Berdasarkan data deskriptif bdk. Lampiran 8, dapat dilihat bahwa rerata waktu yang dihabiskan responden untuk mengakses SJS adalah 120
menit. Ketika remaja menghabiskan waktu rata-rata 120 menit dalam sehari untuk mengakses SJS, sangat mungkin jika waktu lainnya remaja habiskan
dengan melakukan kegiatan lain yang dapat memfasilitasi perkembanagan kecerdasan emosi, salah satunya interaksi tatap muka dengan individu lain.
Oleh karena itu, dapat dilihat juga pada scatterplot bdk. Lampiran 10 terdapat 14 data memiliki skor kecerdasan emosi yang sama dengan 14 data
lainnya yang memiliki intensitas penggunaan SJS yang berbeda-beda. Misalnya, dua responden yang masing-masing menghabiskan waktu 25 menit
dan 365 menit untuk mengakses SJS memiliki skor kecerdasan emosi yang
sama, yaitu 88 bdk. Lampiran 10.
Kedua, terkait variabel atau faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap hubungan kedua variabel, yaitu latar belakang lingkungan keluarga
atau gaya pengasuhan orangtua. Seperti yang dijabarkan Goleman 1995 bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu,
yaitu internal dan eksternal. Salah satu contoh dari faktor eksternal adalah interaksi langsung dengan orang lain, termasuk di dalamnya pola asuh dan
interaksi dengan orangtua. Kemampuan-kemampuan dalam kecerdasan emosi dipelajari sejak individu masih anak-anak. Anak belajar tentang informasi
emosi dari lingkungan sekitarnya, yaitu pertama-tama dari orangtua hingga seiring bertambahnya usia dan pergaulan anak.
Dalam penelitian ini, sangat mungkin jika responden berasal dari berbagai latar belakang keluarga yang berbeda dengan lingkungan dan pola asuh
orangtua yang juga berbeda-beda. Karena latar belakang keluarga yang berbeda-beda inilah, remaja yang menghabiskan waktu lebih banyak dengan
SJS dapat memiliki skor yang sama dengan remaja yang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan SJS. Dengan kata lain, meski remaja menghabiskan
banyak waktu dengan SJS, remaja tersebut sudah cukup mempelajari dan mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam kecerdasan emosi sedari
anak-anak. Dengan demikian, remaja ybs. dapat memiliki skor yang sama tingginya dengan remaja lain yang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan
SJS.
E. KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian, yaitu 1. Peneliti tidak dapat mengontrol totalitas dalam menyediakan waktu dan
kesungguhan responden untuk mengerjakan skala kecerdasan emosi dan lembar aktivitas SJS. Hal ini mungkin berdampak pada jawaban-jawaban
yang diberikan responden dalam penelitian ini. 2. Menurut peneliti, instrumen yang digunakan untuk mengambil data
intensitas penggunaan SJS pada remaja masih kurang efektif dan efisien. Hal inilah yang mungkin menyebabkan 41,64 lembar aktivitas SJS yang
peneliti sebar tidak kembali lagi kepada peneliti.
98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi pada
remaja. Dengan kata lain, semakin tinggi intensitas penggunaan SJS, semakin rendah tingkat kecerdasan emosi remaja, dan sebaliknya. Begitu juga, semakin
rendah tingkat kecerdasan emosi remaja, semakin tinggi pula tingkat intensitas penggunaan SJS, dan sebaliknya.
B. SARAN
1. Saran bagi peneliti selanjutnya
a. Penelitian ini hanya mengungkap tentang hubungan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi pada remaja. Hal tersebut
membuat penelitian ini tidak dapat lebih jauh menyimpulkan jenis hubungan yang ada pada kedua variabel. Untuk semakin mempertajam
hasil penelitian berikutnya, peneliti berikutnya mungkin perlu melakukan desain penelitian eksperimen, atau penelitian yang sifatnya
longitudinal. b. Untuk mengantisipasi kontribusi variabel asing yang tidak diketahui,
ada baiknya peneliti selanjutnya mengambil data yang lebih detail terkait penggunaan SJS yang dilakukan responden, seperti apa saja
yang dilakukan saat menggunakan SJS, misalnya update status, scrolling timeline
, danatau kegiatan lain yang dilakukan responden selain menggunakan SJS dalam waktu sehari.
c. Peneliti selanjutnya dapat mendesain instrumen intensitas penggunaan SJS yang lebih efisien untuk mendapatkan data intensitas penggunaan
SJS, misalnya menggunakan program yang dapat diinstall pada perangkat responden.
2. Saran bagi remaja
a. Remaja baiknya lebih menyadari seberapa waktu yang mereka habiskan untuk melakukan aktivitas SJS terkait hubungannya dengan
kecerdasan emosi. Kemudian, remaja juga perlu untuk mengurangi intensitas penggunaan SJS yang mereka miliki dan mengoptimal
kegiatan lain yang dapat memfasilitasi kecerdasan emosi, seperti memperbanyak interaksi tatap muka dengan inidividu lain.
b. Dari data yang ada, masih terdapat 3,62 responden yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tergolong rata-rata. Oleh karena itu,
remaja sebaiknya dapat lebih memahami tentang kemampuan- kemampuan yang mereka miliki dalam kecerdasan emosi sehingga
mereka dapat meningkatkan kecerdasan emosi yang mereka miliki.
3. Saran bagi pendidik danatau pendamping remaja
a. Pendidik danatau pendamping remaja perlu membuat kebijakan di sekolah agar siswai tidak menghabiskan banyak waktunya di sekolah
dengan mengakses SJS. Kebijakan ini perlu diambil karena dari data yang peneliti dapat, beberapa siswai mengakses SJS saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung bdk. Grafik 4. Sekolah perlu mengambil tindakan tegas dengan membuat kebijakan, seperti semua
siswai harus menitipkan semua gadget yang mereka miliki kepada pihak sekolah selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Kebijakan ini dibuat agar tidak ada siswai yang curi-curi bermain gadget
dan mengakses SJS. b. Selain itu, pendidik danatau pendamping juga dapat membuat
program-program yang dapat mengembangkan kecerdasan emosi remaja, seperti pengembangan karekter siswa yang berkaitan dengan
simpati, kepekaan, empati, dsb. Mengingat sebanyak 68,78 responden penelitian masih memiliki skor kecerdasan emosi yang
tergolong dalam
kategori rata-rata,
maka program-program
pengembangan karakter ini penting untuk dilaksanakan. Dengan adanya program yang dapat mengembangkan kecerdasan emosi pada
remaja, peneliti berharap kemampuan-kemampuan yang dimiliki dalam kecerdasan emosi remaja dapat semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, J. 2011. The effect of social network sites on adolescents social and academic development: Current theories and controversies. Journal of the
American Society for Information Science and Technology , 628, 1435-
1445. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Azwar, S. 2009. Penyusunan skala psikologis. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Azwar, S. 2013. Penyusunan skala psikologis ed. ke-2. Yogyakarta : Pustaka
Belajar. Baumeister, R. F., Leary, M. R. 1995. The need to belong : desire for
interpersonal attachment as a fundamental human motivation. Pychology bulletin, 117
3, 497. Briggle, A. 2008. Real friends: How the internet can foster friendship. Ethics
and Information Technology , 101, 71-79.
Cocking, D., Matthews, S. 2000. Unreal friends. Ethics and Information Technology
, 24, 223-231. Cohen, J. 2009. Statistical power analysis for the behavioral sciences 2
nd
ed. New York : Psychology Press.
Colman, A. M. 2009. Oxford dictionary of psychology 3
rd
ed. Newyork : Oxford University Press Inc.
Davis, K. 2012. Friendship 2.0: Adolescents experiences of belonging and self- disclosure online. Journal of Adolescence, 356, 1527-1536.
Donath, J. 2007. Signals in social supernets. Journal of Computer-Mediated Communication
. 131, 231-251.