ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA PADA MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

(1)

MODEL PEMBELAJARAN

MISSOURI

MATHEMATICS PROJECT

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Progam Studi Pendidikan Matematika

oleh

Synthia Hotnida Haloho 4101412049

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v To do the best and to be the best

“Sebab Tuhan ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kau buat tempat perteduhanmu.” (Mazmur 91: 9).

Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan untuk

1. Kedua orang tuaku, Bapak (Ir. Wedison Silalahi Haloho), Ibu (Dra. Dormaulina Simanihuruk) yang selalu mendoakan dan memberiku semangat untuk terus belajar

2. Kakak (Wendy Nadya Vitasani Haloho) dan adikku (Martin Valard Haloho) yang selalu mendoakan dan mendukungku

3. Teman-teman PGMathBI 2012 Universitas Negeri Semarang

4. Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2012 yang telah membantu dan bekerja sama dalam menempuh studi.


(6)

vi

Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah

Ditinjau Dari Gaya Kognitif pada Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri Semarang,

2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt., selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang,

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., selaku Ketua Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang, 4. Dr. Isti Hidayah, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini,


(7)

vii

6. Drs. Mohammad Asikin, M.Pd., selaku Dosen Wali yang telah memberikan motivasi, arahan, dan bimbingan selama masa studi di Jurusan Matematika, Universitas Negeri Semarang,

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama menempuh pendidikan,

8. Dra. Sri Lestari selaku guru pengampu mata pelajaran Matematika SMPN 22 Semarang yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini,

9. Siswa-siswi kelas VII E SMAN 22 Semarang yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini,

10. Teman-teman dekatku M. Wira Yoga H.K., Grovel Saragih, Jeanet Eva Chrisna, Sonya Eki Santoso, dan Yoana Nainggolan yang selalu membantu dan memberi semangat.

11. Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2012 atas segala bantuan dan kerja samanya dalam menempuh studi.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

Semarang, Agustus 2016


(8)

viii

Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Isti Hidayah, M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Dra. Sunarmi, M.Si.

Kata Kunci: Analisis, Kemampuan Pemecahan Masalah, Gaya Kognitif, Missouri Mathematics Project.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek utama dalam pembelajaran matematika yang diperlukan oleh siswa, namun kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah yang dibuktikan oleh hasil tes Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 dan Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil analisis kemampuan pemecahan masalah siswa ditinjau dari gaya kognitif yaitu field dependent dan field independent pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan untuk mengetahui pencapaian ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project.

Penelitian ini merupakan penelitian mix methods atau metode penelitian kombinasi. Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 22 Semarang sebagai populasi dan dengan menggunakan teknik cluster sampling terpilih siswa kelas VII E sebagai sampel. Subjek penelitian ini adalah 4 siswa kelas VII E SMP Negeri 22 Semarang, yang dipilih dua siswa dengan gaya kognitif field dependent dan dua siswa dengan gaya kognitif field independent. Penentuan subjek penelitian didasarkan pada hasil tes Group Embedded Figure Test (GEFT) yang dikembangkan oleh Witkin (1973). Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan wawancara. Analisis data kualitatif dilakukan dengan tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan uji normalitas dan uji ketuntasan klasikal hasil tes kemampuan pemecahan masalah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya kognitif field dependent berkategori baik pada tahap memahami masalah dan memeriksa kembali, berkategori cukup pada tahap merencanakan penyelesaian, serta berkategori kurang pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, 2) kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya kognitif field independent berkategori baik pada tahap memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, serta berkategori cukup pada tahap memeriksa kembali, 3) kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project mencapai ketuntasan secara klasikal.


(9)

ix

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ... 12

1.5 Penegasan Istilah ... 13

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 15

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori... 17

2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 17

2.1.1.1 Pengertian Masalah ... 17

2.1.1.2 Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 18

2.1.1.3 Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 20

2.1.2 Gaya Kognitif ... 27

2.1.2.1 Pengertian Gaya Kognitif ... 27


(10)

x

Missouri Mathematics Project (MMP). ... 33

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran MMP ... 33

2.1.3.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran MMP ... 35

2.1.4 Tinjauan Materi ... 41

2.1.4.1 Persegi Panjang ... 42

2.1.4.2 Persegi ... 42

2.1.4.3 Jajargenjang... 43

2.1.4.4 Trapesium ... 43

2.1.5 Ketuntasan Belajar ... 43

2.2 Penelitian yang Revelan ... 44

2.3 Kerangka Berpikir ... 46

2.4 Hipotesis Penelitian ... 51

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 52

3.2 Desain Penelitian ... 52

3.3 Latar Penelitian ... 54

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 54

3.3.2 Populasi, Sampel, dan Subjek Penelitian ... 54

3.4 Data dan Sumber Data ... 55

3.4.1 Data ... 55

3.4.2 Sumber Data ... 56

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 57

3.5.2 Wawancara ... 57

3.5.3 Teknik Tes ... 57

3.6 Instrumen Penelitian ... 58

3.6.1 Instrumen Penentuan Gaya Kognitif Siswa ... 58

3.6.2 Instrumen Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 59


(11)

xi 3.7 Teknik Analisis Data Uji Coba

Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 60

3.7.1 Validitas ... 60

3.7.2 Reliabilitas ... 61

3.7.3 Daya Pembeda ... 63

3.7.4 Tingkat Kesukaran ... 64

3.7.5 Penentuan Instrumen Tes ... 66

3.8 Teknik Analisis Data... 66

3.8.1 Analisis Data Kualitatif ... 66

3.8.1.1 Data Reduction (Reduksi Data) ... 67

3.8.1.2 Data Display (Penyajian Data) ... 67

3.8.1.3 Conclussion Drawing (Penarikan Kesimpulan) ... 68

3.8.2 Analisis Data Kuantitatif ... 68

3.8.2.1 Uji Normalitas ... 68

3.8.2.2 Uji Ketuntasan ... 69

3.9 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 71

3.10 Prosedur Penelitian ... 71

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 73

4.1.1 Deskripsi Penelitian... 73

4.1.2 Hasil Penelitian Kualitatif ... 74

4.1.2.1 Hasil Penentuan Subjek Penelitian ... 75

4.1.2.2 Analisis Data ... 76

4.1.2.2.1 Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dengan Gaya Kognitif Field Dependent (FD) Subjek S25 ... 76 4.1.2.2.2 Analisis Kemampuan Pemecahan


(12)

xii

Field Dependent (FD) ... 156

4.1.2.2.4 Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dengan Gaya Kognitif Field Independent (FI) Subjek S31 ... 158

4.1.2.2.5 Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dengan Gaya Kognitif Field Independent (FI) Subjek S21 ... 193

4.1.2.2.6 Simpulan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dengan Gaya Kognitif Field Independent (FI) ... 228

4.1.2.3 Ringkasan Kemampuan Pemecahan Masalah Tiap Gaya Kognitif ... 230

4.1.3 Hasil Penelitian Kuantitatif ... 231

4.1.3.1 Hasil Analisis Data ... 231

4.1.3.3.1 Uji Normalitas ... 232

4.1.3.3.2 Uji Ketuntasan ... 233

4.2 Pembahasan... 234

4.2.1 Pembahasan Kualitatif... 234

4.2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek dengan Gaya Kognitif Field Dependent ... 234

4.2.1.2Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek dengan Gaya Kognitif Field Independent ... 237

4.2.2 Pembahasan Kuantitatif... 240

4.2.3 Keterbatasan Penelitian ... 244

BAB 5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 245

5.2 Saran ... 247


(13)

xiii

2.1 Deskripsi Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Berdasarkan Strategi Polya ... 22

2.2 Karakter Pembelajaran Siswa Field Dependent dan Field Independent .... 31

3.1 Hasil Analisis Validitas Butir Soal Uji Coba ... 61

3.2 Hasil Analisis Reliabilitas Butir Soal Uji Coba ... 62

3.3 Kategori Daya Pembeda ... 63

3.4 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Uji Coba ... 64

3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 65

3.6 Perolehan Tingkat Kesukaran Butir Soal Uji Coba ... 65

4.1 Jadwal Kegiatan Pembelajaran Kelas VII E ... 74

4.2 Gaya Kognitif Siswa Kelas VII E SMP Negeri 22 Semarang ... 75

4.3 Daftar Subjek Penelitian ... 76

4.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek dengan Gaya Kognitif Field Dependent (FD) ... 230

4.5 Kemampuan Pemecahan Masalah Subjek dengan Gaya Kognitif Field Independent (FI) ... 231


(14)

xiv

Gambar Halaman

2.1 Persegi Panjang ... 42

2.2 Persegi ... 42

2.3 Jajargenjang... 43

2.4 Trapesium ... 43

4.1 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Masalah 1 ... 77

4.2 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 1 ... 77

4.3 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 1 ... 78

4.4 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 81

4.5 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 81

4.6 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 1 ... 82

4.7 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 83

4.8 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 ... 84

4.9 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 .... 85

4.10 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Masalah 2 ... 86

4.11 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 2 ... 87

4.12 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 2 ... 88

4.13 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 89

4.14 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 90

4.15 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ... 91 4.16 Kutipan Wawancara Subjek S25


(15)

xv

4.19 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Masalah 3 ... 96 4.20 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 3 ... 96 4.21 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 3 ... 97 4.22 Hasil Tes Tertulis Subjek S25

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 3 ... 98 4.23 Kutipan Wawancara Subjek S25

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 3 ... 99 4.24 Hasil Tes Tertulis Subjek S25

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 3 ... 101 4.25 Kutipan Wawancara Subjek S25

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 3 ... 103 4.26 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3 ... 104 4.27 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3 .. 105 4.28 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Masalah 4 ... 107 4.29 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 4 ... 107 4.30 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memahami Masalah 4 ... 108 4.31 Hasil Tes Tertulis Subjek S25

Tahap Merencanakan Penyelesaian Penyelesaian Masalah 4 ... 109 4.32 Kutipan Wawancara Subjek S25

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 4 ... 110 4.33 Hasil Tes Tertulis Subjek S25

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ... 111 4.34 Kutipan Wawancara Subjek S25

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian ... 112 4.35 Hasil Tes Tertulis Subjek S25 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4 ... 114 4.36 Kutipan Wawancara Subjek S25 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4 .. 114 4.37 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Masalah 1 ... 118 4.38 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 1 ... 118


(16)

xvi 4.41 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 122 4.42 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 1 ... 123 4.43 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 ... 124 4.44 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 .. 125 4.45 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Masalah 2 ... 126 4.46 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 2 ... 127 4.47 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 2 ... 128 4.48 Hasil Tes Tertulis Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 129 4.49 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 130 4.50 Hasil Tes Tertulis Subjek S12

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ... 131 4.51 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ... 132 4.52 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 2 ... 134 4.53 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 2 .. 134 4.54 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Masalah 3 ... 136 4.55 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 3 ... 136 4.56 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 3 ... 137 4.57 Hasil Tes Tertulis Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 3 ... 138 4.58 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 3 ... 139 4.59 Hasil Tes Tertulis Subjek S12


(17)

xvii

4.62 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3 .. 144 4.63 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Masalah 4 ... 145 4.64 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 4 ... 146 4.65 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memahami Masalah 4 ... 147 4.66 Hasil Tes Tertulis Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 4 ... 148 4.67 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 4 ... 149 4.68 Hasil Tes Tertulis Subjek S12

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ... 151 4.69 Kutipan Wawancara Subjek S12

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ... 151 4.70 Hasil Tes Tertulis Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4 ... 152 4.71 Kutipan Wawancara Subjek S12 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4 .. 153 4.72 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Masalah 1 ... 158 4.73 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memahami Masalah 1 ... 158 4.74 Kutipan Wawancara Subjek S31 Tahap Memahami Masalah 1 ... 159 4.75 Hasil Tes Tertulis Subjek S31

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 160 4.76 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 161 4.77 Hasil Tes Tertulis Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 1 ... 162 4.78 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 1 ... 163 4.79 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 ... 164 4.80 Kutipan Wawancara Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 .. 165 4.81 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Masalah 2 ...166


(18)

xviii

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ...169 4.85 Hasil Tes Tertulis Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ...170 4.86 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ...171 4.87 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 2 ...172 4.88 Kutipan Wawancara Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 2 ..173 4.89 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Masalah 3 ...174 4.90 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memahami Masalah 3 ...174 4.91 Kutipan Wawancara Subjek S31 Tahap Memahami Masalah 3 ...175 4.92 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 3 ...177 4.93 Hasil Tes Tertulis Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian 3 ...178 4.94 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 3 ...180 4.95 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3 ...181 4.96 Kutipan Wawancara Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3 ..182 4.97 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Masalah 4 ...184 4.98 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memahami Masalah 4 ...184 4.99 Kutipan Wawancara Subjek S31 Tahap Memahami Masalah 4 ...185 4.100 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 4 ...186 4.101 Hasil Tes Tertulis Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ...188 4.102 Kutipan Wawancara Subjek S31

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ...189 4.103 Hasil Tes Tertulis Subjek S31 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4 .... 190


(19)

xix

4.107 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 1 ... 194 4.108 Hasil Tes Tertulis Subjek S21

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 1 ... 195 4.109 Kutipan Wawancara Subjek S21

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 196 4.110 Hasil Tes Tertulis Subjek S21

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 1 ... 197 4.111 Kutipan Wawancara Subjek S21

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 1 ... 198 4.112 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1 .... 199 4.113 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 1. 200 4.114 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Masalah 2 ... 201 4.115 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 2 ... 202 4.116 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 2 ... 203 4.117 Hasil Tes Tertulis Subjek S21

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 204 4.118 Kutipan Wawancara Subjek S21

Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 2 ... 204 4.119 Analisis Tes Tertulis Subjek S21

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ... 206 4.120 Kutipan Wawancara Subjek S21

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 2 ... 206 4.121 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 2 .... 207 4.122 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 2. 208 4.123 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Masalah 3 ... 210 4.124 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 3 ... 210 4.125 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 3 ... 211 4.126 Hasil Tes Tertulis Subjek S21


(20)

xx 4.128 Hasil Tes Tertulis Subjek S21

Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 3 ... 214

4.129 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 3 ... 215

4.130 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3 .... 216

4.131 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 3. 217 4.132 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Masalah 4 ... 218

4.133 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 4 ... 219

4.134 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 4 ... 220

4.135 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memahami Masalah 4 ... 221

4.136 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Merencanakan Penyelesaian Masalah 4 ... 221

4.137 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ... 222

4.138 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Melaksanakan Rencana Penyelesaian Masalah 4 ... 223

4.139 Hasil Tes Tertulis Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4 .... 224

4.140 Kutipan Wawancara Subjek S21 Tahap Memeriksa Kembali Masalah 4. 225 4.141 Output SPSS Uji Normalitas ... 232


(21)

xxi

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ... 256

2. Daftar Nama Siswa Kelas Penelitian ... 257

3. Instrumen Group Embedded Figure Test (GEFT) ... 258

4. Daftar Hasil Tes GEFT ... 266

5. Penggalan Silabus Pembelajaran... 267

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan I ... 270

7. Lembar Kegiatan Siswa Pertemuan I ... 277

8. Lembar Tugas Siswa Pertemuan I... 282

9. Kunci Jawaban Lembar Tugas Siswa Pertemuan I ... 284

10. Latihan Mandiri Pertemuan I ... 286

11. Kunci Jawaban Latihan Mandiri Pertemuan I ... 287

12. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan II ... 289

13. Lembar Kegiatan Siswa Pertemuan II... 296

14. Lembar Tugas Siswa Pertemuan II ... 301

15. Kunci Jawaban Lembar Tugas Siswa Pertemuan II ... 303

16. Latihan Mandiri Pertemuan II ... 306

17. Kunci Jawaban Latihan Mandiri Pertemuan II ... 307

18. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan III ... 309

19. Lembar Kegiatan Siswa Pertemuan III ... 316

20. Lembar Tugas Siswa Pertemuan III ... 322

21. Kunci Jawaban Lembar Tugas Siswa Pertemuan III ... 324

22. Latihan Mandiri Pertemuan III... 326

23. Kunci Jawaban Latihan Mandiri Pertemuan III ... 327

24. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pertemuan IV ... 329

25. Lembar Kegiatan Siswa Pertemuan IV ... 336

26. Lembar Tugas Siswa Pertemuan IV ... 342


(22)

xxii

31. Soal Tes Uji Coba ... 350 32. Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba ... 352 33. Pedoman Penskoran Soal Tes Uji Coba ... 360 34. Hasil Analisis Data Soal Tes Uji Coba ... 361 35. Rekap Hasil Analisis Data Soal Tes Uji Coba ... 364 36. Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal Tes Uji Coba ... 365 37. Contoh Perhitungan Reliabilitas Soal Tes Uji Coba ... 367 38. Contoh Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal Tes Uji Coba ... 370 39. Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Uji Coba ... 372 40. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 373 41. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 375 42. Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 376 43. Pedoman Penskoran Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 381 44. Daftar Nilai Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 382 45. Uji Normalitas ... 383 46. Uji Ketuntasan (Uji Proporsi) ... 384 47. Pedoman Wawancara Kemampuan Pemecahan Masalah ... 385 48. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing ... 387 49. Surat Ijin Penelitian ... 388 50. Surat Keterangan Penelitian ... 389 51. Dokumentasi Penelitian ... 390


(23)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003).

Dalam dunia pendidikan formal di Indonesia, terdapat dua jenjang pendidikan yaitu tahap pendidikan dasar yang meliputi jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, dan tahap pendidikan menengah yang meliputi sekolah menengah atas dan kejuruan. Matematika menjadi mata pelajaran yang diberikan dalam setiap tahap tersebut.

Salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BSNP, 2006: 346). Tujuan tersebut menempatkan pemecahan masalah menjadi bagian yang penting dalam kurikulum matematika. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, yaitu:

(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara


(24)

luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Tambychik & Meerah (2010: 142) kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu aspek utama dalam matematika yang diperlukan siswa untuk menerapkan dan mengintegrasikan banyak konsep matematika dan keterampilan untuk membuat keputusan. Dengan kemampuan pemecahan masalah yang tinggi siswa akan mampu menyelesaikan permasalahan matematis di dunia nyata. Senthamarai et al. (2016: 797) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan jantung dari matematika sehingga dalam pembelajaran matematika penting untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah matematika dan menemukan solusi dari permasalahan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah dalam matematika merupakan hal yang penting, namun pada kenyataannya kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dibuktikan oleh hasil tes yang dilakukan oleh dua studi internasional, yaitu Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assesment (PISA). Laporan TIMSS tahun 2011, siswa Indonesia berada pada posisi 41 dari 45 negara dengan perolehan nilai 386. Hasil riset TIMSS menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam


(25)

kemampuan (1) memahami informasi yang komplek; (2) teori, analisis dan pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan (4) melakukan investigasi (Kemendikbud, 2012: 91-103).

Laporan PISA pada tahun 2012 terkait kemampuan pemecahan masalah, skor matematika siswa Indonesia menduduki urutan 64 dari 65 negara dengan rata-rata skor 375, sementara rata-rata skor Internasional adalah 494. Setiawan et al. (2014: 244) mengemukakan bahwa soal PISA sebagian besar adalah soal-soal yang menuntut kemampuan penalaran dan kemampuan pemecahan masalah. Johar, sebagaimana dikutip oleh Sulastri et al. (2014: 14) mengemukakan bahwa kemampuan matematika dalam PISA dibagi menjadi enam level dan digolongkan menjadi tiga bagian berdasarkan tingkat kesulitan dalam proses penyelesaian. Pertama, easy yang terdiri dari soal level 1 dan level 2; kedua moderat difficult terdiri dari soal level 3 dan level 4; dan ketiga, most difficult terdiri dari soal level 5 dan level 6. Setiap level menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa. Semakin tinggi level soal maka kemampuan pemecahan masalah yang dibutuhkan juga semakin tinggi (Sulastri et al., 2014: 14).

Berdasarkan laporan PISA pada tahun 2012 diketahui bahwa sekitar 90% siswa Indonesia hanya dapat mencapai level 2 dalam mengerjakan soal PISA. Kriteria soal level 2 yaitu siswa dapat menginterpretasikan masalah dan menyelesaikannya dengan rumus. Selanjutnya, sekitar 10% siswa Indonesia dapat mengerjakan soal PISA level 3, dengan kriteria siswa dapat melaksanakan prosedur dengan baik dalam menyelesaikan soal serta dapat memilih strategi. Pada soal level 4 hanya 5% dan untuk soal level 5 hanya 1% siswa Indonesia yang


(26)

dapat mengerjakan soal-soal tersebut dimana soal level 4 dan 5 merupakan soal yang kompleks dan rumit, siswa harus menggunakan penalarannya untuk mengerjakan soal-soal pada level tersebut. Pada level 6 yaitu level yang paling tinggi, belum ada siswa Indonesia yang dapat mengerjakan soal-soal level 6 dengan kriteria yaitu siswa dapat menggunakan penalarannya dalam menyelesaikan masalah matematis, dapat membuat generalisasi, merumuskan serta mengkomunikasikan hasil temuannya (OECD, 2014: 63-69).

Proses pembelajaran matematika yang terjadi saat ini di sekolah juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa. Proses pembelajaran lebih berorientasi pada upaya pengembangan dan menguji daya ingat siswa sehingga kemampuan berpikir siswa direduksi dan sekedar dipahami sebagai kemampuan mengingat. Selain itu, hal tersebut juga berakibat siswa sulit menghadapi masalah-masalah yang menuntut pemikiran dan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Siswa terlalu terpacu pada pencapaian hasil akhir dari penyelesaian soal sehingga kurang memperhatikan proses dan tahapan-tahapan dalam memperoleh hasil akhir dari soal-soal dan permasalahan yang dihadapi.

Usaha untuk memperbaiki proses pembelajaran melalui upaya pemilihan model pembelajaran yang tepat dan inovatif dalam pembelajaran matematika di sekolah merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk dilakukan. Husna et al. (2013: 82) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika umumnya masih berlangsung secara tradisional dengan karakteristik berpusat pada guru, menggunakan pendekatan yang bersifat ekspositori sehingga guru lebih


(27)

mendominasi proses aktivitas pembelajaran di kelas sedangkan siswa pasif. Siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan soal yang diberikan guru. Kondisi seperti ini tidak akan menumbuhkembangkan aspek kepribadian, kemampuan, dan aktivitas siswa.

Husna et al. (2013: 82) juga mengatakan bahwa latihan yang diberikan lebih banyak soal-soal yang bersifat rutin sehingga kurang melatih daya nalar dalam pemecahan masalah dan kemampuan berpikir siswa hanya pada tingkat rendah. Fauziah dan Sukasno (2015: 11) mengemukakan bahwa belum memuaskannya hasil belajar siswa terutama pada kemampuan pemecahan masalah disebabkan karena proses pembelajarannya lebih berkonsentrasi pada latihan soal yang bersifat prosedural dan mekanistik serta proses pembelajaran yang tidak melibatkan siswa secara aktif dalam menggali ide atau konsep secara bermakna.

Penelitian yang berjudul Analysis of Prospective Classroom Teachers‟ Teaching of Mathematical Modeling and Problem Solving menyebutkan bahwa:

The modeling process cannot be successful without effective planning and effective communication between the participants. Encouraging the students to participate in modeling activities and enabling them to share their mathematical ideas within a group might be more effective than the lecture of the teacher during the problem solving process (Temur, 2012: 83-93).

Oleh karena itu dibutuhkan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerjasama dalam kelompok untuk berbagi ide selama proses pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang mampu memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP).


(28)

Grows dan Good, sebagaimana dikutip oleh Pramudiyanti et al. (2013: 80) mengungkapkan bahwa model pembelajaran MMP merupakan suatu model pembelajaran terstruktur yang didesain untuk membantu guru dalam hal efektivitas penggunaan latihan-latihan agar siswa mencapai peningkatan yang luar biasa. Model Pembelajaran MMP ini terdiri dari lima tahap kegiatan yaitu, review, pengembangan, latihan terkontrol, seatwork dan penugasan (homework). Rosani, sebagaimana dikutip oleh Adeyanto (2015: 5) menyebutkan bahwa tujuan dari model pembelajaran MMP adalah dengan adanya tugas proyek dimaksudkan untuk memperbaiki komunikasi, penalaran, hubungan interpersonal, keterampilan membuat keputusan, dan keterampilan menyelesaikan masalah. Melalui latihan terkontrol dan latihan mandiri yang terdiri dari soal-soal berbasis masalah maka siswa akan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dwiningrat et al. (2014) menunjukkan bahwa model pembelajaran MMP berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alba et al. (2014) menunjukkan bahwa model MMP efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah dan Sukasno (2015) juga menunjukkan bahwa model MMP berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, penelitian Masriah et al. (2015) pada siswa kelas VIII materi geometri menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan model MMP pendekatan ATONG efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah yang ditandai dengan kemampuan pemecahan masalah siswa mencapai ketuntasan baik secara individual maupun


(29)

secara klasikal. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka model pembelajaran Missouri Mathematics Project merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Perbedaan individual siswa juga perlu diperhatikan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa. Setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam menerima pelajaran dan mengolah informasi yang telah diberikan oleh guru. Arifin et al. (2015: 21) mengemukakan bahwa perbedaan cara siswa dalam memperoleh, mengolah dan memproses informasi yang didapatnya dinamakan gaya kognitif. Perbedaan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kemampuan pengkonstruksian pengetahuan siswa sehingga mampu memahami dan mengolah informasi yang diperoleh untuk kemudian digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika.

Witkin (1973: 2) mengungkapkan bahwa gaya kognitif dikategorikan menjadi gaya kognitif field independent (FI) dan field dependent (FD). Terdapat banyak dimensi dari gaya kognitif yang dikembangkan oleh para ahli, dimensi yang paling penting adalah FI dan FD (Salameh, 2011: 189). Menurut Arifin et al. (2015: 21) siswa dengan gaya kognitif FI cenderung memilih belajar individual, menanggapi dengan baik, dan bebas (tidak bergantung pada orang lain), sedangkan siswa yang memiliki gaya kognitif FD cenderung memilih belajar dalam kelompok dan sesering mungkin berinteraksi dengan siswa lain atau guru, memerlukan ganjaran atau penguatan yang bersifat ekstrinsik.

Hassan (2002: 172) menyebutkan banyak peneliti yang menyatakan bahwa siswa dengan gaya kognitif yang berbeda, menerima proses informasi dan


(30)

pemecahan masalah dengan cara yang berbeda. Permasalahannya adalah guru belum memperhatikan gaya kognitif siswa dalam pembelajaran. Guru masih menganggap siswa memiliki kemampuan yang sama dalam menerima pelajaran dan memecahkan masalah matematika. Rostampour dan Niroomand (2014: 52) menyatakan bahwa guru harus menjadikan perbedaan individu sebagai pertimbangan sehingga guru dapat mengadopsi dan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik yang memiliki gaya kognitif yang berbeda.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngilawajan (2013) menunjukkan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI memahami masalah lebih baik bila dibandingkan dengan siswa gaya kognitif FD. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al. (2015) menunjukkan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI memiliki respon pemecahan masalah matematika yang lebih kompleks dibandingkan dengan siswa gaya kognitif FD yang cara pengerjaannya lebih umum. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vendiagrys et al. (2015) memberikan hasil sebagai berikut (1) untuk siswa dengan gaya kognitif FI dalam menyelesaikan masalah memiliki profil: dapat memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat matematika, lebih analitis dalam menerima informasi, dapat memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, dan memperoleh jawaban yang benar; (2) untuk siswa dengan gaya kognitif FD dalam menyelesaikan masalah memiliki profil: dapat memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat mengubahnya


(31)

ke dalam kalimat matematika, lebih global dalam menerima informasi, mudah terpengaruh manipulasi unsur pengecoh karena memandang secara global, tidak dapat memperluas hasil pemecahan masalah, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, dan sering tidak dapat memperoleh jawaban yang benar.

Uraian di atas menunjukkan adanya keterkaitan antara masing-masing tipe gaya kognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa sehingga siswa dengan tipe gaya kognitif yang berbeda akan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang berbeda pula. Misalnya, siswa dengan gaya kognitif FI akan menggunakan beragam strategi dalam upaya merumuskan atau mengajukan masalah dari situasi yang diberikan. Sedangkan, siswa dengan gaya kognitif FD akan cenderung menggunakan cara atau metode yang telah ditetapkan, dipelajari, atau diketahui sebelumnya.

SMP Negeri 22 Semarang merupakan salah satu sekolah berstandar nasional dan saat ini sedang menjalankan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum KTSP menekankan tentang pentingnya kemampuan pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA, dan SMK disamping tujuan yang berkatian dengan pemahaman konsep yang sudah dikenal guru.

Salah satu aspek yang ditekankan dalam kurikulum KTSP adalah kemampuan pemecahan masalah siswa. Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 14 Maret 2016 dengan salah satu guru mata


(32)

pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 22 Semarang, diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa belum sepenuhnya baik, khususnya pada materi segiempat. Banyak siswa masih kurang memahami materi segiempat, meskipun sudah diperkenalkan materi tersebut sejak sekolah dasar. Pada saat siswa diberikan masalah mengenai segiempat, beliau sering menemukan kesalahan siswa dalam menerapkan rumus sehingga jawaban yang diperoleh siswa juga salah. Contohnya, pada saat guru memberikan masalah yang menanyakan mengenai luas persegi, ada siswa yang menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan rumus keliling persegi. Tidak hanya kesalahan dalam penggunaan rumus, beliau juga menemukan jawaban siswa yang salah karena kesalahan dalam operasi hitung. Selain itu, ketika dihadapkan dengan permasalahan berbentuk soal cerita yang membutuhkan strategi dan pemikiran yang tidak sederhana, seringnya siswa hanya mengandalkan rumus sehingga mengalami kesulitan ketika menyelesaikan soal cerita tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

Kemampuan pemecahan masalah siswa yang masih kurang perlu dikaji lebih lanjut agar guru dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Guru juga diharapkan memiliki data tentang deskripsi kemampuan pemecahan masalah berdasarkan gaya kognitif siswa. Dengan deskripsi tersebut diharapkan guru dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui model pembelajaran yang efektif. Agar deskripsi kemampuan pemecahan masalah siswa dapat diketahui dengan lebih baik, maka dalam penelitian ini siswa


(33)

diarahkan untuk menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yang diberikan pada model pembelajaran MMP.

Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa

pada Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah deskripsi kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya kognitif Field Dependent pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project?

2. Bagaimanakah deskripsi kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya kognitif Field Independent pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project?

3. Apakah kemampuan pemecahan masalah pada penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project mencapai ketuntasan secara klasikal?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui hasil analisis kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya kognitif Field Dependent pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project.


(34)

2. Untuk mengetahui hasil analisis kemampuan pemecahan masalah siswa dengan gaya kognitif Field Independent pada model pembelajaran Missouri Mathematics Project.

3. Untuk mengetahui pencapaian ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah pada penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah sebagai berikut. 1. Dapat menjadi referensi untuk penelitian lanjutan.

2. Dapat menjadi referensi pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah sebagai berikut. 1.4.2.1Bagi Peneliti

1. Peneliti dapat mengaplikasikan materi perkuliahan yang telah diperoleh. 2. Peneliti dapat memperoleh pelajaran dan pengalaman dalam menganalisis

kemampuan pemecahan masalah siswa.

3. Peneliti dapat menambah pengalaman mengajar di lingkungan sekolah. 4. Peneliti dapat meningkatkan kemampuan pedagogik, profesional, sosial,

dan kepribadian. 1.4.2.2Bagi Siswa

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis gaya kognitif siswa sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.


(35)

1.4.2.3Bagi Guru

1. Memberikan informasi kepada guru mengenai jenis gaya kognitif siswa. 2. Sebagai bahan referensi atau masukan kepada guru untuk merancang

pembelajaran maupun tugas yang sesuai dengan gaya kognitif siswa. 1.4.2.4Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan kepada pihak sekolah sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran di kelas sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat.

1.5

Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan pengertian dan pemahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diadakan penegasan istilah-istilah sebagai berikut:

1.5.1 Analisis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang tercantum dalam Depdiknas (2008), analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya). Selanjutnya yang dimaksud analisis dalam penelitian ini adalah penyelidikan dan deskripsi tentang kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari gaya kognitif siswa pada pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) pada siswa kelas VII SMP Negeri 22 Semarang. 1.5.2 Kemampuan Pemecahan Masalah


(36)

Senthamarai etal. (2016) mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah sebagai kemampuan dalam memahami tujuan dari masalah dan aturan yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (1973) memuat empat langkah penyelesaian, yaitu: (1) memahami masalah (understanding the problem), (2) merencanakan penyelesaian (devising a plan), (3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), dan (4) memeriksa kembali proses dan hasil (looking back). Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes pada materi segiempat sesuai langkah pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya.

1.5.3 Gaya Kognitif

Gaya kognitif adalah cara khas yang dilakukan setiap individu dalam memfungsikan kegiatan mental di bidang kognitif (berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi) yang bersifat konsisten. Gaya kognitif dibedakan menjadi dua jenis menurut Witkin (1973), yaitu gaya kognitif Field Independent dan Field Dependent.

1.5.4 Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project

Krismanto (2003) mengemukakan bahwa MMP merupakan salah satu model yang terstruktur seperti halnya Struktur Pengajaran Matematika (SPM). Langkah-langkah pembelajaran menggunakan model MMP, yaitu review, pengembangan, latihan terkontrol, seatwork, dan penugasan (homework).


(37)

Materi segiempat merupakan salah satu materi yang diperoleh siswa kelas VII di semester genap. Pada penelitian ini, materi segiempat yang diajarkan difokuskan kepada luas dan keliling persegi panjang, persegi, jajargenjang, dan trapesium.

1.5.6 Ketuntasan

Pada penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal apabila kemampuan pemecahan masalah siswa dengan model pembelajaran Missouri Mathematics Project pada materi segiempat dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) secara klasikal yaitu sebesar

dari jumlah siswa yang memperoleh nilai .

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.

1.6.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi

Bagian ini merupakan bagian pokok skripsi yang terdiri dari 5 bab, yaitu: Bab 1 Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.


(38)

Bab 2 Landasan Teori

Bab ini berisi tentang teori-teori yang melandasi permasalahan skripsi dan penjelasan yang merupakan landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi serta kerangka berpikir.

Bab 3 Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang subjek penelitian, variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab 5 Penutup

Bab ini berisi tentang simpulan hasil penelitian dan saran-saran dari peneliti.

1.6.3 Bagian Akhir

Bagian ini merupakan bagian yang terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang digunakan dalam penelitian.


(39)

17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah 2.1.1.1 Pengertian Masalah

Setiap persoalan atau pertanyaan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai suatu masalah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Krulik dan Rudnick (1995: 4) mengemukakan bahwa masalah adalah sebuah situasi yang memerlukan penyelesaian, yang dihadapi oleh seorang individu atau kumpulan individu, dan individu tersebut tidak melihat adanya cara yang jelas untuk menyelesaikannya.

Suherman (2001: 92) mengemukakan suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya, artinya jika seseorang mempunyai persoalan dan dapat langsung menyelesaikannya maka persoalan tersebut belum dikatakan sebagai masalah. Husna et al (2013: 83) menyimpulkan bahwa masalah adalah suatu persoalan atau pertanyaan yang membutuhkan penyelesaian atau jawaban yang tidak bisa diperoleh secara langsung.


(40)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa masalah adalah suatu situasi yang memerlukan penyelesaian namun belum diketahui cara untuk memecahkannya.

Masalah bersifat subjektif bagi setiap orang, artinya suatu pertanyaan dapat merupakan masalah bagi seseorang, namun bukan merupakan masalah bagi orang lain. Selain dari itu suatu pertanyaan merupakan suatu masalah pada suatu saat, namun bukan lagi merupakan masalah saat berikutnya bila masalah itu sudah dapat diketahui cara penyelesaiannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Peng Yee dan Ngan Hoe (2009: 307), setelah siswa mengembangkan kemampuannya, apa yang sebelumnya tampak menjadi masalah bisa berubah menjadi hanya soal latihan matematika rutin pada hari ini.

2.1.1.2 Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Masalah merupakan suatu situasi yang memerlukan penyelesaian, oleh karena itu agar seorang individu dapat mengatasi suatu masalah maka individu tersebut harus memiliki kemampuan pemecahan masalah. Krulik dan Rudnick (1995: 4) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan sebuah sarana di mana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi yang tidak biasa. Siswa harus mampu menerapkan apa yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah non rutin. Menurut Fauziah dan Sukasno (2015: 12) pemecahan masalah adalah proses menyelesaikan soal yang tak rutin yang kompleks dengan menggunakan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki.


(41)

Pimta et al (2009: 381) mengatakan “problem-solving is considered as the heart of mathematic learning because the skill is not only for learning the subject but it emphasizes on developing thinking skill method as well.” Selanjutnya, Pimta et al (2009:381) mengatakan bahwa ketika memiliki kemampuan pemecahan masalah, siswa dapat menerapkan pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah-nya tersebut dalam kehidupan sehari-hari karena proses pemecahan masalah matematika mirip dengan pemecahan masalah umum.

Kemampuan memecahkan masalah sangat dibutuhkan oleh siswa. Karena pada dasarnya siswa dituntut untuk berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Selama bekerja memecahkan masalah, siswa belajar untuk menciptakan strategi baru dan memecahkan masalah baru dengan mengatur strategi lama yang sudah pernah digunakan (Memnun, et al, 2012: 172). Konsekuensinya adalah siswa akan mampu menyelesaikan masalah-masalah serupa ataupun berbeda dengan baik karena siswa mendapat pengalaman konkret dari masalah yang terdahulu.

Menurut Anderson (2009: 1) kemampuan pemecahan masalah merupakan keterampilan hidup yang penting yang melibatkan berbagai proses termasuk menganalisis, menafsirkan, penalaran, memprediksi, mengevaluasi, dan merefleksikan. Wahyuningtyas (2014: 3) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematika meliputi kemampuan memahami masalah matematika, membuat rencana penyelesaian, menyelesaikan


(42)

rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil penyelesaian yang didapat. Senthamarai, et al (2016: 798) mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah sebagai kemampuan dalam memahami tujuan dari masalah dan aturan yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan individu dalam menerapkan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi penyelesaian dari suatu situasi yang tidak biasa.

2.1.1.3 Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Agar seorang individu mampu memecahkan masalah dengan baik, maka diperlukan langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Menurut Polya (1973: 5-17), ada empat langkah yang harus dilakukan untuk memecahkan suatu masalah, yaitu understanding the problem, devising a plan, carrying out the plan, and looking back. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, keempat langkah itu adalah: (1) mamahami masalah; (2) merencanakan penyelesian; (3) melaksanakan rencana penyelesaian; dan (4) memeriksa kembali. Penjelasan lebih rinci terkait langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya adalah sebagai berikut. 1. Understanding the problem (memahami masalah)

Langkah pertama dalam menyelesaikan suatu masalah adalah memahami masalah. Siswa perlu mengidentifikasi apa saja yang diketahui, apa saja yang dicari, dan hubungan yang terkait antara apa yang diketahui dan apa yang akan dicari. Beberapa saran yang dapat membantu siswa dalam memahami masalah antara lain: (1) mengetahui apa yang diketahui dan dicari, (2) menjelaskan


(43)

masalah sesuai dengan kalimat sendiri, (3) menghubungkannya dengan masalah lain yang serupa, (4) fokus pada bagian yang penting dari masalah tersebut, (5) mengembangkan model, dan (6) menggambar diagram/gambar.

2. Devising a plan (merencanakan penyelesaian)

Pada langkah ini siswa perlu menemukan strategi yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan. Semakin sering siswa menyelesaikan masalah, maka siswa akan dengan mudah menemukan strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Adapun hal-hal yang dapat siswa lakukan dalam tahap kedua ini antara lain: (1) membuat rencana, (2) mengembangkan sebuah model, (3) mensketsa diagram, (4) menyederhanakan masalah, (5) menentukan rumus, (6) mengidentifikasi pola, (7) membuat tabel/diagram, (8) eksperimen dan simulasi, (9) bekerja terbalik, (10) menguji semua kemungkinan, (11) mengidentifikasi sub-tujuan, (12) membuat analogi, dan (13) mengurutkan data/informasi.

3. Carrying out the plan (melaksanakan rencana penyelesaian)

Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan perencanaan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian dari masalah yang diberikan. Langkah ini menekankan adanya pelaksanaan rencana penyelesaian yang meliputi: (1) memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum, (2) membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar, dan (3) melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.


(44)

Kegiatan pada langkah ini menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh. Langkah ini meliputi: (1) memeriksa kembali perhitungan yang telah dikerjakan, (2) membuat generalisasi atau kesimpulan dari jawaban yang diperoleh, (3) dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain, dan (4) perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik.

Suherman (2001: 84) menyebutkan bahwa fase pertama adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah dengan benar. Setelah siswa dapat memahami masalah dengan benar, mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan menyelesaikan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Jika rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, maka selanjutnya dilakukan fase ketiga yaitu menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan cara seperti ini berbagai kesalahan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

Fan dan Zhu (2007: 65) mendeskripsikan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya sebagai berikut:

Tabel 2.1 Deskripsi Langkah-langkah Pemecahan Masalah Berdasarkan Strategi Polya

Langkah-langkah Definisi

Memahami masalah Menggali dan mengasimilasi informasi dari yang diketahui, menentukan tujuan dari masalah, merekonstruksi masalah jika perlu, dan


(45)

memperkenalkan notasi yang sesuai bila memungkinkan untuk memudahkan referensi dan manipulasi.

Langkah-langkah Definisi Merencanakan

penyelesaian

Membuat rencana umum dan memilih rumus yang relevan, atau lebih tepat, yang mungkin berguna untuk memecahkan masalah berdasarkan pemahaman masalah pada tahap pertama.

Melaksanakan rencana penyelesaian

Melaksanakan rencana dan rumus yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya, dan melacak untuk

mendapatkan jawaban.

Memeriksa kembali Memeriksa kebenaran solusi, yang mencerminkan ide-ide dan proses kunci solusi masalah, dan membuat kesimpulan atau memperluas metode atau hasil.

Dalam penelitian ini, langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, dengan alasan langkah pemecahan masalah menurut Polya merupakan langkah-langkah yang umum digunakan (Husna et al, 2013: 84). Selain itu, menurut Saad & Ghani, sebagaimana dikutip oleh Lestanti (2015: 24) langkah-langkah pemecahan masalah Polya dapat dianggap sebagai langkah-langkah pemecahan masalah yang mudah dipahami dan banyak digunakan dalam kurikulum matematika di seluruh dunia.

Menurut Suyasa, sebagaimana dikutip oleh Marlina (2013: 44) langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya lebih sering digunakan dalam memecahkan masalah matematika karena beberapa hal antara lain: (1) langkah-langkah dalam pemecahan masalah yang dikemukakan Polya cukup sederhana; (2) aktivitas-aktivitas pada setiap langkah yang dikemukakan Polya cukup jelas dan; (3) langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya telah lazim digunakan dalam memecahkan masalah matematika. Carson (2007: 8) juga


(46)

mengemukakan bawa langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya sebagian besar terkait dengan pemecahan masalah dalam matematika. Dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah Polya, diharapkan siswa dapat lebih runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah matematika. Selain itu, berbagai kesalahan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan. (Suherman, 2001: 84).

Indikator tiap tahap pemecahan masalah menurut Polya yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan materi yang digunakan peneliti yaitu materi segiempat kelas VII. Hal ini sesuai dengan Husna, et al (2014: 27) yang mengemukakan bahwa pemilihan indikator tahap pemecahan masalah disesuaikan dengan materi yang diteliti.

Adapun indikator dari tahap pemecahan masalah menurut Polya yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Indikator memahami masalah, meliputi: (a) mampu menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada masalah, dan (b) mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

2. Indikator merencanakan penyelesaian, meliputi: (a) mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan (b) mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3. Indikator melaksanakan rencana penyelesaian, meliputi: (a) mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah,


(47)

dan (b) mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

4. Indikator memeriksa kembali, meliputi: (a) mampu menentukan kesimpulan dari masalah, (b) mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan.

Kemampuan pemecahan masalah dalam tiap tahapan pemecahan masalah menurut Polya pada penelitian ini dikategorikan ke dalam tiga kategori penilaian menurut Indarwahyuni et al. (2014: 131) yaitu baik, cukup, dan kurang. Kategori penilaian tiap tahapan pemecahan masalah Polya pada penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut.

1. Memahami masalah

a. Baik, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

b. Cukup, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta tidak mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.


(48)

a. Baik, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

b. Cukup, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan tidak mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

3. Melaksanakan rencana penyelesaian

a. Baik, ketika siswa mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah dan mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

b. Cukup, ketika siswa mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah dan tidak mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

4. Memeriksa kembali

a. Baik, ketika siswa mampu menentukan kesimpulan dari masalah dan mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan.


(49)

b. Cukup, ketika siswa mampu menentukan kesimpulan dari masalah atau mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan kesimpulan dari masalah dan

tidak mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan

2.1.2 Gaya Kognitif

2.1.2.1 Pengertian Gaya Kognitif

Setiap individu mempunyai cara khas sendiri-sendiri, sehingga setiap individu berbeda satu dengan lainnya. Kemampuan setiap individu untuk memahami dan menyerap pelajaran juga berbeda, ada yang cepat, sedang, dan ada yang lambat. Oleh karena itu, setiap individu seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah gaya kognitif.

Menurut Witkin (1973: 2) gaya kognitif merupakan karakteristik setiap individu dalam menggunakan fungsi kognitif yang ditampilkan melalui kegiatan persepsi dan intelektual secara konsisten. Hansena (1995: 20) menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan cara seorang individu dalam memperoleh dan memproses informasi. Winkel (1996: 90) mengemukakan pengertian gaya kognitif sebagai cara khas yang digunakan seseorang dalam mengamati dan beraktifitas mental dibidang kognitif, yang bersifat individual dan kerap kali tidak disadari dan cenderung bertahan.


(50)

Desmita (2009: 145) menjelaskan bahwa gaya kognitif adalah karakteristik individu dalam menggunakan fungsi kognitif (berpikir, mengingat, memecahkan masalah, dan sebagainya) yang bersifat konsisten dan lama. Shi (2011: 20) mendefinisikan gaya kognitif sebagai sebuah konsep psikologis yang berkaitan dengan bagaimana seorang individu memproses informasi.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi gaya kognitif di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa gaya kognitif adalah cara khas yang dilakukan seorang individu dalam memfungsikan kegiatan mental dibidang kognitif, baik itu berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan, mengorganisasi maupun memproses informasi yang bersifat konsisten.

2.1.2.2 Jenis-Jenis Gaya Kognitif

Witkin (1973: 2) mengungkapkan bahwa gaya kognitif dikategorikan menjadi gaya kognitif Field Independent (FI) dan Field Dependent (FD). Siswa dengan gaya kognitif FI cenderung memilih belajar individual, menanggapi dengan baik, dan bebas (tidak bergantung pada orang lain). Sedangkan, siswa yang memiliki gaya kognitif FD cenderung memilih belajar dalam kelompok dan sesering mungkin berinteraksi dengan siswa lain atau guru, memerlukan ganjaran atau penguatan yang bersifat ekstrinsik.

Winkel (1996: 90) membedakan gaya kognitif dalam beberapa jenis berdasarkan kecenderungan, yaitu:

a. Cenderung bergantung pada medan (Field Dependent) atau cenderung tidak bergantung pada medan (Field Independent)


(51)

b. Kecenderungan konsisten atau mudah meninggalkan cara yang telah dipilih dalam mempelajari sesuatu.

c. Kecenderungan luas atau sempit dalam pembentukan konsep.

d. Kecenderungan sangat atau kurang memperhatikan perbedaan antara objek-objek yang diamati.

Nasution (2005: 95) membedakan gaya kognitif secara lebih spesifik dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, meliputi:

a. Field dependent – field independent.

Peserta didik yang field dependent sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau bergantung pada lingkungan dan pendidikan sewaktu kecil, sedangkan field independent tidak atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan masa lampau.

b. Impulsif – refleksif.

Orang yang impulsif mengambil keputusan dengan cepat tanpa memikirkan secara mendalam. Sebaliknya orang yang reflektif mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah.

c. Perseptif – reseptif.

Orang yang perseptif dalam mengumpulkan informasi mencoba mengadakan organisasi dalam hal-hal yang diterimanya, ia menyaring informasi yang masuk dan memperhatikan hubungan-hubungan diantaranya. Orang yang


(52)

reseptif lebih memperhatikan detail atau perincian informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan informasi yang satu dengan yang lain.

d. Sistematis – intuitif.

Orang yang sistematis mencoba melihat struktur suatu masalah dan bekerja sistematis dengan data atau informasi untuk memecahkan suatu persoalan. Orang yang intuitif langsung mengemukakan jawaban tertentu tanpa menggunakan informasi sistematis.

Banyak ahli yang membedakan jenis gaya kognitif, namun yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah gaya kognitif FI dan FD yang dikemukakan oleh Witkin. Hal ini dikarenakan gaya kognitif FI dan FD adalah dimensi yang paling penting (Salameh, 2011: 189). Selain itu, gaya koginitf FI dan FD adalah gaya kognitif yang mampu menanggulangi efek pengecoh pada soal cerita (Istiqomah & Rahaju, 2014: 145). Gaya kognitif ini dipandang sebagai salah satu variabel penentu pada kemampuan siswa dalam memecahkan soal cerita.

2.1.2.3 Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent

Woolfolk sebagaimana dikutip oleh Uno (2006: 187) mengemukakan bahwa banyak variasi gaya kognitif yang diminati para pendidik salah satunya adalah gaya kognitif field independent (FI) dan field dependent (FD). Witkin (1973: 5) mendefinisikan karakteristik utama dari gaya kognitif FI dan FD sebagai berikut:

1. Field Independent (FI) individual: one who can easily „break up‟ an organized perceptual and separate readily an item from its context.


(53)

2. Field Dependent (FD) individual: one who can insufficiently separate an item from its context and who readily accepts the dominating field or context.

Definisi karakter ini menjelaskan bahwa individu dengan gaya kognitif FI

adalah individu yang dengan mudah dapat „bebas‟ dari persepsi yang terorganisir

dan segera dapat memisahkan suatu bagian dari kesatuannya. Sedangkan individu dengan gaya kognitif FD adalah individu yang kurang atau tidak bisa memisahkan sesuatu bagian dari suatu kesatuan dan cenderung segera menerima bagian atau konteks yang dominan.

Nasution (2005: 95) mengemukakan bahwa siswa dengan gaya kognitif FI tidak atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan pendidikan masa lampau, sedangkan siswa dengan gaya kognitif FD sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau bergantung pada lingkungan dan pendidikan sewaktu kecil. Woolfolk (1993: 197) mengklasifikasikan karakter pembelajaran peserta didik pada wilayah dependent dan independent berdasarkan hasil adaptasinya dari H.A Witkin, C.A Goodenough, dan R.W. Cox, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Karakter Pembelajaran Siswa FieldDependent dan Field Independent

Field Dependent Field Independent

a. Lebih baik pada materi pembelajaran dengan materi sosial.

b. Memiliki ingatan lebih baik untuk informasi sosial.

c. Memerlukan struktur, tujuan, dan penguatan yang didefinisikan secara jelas.

d. Lebih terpengaruh kritik. e. Memiliki kesulitan besar untuk

mempelajari materi tak terstruktur.

f. Cenderung menerima organisasi

a. Mungkin perlu bantuan memfokuskan perhatian pada materi dengan muatan sosial. b. Mungkin perlu diajarkan

bagaimana menggunakan konteks untuk memahami informasi sosial. c. Cenderung memiliki tujuan diri

yang terdefinisikan dan penguatan. d. Tidak terpengaruh kritik.

e. Dapat mengembangkan strukturnya sendiri pada situasi tak terstruktur. f. Biasanya lebih mampu


(54)

yang diberikan dan tidak mampu mengorganisir kembali.

g. Mungkin memerlukan instruksi lebih jelas mengenai bagaimana memecahkan masalah.

instruksi dan bimbingan eksplisit.

Menurut Lourdusamy, sebagaimana dikutip oleh Slameto (2003: 160), individu dengan gaya kognitif FI dikatakan sebagai individu yang mampu mengatasi unsur-unsur latar belakang yang mengganggu dalam mencoba mengasingkan suatu aspek dalam situasi tertentu, juga mempunyai kemahiran membina struktur menjadi situasi yang tidak mempunyai struktur. Sedangkan individu dengan gaya kognitif FD tidak dapat membebaskan diri dari unsur-unsur alam sekitar yang mengganggu dan juga mendapati kesukaran dalam membina struktur menjadi situasi yang tidak mempunyai struktur.

Istiqomah dan Rahaju (2014: 145) mengemukakan bahwa individu dengan gaya kognitif FI cenderung menyatakan suatu gambaran lepas dari latar belakang gambaran tersebut serta mampu membedakan objek-objek dari konteks sekitarnya. Individu dengan gaya kognitif FI memandang keadaan sekitarnya lebih secara analitis. Sedangkan individu dengan gaya kognitif FD menerima sesuatu secara global dan mengalami kesulitan untuk memisahkan diri dari keadaan sekitarnya atau lebih dipengaruhi oleh lingkungan, cenderung mengenal dirinya sebagai bagian dari kelompok.

Berdasarkan ciri-ciri yang telah diungkapkan beberapa ahli tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa individu yang mempunyai gaya kognitif FI akan menerima suatu stimulus atau gambaran secara lepas dari latar belakang gambaran tersebut (menerima sebagian dari keseluruhan). Kemampuan ini akan


(55)

meningkat jika objek yang diamati merupakan objek yang terstruktur. Individu FI mampu untuk membuat objek yang terstruktur menjadi tidak terstruktur. Individu FI cenderung sulit untuk memecahkan masalah sosial karena objek sosial merupakan objek yang rumit dan kurang terstruktur. Individu FI mampu memecahkan tugas-tugas yang kompleks, memerlukan pembedaan-pembedaan, dan analitis.

Sedangkan individu yang mempunyai gaya kognitif FD akan menerima sesuatu secara global sebagaimana bentuk keseluruhan dan kemampuan ini akan tampak sangat kuat jika objek yang diamati merupakan objek yang kurang terstruktur. Individu FD mengalami kesukaran untuk membuat objek yang terstruktur menjadi tidak terstruktur namun tidak kesulitan dalam memecahkan masalah sosial. Dalam orientasi sosial cenderung perseptif dan peka.

Ada beberapa macam alat ukur yang digunakan untuk mengidentifikasi gaya kognitif. Crozier (1997: 11) mengatakan bahwa perbedaan gaya kognitif FI dan FD dapat diteliti menggunakan alat ukur EFT (Embedded Figures Test) atau RFT (Rod-and-Frame Test). Witkin (1973: 6) mengembangkan EFT ini menjadi GEFT (Group Embeded Figure Test). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tes GEFT.

2.1.3 Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) 2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran MMP

Menurut Suprijono (2009: 45) model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan


(56)

implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat dikatakan pula sebagai susunan pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.

Trianto (2010: 51) mengatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Menurut Trianto (2010: 52) fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Menurut Suyitno (2011: 26) model pembelajaran adalah suatu tindakan pembelajaran yang mengikuti pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu (sintaks), yang harus diterapkan guru agar kompetensi atau tujuan belajar yang diharapkan akan tercapai dengan cepat, efektif dan efisien. Suatu kegiatan pembelajaran di kelas disebut model pembelajaran jika: (1) ada kajian ilmiah dari penemu atau ahlinya; (2) ada tujuan yang ingin dicapai; (3) ada urutan tingkah laku yang spesifik (ada sintaksnya); dan (4) ada lingkungan yang perlu diciptakan agar tindakan/kegiatan pembelajaran tersebut berlangsung secara efektif.

Menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berperan aktif dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Alba et al (2014: 108) mengemukakan bahwa salah satu model pembelajaran yang memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah adalah model pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP). Menurut Slavin & Lake (2007: 31) MMP adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk membantu guru secara


(57)

efektif dalam menggunakan latihan-latihan agar guru dapat membantu meningkatkan pencapaian siswa dalam belajar. Good & Grouws (1979: 357) menyatakan bahwa model pembelajaran MMP difokuskan untuk meningkatkan pencapaian siswa dalam belajar melalui daily review, development, seatwork, homework assignment, dan special reviews yang diberikan oleh guru.

Menurut Krismanto (2003: 11) MMP merupakan salah satu model yang terstruktur seperti halnya Struktur Pengajaran Matematika (SPM). Krismanto (2003: 9) menyebutkan bahwa SPM meliputi:

a. Pendahuluan, meliputi apersepsi atau revisi, motivasi, dan introduksi b. Pengembangan meliputi pembelajaran konsep atau prinsip

c. Penerapan meliputi pelatihan penggunaan konsep atau prinsip, pengembangan skill, evaluasi.

d. Penutup meliputi penyusunan rangkuman dan penugasan. 2.1.3.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran MMP

Krismanto (2003: 11) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model Missouri Mathematics Project adalah sebagai berikut:

a. Review

Pada langkah ini guru mengajak siswa untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Siswa juga diajak untuk membahas tugas atau PR (Pekerjaan Rumah) yang diberikan pada pertemuan sebelumnya yang dianggap sulit oleh siswa.


(58)

Pada langkah ini guru menyampaikan materi baru yang merupakan kelanjutan dari materi sebelumnya. Guru dapat mengembangkan materi yang akan dipelajari dengan menggunakan bantuan Alat Peraga Manipulatif (APM). Kegiatan pada langkah ini juga dapat dilakukan melalui diskusi, karena pengembangan akan lebih baik jika dikombinasikan dengan latihan terkontrol. Pada penelitian ini guru menggunakan bantuan Alat Peraga Manipulatif (APM) untuk mengembangkan materi yang akan dipelajari dan mengkombinasikan langkah pengembangan ini dengan latihan terkontrol.

c. Latihan Terkontrol

Pada latihan terkontrol dalam penelitian ini siswa diminta membentuk suatu

kelompok dan menyelesaikan LKS (Lembar Kegiatan Siswa) dan LTS (Lembar

Tugas Siswa) yang diberikan oleh guru dalam diskusi kelompok. LKS berbantuan

APM dirancang sedemikian rupa oleh guru untuk membantu siswa menemukan

konsep baru dan membangun pengetahuannya sendiri tanpa harus diberitahu oleh

guru. Kegiatan diskusi kelompok pada latihan terkontrol tetap dalam pengawasan

guru untuk mencegah terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran. Setelah melakukan

diskusi, masing-masing kelompok akan diminta oleh guru untuk mempresentasikan

hasil diskusi yang telah diperoleh yang kemudian akan ditanggapi oleh kelompok lain

dan akan dikonfirmasi oleh guru.

d. Seat Work (Latihan Mandiri)

Pada langkah ini siswa diberi soal yang dikerjakan secara individu sebagai latihan untuk mengetahui penguasaan konsep yang telah dipelajari. Dari langkah ini, guru dapat mengetahui seberapa jauh materi tersebut dipahami oleh siswa. e. Penugasan


(59)

Penugasan merupakan langkah terakhir dari model MMP. Pada langkah ini siswa bersama guru membuat rangkuman tentang materi yang sudah dipelajari. Rangkuman ini bertujuan untuk mengingatkan siswa mengenai materi yang baru saja dipelajari. Selain membuat rangkuman, guru juga memberikan penugasan berupa PR kepada siswa sebagai bentuk latihan tambahan untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi tersebut.

Kurikulum KTSP merupakan kurikulum yang menerapkan pembelajaran dengan pendekatan EEK yang meliputi kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyebutkan kegiatan yang dilakukan guru pada setiap kegiatan dalam pendekatan EEK adalah sebagai berikut:

a. Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber;

2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;

3. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

4. Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;

5. Memfasilitasi siswa melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan.


(60)

b. Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Membiasakan siswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;

2. Memfasilitasi siswa melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;

4. Memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

5. Memfasilitasi siswa berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;

6. Memfasilitasi siswa membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

7. Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;

8. Memfasilitasi siswa melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;

9. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri siswa.

c. Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan siswa;

2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa melalui berbagai sumber;


(61)

3. Memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;

4. Memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar. Dalam hal ini guru:

a) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesullitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;

b) Membantu menyelesaikan masalah;

c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

d) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

e) Memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.

Pada langkah review guru mengajak siswa untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, dan membahas tugas atauS PR yang diberikan. Dengan mengajak siswa mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya dan membahas tugas atau PR yang diberikan, berarti guru melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan sudah memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta antara siswa dengan guru dan sumber belajar. Kegiatan ini merupakan kegiatan eksplorasi pada pendekatan EEK.

Pada langkah pengembangan guru menyampaikan materi baru dan guru juga dapat mengembangkan materi tersebut dengan menggunakan bantuan APM. Ini berarti guru menggunakan beragam media pembelajaran dan memfasilitasi


(1)

2. Pernahkah Anda menemukan soal seperti ini sebelumnya atau adakah soal yang serupa dengan ini?

3. Langkah-langkah apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan soal tersebut?

4. Rumus apa yang anda gunakan untuk menyelesaikan soal tersebut?

5. Dapatkah materi yang sudah didapat sebelumnya digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut? Melaksanakan

rencana penyelesaian

1. Apakah langkah-langkah dan rumus yang akan anda gunakan sudah sesuai dengan yang diketahui dan ditanyakan dari soal?

2. Bagaimana cara Anda membuktikan bahwa langkah atau rumus yang anda pilih sudah benar? 3. Bagaimana proses pengerjaannya?

4. Apakah anda melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat?

5. Apakah ada kesulitan dalam perhitungan? Memeriksa kembali 1.Setelah selesai mengerjakan, apakah Anda

memeriksa kembali langkah-langkah atau rencana yang sudah Anda lakukan?

2.Informasi penting apa saja yang sudah teridentifikasi?

3.Setelah selesai mengerjakan apakah Anda

memeriksa kembali perhitungan yang sudah Anda lakukan?

4.Bagaimana cara anda memeriksa kembali jawaban yang diperoleh?

5.Apa simpulan akhir dari permasalahan tersebut? 6.Dapatkah jawaban yang anda peroleh dicari


(2)

Lampiran 48


(3)

Lampiran 49


(4)

Lampiran 50


(5)

Lampiran 51

DOKUMENTASI PENELITIAN

Pelaksanaan tes GEFT di Kelas VII E Guru menjelaskan materi menggunakan alat peraga

Siswa melakukan diskusi kelompok Guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitian

Siswa menuliskan hasil diskusi di depan kelas Guru memberikan konfirmasi terkait materi segiempat


(6)

Pelaksanaan tes kemampuan pemecahan masalah

Pelaksanaan kegiatan wawancara dengan siswa


Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF MELALUI MODEL SSCS DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA SISWA KELAS VIII SKRIPSI

8 111 483

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PBL DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PADA MATERI PRISMA DAN LIMAS KELAS VIII

7 60 285

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN MODEL ELICITING ACTIVITIES DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII

3 45 466

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT ( MMP ) YANG DIMODIFIKASI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA KELAS X SMA NEGERI DI KABUPATEN CILACAP

0 0 108

KONTRIBUSI MODEL PEMBELAJARAN Kontribusi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Educations Dan Missouri Mathematics Project Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa.

0 1 15

PENDAHULUAN Kontribusi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Educations Dan Missouri Mathematics Project Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa.

0 1 7

KONTRIBUSI MODEL PEMBELAJARAN Kontribusi Model Pembelajaran Realistic Mathematics Educations Dan Missouri Mathematics Project Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa.

0 1 12

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU

3 8 146

MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) MENGGUNAKAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

0 0 13

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPS 1 PADA MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) BERDASARKAN GAYA BELAJAR KOLB - UMBY repository

1 4 25