Indrawati 2002 melakukan penelitian tentang peranan anggaran belanja modal sebagai investasi pemerintah dalam perekonomian KTI tahun 2005-2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan investasi pemerintah total berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di KTI. Selain itu, investasi
pemerintah memiliki hubungan yang substitusi dengan investasi swasta karena investor swasta yang bersedia untuk berinvestasi pada daerah yang belum
berkembang masih sangat terbatas memiliki return of investment yang lama atau risk investment yang tinggi.
2.5 Investasi Pemerintah dan Konvergensi Ekonomi Regional
Konvergensi merupakan proses pertumbuhan ekonomi di negara-negara atau wilayah-wilayah yang berbeda sedemikian rupa sehingga mengurangi gap
kesenjangan pendapatan, produktivitas, tingkat upah, dan berbagai indikator ekonomi lainnya. Hal ini dapat berarti berkurangnya perbedaan PDB per kapita,
dan produktivitas Ambramovitz, 1986, atau adanya tendensi negara-negara miskin untuk mengejar ketertinggalan dari negara kaya karena pertumbuhan
ekonomi mereka yang mengagumkan Barro Sala-I-Martin, 1995. Tingkat pertumbuhan jangka panjang ditentukan oleh variabel eksogen
pada kondisi mapan, dimana k, y dan c per kapita tidak tumbuh dan variabel agregat K, Y dan C tumbuh pada tingkat laju pertumbuhan penduduk n, yang
dalam persamaan dasar model Solow-Swan dinyatakan dengan: .
2.10 Dengan k negatif, maka:
.
′
0 2.11 Ketika nilai k semakin kecil maka nilai k lebih besar, ceteris paribus.
Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian dengan modal per orang yang lebih rendah akan tumbuh lebih cepat atau adanya kecenderungan konvergensi. Suatu
daerah atau negara yang mulai dengan rasio modal per tenaga kerja yang rendah akan memiliki tingkat pertumbuhan k per kapita yang lebih tinggi. Hipotesis
bahwa ekonomi yang miskin cenderung tumbuh lebih cepat per kapita
dibandingkan yang kaya tanpa melihat karakteristik perekonomian lainnya disebut konvergensi mutlak atau konvergensi nonkondisional Konvergensi merupakan
proses pertumbuhan ekonomi di negara-negara atau wilayah-wilayah yang berbeda sedemikian rupa sehingga mengurangi gap kesenjangan pendapatan,
produktivitas, tingkat upah, dan berbagai indikator ekonomi lainnya. Hal ini dapat berarti berkurangnya perbedaan PDB per kapita, dan produktivitas Ambramovitz,
1986, atau adanya tendensi negara-negara miskin untuk mengejar ketertinggalan dari negara kaya karena pertumbuhan ekonomi mereka yang mengagumkan
Barro Sala-I-Martin, 1995.
k0
poor
k
poor
k0
rich
k
rich
Sumber: Barro dan Sala-i-Martin,1995. Gambar 2.2 Konvergensi BersyaratKondisional
Hal ini berbeda dengan konvergensi bersyarat conditional convergence, yang mengakomodasi heterogenitas perekonomian. Misalnya daerah yang
mempunyai stok kapital yang berbeda per jumlah penduduk atau memiliki tingkat tabungan saving rate yang berbeda. Kondisi steady state ditentukan oleh
persimpangan si . fkk dengan garis n+δ, dimana s
poor
s
rich
dan k
poor
k
rich
, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada kondisi awal k0
poor
k0
rich
Gambar 2.2. Secara empiris, dapat dijelaskan bahwa negara-negara yang mempunyai
tingkat pendapatan per kapita yang tinggi cenderung memiliki tingkat tabungan yang lebih tinggi. Jika mereka mempunyai tingkat tabungan yang sama, maka
jarak antara s
i
fkk dengan garis n+δ akan lebih tinggi untuk daerah yang
k
miskin dan berlaku kpoor kpoor. Sebaliknya, apabila daerah kaya memiliki tingkat tabungan yang lebih tinggi, perekonomian di daerah tersebut
akan tumbuh lebih cepat daripada daerah miskin. Oleh karena itu, model yang digunakan untuk memprediksi konvergensi bersyarat menunjukkan bahwa daerah
dengan pendapatan per kapita awal yang lebih rendah akan menghasilkan tingkat pertumbuhan per kapita yang lebih tinggi, tetapi dengan mengontrol faktor-faktor
yang mempengaruhi kondisi steady state Quah, 1995. Teori konvergensi menyatakan bahwa tingkat kemakmuran yang dialami
oleh negara-negara maju dan negara-negara berkembang pada suatu saat akan konvergen bertemu pada satu titik. Ilmu ekonomi juga menyatakan bahwa akan
terjadi catching up effect, yaitu ketika negara-negara berkembang berhasil mengejar negara-negara maju. Kondisi didasarkan pada asumsi bahwa negara-
negara maju akan mengalami kondisi steady state, yaitu negara yang tingkat pendapatannya tidak dapat meningkat lagi karena tambahan investasi tidak
menambah pendapatan. Keadaan ini terjadi karena seluruh biaya produksi sudah tertutupi oleh investasi yang ada, sehingga tambahan tabungan di negara tersebut
tidak dapat dijadikan tambahan investasi. Sementara negara maju diam, negara berkembang yang memiliki
tambahan investasi dapat terus menambah pendapatannya dan mengejar pertumbuhan negara maju. Negara-negara yang sedang berkembang memiliki
tingkat investasi di bawah biaya produksi, sehingga tambahan tabungan di negara tersebut akan dijadikan tambahan investasi dan akhirnya dapat menambah
pendapatan negara. Sementara pertumbuhan perekonomian negara-negara maju mulai melambat, negara-negara berkembang akan terus mengejar, sehingga pada
suatu saat negara-negara maju dan negara-negara berkembang bertemu pada suatu kondisi yang mapan.
Model Solow menunjukkan bahwa akumulasi modal tidak bisa menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan Mankiw, 2007. Untuk
bisa menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan maka model Solow harus diperluas agar bisa mencakup pertumbuhan penduduk dan kemajuan
teknologi yang juga merupakan sumber dari pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi diprediksi oleh model Solow akan memperkecil PDB per kapita suatu negara. Perubahan pada tingkat pertumbuhan
populasi mirip dengan pertumbuhan perubahan pada tingkat tabungan, mempunyai efek pada tingkat pendapatan per kapita , namun tidak memengaruhi
tingkat pendapatan per kapita pada kondisi mapan.
Investasi aktual dan Investasi break-even
Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 2.3 Dampak Pertumbuhan Populasi
Kenaikan tingkat pertumbuhan populasi akan menggeser garis yang menunjukkan pertumbuhan populasi dan depresiasi ke atas. Kondisi mapan yang
baru memiliki tingkat modal per pekerja yang yang lebih rendah dari sebelumnya. Model Solow memprediksi bahwa perekonomian dengan pertumbuhan penduduk
yang lebih tinggi akan mempunyai tingkat modal per pekerja dan pendapatan yang lebih rendah.
Konsep utama konvergensi menurut Barro dan Sala-I-Martin 1995 ada dua, yaitu:
1 Sigma
convergence Konvergensi sigma ini merupakan ukuran yang paling konvensional dalam
mengukur ketimpangan antar daerah karena digunakan untuk mengukur tingkat dispersi dari pendapatan riil per kapita antar daerah. Jika dispersi
pendapatan per kapita antar daerah menurun, maka bisa dikatakan terjadi konvergensi pada pertumbuhan ekonomi. Begitupula sebaliknya, jika dispersi
δ+n
2
k δ+n
1
k
sfk
k
2
k
1
Modal per pekerja efektif, k
pendapatan per kapita antar daerah meningkat maka dikatakan divergensi, yang berarti perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah miskin untuk
mengejar daerah kaya. 2
Beta β convergence. Konvergensi terjadi manakala perekonomian daerah miskin cenderung
tumbuh lebih cepat dibandingkan daerah yang relatif kaya. Hal ini mengindikasikan terdapatnya hubungan yang negatif antara pertumbuhan
pendapatan per kapita dan tingkat pendapatan per kapita pada awal periode. Kegunaan beta convergence adalah untuk mengetahui pengaruh dari faktor-
faktor yang diperkirakan menentukan tingkat konvergensi. Prosedur untuk menguji beta convergence adalah dengan terlebih dahulu mencari tahu apakah
terdapat konvergen non kondisional unconditional convergence atau konvergen absolut absolute convergence, dan kemudian barulah menguji
konvergensi yang dapat dijelaskan atau konvergensi kondisional conditional convergence. Konvergensi absolut dilakukan dengan mengestimasi model
ekonometrika dimana variabel dependent awal periode initial conditional sebagai satu-satunya variabel penjelas. Sedangkan konvergensi kondisional
dilakukan dengan mengikutsertakan sejumlah variabel penjelas dalam pengujian selain variabel dependen awal periode.
Konvergensi sigma diukur dengan menggunakan ukuran dispersi yang dalam hal ini adalah koefisien variasi dan standar deviasi dari nilai logaritma
variabel dependen. Sedangkan untuk menghitung β convergence adalah Barro Sala-I-Martin, 1995:
1 2.12
Keterangan: e
-T
adalah koefisien dari variabel initial level of per capita income dan T adalah lama periode waktu.
Prahara 2010 melakukan penelitian tentang kesenjangan antar wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Barat tahun 2001-2008. Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan konvergensi-β ditemukan bahwa terjadi konvergensi PDRB per kapita walaupun konvergensi-α menunjukkan hasil yang
sebaliknya. Dengan konvergensi-β diketahui bahwa half-life of convergence pada kelompok kabupaten perbatasan paling lambat akan tercapai dalam 143 tahun,
sedangkan untuk kelompok kabupaten bukan perbatasan diperlukan waktu 13 tahun, untuk kelompok kota perlu waktu 22 tahun, dan untuk seluruh Kalimantan
Barat diperlukan waktu 22 tahun. Garcia dan Soelistianingsih 1998 melakukan penelitian tentang
konvergensi ekonomi di Indonesia pada periode 1973-1993 dengan melakukan pengujian konvergensi absolute-β dan konvergensi bersyarat-β. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa dispersi pendapatan antar provinsi cenderung menurun dari 0,39 di tahun 1973 menjadi 0,30 pada tahun 1982, dan kembali meningkat
menjadi 0,33 di tahun 1983. Setelah tahun 1983 dispersi pendapatan antar provinsi kembali menurun menjadi sekitas 0,28. Dengan menggunakan variabel
total kelahiran, tingkat pendidikan, rasio guru dan murid serta peranan sektor minyak dan gas menunjukkan terjadinya konvergensi yang berkisar antara 2,10
samapai dengan 4,50 selama tahun 1975-1993. Garcia dan Soelistianingsih 1998 juga menganalisis kesenjangan daerah
untuk periode 1975-1993. Penelitian keduanya menunjukkan bahwa semua provinsi tumbuh, tetapi semua provinsi tetap berada pada posisinya, dimana
provinsi terkaya dan termiskin di awal periode tetap menjadi provinsi terkaya dan termiskin di akhir periode. Konvergensi-β menunjukkan tingkat konvergensi
absolute sebesar 2,4 dan tingkat konvergensi kondisional adalah 4,8 pada tahun 1975-1993.
Wahyuni 2011 melakukan penelitian tentang konvergensi dan ketimpangan wilayah pada 105 kabupatenkota di Pulau Jawa dalam kurun waktu
2001-2009. Variabel dependen yang digunakan untuk melihat konvergensi adalah menggunakan pendekatan PDRB per kapita dan pengeluaran perkapita per
kabupaten, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah investasi dan tenaga kerja. Hasil penelitiannya menyimpulkkan bahwa melalui pendekatan
PDRB perkapita dengan panel dinamis metode FD-GMM konvergensi pendapatan wilayah kabupatenkota di Pulau Jawa tidak terjadi, sedangkan berdasarkan
pendekatan pengeluaran rumahtangga perkapita ternyata konvergensi terjadi di Jawa. Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan
pendapatan wilayah dari hasil penelitian tersebut diantaranya share manufaktur, pendidikan tenaga kerja, infrastruktur kesehatan, listrik, dan air bersih.
Penelitian yang dilakukan oleh Firdaus dan Yusop 2009 tentang konvergensi pendapatan antar provinsi di Indonesia dengan menggunakan data
panel dinamis tahun 1983-2003 menyimpulkan bahwa proses konvergensi antar provinsi terjadi di Indonesia. Kecepatan konvergensi di Indonesia hanya 0,29
persen, kondisi tersebut relatif sangat lambat dibandingkan dengan penelitian di negara berkembang lainnya.
2.6 Faktor-faktor Pemacu Pertumbuhan PDRB per Kapita di Indonesia
Pertumbuhan PDRB per kapita sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang perlu diketahui secara rinci sifat-sifatnya. Dampak dari masing-masing
faktor tersebut perlu juga diteliti untuk mengetahui seberapa besar peranan dan pengaruhnya dalam menentukan pertumbuhan PDRB per kapita suatu wilayah.
2.6.1 Investasi Pemerintah
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetapinventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau
menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal sendiri terdiri dari:
1 Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaranbiaya yang digunakan untuk pengadaanpembelian pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan pengeluaran lainya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah
dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2
Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaranbiaya yang digunakan
untuk pengadaanpenambahanpenggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih
dari dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.