digunakan dalam Survei Angkatan Kerja Nasional Sakernas mengacu pada the labor force concept yang disarankan International Labor Organization ILO.
Menurut Sukirno 2004, berdasarkan keadaan yang menyebabkannya pengangguran dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan
seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih sesuai dengan keinginannya.
2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh perubahan
struktur dalam perekonomian. 3.
Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan
dalam permintaan agregat. Menurut
Sukirno 2004,
pengangguran akan
mengakibatkan berkurangnya tingkat pendapatan masyarakat dan pada akhirnya akan mengurangi
tingkat kesejahteraan. Dengan menjadi pengangguran, masyarakat akan terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Jika penganguran di suatu
negara sangat tinggi maka akan timbul berbagai ketidakstabilan politik dan sosial yang akan memberikan dampak buruk pada tingkat kesejahteraan masyarakat
negara tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran regional terdiri
dari labor supply, labor demand dan mekanisme upah sebagai market clearing. Faktor perubahan demografi yang terdiri dari struktur umur, gender, pendidikan,
dependency ratio dan migrasi dapat menyebabkan terjadinya pengangguran regional. Menurut Elhorst 2003, berdasarkan beberapa studi diperoleh hasil
bahwa pendidikan berpengaruh signifikan terhadap pengangguran. Alasannya adalah orang yang berpendidikan tinggi akan cenderung lebih intensif mencari
kerja, orang yang berpendidikan tingga kurang rentan terhadap pemutusan hubungan kerja PHK dan biasanya mereka yang berpendidikan tinggi memiliki
ketrampilan yang dibutuhkan oleh perekonomian karena teknologi yang terus berkembang. Lucas 1996 dengan teori pertumbuhan endogennya menjelaskan
bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Pendidikan akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sehingga akan
menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Tenaga kerja yang produktif akan menghasilkan output yang lebih banyak sehingga secara agregat akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hartono 2008 dalam penelitiannya selama periode 1981-2005
menunjukkan bahwa variabel rasio angkatan kerja bertanda negatif, artinya ketimpangan penbangunan ekonomi di Jawa Tengah akan menurun seiring
dengan meningkatnya rasio angkatan kerja. Pertambahan jumlah angkatan kerja yang diimbangi dengan peningkatan penyerapan angkatan kerja akan mendorong
kegiatan ekonomi untuk berjalan lebih baik dan ketimpangan ekonomi akan menurun sehingga akan menurunkan tingkat ketimpangan antar daerah.
Pancawati 2000 dalam penelitiannya tentang pengaruh rasio kapital- tenaga kerja, tingkat pendidikan, stok kapital dan pertumbuhan penduduk
terhadap PDB Indonesia menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penduduk berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan output sedangkan variabel-variabel
lainnya mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan output di Indonesia.
2.6.3 Modal Manusia Melalui Pendidikan dan Kesehatan
Pentingnya modal manusia dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi pertama kalinya dipelopori oleh Schultz 1962 yang menekankan
pentingnya investasi di bidang modal manusia. Sebelum Schultz menekankan pentingnya faktor manusia dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi,
kebanyakan ahli ekonomi lebih banyak memusatkan kajiannya pada peranan modal fisik dan mengabaikan modal manusia. Model pertumbuhan yang
digunakan dalam setiap analisis cenderung memperlakukan modal manusia sebagai faktor yang hanya memiliki pengaruh secara tidak langsung dalam
pertumbuhan, dimana faktor manusia dianggap tercakup dalam kemajuan teknikal atau residual. Pergeseran perhatian para ahli ekonomi pembangunan dari peranan
modal fisik ke modal manusia telah mendorong timbulnya teori pertumbuhan dengan paradigma baru yang dikenal sebagai new growth model. Dalam new
growth model, faktor manusia diperlakukan sebagai salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
sebagaimana layaknya modal fisik.
Lucas 1996 dengan teori pertumbuhan endogennya menjelaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
Pendidikan akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sehingga akan menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Tenaga kerja yang produktif akan
menghasilkan output yang lebih banyak sehingga secara agregat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kualitas modal manusia bisa didekati dengan tingkat pendidikan, kesehatan maupun indikator-indikator lainnya Prahara, 2010. Tingkat
pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan penduduk untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi. Meskipun
demikian tingkat pendidikan yang tinggi harus dibarengi dengan tingkat kesehatan yang baik pula sehingga akan membuat produktivitas semakin optimal. Penduduk
dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan tingkat kesehatan yang baik merupakan investasi penting untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi
sehingga akan mempercepat terjadinya konvergensi ekonomi di Indonesia. Wibisono 2001 memasukkan pengaruh variabel-variabel tingkat
pendidikan yang berhasil ditamatkan, angka harapan hidup, tingkat fertilitas, tingkat kematian bayi, terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Dari hasil
estimasi yang dihasilkan, diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan dan angka harapan hidup memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Prahara 2010 menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan, angka melek huruf, angka harapan hidup, dan total panjang jalan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten perbatasan selama tahun 2001-2008 di Kalimantan Barat. Sedangkan pada kelompok bukan
perbatasan, variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah jumlah penduduk, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup dan total panjang
jalan. Pada kelompok kaya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah variabel jumlah penduduk, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah,
angka harapan hidup, dan produksi listrik yang disalurkan.
2.6.4 Infrastruktur Jalan dan Listrik
Kodoatie 2003 mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-
fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk memfasilitasi tujuan-tujuan
ekonomi dan sosial. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem
sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisiskan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur
dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat Kodoatie
2003. World Bank 1994 membagi infrastruktur menjadi tiga, yaitu:
1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk
menunjang aktivitas ekonomi, meliputi publik utilities tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi, gas, publik work jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase
dan sektor transportasi jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya.
2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi.
3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan
koordinasi. Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang
Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrasturktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur
transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan
infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut diatas dapat dikategorikan sebagai
infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga perlu diatur oleh pemerintah. Pengertian diatur tidak sama dengan
dibangun oleh pemerintah, karena penyediaan infrastruktur tersebut dapat dikerjasamakan pembangunan dengan badan usaha, seperti yang diatur dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Infrastruktur jalan, sebagai bagian dari infrastruktur dasar, merupakan salah satu infrastruktur pengangkutan yang berperan dalam merangsang
pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan meminimalkan modal komplementer dalam upaya mengefisienkan proses produksi dan distribusi.
Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah- wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan
yang buruk dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya
akan memengaruhi pendapatan. Ikhsan 2004 mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus
dibangun sendiri oleh sektor swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat
mahal sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan komparatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena tidak
tersedianya infrastruktur. Selain jalan, infrastruktur listrik juga memiliki peranan penting dalam
pembangunan. Listrik menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi tidak hanya untuk rumah tangga namun untuk kegiatan ekonomi lainnya khususnya industri.
Kebutuhan akan listrik menjadi semakin besar ketika peralatan rumah tangga, peralatan kantor maupun kegiatan produksi lainnya semakin banyak mengunakan
listrik sebagai sumber energinya.
2.7 Kerangka Pemikiran
Pembangunan dalam lingkup negara tidak selalu mencapai hasil yang diharapkan. Ada perbedaan pencapaian pertumbuhan ekonomi antar daerah.
Beberapa daerah mencapai pertumbuhan yang cepat sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat Sutarno dan Kuncoro, 2003.
Perbedaan keberhasilan pembangunan yang dicapai setiap daerah disebabkan oleh kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan
peranan modal investor memilih daerah perkotaan atau daerah yang mempunyai
sarana prasarana yang lengkap seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan komunikasi, perbankan, asuransi dan ketersediaan tenaga trampil. Selain
itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi antar daerah menjadi
berbeda Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan, 1997. Penelitian Garcia dan Soelistiningsih 1998 menunjukkan bahwa selama
tahun 1975-1995 telah terjadi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar wilayah di KBI dan KTI, dimana pertumbuhan ekonomi antar wilayah di KTI jauh
tertinggal dibandingkan KBI. Selain itu Sasana 2001 juga menunjukkan bahwa perkembangan PDRB selama 20 tahun terakhir 1975-1995 telah terjadi
pergeseran pangsa relatif terhadap PDB, yaitu adanya dominasi ekonomi Pulau Jawa yang semakin besar. Selama tahun 2004-2010, Jawa menguasai
perekonomian dengan menyumbang lebih dari 50 persen PDB nasional secara keseluruhan, diikuti oleh Sumatra dan pulau-pulau lainnya.
Karakteristik Jawa dan Sumatra yang padat penduduk ternyata tidak membuat kedua pulau besar tersebut memiliki PDRB per kapita yang lebih rendah
dibandingkan dengan pulau lainnya. PDRB per kapita di Jawa dan Sumatra masih yang termasuk yang tertinggi selama tahun 2004-2010. Perekonomian Indonesia
yang lebih banyak ditopang oleh Jawa menunjukkan bahwa ada kecenderungan kesenjangan ekonomi antar pulau di Indonesia.
Pemerintah melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diharapkan mampu mengintervensi kesenjangan ekonomi yang ada dengan mengoptimalkan
sumber daya yang dimilikinya melalui peningkatan investasi dan PDRB per kapita. Intervensi pemerintah daerah bisa dilakukan dengan mengoptimalkan
penggunaan PAD dan dana transfer dari pusat yang dimiliki untuk meningkatkan output daerah yang bersangkutan.
Melalui pengeluaran untuk pembangunan pemerintah daerah diharapkan bisa lebih efektif dalam melakukan investasi publik. DAU dan DAK yang
diberikan pemerintah pusat bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah bisa digunakan untuk melakukan investasi publik yang berkualitas di
setiap daerah. Selain itu tenaga kerja yang berpendidikan dan kesehatan yang baik yang didukung dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai akan
meningkatkan output suatu wilayah. Output yang tinggi akan memacu pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, khususnya wilayah-wilayah yang masih
rendah pertumbuhan ekonomi maupun PDRB per kapitanya. Untuk mengetahui pengaruh investasi publik terhadap kesenjangan PDRB
per kapita antar pulau di Indonesia diperlukan suatu kajian mengenai hubungan antara DAU, DAK untuk infrastruktur, investasi publik, dan kesenjangan PDRB
per kapita. Melalui penelitian ini akan diperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pihak-pihak yang terkait guna
menurunkan kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sehingga kesejahteraan masyarakat yang lebih merata dapat tercapai. Penelitian ini hanya
akan membahas mengenai pengaruh investasi pemerintah terhadap kesenjangan PDRB per kapita, sedangkan investasi swasta tidak dianalisis garis putus-putus.
Hal ini dikarenakan investasi pemerintah merupakan kondisi awal yang diperlukan untuk menarik investasi swasta.