Kebutuhan Data Kemdikbud Rasional

7 7

BAB II KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM

DAPODIKMEN

2.1 Rasional

Sistem Dapodikmen lahir karena ketidakberdayaan sistem pendataan yang selama ini berjalan untuk melayani kebutuhan kementerian dan stakeholder pendidikan yang semakin meningkat. Beberapa unit kerja yang melaksanaan pendataan kurang mampu meyakinkan pengambil keputusan bahwa data yang disediakan adalah akurat, terbaru, dan disampaikan tepat waktu. Kadangkala data yang telah dikumpulkan oleh unit kerja yang satu sering dianggap tidak valid oleh unit kerja lain yang juga melakukan pendataan pada entitas pendataan yang sama. Hal ini terjadi karena mekanisme yang dilaksanakan berbeda dan tidak lagi sesuai dengan kecepatan kebutuhan data.

2.1.1. Kebutuhan Data Kemdikbud

Sampai dengan tahun 2010, pendataan di lingkungan Kemdikbud bertumpu pada kegiatan pendataan yang dilakukan oleh Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan pendataan yang dilaksanakan oleh Direktorat Teknis di lingkungan Kemdikbud. Data yang dijaring bersumber pada instrumen yang diisi oleh Dinas KabupatenKota dan sekolah namun belum lengkap dan belum terintegrasi. Instrumen yang disebarkan ke seluruh satuan pendidikan belum menjaring informasi individu. Data siswa hanya dicatat berdasarkan jumlah menurut jenis kelamin dan tingkat. Demikian juga data PTK yang dicatat hanyalah jumlah menurut mata pelajaran yang diajarkan dan latar belakang pendidikan. Data agregat yang terkumpul melalui instrumen tersebutcukup membantu perencanaan dan penganggaran di lingkungan Kemdikbud. 8 ROADMAP PENGEMBANGAN SISTEM DAPODIKMEN TAHUN 2014 - 2019 8 Masalah kemudian muncul ketika Kemdikbud berencana mencanangkan pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal. Data yang dimiliki Kemdikbud tidak sepenuhnya dapat mendukung perencanaan program tersebut. Misalnya ketika akan menghitung nilai Bantuan Operasional Sekolah BOS untuk seluruh pendidikan menengah di Indonesia. Terdapat banyak sumber data yang dimiliki beberapa satker di lingkungan Ditjen Dikmen. Keseluruhan data tersebut tidak ada yang sama sehingga tidak ada yang dapat dijadikan acuan menentukan data mana yang paling benar. Belum lagi ketika harus menjawab pertanyaan tentang nama-nama siswa miskin yang akan diberi Bantuan Siswa Miskin BSM atau Program Indonesia Pintar PIP saat ini. Data yang dimiliki Kemdikbud tidak menyediakan data individu siswa secara detail. Ketika itu data siswa hanya berbentuk data agregat berdasarkan jenis kelamin, agama, tingkat dan jurusan. Akibatnya penyaluran dana BSM menjadi terhambat. Permasalahan Angka Partisipasi Kasar APK juga sering muncul ketika mempersiapkan perencanaan Pendidikan Menengah Universal PMU. Permasalahan yang berkaitan tentang banyaknya sumber data menyebabkan sulit menentukan data mana yang paling benar. Dari kondisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Kemdikbud tidak bisa lagi mengandalkan data berbasis agregat. Harus segera dirintis pelaksanaan pengumpulan data persekolahan yang berbasiskan satuan pendidikan dan detail sarana dan prasarana, individu guru, dan individu siswa. Ketika diungkapkan bahwa kebutuhan data kementerian untuk mendukung Pendidikan Menengah Universal bersifat detail individu, banyak kalangan yang meragukan tingkat keberhasilannya. Mengumpulkan data agregat saja mengalami banyak kendala, apalagi mengumpulkan data individu siswa. Belum lagi ketika membahas berapa biaya yang dibutuhkan untuk menjaring data tersebut. Biaya mencetak instrumen, biaya mendistribusikan, dan biaya entri dapat dipastikan akan sangat besar. 9 9 Oleh karena itu dibutuhkan mekanisme pendataan baru yang dapat memenuhi kebutuhan data di lingkungan Kemdikbud sebagai acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program Pendidikan Menengah Universal. Mekanisme pendataan nantinya tidak bisa lagi mengandalkan instrumen yang disebarkan ke satuan pendidikan secara masal, melainkan harus menggunakan aplikasi yang mengelola data individu sekolah secara nasional. Penggunaan instrumen akan memakan biaya besar sementara itu jika menggunakan aplikasi komputer akan terjadi penghematan besar-besaran.

2.1.2. Keterpaduan Data Untuk Mendukung Perencanaan Pendidikan