2. Dosage too low pengaturan dosis terlalu rendah
Penggunaan antibiotika yang tidak dihabiskan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dan digunakan dengan frekuensi tidak teratur lebih jarang
dari frekuensi yang seharusnya merupakan penyebab rendahnya kadar obat dalam darah. Dosis terlalu rendah dapat disebabkan penggunaan obat dengan durasi
waktu terlalu pendek, dosis lebih rendah daripada dosis terapi dan frekuensi pemakaian terlalu kurang. Penggunaan antibiotika yang tidak dihabiskan sesuai
dengan durasi yang ditentukan hanya merasa gejala sudah hilang menyebabkan tidak semua agen penginfeksi bakteri mati. Seperti pada responden 7 yang
menggunakan tidak dihabiskan karena merasa sudah sembuh. Hal ini menyebabkan durasi agar kadar yang diutuhkan dalam tubuh cukup untuk
membunuh agen penginfeksi terlalu cepat. Durasi yang terlalu cepat menyebabkan antibiotika tidak dapat memberikan efek yang diharapkan. Responden 6
menggunakan antibiotika ampisilin dengan merk dagang Binotal dosis 500 mgtablet dengan frekuensi pemakaian terlalu jarang. Binotal seharusnya
digunakan setiap enam jam dalam satu hari atau 4 kali dalam satu hari. Akan tetapi, responden 6 menggunakan Binotal dengan frekuensi 3x1; 2x1; bahkan
sekali minum dalam satu hari. Kondisi ini menyebabkan kadar obat dalam darah sempat mengalami penurunan yang membuat efek obat sebagai antibiotika tidak
dapat dipertahankan dan efek yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Rekomendasi yang diberikan agar PSK diberi informasi dosis dan aturan
pakai yang benar. Selain itu, PSK juga diberi informasi dari akibat yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ditimbulkan jika antibiotika yang digunakan tidak sesuai dengan aturan pakai agar meningkatkan kesadaran PSK untuk menggunakan antibiotika dengan tepat.
3. Ineffective Drug Therapy obat tidak efektif
Obat menjadi tidak efektif jika obat yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien wrong drug. Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai
dengan kondisi klinis terjadi pada responden wawancara 6 dan 10. Responden 6 menggunakan antibiotika amoksisilin untuk mengobati pegal-pegal. Amoksisilin
digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri seperti bakteri penyebab IMS sehingga tidak dibenarkan jika digunakan untuk mengobati pegal-
pegal. Pegal-pegal tidak diakibatkan oleh bakteri dan bukan merupakan suatu penyakit sehingga jika responden 6 menggunakan antibiotika untuk pegal-pegal
termasuk dalam kondisi klinis wrong drug. Rekomendasi untuk mengurangi kesalahan ini diberi informasi untuk
menggunakan vitamin B neurotropik dan banyak mengkonsumsi air putih serta menghentikan penggunaan antibiotika jika tidak diperlukan. Sama seperti
responden 6, responden 10 menggunakan antibiotika saat badan terasa sakit tanpa memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebab dan mendapat terapi
antibotika yang benar. Rekomendasi untuk PSK dalam kondisi ini yaitu diperiksakan ke dokter agar mengetahui penyebab sakit dengan tepat dan
mendapat terapi yang benar.
4. Noncompliance ketidakpatuhan
Perilaku PSK yang membuat PSK tidak patuh terhadap aturan pakai antara lain PSK malas minum antibiotika, PSK tidak mengetahuimemahami
aturan pakai dengan benar, dan obat terlalu mahal bagi PSK sehingga hanya ditebus setengahnya. Dari hasil wawancara sebanyak 4 responden tidak
mengetahuimemahami aturan pakai yang benar sehingga penggunaan antibiotika tidak sesuai dengan aturan pakai. Selain itu, terdapat pula responden yang
memahami namun tidak mematuhi aturan pakainya. Sebaiknya penggunaan antibiotika harus sesuai dengan aturan pakai agar
efek yang diharapkan tercapai dan tidak terjadi resistensi. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah PSK diberi informasipenyuluhan mengenai penggunaan
antibiotika yang rasional agar PSK paham terhadap aturan pakai yang benar dan perilaku PSK yang salah dalam menggunakan antibiotika dapat dikurangi.