perkembangbiakannya tidak dibantu oleh campur tangan manusia dan penangkaran yang ditujukan untuk mengembangbiakan jenis-jenis satwa liar yang
memiliki nilai ekonomis tinggi Thohari 1987. Penangkaran buaya adalah usaha pengembangbiakkan jenis buaya tertentu
serta mengatur kehidupan buaya dengan teknik tertentu sehingga diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia tanpa mengganggu keseimbangan
populasi buaya tersebut di alam. Manfaat dari usaha penangkaran buaya ini antara lain adalah 1 Diperoleh hasil berupa kulit buaya untuk bahan baku industri
kerajinan kulit 2 Diperoleh hasil berupa daging buaya sebagai bahan makanan substitusi protein hewani untuk peningkatan pendapatan dan gizi masyarakat 3
Upaya peningkatan produktivitas lahan 4 Menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat 5 Sebagai usaha pelestarian buaya Dirjen PHPA 1985.
2.7 Status Konservasi Buaya muara Crocodylus porosus termasuk ke dalam Appendix I CITES
Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna
kecuali di Australia, Indonesia dan Papua Nugini yang masuk ke dalam
Appendix II CITES dengan status konservasi lower Riskleast concern diacu
dalam IUCN Red List of Threatened Species Crocodile Specialist Group 1996. Pemerintah Indonesia melindungi jenis satwa ini melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian No.76KptsUm101980 yang melarang perburuan buaya muara. Kemudian pemerintah memasukkan buaya muara sebagai jenis satwa yang
dilindungi dalam Peraturan Pemerintah no.7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwaliar.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan TMR, DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September
– November 2011. 3.2 Materi Penelitian
Materi penelitian yang digunakan meliputi 1 anakan buaya muara, 2 formulasi pakan dengan bahan penyusun daging ayam Gallus sp. dan ikan
kembung Rastrelliger sp. dan 3 peralatan pendukung.
3.2.1 Anakan buaya muara
Jenis buaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan buaya muara Crocodylus porosus Schneider, 1801 yang diperoleh dari penetasan telur
di TMR. Anakan buaya muara berjumlah 20 ekor dengan perkiraan umur relatif sama 3 bulan dengan panjang tubuh 30-40 cm dan jenis kelamin anakan buaya
muara dianggap sama berukuran seragam.
3.2.2 Pakan
Pakan yang diberikan kepada anakan buaya muara di TMR terdiri dari 5 macam formulasi pakan dengan bahan daging ayam dan ikan kembung Tabel 3.
Pemberian pakan dilakukan setiap dua hari sekali. Tabel 3 Formulasi pakan percobaan
Formulasi Pakan
Susunan Pakan Komposisi
Daging ayam Ikan kembung
A 100
- 80 g daging ayam
B 75
25 60 g daging ayam + 20 g ikan
C 50
50 40 g daging ayam + 40 g ikan
D 25
75 20 g daging ayam + 60 g ikan
E -
100 80 g ikan kembung
3.2.3 Peralatan
Alat-alat yang digunakan selama penelitian adalah pita metermeteran jahit, timbangan digital, fiberglass, pengukur waktu, termometer dry wet, kamera foto,
dan peralatan menulis.
Pertumbuhan dan Pengaruh Perbedaan Pemberian Pakan
Anakan Buaya Muara Pemberian Perlakuan :
1. 100 daging ayam 2. 75 daging ayam + 25 ikan
3. 50 daging ayam + 50 ikan 4. 25 daging ayam + 75 ikan
5. 100 ikan
Pengukuran terhadap : 1. Konsumsi Pakan
2. Pertumbuhan : a. Panjang
b. Berat c. Lingkar dada
3. Parameter Pendukung Suhu dan Kelembaban Analisis Data
3.3 Metode 3.3.1 Rancangan percobaan
Percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pola percobaan dengan rancangan acak lengkap completely randomized design dengan 5 macam
perlakuan formulasi pakan Tabel 3. Setiap perlakuan digunakan 4 ekor anakan buaya muara, dan masing
– masing perlakuan ditempatkan dalam satu kandang berukuran p x l x t 3 x 1,5 x 4 m
yang memilki kolam air berukuran 30 cm x 50 cm dengan kedalaman kurang dari 10 cm. Alur prosedur pada penelitian ini
digambarkan seperti pada Gambar 3 berikut.
Gambar 3 Alur prosedur penelitian. Sebelum dilakukan penelitian, setiap sampel buaya diberikan pakan yang
biasa diberikan di kandang TMR pada waktu bersamaan. Setelah itu, buaya dipuasakan selama 2 hari, agar pada saat percobaan dimulai tingkat kelaparan
setiap sampel diasumsikan berada pada kondisi yang sama. Untuk menghindari kesalahan pencatatan pengukuran, setiap anakan buaya muara diberikan
taggingpenanda. Bahan tagpenanda berupa cat minyak. Penanda diberikan pada bagian punggung, setelah pencantuman nomor urut pada buaya.
Pada awal penelitian, masing-masing buaya tersebut diukur panjang total cm, bobot badan g, dan lingkar dada cm. Setelah diberikan pakan tersebut
selama waktu tertentu, lalu diukur panjang total, lingkar dada, dan bobot badan akhir dari masing-masing buaya tersebut. Pengukuran dilakukan setiap seminggu
sekali, dengan waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan. Pencatatan rata-rata pertambahan pertumbuhan per ekor per bulan seperti pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4 Pertambahan pertumbuhan rata – rata per ekor per minggu
Ulangan Perlakuan
A B
C D
E 1
A1 B1
C1 D1
E1 2
A2 B2
C2 D2
E2 3
A3 B3
C3 D3
E3 4
A4 B4
C4 D4
E4 Jumlah
Rata - Rata
3.3.2 Penyiapan formulasi pakan percobaan
Bahan penyusun pakan daging ayam dan ikan kembung sebelum diberikan kepada anak buaya muara terlebih dahulu diolah agar tercampur menjadi satu.
Untuk keperluan penelitian ini, sumber bahan pakan daging ayam yang digunakan dalam penelitian merupakan ayam tiren yang mati dalam perjalanan dari
petenakan menuju tempat pemotongan dan ikan kembung segar dibeli dari pasar Ciomas. Bahan pakan yang akan diberikan terlebih dahulu dicuci sampai bersih.
Setelah itu, bahan pakan dipotong kecil-kecil menggunakan pisau dengan maksud mempermudah dalam penyajian dan penakaran bobot tiap komposisi formulasi
pakan. Kemudian bahan pakan tersebut dicampur sesuai dengan komposisinya masing-masing hingga mencapai bobot 80 gram. Selanjutnya pakan siap diberikan
kepada anak buaya muara.
3.3.3 Cara penyajian pakan percobaan
Pakan diberikan satu kali untuk dua hari secara ad libitum jumlah ransum yang diberikan tidak dibatasi. Waktu pemberian dilakukan pada pagi hari 08.00-
09.00 WIB. Pakan diletakkan dalam wadah plastik yang berada di dalam kandang. Pakan diberikan dalam keadaan segar dalam keadaan dipotong kecil-
kecil. Setiap perlakuan atau pemberian formulasi pakan yang berbeda dilakukan sebanyak empat ulangan setiap perlakuan diberikan untuk empat ekor anakan
buaya muara.
3.3.4 Pemeliharaan kandang
Kandang berukuran p x l x t 3 x 1,5 x 4 meter yang dibagi menjadi 5 bagian masing-masing berukuran 1,5 meter x 0,5 meter Gambar 4. Kandang
terbuat dari dinding semen, kawat besi, dan fiberglass. Kandang berisi kolam air dengan kedalaman kurang dari 10 cm berukuran 0,6 x 0,3 meter, terdapat tempat
pakan, batu, dan papan. Kandang dan air kolam dibersihkan setiap dua hari sekali.
Gambar 4 Sketsa kandang pemeliharaan anakan buaya muara.
3.3.5 Pengukuran parameter
Parameter yang diukur dan diamati meliputi konsumsi pakan, pertumbuhan panjang total, lingkar dada, bobot badan dan konversi pakan. Pengukuran untuk
masing-masing parameter dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Data pertambahan panjang tubuh, bobot badan dan lingkar dada, diperoleh
dari hasil pengukuran parameter pertumbuhan setiap seminggu sekali selama 2 bulan percobaan yang meliputi: bobot badan, panjang total dan
lingkar dada anakan buaya muara percobaan. Pengukuran panjang total dan lingkar dada menggunakan meteran jahit
atau meteran bangunan dengan ketelitian 1 mm. Buaya muara dibaringkan pada tempat datar dan dilakukan pengukuran panjang mulai dari moncong
hingga pangkal ekor yang sudah diluruskan Gambar 5. Lingkar dada diukur dari baris ketiga sisik punggung pada sisi terluar Gambar 6.
Untuk pengukuran bobot badan menggunakan timbangan digital merk DP- M3 dengan kapasitas maksimum mencapai bobot 3 kg dan ketilitian 1 gr.
Gambar 5 Pengukuran panjang total buaya muara, dari moncong mulut sampai ujung ekor.
Sumber: Dirjen PHPA, 1987
Gambar 6 Pengukuran lingkar dada buaya muara, diukur dari sisik terluar pada baris ketiga sisik punggung.
2. Data konsumsi pakan, diperoleh dengan menghitung selisih bobot pakan yang diberikan dan sisa yang tidak termakan. Perhitungan dilakukan setiap
dua hari sekali sesuai jadwal pemberian pakan. Sebelum diberikan pakan baru, dihitung dulu berat pakan sisa dengan menggunakan timbangan
digital kemudian diberikan pakan yang baru. Pengukuran nilai gizi masing-masing pakan dengan melakukan analisis proksimat bahan pakan.
3. Konversi pakan, dihitung dengan membagi rata-rata pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi selama percobaan.
4. Kondisi dan aktivitas anakan buaya serta teknik perawatannya. Studi pustaka dan penelusuran dokumen yang terdapat di TMR. Observasi
lapang meliputi jenis perlengkapan perawatan dan pengelolaan buaya muara. Wawancara, dilakukan terhadap animal keeper dan pengelola.
Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada pengunjung TMR mengenai dampak positif sisi ekonomi dan kenyamanan dan dampak negatif
limbahsampah dan bau dari kegiatan penangkaran. Wawancara dilakukan kepada beberapa orang untuk mengetahui penilaian mereka
terhadap keberadaan kandang buaya di TMR. Wawancara dilakukan secara terbuka, santai dan tidak baku.
5. Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan dengan menggunakan termometer dry-wet yang dilakukan setiap hari pada pagi
hari pukul 09.00 wib, siang hari pukul 12.00 wib, dan sore hari pukul 15.00 wib dengan menggantungkan termometer di dalam kandang.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Rancangan percobaan
Pola pengujian dalam penelitian ini adalah pola rancangan acak lengkap completely randomized design dimana kesalahan yang terjadi merupakan
kesalahan percobaan. Model umum dari percobaan acak lengkap adalah: Y
i j
= U + T
i
+ E
i j
Keterangan : Y
i j
: adalah nilai pengukuran penimbangan akhir U : adalah nilai rata-rata pengukuran penimbangan
T
i
: adalah pengaruh perlakuan formulasi pakan
E
i j
: adalah kesalahan percobaan
Uji F atau analisa sidik ragam Anova pada tingkat kepercayaan 95 disajikan dalam Tabel 5 berikut Walpole 1982.
Tabel 5 Sidik ragam Uji F – Tingkat Kepercayaan 95
Sumber keragaman Derajat bebas
∑
2
Keragaman F - Uji
Ransum k
– 1 SS
t
S
t 2
S
t 2
S
e 2
Kesalahan Percobaan k n
– 1 SS
e
S
e 2
nk – 1
SS
T
S
T 2
Hipotesis yang dapat diuji pada pengamatan pertumbuhan buaya berdasarkan perlakuan berbagai formulasi pakan ini adalah :
H0 : T1 = T2 = T3 = T4 = T5 = 0 Perlakuan formulasi pakan tidak berpengaruh terhadap pertambahan
panjang total, pertambahan bobot badan, dan pertambahan lingkar dada buaya muara yang diamati.
H1 : paling sedikit ada satu perlakuan i dimana Ti ≠ 0 Kaidah keputusan yang diambil adalah : F-Hitung F-Tabel = Tolak H0 ;
F-Hitung F-Tabel = Terima H0.
3.4.2 Analisis proksimat kandungan gizi
Analisis proksimat digunakan untuk mengetahui komposisi kimia bahan pakan percobaan. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Mutu dan
Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hasil analisis proksimat digunakan untuk mengetahui secara garis besar mengenai
kualitas gizi tiap bahan pakan percobaan yang terdiri dari kadar air, lemak kasar, protein kasar, serat kasar, karbohidrat dan nilai energi kalori.
3.4.3 Konsumsi pakan
Pengamatan terhadap pola pemberian pakan meliputi jenis pakan, bobot per jenis pakan, dan konsumsi pakan buaya muara per ekor per hari. Penimbangan
terhadap bobot pakan dilakukan dua kali, yaitu awal pemberian untuk mengukur bobot pakan baru dan dua hari kemudian untuk mengukur bobot pakan sisa.
Konsumsi pakan didapat dengan cara mengurangi bobot pakan yang diberikan dengan bobot pakan sisa.
a. Konsumsi pakan Keterangan: JK: Jumlah konsumsi
B : Bobot pakan baru b : Bobot pakan sisa
JK= B – b
b. Tingkat palatabilitas Keterangan: P : Tingkat palatabilitas
G :
Bobot pakan baru .
G
1
: Bobot pakan sisa
3.4.4 Konversi Pakan
Keterangan : E = Efisiensi pakan
W = Bobot total buaya pada awal penelitian gram
W
t
= Bobot total buaya pada akhir penelitian gram D = Bobot total buaya yang mati selama penelitian gram
F = Bobot total pakan yang dikonsumsi gram
3.4.5 Analisis efisiensi biaya pakan dan waktu pertumbuhan buaya muara
Data pertambahan dimensi pertumbuhan panjang total dan lingkar dada dan harga satuan bahan pakan buaya yang digunakan, akan dillihat keefektifan
biaya pembelian bahan pakan dan waktu pertumbuhan buaya berdasarkan penentuan bobot optimal bahan pakan yang digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan buaya panjang dan lebar dada sebanyak x satuan Tabel 6. Diharapkan hasil analisis ini akan membantu pihak TMR dalam menentukan
bobot optimal pakan yang paling murah dan efisien secara waktu dari bahan pakan yang dianggap paling disukai oleh buaya muara dari hasil penelitian ini.
Tabel 6 Perbandingan satuan harga bahan pakan tiap perlakuan dan perbedaan bobot pakan dengan pertumbuhan
Perlakuan Bobot
pakan g
Hargakg Rp
Rataan pertambahan minggu Panjang cm
Lebar cm A. 100 daging ayam
B. 75 daging ayam + 25 ikan C. 50 daging ayam + 50 ikan
D. 25 daging ayam + 75 ikan E. 100 ikan
P =
G -G
1
x 100 G
E =
Wt + D – Wo x 100
F
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Taman Margasatwa Ragunan
Berdasarkan sejarah pada tahun 1864 suatu perkumpulan penyayang flora dan fauna yang bernama Vereneging Plantenen Et Dierentuin, mendirikan kebun
binatang yang diberi nama “Plantenen Et Dierentuin” di atas tanah seluas 10 ha. Lahan ini merupakan pemberian dari Raden Saleh. Oleh karena itu, pada masa
pendudukan Jepang tempat ini dikenal dengan nama Raden Saleh. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 ”Planten en Dierentuin”
diubah namanya menjadi ”Kebun Binatang en Dierentuin”. Pada saat itu pembangunan dan perkembangan Kota Jakarta terus dilakukan sehingga
menyebabkan wilayah Cikini yang terletak di pusat Kota Jakarta tidak cocok lagi sebagai lokasi untuk Kebun Binatang. Untuk itu pada tahun 1964 oleh Dr.
Soemarmo, Gubernur DKI Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada saat itu, dibentuk Badan Persiapan Pelaksanaan Pembangunan Kebun Binatang dengan
diketuai drh. T.H.E.W Umboh dengan tugas utama memindahkan Kebun Binatang Cikini ke Ragunan, Pasar Minggu Jakarta Selatan pada lahan seluas 30
ha yang merupakan hibah dari Pemda DKI Jakarta. Pada tanggal 22 Juni 1966, kebun binatang Cikini diberi nama Taman
Margasatwa. Kemudian pada tanggal 22 Juni 1976 Taman Margasatwa dirubah dan diresmikan kembali namanya oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin menjadi
Kebun Binatang Ragunan DKI Jakarta. Pada tahun 1993 Taman Margasatwa Ragunan TMR menjalani perubahan manajemen sehingga berubah menjadi
Badan Pengelola BP Kebun Binatang Ragunan. Pada tahun 1998, sesuai dengan Perda No 13 tahun 1998 yang dikeluarkan oleh Pemda DKI Jakarta, maka Kebun
Binatang Ragunan dirubah kembali namanya menjadi Taman Margasatwa Ragunan sampai saat ini.
Pada tahun 2001, BP berubah menjadi Kantor Taman Margasatwa Ragunan sampai tahun 2008 dan awal tahun 2009 berubah lagi menjadi Unit Pelayanan
Teknis UPT Taman Margasatwa Ragunan. Pada awal tahun 2010 namanya menjadi Unit Pelayanan Teknis Badan Layanan Umum Daerah UPT BLUD
Taman Margasatwa Ragunan. Secara umum Taman Margasatwa Ragunan berfungsi sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam konservasi, sarana
pendidikan, sarana penelitian, sarana rekreasi dan sarana apresiasi terhadap alam.
4.2 Letak dan Luas