Perumusan Masalah Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Hibrida dan Inbrida (Studi Kasus Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar, dan Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur)

1. Galur mandul jantan GMJ atau CMS galur A, yaitu varietas padi tanpa serbuksari yang hidup dan berfungsi sebagai tetua betina serta menerima serbuksari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida. 2. Galur pelestari atau maintainer galur B, yaitu varietas yang berfungsi memperbanyak atau melestarikan keberadaan GMJ. 3. Tetua jantan restorer, varietas padi yang berfungsi sebagai pemulih kesuburan atau fungsi reproduksi untuk menyediakan serbuksari bagi tetua betina. Perakitan varietas padi hibrida dengan menggunakan metode tiga galur memiliki kelemahan yaitu produksi benihnya rumit dan tidak setiap varietas dapat dijadikan sebagai tetua untuk membentuk varietas padi hibrida, hanya varietas yang tergolong pemulih kesuburan saja yang dapat dijadikan sebagai tetua jantannya. Hasil produksi padi hibrida yang terbaik dapat diperoleh dengan cara setiap kali menanam padi hibrida harus menggunakan benih baru dan tidak menggunakan hasil panen padi hibrida sebagai benih untuk ditanam kembali. Secara teori, hasil padi hibrida terjadi pemisahan atau segregasi menjadi 25 mandul jantan dan 75 fertil sehingga bila ditanam kembali hasilnya akan lebih rendah. Contoh padi varietas hibrida di Indonesia antara lain Sembada B9, Sembada 168, Intani I dan II, dan Bernas yang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Padi Hibrida Padi inbrida merupakan semua jenis padi selain padi hibrida. Julfiquar 2004 memberikan definisi dari inbrida inbred sebagai individu yang memiliki hasil dari penjodohan induk-induk yang sangat erat sejenis atau hasil penyerbukan sendiri. Contoh padi varietas inbrida di Indonesia antara lain Ciherang, IR64, Cibogo, Mikongga, dan Situbagendit yang dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Padi Inbrida Perbedaan padi varietas hibrida dan inbrida menurut Satoto et al. 2009 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan varietas murni inbrida dengan hibrida Varietas Hibrida Varietas Murni Inbrida  Komposisi genetik heterozigot homogen  Produksi benih dihasilkan dari persilangan dua galur yang berbeda  Benih yang digunakan untuk pertanaman konsumsi berupa benih F1  Ada keunggulan yang disebabkan oleh fenomena heterosis  Tanaman lebih seragam homogenus  Hasil panen dari pertanaman sebelumnya jika ditanam lagi akan bersegregasi  Komposisi genetik homozigot homogen  Produksi benih dihasilkan dari penyerbukan sendiri  Benih yang digunakan berupa benih turunan generasi lanjut yang sudah homozigot dan homogeny F12  Tidak terdapat fenomena heterosis  Ketidakseragaman lebih mungkin terjadi akibat produksi benih yang kurang baik  Hasil panen dari pertanaman sebelumnya jika ditanam lagi tidak bersegregasi Sumber: Satoto et al. 2009

2.2 Sejarah Padi Hibrida di Indonesia

Menurut Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007, padi hibrida dirakit pertama kali di Cina pada tahun 1974 dan digunakan secara komersial sejak 1976, dengan melepas varietas yang memiki nama Nam You 2 dan Nam You 3. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak 1983 yang dimulai dengan pengujian keragaan GMJ dan hibrida hasil introduksi. Selnjutnya, sejak tahun 1998 penelitian pemuliaan padi hibrida di Indonesia lebih diintensifkan dengan menguji bahan pemuliaan introduksi yang disertai pula dengan perakitan berbagai kombinasi hibrida sendiri. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi BB Padi telah menghasilkan 6 varietas padi hibrida yaitu Maro dan Rokan yang dilepas pada tahun 2002, Hipa3 dan Hipa4 dilepas pada tahun 2004, serta Hipa5 Ceva dan Hipa6 Jete yang dilepas pada tahun 2007. Varietas-varietas padi hibrida tersebut mempunyai tingkat heterosis 15-20 lebih tinggi dibanding varietas IR64. Namun, varietas-varietas padi hibrida tersebut masih mempunyai kelemahan yakni rentan terhadap serangan penyakit, pada padi Maro dan Rokan rentan terhadap wereng coklat WBC, hawar daun bakteri HDB, dan tungro sehingga daerah penyebarannya terbatas. Sementara Hipa3 dan Hipa4 memiliki karakteristik agak rentan terhadap WBC, HDB, dan tungro, serta Hipa5 Ceva tahan terhadap WBC, agak tahan terhadap HDB IV dan VIII, dan Hipa6 Jete agak rentan terhadap WBC, HDB, maupun tungro. Di samping itu juga telah dihasilkan beberapa hasil antara seperti calon GMJ dan galur pelestarinya, sejumlah galur pemulih kesuburan baru, dan populasi generasi lanjut hasil perbaikan galur pemulih kesuburan dan pelestari. Setidaknya ada tujuh calon GMJ baru dengan keunggulannya masing-masing termasuk satu diantaranya yang merupakan galur padi tipe baru PTB, empat galur pemulih kesuburan yang juga termasuk galur-galur PTB, dan sejumlah kombinasi hibrida harapan yang sudah berada dalam tahap uji daya hasil lanjutan. Penelitian mengenai perakitan varietas padi hibrida dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan seperti tahan terhadap kondisi lingkungan Indonesia dan memiliki nilai heterosis daya hasil 20-25 lebih tinggi dibanding varietas padi inbrida terbaik. Sesuai dengan ketersediaan plasma nutfah