Suhu dan kelembaban kandang anak buaya muara

25 26 27 28 29 30 31 32 33 pagi 09.00 WIB siang 12.00 WIB sore 15.00 WIB Su h u C

5.2.4 Pengelolaan reproduksi

Manajemen reproduksi buaya di TMR saat ini belum banyak dilakukan kegiatan pengelolaannya. Kegiatan perkembangbiakkan buaya dilakukan secara alami dan bebas sesuai dengan kesiapan fungsi seksual. Anakan buaya muara yang diteliti lahir pada bulan Mei 2011, hal ini berarti induk melakukan perkawinan pada bulan September 2010 – Okktober 2011 dan mulai bertelur pada bulan November 2010. Setelah menetas anakan buaya muara diambil dari sarang induk dan dipindahkan dalam kandang anakan yang berada pada lokasi Terarium 2 TMR. Selanjutnya anak buaya muara yang berada dalam kandang anakan dirawat oleh perawat pada lokasi tersebut.

5.2.5 Suhu dan kelembaban kandang anak buaya muara

Suhu dan kelembaban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup buaya muara di kandang maupun pada habitat alaminya. Hasil pengukuran suhu di kandang anakan buaya muara menunjukkan kondisi suhu kandang yang relatif stabil. Naik dan turunnya suhu disebabkan oleh pengaruh cuaca dan angin. Fluktuasi terjadi karena cuaca yang cenderung berubah-ubah selama waktu pengukuran. Suhu kandang pada pagi hari berkisar antara 27 o C-29 o C, pada siang hari antara 28 o C-33 o C, dan pada sore hari 28 o C-30 o C Gambar 12. Kelembaban kandang pada pagi hari cukup stabil berkisar 82, sedangkan pada siang dan sore hari kelembaban berkisar antara 75-91 Gambar 13. Hal ini sesuai dengan pernyataan Britton 2011 bahwa kisaran suhu yang disukai atau PBT preferred body temperatures buaya adalah 29 o C-34°C. Frye 1991 menyebutkan kondisi suhu optimal untuk reptil didaerah tropis berkisar antara 29,5 o C-37,5 o C, sedangkan kelembaban sekurang-kurangnya berkisar antara 80-90. Gambar 12 Suhu rata-rata kandang anakan buaya selama penelitian. Gambar 13 Kelembaban rata-rata kandang anakan buaya selama penelitian. 5.3 Komposisi Kimia, Konsumsi dan Palatabilitas Formulasi Pakan 5.3.1 Komposisi kimia formulasi pakan Berdasarkan hasil analisis proksimat di Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB menunjukkan bahwa kelima macam formulasi pakan yang diberikan kepada anakan buaya muara di Taman Margasatwa Ragunan memiliki kandungan komposisi kimia yang relatif sama dalam unsur kadar air, abu, protein, lemak dan energi bruto Tabel 8. Tabel 8 Komposisi kimia lima macam formulasi pakan percobaan Formulasi Kadar Energi Bruto Pakan Air Abu Protein Serat Lemak Karbohidrat Kcalg A 70,2 1,1 22,4 0,0 5,9 0,4 144,8 B 73,3 1,1 23,0 0,0 0,9 1,7 108,5 C 72,9 1,0 22,8 0,0 1,2 2,0 112,0 D 76,2 1,3 16,7 0,0 1,5 4,4 102,0 E 69,6 3,2 24,3 0,0 3,1 0,8 129,0 Keterangan: A 100 daging ayam, B 75 daging ayam + 25 ikan kembung, C 50 daging ayam+50 ikan kembung, D 25 daging ayam+75 ikan kembung, E 100 ikan kembung. Menurut Anggorodi 1979 bahwa pertumbuhan akan terjadi apabila jumlah pakan yang dicerna dan diserap oleh tubuh melebihi jumlah pakan yang dibutuhkan. Pertumbuhan anakan buaya semakin baik dengan tingginya kadar protein. Sesuai dengan fungsi protein dalam tubuh yang berperan dalam pertumbuhan, khususnya pertumbuhan jaringan baru. Protein pada hewan merupakan unsur utama penyusun dinding sel. Protein juga merupakan bagian terbesar dari urat daging, alat-alat tubuh, jaringan ikat dan jaringan luar lainnya disamping bagian utam dari susunan saraf. Bennett 1998 menyebutkan bahwa penyediaan nutrisi, vitamin, dan mineral merupakan salah satu syarat agar satwa dapat tumbuh dengan baik dan sehat. 80 81 82 83 84 85 pagi 09.00 WIB siang 12.00 WIB sore 15.00 WIB Kele m b ab an Anwar 1985 menjelaskan bahwa kadar air dapat mempengaruhi penampilan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air yang banyak juga akan memperbesar kemungkinan timbulnya mikroba. Serat kasar tidak dapat dicerna langsung oleh hewan monogastrik seperti buaya dimana seluruh sistem pencernaannya menggunakan bantuan enzim. Sumber pakan yang mengandung serat kasar umumnya terdapat pada tumbuhan, sehingga pada kelima jenis formulasi pakan yang dicobakan tidak ditemukan kandungan serat kasar. Parakkasi 1983 mengatakan bahwa lemak juga berperan penting dalam penentuan pemberian pakan untuk buaya terutama untuk pembentukan tulang buaya yang berusia muda. Buaya merupakan binatang yang cenderung pasif dan tidak terlalu banyak bergerak terutama buaya yang hidup di penangkaran. Bila konsumsi karbohidrat melebihi kebutuhan energinya maka karbohidrat akan dikonversi menjadi lemak dan glikogen Sumarwan et al. 2003. Elmir 2008 menyebutkan bahwa penangkaran dengan tujuan hanya sebagai wahana konservasi, tidak harus memikirkan gizi pakan secara mendalam, yang terpenting adalah kebutuhan pakan bagi buaya per ekornya dapat tercukupi sehingga buaya-buaya tersebut dapat tumbuh dengan baik dan mampu menghasilkan keturunan berikutnya secara terus menerus.

5.3.2 Konsumsi pakan