KECERDASAN EMOSI DAN SITUS JEJARING SOSIAL
Perkembangan emosi dan sosial sebagian generasi muda saat ini yang tidak lepas dari internet dan telepon seluler sudah pernah dicetuskan
oleh Kandell. Kandell 1998, dalam Spraggins, 2009 menyatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang paling rentan terhadap penggunaan SJS
yang bermasalah atau berlebihan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu karakteristik
perkembangan dan psikologis remaja, akses terhadap internet, dan ekspektasi terhadap remaja untuk dapat menggunakan komputer atau akses
internet. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa teknologi berpengaruh
terhadap kemampuan anak dalam membaca tanda-tanda emosi yang bersifat nonverbal. Membaca tanda-tanda emosi nonverbal merupakan
kemampuan yang terdapat dalam aspek pertama kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi Mayer Salovey, 1997. Dalam eksperimen
lapangan yang dilakukan Uhls et al. 2014 ditemukan bahwa anak-anak yang menghabiskan waktu untuk berkemah tanpa media digital, seperti
telepon seluler atau komputer lebih mampu membaca dengan tepat emosi ekspresi wajah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti
kegiatan kemah dan menghabiskan waktu dengan media digital seperti biasanya. Sejalan dengan argumen yang dikemukan oleh Kandell 1998
dan O’Keefee Pearson 2011, dalam penelitiannya, Uhls et al. mengumpulkan partisipan sebanyak 105 remaja berusia 12 tahun.
Dari eksperimen lapangan yang dilakukan oleh Uhls et al. peneliti menduga bahwa terdapat hubungan antara intensitas penggunaan
teknologi, termasuk di dalamnya SJS dengan kecerdasan emosi. Hubungan keduanya dapat muncul karena aspek pertama dalam kecerdasan emosi,
yaitu mempersepsi emosi terbukti berhubungan dengan intensitas penggunaan media digital. Hal ini dapat terjadi karena keempat aspek
kecerdasan emosi merupakan aspek yang saling berhubungan secara positif, yaitu seiring dengan tumbuhnya keterampilan-keterampilan dalam
sebuah aspek, keterampilan-keterampilan dalam aspek lain juga tumbuh. Dengan demikian, jika perkembangan aspek pertama dalam kecerdasan
emosi terbukti terhambat seiring dengan semakin sering penggunaan media digital, perkembangan ketiga aspek lainnya juga akan terhambat
seiring dengan semakin sering penggunaan media digital. Meskipun demikian, berdasarkan tinjauan pustaka yang telah peneliti
lakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang secara khusus membahas hubungan antara SJS dan kecerdasan emosi remaja. Namun,
peneliti menemukan beberapa argumen terkait aktivitas SJS dan kecerdasan emosi. Argumen-argumen ini dikemukan oleh Cocking
Matthews 2000. Cocking dan Matthews 2000 mengemukakan bahwa interaksi
virtual SJS tidak memiliki fitur-fitur layaknya interaksi non-virtual interaksi tatap muka, seperti kompleksitas intonasi dalam berbicara,
gesture tubuh, ekspresi wajah. Dengan demikian, ketiadaan fitur-fitur yang
kompleks dalam interaksi melalui SJS tersebut membuat apa yang didapat dalam interaksi tatap muka tidak didapatkan dalam interaksi melalui SJS.
Salah satunya adalah kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial penting lainnya melalui kompleksitas yang
ada dalam interaksi tatap muka Giedd, 2012. Dengan demikian, remaja yang sering menggunakan SJS tidak atau kurang mendapatkan
pengalaman-pengalaman terkait intonasi seseorang ketika berbicara, gesture
tubuh ketika seseorang sedang berinteraksi dengan orang lain, maupun ekspresi wajah seseorang ketika sedang bercerita atau melakukan
aktivitas. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukan Bosacki dan Astington dalam Uhls et al., 2014 bahwa interaksi tatap muka penting
sebagai proses yang mengarah pada pemahaman tentang emosi orang lain. Pemahaman tentang emosi orang lain juga adalah kemampuan yang
terdapat dalam area pertama dari kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi.
Kompleksitas intonasi dalam berbicara, gesture tubuh, ekspresi wajah ini merupakan tanda-tanda emosi emotion cues non-verbal.
Pemahaman yang akurat terhadap tanda-tanda emosi non-verbal inilah yang dapat membantu perkembangan kecerdasan emosi. Argumen ini
didukung oleh penjabaran Goleman 1995 dalam bukunya, yaitu individu belajar tentang emosi dari ekspresi-ekspresi wajah orang-orang di
sekitarnya, ekspresi dan kontrol emosi individu juga mereka pelajari dari perlakuan-perlakukan orang-orang di sekitarnya.
Pemahaman yang akurat tersebut merupakan salah satu kemampuan dalam area pertama kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi.
Mempersepsi emosi merupakan representasi yang paling dasar dari kecerdasan emosi karena mempersepsi emosilah yang memungkinkan
terjadinya pemrosesan informasi yang terkait emosi Salovey and Grewal, 2005. Jika kompleksitas dalam interaksi tatap muka tidak terdapat dalam
interaksi melalui SJS, kecerdasan emosi pun terhambat perkembangannya karena interaksi melalui SJS tidak mampu memfasilitasi representasi
paling dasar dari kecerdasan emosi. Dengan kata lain, interaksi melalui SJS tidak dapat memfasilitasi remaja untuk belajar tentang kontrol emosi,
serta memperkaya kemampuan dan informasi emosi yang dimilikinya. Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti melihat adanya hubungan
negatif antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi. Peneliti menduga bahwa semakin sering remaja mengakses SJS, semakin rendah
tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki oleh remaja dan juga sebaliknya.