Latar Belakang Masalah Perbedaan hasil belajar IPS terpadu dengan menggunakan metode pembelajaran make A-Match dan metode team quiz di SMP Islamiyah Ciputat

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas bangsa Indonesia setelah merdeka dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, salah satunya adalah mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Cita- cita dan tujuan nasional ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. Menurut Muhibin Syah, “pendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. ” 1 Berdasarkan definisi tersebut, pendidikan merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada seseorang untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki. Proses pendidikan diawali ketika individu dilahirkan dalam lingkungan keluarga kemudian dilanjutkan dan dikembangkan melalui jenjang pendidikan formal, terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Melalui sekolah, peserta didik tidak hanya diberikan pemahaman tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga pemahaman 1 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2009, h.10 moral dan keagamaan. Namun pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, akan tetapi keluarga dan masyarakat juga ikut bertanggung jawab. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pendidikan nasional adalah sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab. Dalam rumusan tujuan pendidikan dalam undang-undang tersebut melalui pendidikan dapat terbentuk warga negara yang memiliki tanggung jawab, memiliki kesopanan dan kesusilaan, serta menjadi warga negara yang demokratis. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan sehingga dapat melaksanakan perannya sebagai warga lokal, nasional, dan global. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa untuk kelangsungan masa depannya. Sama halnya dengan Bangsa Indonesia mengharapkan melalui pendidikan dapat mengembangkan masa depan bangsa, sebab melalui pendidiakan pembentukan generasi penerus sebagai sumber daya yang berkualitas dapat dilakukan. Walaupun mengakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, dipersiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam hal ini modal material yang cukup besar, tetapi hingga sekarang ini Indonesia masih berada pada proses penyelesaian masalah yakni kualitas pendidikan terbukti Indonesia berada dalam peringkat bawah dalam kualitas pendidikan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara yang lainnya. Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kualitas. Atas dasar hal tersebut pihak pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, meskipun hasilnya tidak dengan seketika dapat terlihat. Upaya peningkatan kualitas pendidikan dilakukan melalui berbagai perbaikan seperti perbaikan kebijakan pendidikan, peningkatan kualitas pendidik, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, dan perbaikan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan zaman. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran. Para peserta didik yang sudah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Salah satu standar mutu pendidikan di suatu sekolah adalah hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik di sekolah tersebut. Maka hasil belajar peserta didik pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan di suatu sekolah. Peningkatan kualitas ilmu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Diantaranya adalah kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu IPS Terpadu, yang menjadi mata pelajaran wajib pada tingkat Sekolah Menengah Pertama SMP atau Madrasah Tsanawiyah MTs.. Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama SMP atau Madrasah Tsanawiyah MTs. hingga saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Banyak para peserta didik SMP atau MTs. pada mata pelajaran IPS Terpadu, memperoleh hasil belajar yang rendah, dan kurang memiliki motivasi dalam belajar. Berdasarkan hasil pengamatan, peserta didik kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Para peserta didik mengeluhkan jika pelajaran IPS hanya pelajaran yang sifatnya menghafal dengan cara yang membosankan, IPS kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar dalam mata pelajaran IPS para peserta didik di sekolah. Beberapa masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran IPS Terpadu antara lain proses pembelajaran mata pelajaran IPS kurang kondusif. Hal tersebut antara lain disebabkan karena interaksi guru dan peserta didik kurang, para peserta didik hanya mendengarkan, sedangkan guru menerangkan dari awal pembelajaran hingga bel tanda jam pelajaran selesai, inilah situasi yang membosankan bagi para peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan hanya bersifat satu arah, ditambah lagi dengan metode mengajar yang digunakan oleh guru kurang menarik, kadang-kadang guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan, tanpa peduli apakah yang disampaikan diperhatikan oleh para peserta didiknya, ditambah lagi dengan guru tidak menggunakan media yang relevan. Dalam hal ini guru hanya sekedar memenuhi kewajibannya memenuhi tugas mengajar sebagai tukang ajar, atau mengisi daftar hadir guru. Seharusnya guru harus menciptakan suasana kelas yang dapat membuat peserta didik mendapat kesempatan untuk saling berinteraksi aktif dengan seluruh komponen kelas. Dampaknya dari proses pembelajaran IPS Terpadu yang kurang kondusif adalah motivasi para peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran IPS rendah, banyak peserta didik yang sering melakukan hal-hal yang bukan aktivitas belajar ketika pelajaran IPS, seperti berbicara dengan peserta didik yang lain, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, atau mengantuk di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan motivasi yang rendah, para peserta didik tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, dan hasil belajar para peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu rendah. Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik rendah yaitu faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal antara lain: motivasi belajar, intelegensi, sikap peserta didik terhadap guru, sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, sikap peserta didik terhadap metode yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, kebiasaan dan rasa percaya diri peserta didik. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar peserta didik, seperti: guru sebagai pembina kegiatan belajar, strategi dan metode pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Selain metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, hasil belajar akan mengalami peningkatan apabila sikap peserta didik terhadap proses pembelajaran IPS Terpadu adalah sikap yang positif. Menurut Aunurrahman, bahwa “sikap peserta didik dalam proses belajar yang paling utama sekali ketika kegiatan belajar dimulai, sebab menjadi penentu sikap belajar selanjutnya ” 2 . Ketika proses pembelajaran dimulai peserta didik memiliki sikap menerima atau ada kesediaan emosional untuk belajar, maka akan cenderung untuk berusaha terlibat dalam kegiatan belajar dengan baik, namun jika yang lebih dominan adalah sikap menolak sebelum belajar atau ketika akan memulai pembelajaran, maka peserta didik cenderung kurang memperhatikan dan mengikuti kegiatan belajar. Sikap terhadap belajar juga terlihat dari kesungguhan mengikuti pelajaran, atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan sekolah seperti: pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal belajar atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, karena lokasi sekolah yang dekat dengan jalan raya atau pasar, sehingga membuat para peserta didik tidak konsentrasi dalam belajar, sehinggga berdampak pada hasil belajar. Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang perhatian, ketidakteraturan, pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing, ketidakpedulian orang tua terhadap anak, orang tua hanya menitipkan anak ke sekolah, sehingga tidak ada kontrol orang tua terhadap hasil belajar anak, hal ini juga berdampak terhadap hasil belajar peserta didik sebab tidak ada motivasi dari keluarga, peserta didik merasa tidak diperhatikan sehingga bertindak semaunya sendiri merasa tidak perlu memiliki hasil belajar yang bagus. Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal, lingkungan bising, dan lingkungan minuman keras, yang mempengaruhi aktivititas peserta didik untuk belajar sehingga tidak mendapatkan hasil belajar yang baik. Kemampuan pedagogik dan profesional guru juga menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran. Menurut Farida Sarimaya kemampuan pedagogik meliputi ” pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar.” 3 Salah satu kompetensi pedagogik guru adalah mengelola proses pembelajaran. Banyak guru yang kurang 2 http:www.rhynosblog.com201002sikap-peserta didik-terhadap-pembelajaran- kimia.html, akses Senin 1 November 2010 3 Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana, Bandung: Yrama Widya, 2008, h. 19 mampu mengelola proses pembelajaran. Pada saat sekarang ini masih banyak guru yang memiliki anggapan bahwa guru adalah sumber belajar yang paling utama namun, guru tidak mengembangkan wawasan yang dimilikinya, dan guru hanya menggunakan sumber belajar hanya satu buku serta guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi pembelajaran atau guru tidak mampu mengoperasikan media-media yang tersedia, khususnya media yang berkaitan dengan tehnologi atau komputer serta guru tidak mampu memanfaatkan media- media sederhana yang tersedia di lingkungan sekitar, sehingga materi mata pelajaran IPS hanya merupakan materi yang tersimpan dalam fikiran para peserta didik. Kemampuan pedadogik guru juga termasuk bagaimana guru menerapkan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran. Menurut Dalyono, ”metode mengajar yang menyebabkan peserta didik pasif, sehingga anak tidak ada aktivitas. Hal ini bertentangan dengan dasar psikologis, sebab pada dasarnya individu itu makhluk dinamis. ” 4 Berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan tersebut harus dicari penyelesaiannya untuk mencapai peningkatan hasil belajar, khususnya hasil belajar IPS. Peningkatan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar dalam hal ini salah satunya adalah metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena metode pembelajaran, merupakan penciptaan suasana belajar. Metode pembelajaran menjadi motivasi bagi para peserta didik untuk belajar di kelas, suasana kelas yang menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa terpaksa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, namun dapat memberikan pemahaman materi. Perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran IPS Terpadu yang melibatkan peserta didik secara lebih aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada peserta didik Focus on Learners, memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata provide relevant and contextualized subject matter dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada peserta didik. 4 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997, h.243 Dalam proses pembelajaran di kelas, guru diharuskan untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik peserta didik. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan penciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu, salah satunya adalah Metod e “Make A- Match ”. Menurut Sugiyanto, “Metode Make A-Match dikembangkan oleh Lorna Curran, pada tahun 1994 ”. 5 Selain itu metode Make A-Match, metode Team Quiz merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Menurut Retno Parminingsih, “dalam pelaksanaan metode pembelajaran ini, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya dalam memahami materi dan menjawab soal, melalui metode ini siswa dilatih untuk bekerja sama.” 6 Pembelajaran dengan menggunakan metode Make A-Match adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan dengan cara peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Setiap kelompok mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban. Tiap anggota kelompok memikirkan jawaban dan soal dari kartu yang di miliki oleh masing-masing anggota kelompok. Setiap kelompok memasangkan kartu jawaban dan kartu soal. Misalnya: pemegang kartu soal yang bertuliskan “ Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk sosial” harus dipasangkan dengan kartu jawaban yang berisi “manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.” Setiap kelompok yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. 5 Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Presindo, 2009, h.49 6 Retno Parminingsih, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Quiz Dan Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa, ” Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008, h. 3. Metode Team Quiz salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Pelaksanaan model pembelajaran ini adalah siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk memahami materi, kemudian guru memberikan pertanyaan untuk Quiz, dalam hal ini peserta didik dilatih untuk bekerja sama dengan sesama anggota kelompoknya. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Pembelajaran aktif harus diterapkan oleh pendidik supaya suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan. Menurut E. Mulyana, “pembelajaran aktif dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi supaya peserta didik dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator ”. 7 Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi dan situasi yang menyenangkan sehingga peserta didik akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini pembelajaran dengan metode Make A-Match sebagai salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif learning dan metode Team Quiz, merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru disekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS Terpadu tingkat SMP dan MTs. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji penerapan pembelajaran metode “Make A-Match dan Team Quiz ” dalam meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS Terpadu.

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar IPS siswa dengan menggunakan metode pembelajaran think talk write (TTW) dan numbered head togher (NHT) di SMP Islamiyah Ciputat

0 5 176

Perbedaan Hasil Belajar IPS Terpadu Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Make A-Match Dan Metode Team Quiz Di SMP Swasta Se-Kecamatan Pamulang

0 6 30

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Penerapan Metode Pembelajaran make a Match Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata pelajaran Fiqh di MTs. Nasyatulkhair Depok

0 6 150

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

Pengaruh Penerapan Metode Quiz Team Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih di Mts Darul Ma'arif Jakarta Selatan

2 18 139

Pendekatan pembelajaran cooperative learning type make a match di kelas V MI Nurul Jihad Kota Tangerang : penelitian tindakan kelas di MI Nurul Jihad Tangerang

0 5 125

Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

0 10 174

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SEMESTER I SMP MUHAMMADIYAH 2 SUR

0 5 11