Ross 1989 menyatakan buaya dapat bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa bulan karena buaya dapat menyimpan dan mengkonversi energi hasil
yang dimakan dalam bentuk lemak. Jika terlalu lama berpuasa, dapat mengakibatkan pertumbuhan buaya terhambat dan kondisis buaya menjadi lemah.
Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme pada buaya. Pemberian pakan ditujukan tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan pokok, tetapi juga untuk mencapai tingkat produksi yang setinggi- tingginya. Bahkan karena biaya pakan dalam usaha penangkaran merupakan biaya
tidak tetap terbesar, tingkat produksi tersebut harus diusahakan dapat dicapai dengan biaya yang semurah-murahnya Butardi diacu dalam Izzudin 1989.
2.1.4 Reproduksi
Menurut Thohari 1987, dalam usaha penangkaran dikatakan berhasil apabila
teknologi reproduksi
jenis satwa
tersebut telah
dikuasai. Pengembangbiakkan dapat melalui perkawinan antara satwa jantan dengan betina
secara alami, inseminasi buatan, pemindahan embrio embrio trasfer ataupun dengan pembuahan secara invitro.
Buaya muara Crocodylus porosus diketahui mencapai kedewasaan pada ukuran panjang 3-3,6 meter. Panjang minimum buaya muara pada saat memijah
adalah 2,2 meter untuk buaya betina dan 3 meter untuk buaya jantan atau umur minimum 10 tahun untuk buaya betina dan umur 15 tahun untuk buaya jantan
Dirjen PHPA 1985. Sex rasio buaya jantan dan betina di penangkaran adalah 1 : 3 Dirjen PHPA 1987.
Grzimek 1975 mengemukakan bahwa buaya muara jantan dewasa mencapai dewasa kelamin pada ukuran panjang tubuh 2,9-3,3 m dengan berat
badan 80-160 kg, sedangkan betina mencapai dewasa pada ukuran panjang minimum 2,4-2,8 m, mencapai dewasa diperkirakan 8-12 tahun.
Masyud et al. 1993 menjelaskan bahwa di alam, buaya muara mulai berkembangbiak apabila telah mencapai umur 10 tahun pada betina dan mencapai
umur 15 tahun pada buaya jantan. Masa hidup buaya muara dapat mencapai 60-80 tahun dengan masa potensial reproduksi dari umur 25-30 tahun. Buaya muara
bereproduksi pada musim hujan, yang berlangsung antara bulan November hingga bulan Maret. Umumnya buaya muara ditemukan memijah di perairan air tawar,
dimana jantan akan menetapkan serta mempertahankan wilayahnya apabila ada jantan lain yang berusaha masuk ke daerah tersebut.
Buaya muara berkembangbiak dengan cara bertelur dan jumlah telur yang dihasilkan setiap musim sebanyak 10-75 butir dengan rata-rata telur yang
dihasilkan sebanyak 44 butir. Lama pengeraman telur berkisar antara 78-114 hari dengan rata-rata pengeraman selama 98 hari. Berat telur buaya muara yang
dihasilkan berkisar antara 69-118 gram dengan rata-rata berat telur sebesar 93 gram. Sedangkan panjang anakan buaya muara setelah menetas berkisar antara
20-30 cm Masyud et al. 1993. Menurut Iskandar 2000 buaya muara betina bertelur pada awal musim hujan. Sekali bertelur dihasilkan rata-rata 22 butir telur
dengan berat rata-rata 104 gram, anakan yang menetas berukuran 310-370 mm, memiliki warna abu-abu kecoklatan.
Buaya memperbanyak keturunannya dengan cara bertelur. Kopulasi dilakukan di dalam air yang didahului perkelahian antara buaya jantan dengan
buaya betina dan hanya berlangsung beberapa menit pada siang hari Dinas Kehutanan 1986 diacu dalam Ratnani 2007. Tanda-tanda masa birahi dan
terjadinya perkawinan buaya jantan selalu membenturkan kepala ke tubuh buaya betina. Buaya betina tidak melakukan reaksi melawan terhadap benturan buaya
jantan. Perkawinan terjadi di dalam kolam dan sulit dideteksi, pada umumnya terjadi antara bulan Februari
– Oktober Tim PT Yasanda 1992 diacu dalam Ratnani 2007.
Buaya muara di penangkaran sering kali membuat sarang untuk menempatkan sejumlah telur. Sarang-sarang dibuat pada tanah yang agak tinggi
dan kering. Di sekeliling sarang tersebut terdapat pelepah pisang, glagah dan ranting-ranting, semak-semak dan dedaunan kering. Semua material yang sudah
kering dibuat sarang yang berbentuk gundukan menyerupai kurungan ayam. Di sekeliling sarang biasanya terdapat tanah kering yang agak bersih dengan sebuah
lingkaran berjari-jari berkisar 2-3 m Ratnani 2007. Dirjen PHPA 1985 menjelaskan bahwa tipe sarang telur buaya muara
adalah tipe mound, dengan diameter, tinggi, dan suhu sarang berukuran masing- masing 1,2-2,3 m, 0,4-0,76 m, dan 30
C-37,2 C. Buaya muara memiliki musim
bertelur yang berbeda tergantung dari daerah penyebarannya. Di Australia Utara
musim bertelur buaya muara berlangsung antara Bulan Oktober – Juni, di Srilanka
pada Bulan Juni – September, dan di daerah Papua musim bertelur berlangsung
pada Bulan Oktober – April.
Buaya memiliki suatu hierarki dominansi baik itu populasi yang terdapat di alam liar maupun populasi yang terdapat di dalam penangkaran. Suatu individu
yang dominan ditentukan dari ukuran dari buaya tersebut. Apabila buaya tersebut memiliki ukuran yang paling besar, individu buaya tersebut merupakan individu
buaya yang paling dominan Morpurgo et al. 1993. Individu jantan yang dominan memiliki kekuasaan dalam mengontrol kesempatan kawin, perolehan
makanan dan ruang gerak, sedangkan individu betina cenderung memperlihatkan dominansinya saat melakukan pemilihan letak sarang Ross 1989.
2.2 Pemeliharaan Buaya