Perbedaan hasil belajar IPS terpadu dengan menggunakan metode pembelajaran make A-Match dan metode team quiz di SMP Islamiyah Ciputat

(1)

MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A-MATCH DAN METODE TEAM QUIZ DI SMP ISLAMIYAH CIPUTAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Siti Ngaisah NIM : 107015000001

JURUSAN PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H./2011 M.


(2)

Menggunakan Metode Pembelajaran Make A-match Dan Metode Team Quiz

Di SMP Islamiyah Ciputat. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. 2011.

Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode Make A-Match dengan siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode Make A-Match dan metode Team Quiz, membuktikan tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode Make A-Match dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu cara melakukan penelitian dengan percobaan. Metode ini digunakan untuk menelaah adanya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode Make A-Match dan siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII-A dan kelas VII-B SMP Islamiyah Ciputat. Kelas VII-A terdiri dari 45 siswa dengan komposisi perempuan 24 siswa dan laki-laki 21 siswa, yang metode pembelajarannya menggunakan Make A-Match. Kelas VII-B Terdiri dari 40 siswa dengan komposisi perempuan 21 siswa dan laki-laki 19 siswa, yang metode pembelajarannya menggunakan metode Team Quiz.. Instrumen yang dipakai adalah tes. Teknik analisis data menggunakan metode statistik uji “t” (uji beda), untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan konsultasi pada tabel distribusi “t” pada taraf signifikansi 5%.

Temuan hasil penelitian ini adalah: 1) Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-Match dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team Quiz dalam pelajaran IPS Terpadu dengan diperoleh nilai ℎ� �� < �� � � 0,0042 < 1,66; 2) Perbedaan hasil belajar IPS siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team Quiz dapat terlihat dari mean gainnya sebesar 0,63 lebih baik daripada mean-gain kelompok yang diajarkan dengan pendekatan Cooperative Learning metode Make A-Match yaitu 0,53. Dengan demikian Nampak bahwa hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Team Quiz lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Make A-Match; dan 3) berdasarkan hasil observasi, model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-Match dan metode Team Quiz merupakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu, keberanian mengungkapkan pendapat maupun pertanyaan, dan sifat menghargai serta tanggung jawab siswa.


(3)

Achievement With Make A-Match Learning Method and Team Quiz Learning Method: Study to Student of SMP Islamiyah Ciputat. Thesis. Jakarta: Social Sciene Education Program Faculty of Tarbiyah and Teaching Science of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN). 2011.

The objective of this research is to examine the defference of student's learning achievement at social science education between whom learned with Make A-Match learning method and whom learned with Team Quiz learning method, to compare the student's learning achievement by Make A-Match learning method and Team Quiz learning method, and to know student's response with cooperative learning applied.

The research is held 85 students from Class VII of SMP Darussalam that device to two group of experiment and control with the number of experiment group is 45 students and the number of control group is 40 students. Data were collected from test (30 items), and observation to know learning method process, using experiment design. Analyse data with t-test at signification α 5%.

The results of this research: There is nothing the defference between student's learning achievement at social science education with Make A-Match learning method and student's learning achievement at social science education with Team Quiz learning method and obtained value ℎ� �� 0,0042 and �� 1,66 . The result show that at signifikan 5% with mean gain Make A-Match 0,53 and mean gain Team Quiz 0,63 hence can be said that cooperative learning Team Quiz method is better than cooperative learning Make A-Match method. Student and observer give a positive response with this cooperative learning applied.

According to the result of this research the author recommended: The teachers should had a knowledge and enough abbility to choose the right learning methods and suitable with the matter learned by student so the students learning achievement could be increased. The research about Make A-Match and Team Quiz learning technique that applied for other matter or lessons should be held to resolved its function to increases student's learning achivement and motivates them.


(4)

Hanya ungkapan rasa syukur yang tiada terkira atas segala limpahan nikmat yang luas tanpa batas serta anugerah yang agung tak terhitung dari Illahi Rabbi, karena berkat itu semua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Nurochim MM, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis.

4. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Mudalih, S.Ag selaku kepala sekolah SMP Islamiyah Ciputat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.


(5)

kelas VII.

9. Sahabat dan adik-adik penulis yaitu Nurlela, Ismi Lutfiyah, Nurlita Marya, Reyita Mardati Sakinah, Raga Wiranata, Masruroh, Neneng Suwartini, Arif Rahman Hakim yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika merasa tidak mampu dalam menyelesaikan berbagai tugas dan semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu.

Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah s.w.t. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan kepada-Nya, Amin.

Jakarta, 03 Agustus 2011


(6)

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 8

C.Pembatasan Masalah ... 9

D.Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 11

BAB II DISKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 12

A. Deskripsi Teori ... 12

1. Hasil Belajar ... 12

a. Pengertian Belajar ... 12

b. Prinsip-Prinsip Belajar ... 15

c. Teori-Teori Belajar... 16

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar ... 19

e. Hasil Belajar ... 20

f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 24

g. IPS Terpadu ... 26

h. Hasil Belajar IPS Terpadu ... 29

2.Metode Pembelajaran ... 32

a. Pengertian Metode Pembelajaran ... 32

b. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran ... 34


(7)

B. Kerangka Berpikir ... 54

C. Perumusan Hipotesis Penelitian ... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 57

A. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 57

B. Subjek Penelitian ... 57

C. Metode Penelitian... 57

D. Desain Penelitian ... 58

E. Tehnik Pengumpulan Data ... 58

F. Instrumen Penelitian ... 59

F.1. Definisi Konseptual ... 59

F.2. Definisi Operasional ... 59

F.3. Kisi-Kisi Instrumen ... 60

G. Uji Coba Instrumen ... 62

a. Uji Validitas ... 62

b. Uji Reliabilitas ... 62

c. Uji Taraf Kesukaran Soal ... 63

d. Daya Beda ... 63

H. Tehnik Analisis Data ... 64

I. Analisis Data ... 65

J. Hipotesis Statistik ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

A.Deskripsi Data ... 67

1. Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat ... 67

a. Sejarah Berdirinya SMP Islamiyah Ciputat ... 67

b. Visi dan Misi SMP Islamiyah Ciputat ... 68

c. Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat ... 68

2. Praktik Pembelajaran ... 68

a. Praktik Pembelajaran Metode Make A-Match ... 68

b. Praktik Pembelajaran Metode Team Quiz ... 70

3. Data Hasil Belajar IPS Siswa ... 71

a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Make A-Match..71


(8)

B.Persyaratan Analisis Data... 72

1. Uji Normalitas Data 72

2. Uji Homogenitas Data 72

C.Pengujian Hipotesis 74

D.Pembahasan Hasil Penelitian 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A.Kesimpulan 76

B. Saran 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tugas bangsa Indonesia setelah merdeka dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, salah satunya adalah mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Cita-cita dan tujuan nasional ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. Menurut Muhibin Syah, “pendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.”1 Berdasarkan definisi tersebut, pendidikan merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada seseorang untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki.

Proses pendidikan diawali ketika individu dilahirkan dalam lingkungan keluarga kemudian dilanjutkan dan dikembangkan melalui jenjang pendidikan formal, terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Melalui sekolah, peserta didik tidak hanya diberikan pemahaman tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga pemahaman

1

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2009), h.10


(10)

moral dan keagamaan. Namun pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, akan tetapi keluarga dan masyarakat juga ikut bertanggung jawab.

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pendidikan nasional adalah sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab.

Dalam rumusan tujuan pendidikan dalam undang-undang tersebut melalui pendidikan dapat terbentuk warga negara yang memiliki tanggung jawab, memiliki kesopanan dan kesusilaan, serta menjadi warga negara yang demokratis. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan sehingga dapat melaksanakan perannya sebagai warga lokal, nasional, dan global.

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa untuk kelangsungan masa depannya. Sama halnya dengan Bangsa Indonesia mengharapkan melalui pendidikan dapat mengembangkan masa depan bangsa, sebab melalui pendidiakan pembentukan generasi penerus sebagai sumber daya yang berkualitas dapat dilakukan. Walaupun mengakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, dipersiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam hal ini modal material yang cukup besar, tetapi hingga sekarang ini Indonesia masih berada pada proses penyelesaian masalah yakni kualitas pendidikan terbukti Indonesia berada dalam peringkat bawah dalam kualitas pendidikan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara yang lainnya.

Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kualitas. Atas dasar hal tersebut pihak pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, meskipun hasilnya tidak dengan seketika dapat terlihat. Upaya peningkatan


(11)

kualitas pendidikan dilakukan melalui berbagai perbaikan seperti perbaikan kebijakan pendidikan, peningkatan kualitas pendidik, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, dan perbaikan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran. Para peserta didik yang sudah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.

Salah satu standar mutu pendidikan di suatu sekolah adalah hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik di sekolah tersebut. Maka hasil belajar peserta didik pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan di suatu sekolah. Peningkatan kualitas ilmu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Diantaranya adalah kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu (IPS Terpadu), yang menjadi mata pelajaran wajib pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs.).

Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs.) hingga saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Banyak para peserta didik SMP atau MTs. pada mata pelajaran IPS Terpadu, memperoleh hasil belajar yang rendah, dan kurang memiliki motivasi dalam belajar. Berdasarkan hasil pengamatan, peserta didik kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Para peserta didik mengeluhkan jika pelajaran IPS hanya pelajaran yang sifatnya menghafal dengan cara yang membosankan, IPS kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar dalam mata pelajaran IPS para peserta didik di sekolah.

Beberapa masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran IPS Terpadu antara lain proses pembelajaran mata pelajaran IPS kurang kondusif. Hal tersebut antara lain disebabkan karena interaksi guru dan peserta didik kurang, para peserta didik hanya mendengarkan, sedangkan guru menerangkan dari awal pembelajaran hingga bel tanda jam pelajaran selesai, inilah situasi yang membosankan bagi para


(12)

peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan hanya bersifat satu arah, ditambah lagi dengan metode mengajar yang digunakan oleh guru kurang menarik, kadang-kadang guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan, tanpa peduli apakah yang disampaikan diperhatikan oleh para peserta didiknya, ditambah lagi dengan guru tidak menggunakan media yang relevan. Dalam hal ini guru hanya sekedar memenuhi kewajibannya memenuhi tugas mengajar sebagai tukang ajar, atau mengisi daftar hadir guru. Seharusnya guru harus menciptakan suasana kelas yang dapat membuat peserta didik mendapat kesempatan untuk saling berinteraksi aktif dengan seluruh komponen kelas.

Dampaknya dari proses pembelajaran IPS Terpadu yang kurang kondusif adalah motivasi para peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran IPS rendah, banyak peserta didik yang sering melakukan hal-hal yang bukan aktivitas belajar ketika pelajaran IPS, seperti berbicara dengan peserta didik yang lain, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, atau mengantuk di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan motivasi yang rendah, para peserta didik tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, dan hasil belajar para peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu rendah.

Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik rendah yaitu faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal antara lain: motivasi belajar, intelegensi, sikap peserta didik terhadap guru, sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, sikap peserta didik terhadap metode yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, kebiasaan dan rasa percaya diri peserta didik. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar peserta didik, seperti: guru sebagai pembina kegiatan belajar, strategi dan metode pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.

Selain metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, hasil belajar akan mengalami peningkatan apabila sikap peserta didik terhadap proses pembelajaran IPS Terpadu adalah sikap yang positif. Menurut Aunurrahman, bahwa “sikap peserta didik dalam proses belajar yang paling utama sekali ketika kegiatan belajar dimulai, sebab menjadi penentu sikap


(13)

belajar selanjutnya” 2. Ketika proses pembelajaran dimulai peserta didik memiliki sikap menerima atau ada kesediaan emosional untuk belajar, maka akan cenderung untuk berusaha terlibat dalam kegiatan belajar dengan baik, namun jika yang lebih dominan adalah sikap menolak sebelum belajar atau ketika akan memulai pembelajaran, maka peserta didik cenderung kurang memperhatikan dan mengikuti kegiatan belajar. Sikap terhadap belajar juga terlihat dari kesungguhan mengikuti pelajaran, atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar.

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan sekolah seperti: pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal belajar atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, karena lokasi sekolah yang dekat dengan jalan raya atau pasar, sehingga membuat para peserta didik tidak konsentrasi dalam belajar, sehinggga berdampak pada hasil belajar. Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang perhatian, ketidakteraturan, pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing, ketidakpedulian orang tua terhadap anak, orang tua hanya menitipkan anak ke sekolah, sehingga tidak ada kontrol orang tua terhadap hasil belajar anak, hal ini juga berdampak terhadap hasil belajar peserta didik sebab tidak ada motivasi dari keluarga, peserta didik merasa tidak diperhatikan sehingga bertindak semaunya sendiri merasa tidak perlu memiliki hasil belajar yang bagus. Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal, lingkungan bising, dan lingkungan minuman keras, yang mempengaruhi aktivititas peserta didik untuk belajar sehingga tidak mendapatkan hasil belajar yang baik.

Kemampuan pedagogik dan profesional guru juga menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran. Menurut Farida Sarimaya kemampuan

pedagogik meliputi ” pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar.”3

Salah satu kompetensi pedagogik guru adalah mengelola proses pembelajaran. Banyak guru yang kurang

2

http://www.rhynosblog.com/2010/02/sikap-peserta didik-terhadap-pembelajaran-kimia.html, akses Senin 1 November 2010

3

Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana, (Bandung: Yrama Widya, 2008), h. 19


(14)

mampu mengelola proses pembelajaran. Pada saat sekarang ini masih banyak guru yang memiliki anggapan bahwa guru adalah sumber belajar yang paling utama namun, guru tidak mengembangkan wawasan yang dimilikinya, dan guru hanya menggunakan sumber belajar hanya satu buku serta guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi pembelajaran atau guru tidak mampu mengoperasikan media-media yang tersedia, khususnya media yang berkaitan dengan tehnologi atau komputer serta guru tidak mampu memanfaatkan media-media sederhana yang tersedia di lingkungan sekitar, sehingga materi mata pelajaran IPS hanya merupakan materi yang tersimpan dalam fikiran para peserta didik. Kemampuan pedadogik guru juga termasuk bagaimana guru menerapkan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran. Menurut Dalyono, ”metode mengajar yang menyebabkan peserta didik pasif, sehingga anak tidak ada aktivitas. Hal ini bertentangan dengan dasar psikologis, sebab pada dasarnya individu itu makhluk dinamis.”4

Berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan tersebut harus dicari penyelesaiannya untuk mencapai peningkatan hasil belajar, khususnya hasil belajar IPS. Peningkatan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar dalam hal ini salah satunya adalah metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena metode pembelajaran, merupakan penciptaan suasana belajar. Metode pembelajaran menjadi motivasi bagi para peserta didik untuk belajar di kelas, suasana kelas yang menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa terpaksa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, namun dapat memberikan pemahaman materi.

Perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran IPS Terpadu yang melibatkan peserta didik secara lebih aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada peserta didik (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada peserta didik.

4


(15)

Dalam proses pembelajaran di kelas, guru diharuskan untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik peserta didik. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan penciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu, salah satunya adalah Metode “Make A-Match”. Menurut Sugiyanto, “Metode Make A-Match dikembangkan oleh Lorna Curran, pada tahun 1994”.5 Selain itu metode Make A-Match, metode Team Quiz merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Menurut Retno Parminingsih, “dalam pelaksanaan metode pembelajaran ini, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya dalam memahami materi dan menjawab soal, melalui metode ini siswa dilatih untuk bekerja sama.”6

Pembelajaran dengan menggunakan metode Make A-Match adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan dengan cara peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Setiap kelompok mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban. Tiap anggota kelompok memikirkan jawaban dan soal dari kartu yang di miliki oleh masing-masing anggota kelompok. Setiap kelompok memasangkan kartu jawaban dan kartu soal. Misalnya: pemegang kartu soal yang bertuliskan “ Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk sosial” harus dipasangkan dengan kartu jawaban yang berisi “manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.” Setiap kelompok yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

5

Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif. (Surakarta: Yuma Presindo, 2009), h.49

6

Retno Parminingsih, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Quiz Dan

Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa,” (Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008), h. 3.


(16)

Metode Team Quiz salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Pelaksanaan model pembelajaran ini adalah siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk memahami materi, kemudian guru memberikan pertanyaan untuk Quiz, dalam hal ini peserta didik dilatih untuk bekerja sama dengan sesama anggota kelompoknya. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran aktif harus diterapkan oleh pendidik supaya suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan. Menurut E. Mulyana, “pembelajaran aktif dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi supaya peserta didik dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator”.7 Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi dan situasi yang menyenangkan sehingga peserta didik akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini pembelajaran dengan metode Make A-Match sebagai salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif learning dan metode Team Quiz, merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru disekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS Terpadu tingkat SMP dan MTs.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji

penerapan pembelajaran metode “Make A-Match dan Team Quiz ” dalam

meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS Terpadu.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan uraian yang ada dalam latar belakang masalah dan pengamatan awal terhadap para peserta didik, interaksi guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik yang dipilih sebagai objek perhatian untuk dikaji secara ilmiah antara lain sebagai berikut:

7

E. Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteistik dan Implementasi (Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003) h. 45.


(17)

1) Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran guru kurang menarik, guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan, dan menggunakan sumber belajar hanya satu buku.

2) Sikap peserta didik terhadap guru, mata pelajaran, terhadap metode pembelajaran rendah. Banyak peserta didik yang menganggap mata pelajaran IPS adalah pelajaran yang hanya menghafal, guru IPS adalah tukang cerita, dan metode pembelajaran IPS yang selalu dilakukan dengan ceramah.

3) Lingkungan belajar, yang terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal kurang mendukung proses pembelajaran.

4) Motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS terpadu rendah, hal ini ditunjukkan dengan adanya aktivitas mengerjakan tugas rumah mata pelajaran lain atau melakukan berbagai kegiatan negatif lainnya ketika proses pembelajaran IPS terpadu.

5) Kemampuan pedagogik dan profesional guru dalam mengelola proses pembelajaran rendah, guru masih beranggapan bahwa guru adalah sumber belajar yang paling utama, sehingga guru tidak mengembangkan wawasan yang dimilikinya, dan guru hanya menggunakan sumber belajar hanya satu buku serta guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi pembelajaran atau guru tidak mampu mengoperasikan media-media yang tersedia, khususnya media komputerisasi.

6) Hasil belajar IPS Terpadu peserta didik rendah, hal ini ditunjukkan dengan belum tercapainya KKM yang ditetapkan yaitu 65.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka masalah yang diteliti dibatasi pada:

Hasil belajar IPS Terpadu peserta didik yang rendah, hal ini diterlihat dengan banyaknya peserta didik yang belum mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 65. Hal tersebut salah satu penyebabnya adalah metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran kurang menarik dan mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.


(18)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

”Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa di SMP Islamiyah

Ciputat kelas VII yang menggunakan metode pembelajaran Make A-match dan metode pembelajaran Team Quiz?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa di SMP Islamiyah Ciputat kelas VII yang menggunakan metode pembelajaran Make A-match dan metode pembelajaran Team Quiz.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dilakukan dapat bermanfaat bagi peneliti, para peserta didik, guru, dan komponen pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, sehingga penelitian ini merupakan wahana untuk mengembangkan ilmu yang dimiliki oleh penulis.

b. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga dapat mengembangkan penerapan metode pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas.

c. Bagi peneliti lebih lanjut, dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pengetahuan tentang penerapan metode pembelajaran make a-match dan Team Quiz sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peserta didik, lebih berani mengemukakan pendapat, ide, gagasan, dan saran yang mereka miliki, dan memiliki motivasi untuk memperhatikan dan


(19)

mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan KKM yang sudah ditentukan.

b. Bagi guru dapat menjadi salah satu acuan untuk menggunakan metode pembelajaran Make A-Match atau metode Team Quiz dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VII di SMP Islamiyah Ciputat, sebab guru merupakan pengatur dan pencipta kondisi yang menyenangkan, namun dapat memberikan pemahaman konsep terhadap peserta didik dengan strategi pembelajaran yang tepat tidak konvensional namun, bersifat variatif.

c. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap administrasi pendidikan, sebagai saran bagi kepala sekolah untuk mengambil keputusan dalam pembinaan guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran.


(20)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Ada beberapa pendapat tentang pengertian belajar yang pertama menurut James O. Whittaker, belajar adalah “proses perubahan tingkah laku melalui latihan atau pengalaman.”1 John Dewey seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioral Approach, belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience). Definisi belajar menurut Lee J. Croubach adalah “belajar itu tampak oleh perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman.”2

Pengertian belajar yang lain adalah menurut Slameto yang mengemukakan belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

1

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) , h. 99

2


(21)

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.”3 Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa belajar harus menunjukan adanya perubahan perilaku yang disebabkan karena interaksi dengan lingkungan. Menurut Slameto, belajar merupakan “suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.”4 Sedangkan menurut Winkel belajar adalah “suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan yang terjadi tersebut bersifat secara relatif konstant.”5

Hamalik mendefinisikan belajar adalah suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru yang disebabkan pengalaman dan latihan. Menurut Hamalik pengertian belajar

“merupakan proses suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan.”6 Sedangkan

pengertian belajar menurut Ahmad Sabri adalah “ perilaku berkat pengalaman dan

latihan.”7

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang perubahan tersebut berupa perubahan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan nilai sikap, perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan (pengalaman dan latihan), perubahan-perubahan tersebut bersifat tetap. Dari berbagai pendapat tersebut ada elemen-elemen penting yang menjadi ciri seseorang disebut belajar. Elemen-elemen tersebut adalah perubahan tingkah laku, adanya interaksi dengan lingkungan, dan adanya perubahan yang relatif tetap.

3

Ridwan, Kegiatan Belajar dan prestasi, artikel diakses dari http://ridwan202.wordpress.com/2008/04/23/kegiatan-belajar-dan-prestasi/, Pada 16 Juni 2010.

4

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara, 1998) , h. 2

5

Pengertian Belajar Menurut Ahli. Artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/

6

Pengertian Belajar Mengajar, artikel diakses dari http://www.scribd.com/doc/56617565/20/Pengertian-Belajar-Mengajar, pada 03 Juni 2011.

7

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching, (Jakarta, PT Ciputat Press, 2010), h. 19


(22)

Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain).

Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu sebagai berikut:

1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan tidak hanya memperoleh pengetahuan.

2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang nyata tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik.

3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka.

4. Learning to be adalah individu diharuskan untuk mengembangkan aspek pribadinya secara optimal dan seimbang, untuk menghadapi tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks. Tuntutan perkembangan kehidupan global, tidak hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia yang utuh dan unggul. Keunggulan tersebut diperkuat dengan moral yang kuat.8

Keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, ketiga dan keempat. Empat pilar tersebut di atas akan membentuk peserta didik yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu menyelesaikan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan yang ada di masyarakat. Keempat pilar tersebut yakni learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual, serta sosial.

8

Agus Suhani, Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO, artikel diakses pada 04 April 2011 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilar-belajar-menurut-unesco.html


(23)

b. Prinsip-Prinsip Belajar

Dalam mengerjakan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, seseorang harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu, begitu juga halnya dengan belajar. Berdasarkan kutipan berikut ini, dalam belajar peserta didik seharusnya dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, minat yang harus ditingkatkan dan dibimbing supaya tujuan instruksional dapat dicapai. Belajar juga harus bisa memperkuat pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik. Belajar perlu ada interaksi antara peserta didik dan lingkungan.

Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto adalah sebagai berikut:

Dalam belajar peserta didik harus diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuan bereksplorasi dan belajar dengan efektif. Belajar perlu ada interaksi peserta didik dengan lingkungannya.9

Untuk menertibkan diri dalam belajar seseorang harus mempunyai prinsip. Seperti yang diketahui prinsip belajar memang kompleks, tetapi dapat juga dianalisis dan dirinci dalam bentuk-bentuk prinsip atau azas belajar. Seperti yang dinyatakan oleh Oemar Hamalik meliputi belajar adalah suatu proses aktif dalam hal ini terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara peserta didik dan lingkungan. Belajar harus memiliki tujuan yang jelas bagi peserta didik. Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri. Selalu ada hambatan dan rintangan dalam belajar, karena itu peserta didik harus sanggup menghadapi atau mengatasi secara tepat. Belajar memerlukan bimbingan baik itu dari guru atau panduan dari buku pelajaran itu sendiri. Jenis belajar yang paling utama ialah belajar yang berpikiran kritis, daripada hanya pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis.

Cara belajar yang paling efektif adalah dalam pembentukan penyelesaian masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah tersebut disadari bersama. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari, sehingga diperoleh

9

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana. 2009), h. 63


(24)

pengertian-pengertian. Belajar memerlukan latihan dan pengulangan, agar materi pelajaran yang dipelajari dapat dikuasai. Belajar harus disertai dengan keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan. Belajar dianggap berhasil apabila si pelajar telah sanggup menerapkan dalam prakteknya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah dalam belajar, peserta didik harus terlibat aktif sehingga dapat memahami materi pelajaran sendiri. Adanya peningkatan minat dan bimbingan untuk mencapai tujuan belajar. Dalam belajar harus ada hubungan yang dinamis antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga dapat memahami materi pelajaran yang terkait dengan hal-hal yang kontekstual. Belajar perlu latihan dan pengulangan, sehingga pemahaman yang diperoleh selalu diingat oleh peserta didik. Belajar yang paling efektif adalah belajar yang berpikiran kritis, daripada hanya menghafal materi.

c. Teori-Teori Belajar

Ada beberapa teori belajar yang dikemukakan para ahli. Berikut ini adalah beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran dalam sistem pendidikan. 1. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ausubel, belajar akan menghasilkan manfaat bila peserta didik mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Ausubel, ”belajar bermakna merupakan suatu proses menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui peserta

didik.”10 Dalam hal ini belajar akan bermanfaat jika ada hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dengan apa yang ditemukan dalam kehidupan seseorang tersebut. Jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru tanpa ada pengetahuan sebelumnya, maka akan sulit untuk memahami pengetahuan baru tersebut. Sebaliknya pengetahuan lama yang tidak dihubungkan dengan pengetahuan baru maka tidak akan berkembang.

10

Trianto, Metode-Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 25.


(25)

2. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Piaget.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang melalui beberapa tahapan, yaitu sensorimotor (sampai dengan usia 2 tahun), Concreteoperations (usia 2-11 tahun), dan formal–operations (setelah usia 11 tahun). Pada tahap sensorimotor pengetahuan yang diperoleh masih sangat terbatas sejalan dengan perkembangan fisik dari anak tersebut. Pada tahap Concrete-operations anak sudah mulai belajar simbol yang merupakan representasi dari obyek tertentu. Anak mulai belajar menghubungkan suatu obyek dengan simbol tertentu. Sedangkan pada tahap formal–operations pengetahuan yang diperoleh anak semakin kompleks, karena anak telah banyak perbendaharaan kata dan memahami arti serta dapat mengasosiasikan dengan kata-kata lainnya. Dalam tahap ini anak sudah dapat merangkum atau mengkombinasikan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu aturan.

Menurut Piaget, ”pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting

untuk perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.” 11

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif berkembang sesuai dengan pertambahan usia sehingga dalam memberikan materi pelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia individu dan metode yang digunakan juga harus disesuaikan.

3. Teori Conditioning.

Menurut Baharuddin ”teori Conditioning dikembangkan oleh Pavlov, yang

mengemukakan teori bahwa belajar merupakan proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang kemudian menimbulkan respon dan reaksi.”12 Yang paling penting dalam teori ini adalah latihan-latihan yang dilakukan secara terus menerus, sehingga memperoleh pemahaman dan tidak mudah dilupakan tentang materi pelajaran. Berdasarkan teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue

11

Trianto, Metode-Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, h. 14.

12

Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2007), h. 58.


(26)

(terus-menerus). Yang diutamakan dalam teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis.

4. Teori Connectinism (Thorndike).

Dalam belajar menurut Thorndike melalui dua proses yakni Trial and error (mencoba dan gagal), dalam hal ini Thorndike mengembangkan hukum Law of effect, yaitu ”segala tingkah laku manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks, dan stimulus yang terjadi mempengaruhi perilaku selanjutnya.”13 Dalam teori ini dapat dipahami bahwa sebuah tindakan jika menghasilkan perubahan yang memuaskan maka ada kemungkinan tindakan tersebut diulang kembali, namun jika suatu tindakan menimbulkan ketidakpuasan maka tindakan tersebut cenderung dihentikan. Dalam proses belajar juga, jika seseorang mempelajari suatu materi pelajaran dan merasa bahwa materi pelajaran tersebut penting untuk dipelajari maka seseorang tersebut akan mempelajari materi pelajaran tersebut. Oleh sebab itu pendidik harus membuat kondisi bahwa materi pelajaran yang disampaikan merupakan materi yang penting, sehingga peserta didik tertarik untuk belajar.

5. Teori Psikology Gestalt.

Faktor penting dalam belajar adalah pemahaman. Dengan belajar dapat memahami hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Menurut Anwar

Kholil ”belajar dilaksanakan dengan sadar dan memiliki tujuan.”14

6. Teori Vygotsky.

Berdasarkan pendapat Vygotsky, hasil belajar dapat berkembang ketika para peserta didik mendapatkan ide baru, dan berinteraksi dengan individu lainnya sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Selama proses interaksi terjadi, baik interaksi antara guru dengan siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi sehingga pendapat dapat berkembang.

Pendapat Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit

13

Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, h. 65

14

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01b7/f5610c3c.dir/doc.pdf,


(27)

mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.15

Berdasarkan beberapa teori belajar yang sudah dikemukakan di atas, seharusnya pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Dalam hal ini materi pelajaran akan bermanfaat jika ada interaksi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya, maka guru harus menerapkan metode yang dapat menerapkan pengetahuan peserta didik, sehingga tidak hanya menjadi pengetahuan yang abstrak. Dalam teori belajar pengalaman sangat penting untuk perkembangan pengetahuan, maka dalam penerapan metode seharusnya lebih menekankan aspek melihat dan mengalami langsung tentang materi pelajaran. Teori belajar yang lain adalah adanya latihan, setelah mendapatkan pengetahuan seharusnya langsung ada penerapan. Yang tidak kalah penting adalah dalam belajar seharusnya ada interaksi dan kerjasama antara individu yang menjadi komponen proses pembelajaran, sehingga saling bertukar informasi dan ide antar individu.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar

Dalam belajar ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar. Faktor-faktor tersebut ada yang berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada yang berasal dari luar diri orang yang belajar. Faktor yang berasal dari luar diri pembelajar adalah waktu, udara, letak tempat belajar yang bising, alat-alat peraga yang digunakan dalam belajar sebagai media belajar sehingga belajar tidak bersifat memperkenalkan materi saja. Menurut Sumadi Suryabrata, ”faktor-faktor

tersebut disebut faktor nonsosial dalam belajar.”16

Faktor lain yang mempengaruhi proses belajar adalah pendekatan belajar. Pendekatan belajar merupakan cara dalam menyampaikan materi belajar. Muhibin Syah berpendapat bahwa

15Anwar Kholil, “

Teori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar,” artikel diakses

pada 26 Februari 2011 dari http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-vygotsky-tentang-pentingnya.html

16

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 233.


(28)

”pendekatan belajar merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia yang

mempengaruhi belajar.”17

Pendekatan belajar dapat berupa penyampaian materi secara berulang-ulang, melibatkan siswa dalam penelitian ilmiah, atau melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Menurut Sumadi Suryabrata, ”faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

manusia adalah faktor fisiologis dan psikologis.”18 Faktor fisiologis berupa kondisi jasmani yang sehat dalam hal ini dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi dan kondisi kesehatan. Kondisi fisiologis juga termasuk kondisi fungsi-fungsi pancaindera. Faktor lain yang berasal dari dalam diri pembelajar adalah keadaaan psikologis pembelajar seperti motivasi yang mendorong seseorang untuk melaksanakan aktivitas belajar, minat, cita-cita, sifat manusia yang ingin mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang berupa kondisi fungsi pancaindera, motivasi, minat, cita-cita, dan sifat manusia yang ingin mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Faktor lain yang mempengaruhi proses belajar adalah kondisi tempat belajar, sarana dan prasarana, metode pembelajaran, lingkungan belajar, dan pendidik.

e. Hasil Belajar

Ada beberapa definisi hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, antara lain adalah pengertian hasil belajar menurut Kunandar yakni ”kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar, hasil belajar bisa berbentuk pengetahuan,

ketrampilan, maupun sikap.”19

Pengertian hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono adalah, ”hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum

17

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2009), h.136

18

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, h. 235.

19

Kunandar Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.229.


(29)

belajar.”20

Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Menurut Poerwanto hasil belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar seperti yang dinyatakan dalam rapor.

Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai peserta didik melalui proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku, pengetahuan, dan ketrampilan yang diperoleh oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut berdasarkan pada hal-hal yang dipelajari oleh para peserta didik. Jika peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep, atau jika mempelajari tentang sebab akibat tentang suatu peristiwa, maka perubahan tingkah lakunya adalah kemampuan menganalisis tentang sebab akibat suatu peristiwa.

Pada proses pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh para peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

Istiqomah mengutip beberapa pendapat tentang pengertian tujuan pembelajaran menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Menurut Robert F. Mager tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta didik pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan

20Indra Munawar, “ Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi),” artikel diakses pada Senin

25 Oktober 2010dari http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html,


(30)

bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, berdasarkan Standar Proses dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.21

Tujuan pembelajaran adalah gambaran tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dijelaskan melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri peserta didik setelah mengalami pengalaman belajar.

Perumusan tujuan pembelajaran di dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan karena adanya beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut yang pertama adalah memberikan arah kegiatan pembelajaran. Bagi guru, tujuan pembelajaran akan mengarahkan pemilihan strategi, metode dan jenis kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan bagi peserta didik, tujuan itu mengarahkan para peserta untuk melakukan kegiatan belajar yang diharapkan dan mampu mengunakan waktu dengan baik. Yang kedua adalah untuk mengetahui kemajuan belajar dan perlu atau tidak perlu pemberian pembelajaran pembinaan bagi para peserta didik. Dengan tujuan pembelajaran itu guru akan mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai tujuan pembelajaran tertentu dan tujuan pembelajaran mana yang belum dikuasai. Yang ketiga sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan pembelajaran guru dapat mengkomunikasikan tujuan pembelajarannya kepada para peserta didik sehingga peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Menurut Gagne perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:

21Istiqomah,”Taksonomi Dan Tujuan Pembelajaran,”artikel diakses pada 26 Februari


(31)

1. Informasi verbal: yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun lisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan pengertian tentang suatu konsep.

2. Kecakapan intelektual: yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan, memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.

3. Strategi kognitif: yaitu kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara–cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran.

4. Sikap: yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.

5. Kecakapan motorik: ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.22

Menurut Benjamin S. Bloom hasil belajar dikelompokkam dalam tiga ranah yaitu: ”ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).”23 Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari enam kategori yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan ranah afektif berhubungan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Dan yang terakhir ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar diharapkan terjadi perubahan pengetahuan, perilaku, dan ketrampilan yang bersifat tetap dalam bentuk penguasaan informasi, penguasaan

22“Pengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar,” artikel diakses pada 26

Februari 2011 dari http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-dan-perubahan-perilaku-dalam-belajar/,

23


(32)

ketrampilan pemecahan masalah dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan peran individu tersebut di masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua kemampuan yang dicapai peserta didik berupa perubahan perilaku, pemahaman dan pengetahuan, dan ketrampilan yang bermanfaat setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, perubahan perilaku dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, sehingga proses pembelajaran lebih terarah.

f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut. Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat dan motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono bakat adalah “ kondisi dalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan,

pengetahuan, dan ketrampilan.” 24

Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat seseorang.

Selain kecerdasan dan bakat, minat juga merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan memahami beberapa kegiatan. Menurut Winkel minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang menggeluti dalam bidang itu. Menurut Slameto mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Minat belajar yang telah dimiliki peserta didik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi

24

Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik, Perkembangan Peserta Didik.( Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 2007), h.85


(33)

terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan tindakan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.

Hal yang penting yang menjadi faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar adalah motivasi. Menurut Arifuddin motivasi dapat diartikan “sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu

(motivasi ekstrinsik).”25

Motivasi sangat terkait dengan belajar. Dengan motivasi inilah peserta didik menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi juga kualitas hasil belajar peserta didik kemungkinan dapat diwujudkan. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan peserta didik untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.

Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar para peserta didik adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri peserta didik, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong peserta didik untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan peserta didik, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan peserta didik kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. Menurut Kartono guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan

25Arifuddin, “Hubungan Antara Motivasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singaraja”, artikel diakses pada Kamis 21

Oktober 2010 dari http://lambitu.wordpress.com/2009/10/28/hubungan-antara-motivasi-dengan-prestasi-belajar-peserta didik-pada-mata-pelajaran-geografi-di-kelas-xi-ips-sma-negeri-2-singaraja/


(34)

memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.

Selain orang tua dan sekolah, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik dalam proses pelaksanaan pendidikan. Lingkungan sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat para peserta didik tersebut tinggal. Menurut Abu Ahmadi, ”lingkungan ada dua macam yakni lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami berupa kondisi suhu, udara, dan pencahayaan. Lingkungan sosial berupa keadaan orang lain yang berada di sekelilingnya, lingkungan sosial yang lainnya adalah berupa suasana lingkungan

yang bising atau tenang, atau lingkungan belajar yang dekat dengan pasar”. 26

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor intern, yakni faktor yang berasal dari dalam diri individu, dan faktor ekstern yakni faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor intern dalam hal ini adalah kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi. Faktor ekstern yang menjadi faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan.

g. IPS Terpadu

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB termasuk SMK atau MAK. IPS mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

26


(35)

Pada dasarnya studi sosial lebih banyak menekankan pada studi hubungan manusia dengan lingkungnnya. Menurut Barr, “studi sosial pada hakekatnya merupakan kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem hidup bermasyarakat. Kajian tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran IPS di sekolah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik, berdasarkan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku dan perlu dikembangkan.”27 Menurut Sapriya, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) “merupakan suatu mata pelajaran yang mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi

yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan.”28

Bahan-bahan pembelajaran IPS diambil dari ilmu-ilmu sosial yang bertujuan untuk kepentingan kewarganegaraan. Materi dipilih secara selektif, sehingga relevan dan mampu membantu peserta didik memahami banyak manusia dan berbagai hal yang berkaitan dengan interrelasinya, baik yang terjadi pada masa lalu, masa kini, maupun masa datang. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada mata pelajaran IPS.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

IPS perlu difokuskan kepada upaya untuk menyediakan pengalaman belajar yang dapat membantu peserta didik dalam hal memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bagaimana manusia hidup, memahami bagaimana manusia berusaha menyesuaikan dan menggunakan sumber lingkungan,

27

Tanto Sukardi,. “Menggagas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Yang

Kontruktivis.” Kajian Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2 (Oktober 2007): h. 19

28


(36)

memahami perubahan masyarakat, peserta didik harus mampu terlibat dalam perubahan sosial dan kebudayaan di dalam masyarakat, memahami dampak dari perkembangan saling ketergantungan antar manusia, dan memahami serta menghargai persamaan semua ras, agama, dan kebudayaan.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi yang pertama manusia, tempat, dan lingkungan, yang ke dua waktu, keberlanjutan, dan perubahan, yang ketiga sistem sosial dan budaya, yang ke empat adalah perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Masing-masing mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda, termasuk mata pelajaran IPS. Menurut Wahidmurni, salah satu karakteristik mata pelajaran IPS pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditekankan bahwa:

Substansi mata pelajaran IPS merupakan IPS terpadu, maka tuntutannya adalah guru IPS harus memahami dan menerapkan metode-metode pembelajaran terpadu. Karakteristik mata pelajaran IPS lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian IPS selalu berkembang terus menerus, maka sebagai guru mata pelajaran IPS dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan tersebut agar apa yang diajarkannya merupakan hal-hal yang baru sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman.29

Mata Pelajaran IPS dalam kurikulum 2006 merupakan IPS Terpadu yang merupakan gabungan antara berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas beberapa bagian disiplin ilmu seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah, maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan. Hal ini memberikan dampak terhadap guru yang mengajar di kelas. Guru harus menerapkan berbagai metode pembelajaran, menggunakan media yang relevan, memberikan informasi yang terbaru dan bermanfaat khususnya yang terkait dengan mata pelajaran IPS.

Berdasarkan beberapa pengertian yang sudah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa IPS terpadu merupakan mata pelajaran gabungan disiplin ilmu-ilmu sosial, yang objek kajiannya adalah peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan kewarganegaraan,

29 Wahidmurni, “Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Pada Satuan Pendidikan MI/SD Dan MTs./SMP.” Artikel diakses pada 6 April 2011 dari http://tarbiyah.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89:pembelajaranipsterpadu&catid =62:artikel&Itemid=128.


(37)

dengan tujuan untuk membentuk peserta didik yang memiliki kemampuan untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. IPS merupakan harapan untuk terbentuknya sikap warga negara yang diharapkan sesuai dengan tuntutan masyarakat.

h. Hasil Belajar IPS Terpadu

Sesuai dengan tujuan dari penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007,

yakni “untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta

digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.”30 Melaui proses pembelajaran, diharapkan ada peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, yang dapat dilihat salah satunya adalah melalui penilaian hasil belajar. Mengacu pada Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007, ”penilaian dilakukan secara konsisten,

sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.”31 Dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, dengan menggunakan tes atau nontes.

Standar dalam penilaian pendidikan meliputi mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007, “ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikan

30

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007

31


(38)

pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan dapat berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas, ujian

sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.” 32

Berdasarkan hal tersebut, pencapaian kompetensi peserta didik diukur melalui proses ulangan harian, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.

Hasil belajar IPS adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran IPS berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna bagi peserta didik untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi: sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik serta terciptanya integrasi sosial, serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), hasil kerja (performance), penugasan (proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta penilaian diri.

Untuk meningkatkan hasil belajar IPS, dalam proses pembelajaran harus menggunakan metode yang menarik sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar. Diperlukan metode pembelajaran interaktif yang dilakukan dengan, guru lebih banyak memberikan peran kepada peserta didik sebagai subjek belajar, dan guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru merancang proses belajar mengajar yang melibatkan peserta didik secara integratif dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar yang sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan. Agar hasil belajar IPS meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar.

Keberhasilan hasil belajar IPS Terpadu adalah tercapainya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS Terpadu kelas Tujuh (VII) SMP/MTs., semester genap beradasarkan Standar Isi, Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006.

32


(1)

77

A-Match dan metode Team Quiz, sebab kedua metode tersebut tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar siswa tapi juga dapat membentuk kompetensi sosial siswa, seperti saling menghargai dan tanggung jawab. Pembelajaran dengan menerapkan metode Make A-Match dan metode Team Quiz merupakan usaha yang dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Penerapan metode Make A-Match dan metode Team Quiz dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan kerja sama di antara siswa. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti standar kompetensi, yaitu: berpusat pada siswa, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi, memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetisi secara sehat, menciptakan kondisi yang menyenangkan, mengembangkan berbagai kemampuan dan pengalaman belajar serta karakteristik mata pelajaran.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif metode Make A-Match dan Team Quiz dapat diterapkan serta memberikan hasil dan perbedaan yang lebih baik lagi pada materi maupun mata pelajaran yang lain dan meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik lagi bagi siswa.


(2)

78

Arifuddin. “Hubungan Antara Motivasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata

Pelajaran Geografi Di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singaraja”. Artikel

diakses pada Kamis 21 Oktober 2010 dari

http://lambitu.wordpress.com/2009/10/28/hubungan-antara-motivasi-dengan-prestasi-belajar-peserta didik-pada-mata-pelajaran-geografi-di-kelas-xi-ips-sma-negeri-2-singaraja/

Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,.

Al Jabaly, Sohibul Mutolib “ Model Pembelajaran Kontekstual”, artikel diakses pada 27 Pebruari 2011 dari

http://pendidikanberkarakter.blogspot.com/2008/10/model-pembelajaran-kontekstual.html.

Arini, Yusti. “Model Pembelajaran Kooperatif (Coopertive Learning) Dan

Aplikasinya Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran.” artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari

http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-ooperatif.html Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni. (2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran.

Yogyakarta:Ar-Ruzz Media .

Dalyono, M. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fathurrohman, Pupuh Dan Sutikno, M.Sobry. (2007). Strategi Belajar Mengajar-Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum&Konsep Islami. Bandung: Retika Aditama.

Herdian. “Model Pembelajaran Quantum.,” artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://herdy07.wordpress.com/

Inayah, Nurul.”Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ

(Cooperatife Integrated Reading And Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas Vii Smp Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”. Skripsi S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2007.

Istiqomah.”Taksonomi Dan Tujuan Pembelajaran. ”artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://materibidan.blogspot.com/2010/05/taksonomi-dan-tujuan-pembelajaran.html


(3)

79

Indrawati dan Setiawan, Wanwan. (2009). Pembelajaran Aktif , Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD. Bandung: PPPPTK IPA.

Ismail, Bustamam. “Pengembangan model Pembelajaran PAIKEM dengan Pendekatan SETS. Artikel diakses pada 3 Juni 2011 dari

http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-model-pembelajaran-paikem-dengan-pendekatan-sets/

Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Kholil, Anwar. “Teori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar.” artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari

http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-vygotsky-tentang pentingnya.html

Makmun, Abin Syamsuddin. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosyda Karya.

Munawar, Indra. “ Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi).” artikel diakses pada Senin 25 Oktober 2010 dari

http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html,

Mulyana, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteistik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24 Universitas Negeri Makassar.

Nurkancana, Wayan dan Sunartana, P.P.N. (1982). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usana Offset Printing.

Nurhayati, Eva. “Pengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Team Quiz Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X AK SMK Negeri 3 Jepara.” Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 2007.

Parminingsih, Retno. “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team

Quiz Dan Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa.” Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007


(4)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007

Ramadhan, Tarmizi. “Metode Pembelajaran Kooperatif Make A-match.” artikel

diakses pada 21 Oktober 2010 dari

http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/.

Ramadhan, Tarmizi. “Pembelajaran Tematik.” artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/04/model-pembelajaran-tematik-kelebihan-dan-kelemahannya/.

Ramadhan, A.Tarmizi. “Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,”artikel diakses pada Jum’at 3 Juni 2011 dari

http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/11/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-efektif-dan-menyenangkan/

Riyanto,Yatim. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Sabri, Ahmad. (2010). Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching. Jakarta: PT Ciputat Press.

Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sapriya, dkk. (2006). Konsep Dasar IPS. Bandung: UPI Press.

Sarimaya, Farida. (2008). Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Bandung: Yrama Widya.

Siberman, Melvin L. (2006). 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Slameto. (1998). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.

Sofyan. Metode Pembelajaran Kooperatif. artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=18078.0

Sofyan, Ahmad dkk. (2006). Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta:UIN Press.


(5)

81

Sugiyanto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Presindo, 2009.

Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV ALFABETA.

Suhani, Agus. Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO. Artikel diakses pada 04 April 2011 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilar-belajar-menurut-unesco.html

Sukardi, Tanto. “Menggagas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Yang Kontruktivis.” Kajian Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2 (Oktober 2007).

Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Syah, Muhibin. (2009). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosydakarya.

Soemanto,Wasty. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Setia Telaumbanua. Penerapan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team Kepada Siswa. Artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari

http://www.psb-psma.org/content/blog/3479-penerapan-metode-belajar-aktif-tipe-quiz-team-kepada-siswa.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. (2007) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi.

Umar, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Pengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari

http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-dan-perubahan-perilaku-dalam-belajar/.

Model Pembelajaran Berbasis Kontekstual. Artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/10/model-pembelajaran-berbasis-kontekstual.html

Pembelajaran Kolaboratif. Artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/


(6)

Widodo, Rachmad. Model Pembelajaran. Artikel diakses pada 21 Juni 2010 dari http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_mo del_pembelajaran/?url=http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/model-pembelajaran.

Wahidmurni. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Pada Satuan Pendidikan MI/SD Dan MTs./SMP. Artikel diakses pada 6 April 2011 dari http://tarbiyah.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=89:pembelajaranipsterpadu&catid=62:artikel&Itemid=128.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Wikipedia. Pembelajaran Kooperatif. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif

Wikipedia. Pembelajaran Kooperatif. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/ Zaini, Hisyam dkk. (2008). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar IPS siswa dengan menggunakan metode pembelajaran think talk write (TTW) dan numbered head togher (NHT) di SMP Islamiyah Ciputat

0 5 176

Perbedaan Hasil Belajar IPS Terpadu Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Make A-Match Dan Metode Team Quiz Di SMP Swasta Se-Kecamatan Pamulang

0 6 30

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

0 11 215

Penerapan Metode Pembelajaran make a Match Card dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata pelajaran Fiqh di MTs. Nasyatulkhair Depok

0 6 150

Efektivitas pembelajaran kooperatif model make a match dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di SMP Islam Al-Syukro Ciputat

0 21 119

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

Pengaruh Penerapan Metode Quiz Team Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih di Mts Darul Ma'arif Jakarta Selatan

2 18 139

Pendekatan pembelajaran cooperative learning type make a match di kelas V MI Nurul Jihad Kota Tangerang : penelitian tindakan kelas di MI Nurul Jihad Tangerang

0 5 125

Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Siswa Kelas IV SDN Pisangan 03

0 10 174

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VIII SEMESTER I SMP MUHAMMADIYAH 2 SUR

0 5 11