yang menolak membayar zakat dengan mengkategorikan mereka sebagai orang murtad.
22
Dari uraian nash di atas dapat dipahami mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan kepada kejelasan sighat
berupa redaksi dalam bentuk fi‟il amar yang berarti kewajiban perintah dan dilalah
berupa petunjuk dalil yang bersifat qothi‟i.
C. Tujuan, Hikmah Dan Manfaat Zakat
1. Tujuan Zakat
Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah dimensi hablum minallah dan hablum minannas. Ada beberapa tujuan
yang ingin dicapai oleh Islam dibalik kewajiban zakat adalah sebagai berikut:
23
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup dan penderitaan. b.
Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnusabil san mustahiq dan lain lainnya.
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam
dan manusia pada umumnya. d.
Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan.
22
Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah, mengutip dari al- Zakah wa Tathbigatuha al-
Mu’ashirah Daral- WathanJakarta: Srigunting, 2001, Cet. 2, h.49
23
ElsiKartika Sari, PengantarHukum Zakat, Jakarta: CikalSakti : 2007, h. 12
e. Membersihkan sifat dengki dan iri kecemburuan sosial dari hati
orang orang miskin. f.
Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta. Berdasarkan uraian di atas maka secara umumzakat bertujuan
untuk menutupi kebutuhan pihak pihak yang memerlukan dari harta kekayaan sebagai perwujudan dari rasa tolong menolong antara sesama
manusia beriman. Dalam
UndangUndang No. 23 Tahun 2011 pasal 3 juga dijelaskan
tujuan pengelolaan zakat sebagai berikut:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan
.
2. Hikmah Dan Manfaat Zakat
Dalam ajaran Islam tiap tiap perintah untuk melakukan ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku ibadah
tersebut, termasuk ibadah zakat. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain disimpulkan sebagai berikut:
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmatNYA, menumbuhkan
akhlak mulia
dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi.
24
b. Menolong, membantu dan membangun orang yang lemah dan
susah, sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah.
25
c. Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah dan
menjauhkan dari sifat bakhil.
26
d. Bagi orang miskin, dengan dana zakat akan mendorong dan
memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras sehingga pada gilirannya berubah dari golongan penerima zakat menjadi
golongan pembayar zakat. e.
Bagi orang kaya, memperoleh kesempatan untuk menikmati hasil usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan
ibadah kepada Allah.
D. Objek Zakat
Pada awal sejarah pertumbuhan Islam di Mekah, orang orang yang
berhak menerima zakat infaq itu adalah orang miskin saja. Setelah
24
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian, Jakarta: Gema Insani, 2002, h. 10
25
Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Peneltian UIN SyarifHidayatullah, 2008, cet. 1, h. 184
26
Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah Dan Sosial, Jakarta: Srigunting, 2001, Cet. 2, h.83
tahunke 9 Hijriyah Allah SWT menurunkan ayat 60 surat alTaubah di Madinah.
27
Ayat tersebut menjelaskan secara rinci mengenai orang orang yang berhak menerima zakat. Ayat
dimaksud ialah:
Artinya: sesungguhnya zakat- zakat ituhanyalahuntuk orang- orang fakirorang- orang miskin, pengurus- pengurus zakat, muallaf yang
dibujukhatinya, untuk memerdekakan budak, orang- orang yang berhutang,
untukjalan Allah
dan orang-
orang yang
sedangdalamperjalanan, sebagaisesuatuketetapan. QS 9: 60yang diwajibkan Allah; dan Allah MahaMengetahuilagiMahaBijaksana
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang berhak menerima zakat terdiri dari delapan golongan yaitu sebagai berikut:
1. Orang Fakir
Para ulama tidak sependapat dalam memberi definisi terhadap terminologi
fakir. Ulama
Mazhab Syafi‟I dan Maliki
mendefinisikannya sebagai orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula memiliki pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya. Dia juga tidak mempunyai suami atau anak atau saudara yang menanggung nafkahnya.
28
2. Orang Miskin
27
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002, cet. 2, h. 180
28
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam waAdillatuh, Beirut: Dar alFikri, 1987, hal. 869