Latar Belakang Pertambahan Bobot dan Ukuran Badan Anakan Buaya Muara (Crocodylus porosus Schneider, 1801) dengan Perlakuan Beberapa Formulasi Pakan Daging Ayam dan Ikan Kembung di Taman Margasatwa Ragunan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Margasatwa Ragunan TMR merupakan salah satu bentuk lembaga konservasi ex-situ sesuai keputusan Dirjen Kehutanan No.20KptsDJI1978. Tujuan lembaga konservasi ex-situ TMR antara lain, mempertahankan populasi jenis satwa yang cukup sehingga stabil secara demografi dan sehat secara genetik, mendukung upaya reintroduksi satwa ke alam, menampilkan berbagai jenis satwa yang menarik untuk tujuan konservasi, pendidikan dan penelitian. Taman Margasatwa Ragunan memiliki lebih dari 260 jenis satwa, diantara jenis satwa yang terdapat di TMR adalah buaya muara Crocodylus porosus. Buaya muara termasuk kategori Least Concern dalam International Union for Conservation of Nature IUCN Red List of Threatened Species dan Appendix I CITES Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna kecuali di Australia, Indonesia dan Papua Nugini yang masuk ke dalam Appendix II CITES. Appendix II ini berarti bahwa segala spesimen satwa dalam keadaan hidup atau mati dilarang diperdagangkan, kecuali satwa berasal dari penangkaran Crocodile Specialist Group 1996. Buaya merupakan salah satu jenis reptilia yang saat ini keberadaannya di Indonesia terancam punah. Pemanfaatan buaya oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Papua sudah sejak lama dilakukan yaitu sebagai sumber protein hewani. Sedangkan pemanfaatan secara komersil dengan memperdagangkan kulit buaya berkisar 500 sampai 1000 per ekor tergantung ukuran pada kurs dollar Rp 9000 Suara Media 2010. Kulit buaya digunakan sebagai bahan baku bagi industri kulit dan tekstil dalam pembuatan berbagai macam aksesoris seperti tas, sepatu, dompet, jaket, sabuk, dan lain sebagainya. Usaha perdagangan ini berkembang tanpa pengendalian yang memadai, sehingga untuk mengatasi kepunahan Pemerintah Indonesia melindungi jenis satwa ini sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 716kptsUm101980 dan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwaliar. Sedangkan upaya pengelolaan dan pemanfaatan mendapat dukungan dari pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Penurunan populasi buaya selain karena perburuan, juga disebabkan oleh rusaknya habitat satwa buaya itu sendiri. Buaya hidup di perairan air tawar seperti danau, sungai, dan rawa-rawa. Beberapa spesies dapat ditemukan di air asin Webb 1977. Penurunan kualitas habitat buaya di atas disebabkan oleh pembukaan kawasan hutan akibat penebangan kayu yang tidak memperhatikan kelestarian hutan, baik disebabkan oleh perladangan berpindah, pemegang hak pengusahaan hutan, maupun pembukaan lahan transmigrasi yang ceroboh turut mempercepat penurunan kualitas habitat buaya. Penurunan kualitas habitat buaya mengakibatkan terdesaknya populasi sehingga jumlah buaya di alam menurun drastis. Selain itu pemangsaan oleh predator paling tinggi terjadi pada tingkat anakan dan biasanya hanya 5 yang dapat hidup mencapai dewasa Lever 1975. Berdasarkan status dan kondisi populasi buaya muara yang terancam kepunahan baik dari gangguan alami maupun manusia seperti kerusakan habitat dan perburuan satwa, maka upaya-upaya pelestarian dan penyelamatan perlu dilakukan. Usaha pelestarian dapat dilakukan melalui usaha penangkaran yang mencakup kegiatan pemeliharaan, pembesaran, pengadaan buaya hasil perkembangbiakan, bahan penelitian dan pendidikan, dan restocking pelepasan buaya ke habitat alaminya. Upaya yang dilakukan oleh TMR adalah dengan melakukan kegiatan penangkaran di luar habitat aslinya dan telah berhasil menetaskan anakan buaya muara. Upaya tersebut memerlukan data dan informasi mengenai pertumbuhan anakan buaya dan pakan yang diberikan di penangkaran. Penelitian tentang pertumbuhan dan pakan buaya muara belum banyak dilakukan dalam penangkaran. Pemilihan daging ayam Gallus sp. dan ikan kembung Rastrelliger sp. sebagai pakan pada penelitian ini disebabkan kedua jenis pakan tersebut memiliki protein yang cukup tinggi, mudah diperoleh, dan memiliki harga yang relatif murah. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi jenis pakan yang cocok dan sesuai yang memberikan pengaruh paling cepat terhadap pertumbuhan anakan buaya muara. Dengan diketahuinya pertumbuhan anakan buaya muara diharapkan dapat membantu usaha konservasi jenis satwa ini sehingga populasi buaya muara dapat terjaga kelestariannya.

1.2 Tujuan Penelitian