang perlu dibina adalah saling kontak, percaya mempercayai dan empati. Empati adalah kemampuan kader untuk menempatkan diri pada situasi kliennya (ibu balita), kemampuan untuk memahami dan menghayati sikap, kepercayaan, perasaan dan tindakan kliennya.

Dalam penyebaran inovasi kesehatan modern kader harus diterima oleh anggota sistem sosial yaitu ibu-ibu balita. Tanpa penerimaan kader yang baik dari anggota sistem sosial difusi inovasi sulit diadopsi oleh anggota sistem sosial. Langkah selanjutnya adalah kader melakukan diagnosa terhadap kebutuhan ibu-ibu balita yang hendak dibantunya. Diagnosa ini harus benar-benar mencerminkan pandangan ibu-ibu balita bukan kepentingan atau pandangan kader yang diutamakan. Dalam posyandu sudah ada program terpadu yang dapat memenuhi keinginan dari ibu-ibu balita. Usaha kader yang pokok adalah menwujudkan keinginan yang sungguh-sungguh dari ibu-ibu balita untuk berubah dan mau menerima pengobatan modern. Karena pengobatan modern ini sangat berkaitan erat dengan kepentingan ibu-ibu balita. Langkah berikutnya adalah menerjemahkan program kesehatan modern itu menjadi tindakan atau perbuatan yang nyata. Misalnya kader mendemonstrasikan makanan bergizi dan pemberian makanan tambahan atau bubur kepada ibu-ibu balita. Kader mempengaruhi perilaku ibu-ibu balita berbuat dan bertindak menurut pertimbangan-pertimbangannya dan setelah menganalisa kepentingan-kepentingan ibu-ibu balita.

Apabila ibu-ibu balita telah melaksanakan kesehatan modern itu maka langkah selanjutnya dari kader adalah menjaga kestabilan perubahan itu dalam kelangsungannya dan mencegah terjadinya drop out. Tetapi bagi seorang kader


(45)

tidak selamanya terus menerus dapat membantu ibu-ibu balita. Dari ibu-ibu balita harus ditumbuhkan kemampuan untuk mandiri dalam bidang kesehatan sesuai tujuan pembangunan kesehatan yaitu peningkatan kemampuan masyara.kat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Jadi seorang kader harus mencapai titik terminal dalam hubunganya dengan ibu-ibu balita tidak bergantung lagi kepada kader dan posyandu melainkan dapat membiayai kesehatannya sendiri. Inilah yang merupakan masalah pokok dalam bidang kesehatan. Karena selama ini ibu-ibu balita memperoleh insentif kesehatan melalui posyandu.

Bagi seorang kader dalam mendifusikan inovasi kesehatan moderen penting dalam menyesuaikan langkah-langkah kegiatannya dengan tahap-tahap yang dilalui oleh ibu-ibu balita dalam proses penerimaan inovasi kesehatan modern diantaranya kader memperkanalkan kesehatan modern. Ibu-ibu balita mengetahui dan sadar akan pentingnya kesehatan. Kader menjelaskan kesehatan modern. Ibu-ibu balita mulai tumbuh minat dan mencari informasi misalnya datang ke posyandu. Kader memperagakan kesehatan modern dengan demonstrasi makanan bergizi. Ibu-ibu balita menilai demonstrasi makanan bergizi. Kader mengadakan latihan-latihan seperti pembuatan larutan gula, garam, oralit. Ibu-ibu balita mencoba peraktek latihan kader. Kader membantu dalam melayani ibu-ibu balita setelah itu ibu-ibu balita mengadopsi inovasi kesehatan. Kader menarik diri setelah ibu balita mampu mandiri dan menjadikan kesehatan sebagai bagian yang penting dalam kehidupannya.

Bagaimana proses difusi inovasi yang dilakukan oleh kader dalam posyandu? Penulis akan mengkaji lebih dalam dengan melakukan penulisan dan merumuskan beberapa dalil sebagai berikut.


(46)

Bahwa inovasi kesehatan yang disampaikan oleh kader haruslah didasarkan atas kebutuhan yang ada pada diri ibu-ibu balita. Bahwa kader harus selalu berupaya membentuk pendapat yang positif pada diri sasarannya (ibu-ibu balita), yaitu dengan memberikan rangsangan atau stimulus. Mendorong ibu-ibu balita untuk ikut serta dalam posyandu. Dengan keikutsertaan ini maka akan merangsang terjadinya perubahan sikap. Bila perubahan sikap telah terjadi, maka pembinaan perlu dilakukan agar mereka tetap ikut.

2.4. Posyandu dalam Konteks Studi-Studi Difusi Inovasi Kesehatan

Studi-studi inovasi telah banyak diamati dan dipelajari secara luas terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat. Para ahli komunikasi seperti Rogers bersama-sama Shoemaker dan Daniel Lenner telah banyak melakukan studi inovasi. Mereka telah menghimpun lebih dari 1500 publikasi ilmiah tentang inovasi sebagai hasil studi-studi empiris maupun non empiris di negara-negara maju dan negara-negara sedang berkembang. Ide-ide yang dikaji terutama diperkenalkan mesin traktor dikalangan petani-petani bibit unggul di Turki, teknik keluarga berencana diantara para ibu-ibu rumah tangga di Korea dan lain-lain.

Studi difusi inovasi Rogers tersebut di atas jika dikaitkan dengan posyandu, maka posyandu adalah suatu studi difusi inovasi yang konteksnya adalah difusi inovasi kesehatan. Apabilah ditelaah lebih dalam tentang posyandu dalam studi difusi inovasi kesehatan, maka posyandu merupakan suatu organisasi atau lembaga kesehatan yang berperan sebagai komunikator atau medium dalam memberi jasa pelayanan dan pengobatan kepada ibu-ibu balita di pedesaan sebab


(47)

dalam posyandu dilaksanakan program-program kesehatan terpadu. Dalam pelayanan kesehatan berlangsung kegiatan komunikasi yaitu komunikasi interpersonal antara dokter atau bidan dengan ibu-ibu balita. Ibu-ibu balita yang berkujung ke posyandu untuk berkonsultasi dengan dokter atau bidan. Masalah-masalah yang dikonsultasikan ibu-ibu balita di posyandu antara lain keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, imunisasi, penyakit diare, kehamilan, menyusui bayi, anak balita, perawatan bayi, pertumbuhan berat badan, perbaikan gizi ibu hamil dan anak balita. Dengan demikian posyandu memberikan jasa pelayanan kesehatan bagi ibu-ibu balita. Komunikator dalam posyandu yaitu dokter atau bidan memberikan nasihat-nasihat dan pengobatan kepada ibu-ibu balita. Dialog yang terjadi antara dokter atau bidan dengan ibu-ibu balita merupakan komunikasi interpersonal. Jadi dalam posyandu terdapat suatu hubungan antara dokter atau bidan untuk membicarakan masalah-masalah kesehatan.

Dalam hubungan ini Kreps (1981) mengatakan komunikasi yang efektif antara para medis atau dokter dan pasien ialah suatu hal yang penting dalam perawatan atau pengobatan penyakit. Posyandu merupakan organisasi yang berperan sebagai komunikator disamping menciptakan efektifitas. Gaya akan menimbulkan kepuasan bagi terjadi kesadaran dan keterbukaan. Pendleton Brunner, & Conrad, 1982, Savage, melihat dari pendekatan fungsional sosial yaitu hubungan komunikasi dengan dokter serta kepuasan pasien di dalam menerima pelayanan kesehatan. Sedang faktor lainnya yang penting adalah faktor penghubung dalam ikatan tersebut. Di samping itu, ada faktor lain yang ikut menentukan tingkat efektifitas hubungan interpersonal yakni faktor gaya


(48)

berkomunikasi, faktor itu adalah bagaimana orang perorangan membawakan dirinya serta berintraksi dalam komunikasi. Dalam hubungan pemberi pelayanan jasa kesehatan dengan pasien, maka pasien kadang-kadang lebih mengutamakan gaya berkomunikasi seorang pemberi jasa pelayanan kesehatan daripada apa yang dikatakan oleh dokter atau bidan tersebut

Capella (1983), Celaga (1982) menjelaskan bentuk keterlibatan orang perorang dalam interaksi para pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan pasien dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain mengenai konsep keterlibatan orang per orangan. Konsep ini berkaitan dengan bagaimana mereka yang saling berinteraksi dapat memahami baik secara kognitif, emosional, maupun tingkah laku mengenai pokok pembicaraannya. Selain itu Pendleton (1983) mengatakan makna atau manfaat keterlibatan orang perorangan pada waktu tanya jawab tentang kesehatan. Faktor ini lebih dilihat dari sudut pandang pasien seperti misalnya bahwa kepuasan pasian akan banyak ditentukan oleh sikap pemberi jasa pelayanan itu sendiri. Pasien akan merasa apabila dokter dalam melakukan komunikasi dengan pasienya bersikap hangat, ada perhatian dan memang merasa wajib membantunya.

Apabila pendekatan-pendekatan tersebut di atas diamati, peranan komunikasi sangat penting terutama komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi interpersonal gaya berkomunikasi sangat menentukan untuk menciptakan kepuasan dalam hubungan antara dokter atau bidan dengan ibu-ibu balita. Posyandu sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam penyebaran programnya kepada ibu-ibu balita menggunakan komunikasi interpersonal yaitu berupa penyuluhan dari kunjungan rumah yang dilakukan oleh kader.


(49)

Selain komunikasi interpersonal posyandu menggunakan juga paradigma proses keputusan inovasi Rogers. Model Rogers di atas terdiri dari tiga bagian utama yaitu: (1) Antecedent, (2) proses, dan (3) konsekuensi. Antecedent adalah ciri-ciri yang ada pada situasi sebelum diperkenalkannya suatu inovasi misalnya inovasi kesehatan posyandu. Antecedent terdiri dari: (1) ciri-ciri kepribadian seseorang misalnya sikapnya terhadan perubahan (2) ciri-ciri sosialnya seperti seseorang (3) kuatnya kebutuhan Semua ciri-ciri ini mempengaruhi yang terjadi pada setiap orang. sosial seperti norma sistem sosial (tradisional atau modern), toleransi terhadan penyimpangan dan kepaduan komunikasi juga mempengaruhi sifat proses keputusan inovasi pada anggota sistem sosial.

Sumber dan saluran luasnya hubungan sosial nyata terhadap inovasi. Selain itu ciri sIstem komunikasi memberi rangsangan informasi selama proses keputusan inovasi itu berlangsung. Pada tahap persuasi seseorang membentuk persepsinya terhadap inovasi dari saluran yang lebih dekat dan antar pribadi. Seseorang yang telah memutuskan untuk menerima inovasi (pada tahap keputusan) ada kemungkinan untuk meneruskan atau menghentikan penggunaannya. Diskontinuasi (tidak meneruskan penggunaan inovasi) itu terjadi mungkin karena seseorang menemukan ide lain yang lebih baru atau bisa jadi karena kecewa terhadap hasil inovasi. Mungkin pula pada tahap keputusan seseorang menolak inovasi tetapi beberapa waktu kemudian mengadopsi karena pandangannya terhadap inovasi telah berubah. Seseorang biasanya mencari informasi lebih lanjut pada tahap konfirmasi, karena ia ingin mencari penguat bagi keputusannya. Kadangkadang seseorang memperoleh pesan-pesan yang


(50)

bertentangan dengan keputusan yang dibuatnya. Hal ini menyebabkan terjadinya diskontinuansi atau terjadi pengadopsian terlambat.

Dalam penerimaan suatu inovasi seperti inovasi kesehatan posyandu seseorang menerima inovasi biasanya melalui empat tahap proses keputusan inovasi. Proses keputusan inovasi tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut.

Tahap pengenalan

Tahap persuasi

Tahap keputusan

Tahap konfirmasi

Tahap pengenalan

Tahap di mana seseorang, sadar, tahu bahwa ada sesuatu inovasi Tahap persuasi

Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi, apakah ia menyukainya atau tidak.

Tahap keputusan

Tahap dimana seseorang membuat keputusan apakah mereka menerima atau menolak inovasi yang dimaksud.

Tahap konfirmasi

Tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.


(51)

Selain tahap-tahap inovasi tersebut di atas inovasi memiliki.ciri-ciri. Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut:

1. keuntungan relatif (relative advantage) yaitu apakah cara-cara atau gagasan baru itu memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka yang kelak menerimanya.

2. keserasian (compatibility) apakah inovasi yang hendak didifusikan itu serasi dengan nilai-nilai sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat istiadat dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan.

3. Kerumitan (complexity) yaitu apakah inovasi-tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderng dirasakan sebagai tambahan beban yang baru.

4. Dapat dicobakan (triability) yaitu bahwa sesuatu inovasi akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran lebih kecil sebelum orang terlanjur menerimanya secara menyeluruh.

5. Dapat dilihat (observability) yaitu suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk mempertimbangkan dalam menerimanya.

Penyebaran suatu inovasi mengalami proses perjalanan waktu, cepat atau lambat diterima oleh klien tergantung dari ciri-ciri inovasi itu, apakah menguntungkan atau merugikan. Berdasarkan paradigma proses keputusan inovasi Rogers tersebut, penulis akan melihat sejauh mana proses penyebaran


(52)

inovasi kesehatan posyandu dalam anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) dengan merumuskan beberapa dalil sebagai berikut:

1. Apabila dalam posyandu pelayanan jasa kesehatan dokter atau bidan dapat menciptakan kepuasan, keakraban dan kehangatan pada ibu-ibu balita maka inovasi kesehatan yang disampaikan oleh dokter, bidan dan kader dapat diterima oleh-ibu-ibu balita.

2. Apabila komunikator berperan aktif dalam memberi informasi dan inovasi kesehatan, relatif akan mudah menyebar dalam masyarakat.

3. Inovasi kesehatan akan mudah diterima apabila komunikator cukup profesional dan terpercaya.

4. Setiap masyarakat yang tingkat pendidikannya masih rendah dan menginginkan kemajuan/perbaikan hidupnya dia dapat mengubah sikapnya kalau dirangsang dengan harapan-harapan positif.

5. Inovasi yang rendah biaya dan mudah dilaksanakan pengapdopsiannya cepat.

2.5. Posyandu dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Program

Kesehatan

Posyandu dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat melalui program kesehatan meliputi lima bidang. Kelima bidang itu antara lain keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Dengan kelima program kesehatan tersebut ibu-ibu balita dapat terlibat dalam kegiatan-kegiatan posyandu dan menjadi pendukung serta melaksanakan program posyandu tersebut.


(53)

Dalam pembangunan termasuk juga pembangunan dibidang kesehatan, ada persepsi dan pengertian masyarakat selama ini. Bahwa pembangunan adalah kewajiban pemerintah dan rakyat diminta untuk berpartisipasi. Apabila demikian, partisipasi baru ada setelah program dari pemerintah hadir. Misalnya posyandu, pos vaksinasi, keluarga berencana, dimana rakyat akan berpartisipasi setelah program itu hadir diantara mereka.

Dawam Rahardjo (1985) memberi pengertian praktis mengenai partisipasi. Partisipasi menurutnya adalah mendukung program pemerintah dalam arti luas termasuk ikut serta dalam program keluarga berencana mengikuti berbagai kursus dan musyawarah dan jika diperlukan rela memberikan sebagian tanahnya untuk satu proyek fisik. Apabila dipahami pengertian praktis partisipasi di atas dan dikaitkan dengan posyandu, partisipasi dapat berarti suatu proses keterlibatan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Dengan pengertian ini, posyandu dapat melakukan suatu proses kegiatan penyebaran informasi kesehatan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat berperan serta dalam kegiatan posyandu.

Dalam membicarakan partisipasi ada berbagai macam definisi partisipasi masyarakat yang terdapat dalam literatur. Tetapi dalam hal ini hanya ada tiga model yang akan digunakan sebagai pendekatan dalam studi ini. Dari model pendekatan ini akan diangkat dalam suatu rumusan teori untuk melihat peran posyandu dalam meningkatkan partisipasi masyarakat pada program kesehatan. Ketiga model tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan paternalistik. Pendekatan ini berdasarkan pada nilai budaya sebagian besar masyarakat Indonesia yang mengatur hubungan antara


(54)

tokoh-tokoh masyarakat dengan anggotanya, bagaikan hubngan antara ayah dan anak.

2. Pendekatan tradisional. Pendekatan ini menggunakan segala forum, saluran, sistem, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada dalam tatanan masyarakat seperti misalnya gotong royong, kekerabatan, sistem keluarga besar dan sebaginya. Melalui forum dan sistem tersebut para pemimpin diharapkan memberi teladan kepada masyarakat khususnya dalam hal menumbuhkan kreativitas dan sikap tanggap (responsif) terhadap perubahan. Pemimpin memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat.

3. Pendekatan Edukatif. Strategi ini merupakan kombinasi antara pendekatan paternalistik dan pendekatan tradisional. Partisipasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar, dijadikan landasan pendekatan ini. Tokoh-tokoh masyarakat menjalani suatu pengalaman proses belajar melalui saluran, forum ataupun tradisi setempat yang ada serta meneruskannya kepada warga masyarakat.

Dengan pendekatan model di atas dapat dirumuskan konsep partisipasi dalam studi ini sebagai berikut:

1. Bahwa ketergantungan masyarakat pada pemimpin paternalistik diharapkan partisipasi masyarakat dalam program kesehatan akan meningkat.

2. Bahwa dengan pemanfaatan lembaga posyandu dalam penyebaran informasi kesehatan diharapkan kemungkinan besar partisipasi masyarakat akan meningkat.

3. Bahwa dalam masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah dengan peranan pemimpin paternalistik diharapkan partisipasi masyarakat akan meningkat.


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif dalam pengumpulan data. Dalam pengumpulan data peneliti membuat catatan lapangan, pengamatan lapangan, wawancara, casetterecorder, foto dan dokumen. Dalam penulisan laporan peneliti menganalisis data yang bersumber dari catatan lapangan

3.2. Sumber Data

Dalam penelitian deskriptif-kualitatif peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi dan dalam situasi yang wajar, apa adanya dan tidak dipengaruhi dengan sengaja, seperti menggunakan alat ukur. Semua pelaksana posyandu dan tokoh-tokoh masyarakat baik formal dan informal yang dipilih secara purposif. Peneliti memasuki lapangan berhubungan langsung dengan situasi dan responden yang diselidikinya. Menurut Lofland dan Lofland sumber data utama dalam pendekatan kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan, misalnya dokumen dan lain-lain.

Pengertian kata-kata dan tindakan adalah kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui alat perekam dan pengambilan foto. Dalam penelitian posyandu peneliti dapat merinci sumber data utama dari data


(56)

di lapangan, catatan lapangan, kata-kata dan tindakan, sumber tertulis, foto, dan, data statistik.

1. Data Lapangan

Data dari lapanngan adalah data posyandu yang diperoleh peneliti. dengan terjun langsung sendiri ke posyandu mengumpulkan informasi melalui wawancara atau observasi. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan tidak berstruktur. Observasi yang dilakukan berdasarkan apa adanya dalam kenyataan tanpa tes atau eksperimen dan slat-slat ukur lainnya seperti dalam penelitian kuantitatif.

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara atau menyaksikan suatu kejadian dalam kegiatan posyandu. Catatan lapangan ini dipersingkat, berisi kata-kata inti, pokok-pokok pembicaraan, gambar dan lain-lain.

3. Kata-kata dan tindakan

Kata-kata dan tindakan dari responden-yang diamati atau diwawancarai. Responden adalah ibu balita, para pelaksana posyandu-merupakan sumber data utama dalam penelitian ini.

4. Sumber tertulis dan dokumen

Sumber tertulis meliputi buku dan dokumen seperti data dari kantor desa, rumah sakit, puskesmas dan posyandu. Dokumen sangat berguna terutama dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian.


(57)

6. Data statistik

Data statistik digunakan juga dalam penelitian ini. Data statistik yang telah tersedia sebagai sumber data tambahan untuk melengkapi-keperluan penelitian. Data statistik dapat diperoleh di kantor desa, rumah sakit, puskesmas, posyandu dan lain-lain.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Untuk mengetahui persepsi dan pandangan responden tentang posyandu maka peranan wawancara sangat penting. Wawancara adalah sebagai alat untuk berkomunikasi dengan responde. Kegiatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara bebas dan tidak berstruktur. Dalam melakukan wawancara kepada responden peneliti menggunakan cassetee-recorder.

Hal lain adalah melakukan observasi yaitu mengamati langsung kegiatan-kegiatan dalam posyandu. Kegiatan yang diamati adalah kegiatan para pelaksana posyandu dan semua pengunjung yaitu ibu balita bersama anak-anaknya. Untuk memahami posyandu peneliti harus terjun langsung sendiri ke lapangan melihat dengan mata kepala.sendiri dan mendengarkan

dengan telinga sendiri apa yang dilakukan di posyandu oleh para pelaksana posyandu dan ibu balita. Dengan berperanserta-secara aktif dan penuh dalam posyandu peneliti dapat memperoleh informasi apa saja yang dibutuhkan termasuk rahasla sekalipun.


(58)

3.4. Analisa dan Penafsiran Data

Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis. Analisis data adalah mengorganisasikan data. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan catatan lapangan, komentar peneliti, wawancara, dan dokumen. Dari berbagai data yang terkumpul peneliti menganalisis, mensintesiskan berbagai pendapat dan komentar serta menafsirkan untuk menarik kesimpulan umum. Tetapi kesimpulan umum yang ditarik ini hanya berlaku untuk desa yang diteliti dari kesimpulan umum itu diharapkan dapat merangsang lahirnya suatu hipotesa atau teori baru atau menambah dan melengkapi teori yang ada.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Assegaff, Dja' far H. "Komunikasi Sosiologi ”Pada Masyarakat di Indonesia" dalam Dja'far H. Assegaff (ed.), Bunga Rampai Komunikasi Pembangunan, Jakarta : Mecon Press, 1979.

Bachtiar, Harsja W. "Pengamatan Sebagai Suatu Metode Penulisan" dalam Koentjaraningrat (ed.) Metode-Metode Penulisan Masyarakat , Jakarta : PT Gramedia, 1979.

Bordenave, Juan Diez. "Komunikasi Inovasi Pertanian di Amerika Latin . Perlunya Model-Model Baru" dalam Everett M.Rogers (ed.), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis, terjemahan Dusmar Nurdin, Jakarta : LP3ES, 1985.

Bimo, "Penanaanan Kesehatan di Pedesaan" Dalam Peter Hagul (et al.) Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masvarakat, Jakarta : Pener-bit CV. Rajawali, 1985.

Bertrand, Jane, Communications Pretesting, Chicago: Communication and Family Study Center, University of Chicago, 1978.

Berg Alan dan Robert J. Muscet. Faktor Gizi, (di Indonesiakan Djaeni), Jakarta : Bathara Karya Aksara, 1985.

Brown, Lawrence, A Innovation Diffusion A New Perpective, London Metheuen & Co Ltd, 2001.

Chu C. Godwin (ed.). Communication for Group Transformation in Development. East West Center East Communication Institute.

Conde J.; M.J. Paraiso and V.K. Ayossou. The Integrated Approach to Rural Development Health and Population. Paris: Director of Information OECD, 1999.

Depari, Eduard dan Collin Mac Andrews. Peranan-Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Yogyakarta,Gajah Mada University Press, 1998.

Eckholm, Erik P. Masalah Kesehatan, (terjemahan Mochtar Pabotingi), Jakarta . PT. Gramadia, 1981.

Effendi, Fisher, B. Aubrey. 1986. Teori-Teori Komunikasi (terjemahan Soejono Trimo, MLS.), Bandung : Remaja Karya CV,

Frey, Frederick W. "Communication and Development" dalam Ithiel de Sola Pool dan Wilbur Schramm (et.al.). Handbook of Communication, Chicago: Rand Mc Nallydan Co, 1993.


(60)

Feules, F.Don, Dennis C. Alexander, Addison, Wesley. Communication and Social Behavior: A Symbolic Interaction Perspective. Addison Wesley Publishing, Company Inc., 1998.

Goldberg, Alvin A dan Carl E. Larson. Komunikasi Kelompok: Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya, (terjemahan Gary R. Yusuf), Jakarta Universitas Indonesia Press, 1985.

Hovland, Carl I. (et.al.).Komunikasi dan Modernisasi. (disadur oleh Onong U. Effendy), Bandung Alumni 1993.

Haliman Arif, Saefudin Anwar, Yahya Wardoyo."Peningkatan Kesehatan Masyarakat Melalui Usaha Terpadu Pemerintah dan Masyarakat" dalam R.Widodo Talogo (eds.), Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa. Jakarta Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, 1980.

Kincaid, Lawrence dan Wilbur Schramm, Azas-Azas Komuikasi. (Terjemahan Agus Setiady), Jakarta LP3ES-East West Communication Institute (IWCI), 1979.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentaliteit dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia, 1994.

--- dan A.A.Loedin (eds.), Ilmu-Ilmu Sosial dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia, 1985.

Lerner, Daniel, Memudarnya Masyarakat Tradisionil. (Terjemahan Mulyarto Tjokrowinoto), Yokyakarta : Gajah Mada University Press, 1983.

Mochny, Soedjono, Imam. "Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa: Beberapa Alternatif Cara Pengembangannya" dalam R.Widodo Talogo (eds.), Kesehatan Masyarakat Desa dan Kota, Jakarta: Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, 1980.

Mantra Ida Bagus, Pendekatan Edukatip: Suatu Alternatip Pendekatan dalam Membangun Masyarakat, Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.1980.

Prasadja, Buddy, Pembangunan Desa dan Masalah Kepemimpinannya. Jakarta: CV. Rajawali, 1974.

Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penulisan Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV, 1984.

Roekmono dan Setiady, "Masalah Kesehatan di Indonesia", dalam Ilmu-ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta : PT. Gramedia, 1985. Rahardjo, M. Dawan, "Masalah Komunikasi di Pedesaan" dalam, Pembangunan


(61)

Susanto, Astrid, Komunikasi Konterporer, Bandung: Binacipta, 1997.

Sastropoetro, R.A.Santoso, Partisipasi. Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung : Alumni, 1968.

Sri Karjati (penyunting), Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995.


(62)

Proposal Tesis

Peran Posyandu dalam Penyebaran Informasi tentang Keluarga

Berencana dan Kesehatan Reproduksi dalam Meningkatkan

Partisipasi Masyarakat pada Program Kesehatan

(Studi tentang Komunikasi Kesehatan di Kecamatan Banda Sakti

Kota Lhokseumawe)

Nama: M. Nasir

NIM: 067024034

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(63)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai peranan pembangunan dan masalah-masalah kesehatan yang mendasar pada pola dan arah strategi pembangunan kesehatan, maka tidak terlepas dari masalah komunikasi, penyebaran informasi dan diterima atau tidaknya suatu gagasan baru tersebut. Gagasan baru dapat tersebar dengan melalui proses difusi inovasi.

Dalam usaha membangun kesehatan maka peranan komunikasi sangat penting. Komponennya yaitu komunikator berperan sebagai gerakan aktivitas informasi, motivasi dan edukasi masyarakat bisa memahami kesehatan. Bahwa kesehatan itu pada dasarnya menyangkut semua kehidupan, baik kehidupan perseorangan, keluarga, kelompok manusia, masyarakat luas maupun bangsa. Dengan kata lain, ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas.

Menurut Roekmono dan Setiady (1985) masyarakat tidak hanya membatasi diri kepada individu yang tidak sakit dan memerlukan pengobatan, melainkan ingin melihat manusia dalam interaksi manusia dengan lingkungan dimana ia hidup. Sekaligus dalam pengertian ini termasuk interaksi manusia dengan beberapa pranata dalam kehidupan kebudayaan. Beberapa contoh diantaranya yang relevan disini


(64)

2

adalah pranata sosial budaya, pranata pelayanan kesehatan modern, pranata pengobatan tradisional dan pranata pendidikan.

Juga Hapsara menjelaskan bahwa orientasi upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita berkembang secara berangsur-angsur ke arah kesatuan upaya peningkatan kesehatan untuk seluruh masyarakat yang mencakup peningkatan (promotive), pencegahan (preventive), penyembuhan (curative) dan pemeliharaan (rehabilitasi) yang menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Upaya peningkatan kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologik yang semuanya bersifat dinamis dan kompleks serta tidak lepas dari pengaruh perkembangan dunia internasional.

Jelaslah bahwa upaya peningkatan kesehatan cukup luas dan kompleks masalahnya sehingga memerlukan usaha yang intensip dan mantap (dalam menangani masalah-masalah kesehatan dan pembangunan kesehatan). Berbagai faktor yang perlu diperhatikan, antara lain faktor lingkungan yang selalu berubah dan berpengaruh pada pola atau arah strategi pembangunan kesehatan nasional.

Masalah-masalah kesehatan semakin bertambah kompleks di Indonesia, misalnya, banyak masalah-masalah dan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor lainnya, sehingga pola atau arah dan pembangunan kesehatan nasional dipengaruhi pula. Dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang semakin


(65)

3

kompleks tersebut Departemen Kesehatan telah membentuk suatu Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Adanun pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional pada pokoknya meliputi antara lain, tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit yang dilakukan secara terpadu dan pemerintah mengusahakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau oleh seluruh rakyat. Lebih terperinci lagi pembangunan kesehatan dirumuskan dalam RPJPK dan dijabarkan dalam RP3JPK. RPJPK ini merupakan kemauan (Karsa), dan karsa ini ditetapkan dalam Panca Karsa Husada, yang terdiri dari:

a) peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam kesehatan,

b) perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan, c) peningkatan status gizi masyarakat.,

d)pengurangan kesakitan dan kematian,

e) pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan melaksanakan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi sehingga mewudkan keluarga kecil berkualitas

Untuk mencapai kelima karsa tersebut diatas ditetapkan pula upaya pokok, yang disebut Panca Karya Husada dan terdiri dari:


(66)

4

a) peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan, b) pengembangan tenaga kesehatan,

c) pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan bahan berbahaya bagi kesehatan,

d) perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan, e) peningkatan dan pemantapan manjemen hukum.

Kelima karya ini ditegaskan dalam 15 pokok program. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa dalam bentuk pokok penyelenggarannya dilakukan melalui upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan upaya kesehatan. Upaya ini telah diterjemahkan dalam bentuk operasionalnya bedasarkan jenis dan tingkat pelayanannya dan melihat wilayah cakupannya. Atas dasar ini, maka didapatkan suatu sistem upaya pelayanan kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan merupakan suatu jaringan pelayanan kesehatan yang dimulai dari tingkat yang terbawah, pada setiap rumah tangga, sampai dengan tingkat teratas yang mempunyai kecanggihan profesional. Komponen dan tingkatan sistem pelayanan kesehatan digambarkan dalam suatu hirarki sebagai berikut:


(1)

pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan. Tujuan ini juga yang akan direalisasikan oleh posyandu.

Kader memegang peranan yang sangat penting dalam posyandu. Posyandu tidak bisa berjaian tanpa ada kader. Kader tanpa posyandu tidak bisa juga. Oleh karena itu posyandu dan kader kedua-duanya saling menunjang. Peranan kader dalam posyandu meliputi berbagai hal antara lain menerjemahkan inovasi kesehatan menjadi tindakan dan perbuatan yang nyata, pemberi informasi, penghubung, pengorganisir dan pengevaluasi.

Partisipasi masyarakat di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe masih merupakan partisipasi paternalistik atau patrimonial. Peranan pemimpin paternalistik seperti kepala lingkungan sangat menentukan dalam meningkatkan partisipasi ibu ibu balita dalam posyandu.

Dengan adanya pengobatan yang diadakan oleh posyandu di Banda Sakti, maka ibu-ibu balita dan masyarakat umum lebih bersikap sebagai penerima pelayanan yang aktif. Posyandu sebagai lembaga pemberi jasa pelayanan kesehatan dimana ibu-ibu balita memperoleh keuntungan-keuntungan. Karena ibu balita tidak perlu sekali mengeluarkan biaya transport untuk pergi ke Puskesmas.

Dalam posyandu ibu-ibu balita memperoleh pelayanan terpadu sehingga menghemat biaya pengobatan. Pelayanan kesehatan terpadu diperoleh ibu-ibu yang balita yaitu keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi dan


(2)

139

penanggulangan diare.

Masalah-masalah posyandu dihadapi oleh yang para petugas utamanya dokter bidan dan paramedis karena banyaknya posyandu dikawasan Kecamatan Banda Sakti. Problem lainnya psoyandu belum dapat mandiri terutama dari segi pembiayaan.

5.2 Saran-Saran

Saran- saran yang dapat disampaikan setelah melihat hasil analisis berdasarkan hasil wawanmuka, pengamatan dan observasi di Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut :

1. Peranan difusi inovasi di Banda Sakti. Sangat potensial dalam memberikan informasi bagi ibu-ibu balita, maka perlu suatu penelitian lanjutan difusi inovasi kesehatan yang bersifat umpan balik untuk mengembangkan strategi difusi inovasi yang dapat dicontoh bagi upaya pembangunan kesehatan yang lebih merata.

2. Peranan posyandu di Banda Sakti cukup berarti dalam membawakan difusi inovasi kesehatan bagi ibu ibu balita, maka perlu sautu penelitianianjutan untuk mempeiajari strategi global lembaga posyandu sebagai suatu pendekatan komunikasi pembangunan di bidang kesehatan.

3. Difusi inovasi kesehatan tengah berjalan di Banda Sakti melalui posyandu, maka perlu suatu penelitian ianjutan untuk mempeiajaridanmemecahkan masalah -masalah terhadap dampak difusi inovasi kesehatan.


(3)

4. Partisipasi harus dilandasi oleh suatu keyakinan bahwa masyarakat adalah sumber informasi dan pengetahuan.

Partisipasi Media massa sebagai alat komunikasi masyarakat di Kecamatan Banda Sakti menjadi pendukung utama dalam peyebaran informasi dan ide-ide program keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, dalam rangka mempercepat tingkat kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak sebagai tugas-tugas yang dilakasanakan oleh posyandu.


(4)

(5)

Faisal Sanapiah, 1999. Format-Format Penelitian, Sosial, Jakarta, Rajawali Pers. Irawan Prasetya, 1999. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta STIA IAN Press. Koentjaraningrat, Kebudayaah Mentaliteit dan Pembapgunan . Jakarta : PT.

Gramedia, 1974.

--- "Metode Wawancara" dalam Koentjaraningrat (ed.),. Metode-Metode Penulisan Masyarakat, Jakarta : PT.Gramedia, 1979.

--- dan A.A.Loedin (eds.),Ilmu-Ilmu Sosial Dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta : PT. Gramedia, 1985.

Lerner, Daniel, Memudarnya Masyarakat Tradisionil. (Terjemahan Mulyarto Tjokrowinoto), Yokyakarta : Gajah Mada University Press, 1983.

Malo Manasse, 2002, Sri Trisnoningtyas, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, PAU UUniversitas Indonesia.

Michael, Amstrong, 1994, Performance Management, a Handbook of Personnel

Management Practice, London, Kogan Page limited.

Nasution, S. (1982), Metode Research, Bandung Jemmars, cet. Ketujuh.

Notoatmodjo, Soekidjo, (1992), Pengembangan Sumberdaya Manusia, Jakarta, Rineka Jaya, cet. Pertama.

Pascale, Richard T. dan Anthony G. Athos, Manajemen Jepang, Semi dan Praktek, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, PPM, Cet. Kedua, Seri Manajemen No. 106, (terjemahan).

Rahardjo, M. Dawan, "Masalah Komunikasi di Pedesaan" dalam liagul (et al.),Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat Jakarta . CV. Rajawali, 2001.


(6)

142

Rogers, Everett M. Communication Technology : The New Media in Society. New York : The Free Press, 2001.

Shafritz, Jay M. et.al (1981), Personnel Management in Government, Politic and

Process, New York : Marcel "Decker Inc, Second edition.

Shelton, Ken. et.al. (1997), In Search of Quality, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Cet. Pertama.

Siialahi, Bennet, N.B. (1994), Perencanaan dan Pembinaan Tenaga Keria

Permasalahan, Jakarta, Midas Surya Grafindo, Cet. Kedua.

Simamora, Henry, (1995), Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE-YPKN, Ed. Kesatu, Cet. Pertama.

Stewart, Allen Mitchel, (1994), Empowering People, Singapore:Institute of Management, First Published.

Susanto, Astrid, Komunikasi Konterporer, Bandung Binacipta, 1997. --- Komunikasi Sosial di Indonesia, Bandung .Binacipta, 2000.

--- Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Binacipta, 2001.

Sastropoetro, R.A.Santoso, Partisipasi. Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam

Pembangunan Nasional. Bandung : Alumni, 1968.

Tilaar, H.A.R. (1997), Pengembangan SDM dalam Era Globalisasi, Jakarta: Gramedia Widyasarana Indonesia.

Weather, William B, and Keith Davis, (1996), Human Resources and Personnnel