2.2 Sejarah Padi Hibrida di Indonesia
Menurut Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007, padi hibrida dirakit pertama kali di Cina pada tahun 1974 dan digunakan secara
komersial sejak 1976, dengan melepas varietas yang memiki nama Nam You 2 dan Nam You 3. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak 1983
yang dimulai dengan pengujian keragaan GMJ dan hibrida hasil introduksi. Selnjutnya, sejak tahun 1998 penelitian pemuliaan padi hibrida di Indonesia lebih
diintensifkan dengan menguji bahan pemuliaan introduksi yang disertai pula dengan perakitan berbagai kombinasi hibrida sendiri.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi BB Padi telah menghasilkan 6 varietas padi hibrida yaitu Maro dan Rokan yang dilepas pada tahun 2002, Hipa3
dan Hipa4 dilepas pada tahun 2004, serta Hipa5 Ceva dan Hipa6 Jete yang dilepas pada tahun 2007. Varietas-varietas padi hibrida tersebut mempunyai tingkat
heterosis 15-20 lebih tinggi dibanding varietas IR64. Namun, varietas-varietas padi hibrida tersebut masih mempunyai kelemahan yakni rentan terhadap
serangan penyakit, pada padi Maro dan Rokan rentan terhadap wereng coklat WBC, hawar daun bakteri HDB, dan tungro sehingga daerah penyebarannya
terbatas. Sementara Hipa3 dan Hipa4 memiliki karakteristik agak rentan terhadap WBC, HDB, dan tungro, serta Hipa5 Ceva tahan terhadap WBC, agak tahan
terhadap HDB IV dan VIII, dan Hipa6 Jete agak rentan terhadap WBC, HDB, maupun tungro. Di samping itu juga telah dihasilkan beberapa hasil antara seperti
calon GMJ dan galur pelestarinya, sejumlah galur pemulih kesuburan baru, dan populasi generasi lanjut hasil perbaikan galur pemulih kesuburan dan pelestari.
Setidaknya ada tujuh calon GMJ baru dengan keunggulannya masing-masing termasuk satu diantaranya yang merupakan galur padi tipe baru PTB, empat
galur pemulih kesuburan yang juga termasuk galur-galur PTB, dan sejumlah kombinasi hibrida harapan yang sudah berada dalam tahap uji daya hasil lanjutan.
Penelitian mengenai perakitan varietas padi hibrida dilakukan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan seperti tahan terhadap kondisi lingkungan
Indonesia dan memiliki nilai heterosis daya hasil 20-25 lebih tinggi dibanding varietas padi inbrida terbaik. Sesuai dengan ketersediaan plasma nutfah
pembentuk padi hibrida, maka strategi dalam perakitan varietas padi hibrida secara bertahap adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi dan menyeleksi hibrida introduksi untuk menghasilkan
varietas padi hibrida introduksi. 2.
Mengidentifikasi galur pemulih kesuburan dari program pemuliaan padi nasional yang sesuai bagi GMJ introduksi. Hasil yang diharapkan adalah
varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan antara GMJ introduksi dan galur pemulih kesuburan hasil pemuliaan di Indonesia.
3. Membuat GMJ dan galur pemulih kesuburan dengan memanfaatkan bagi
plasma nuftah yang tersedia dalam pemuliaan nasional. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi hibrida yang dibentuk dari hasil persilangan
antara GMJ dengan galur pemulih kesuburan yang dihasilkan dari program pemuliaan nasional, sehingga diharapkan lebih adaptif terhadap kondisi
lingkungan tumbuh di Indonesia. 4.
Membuat varietas padi hibrida dengan materi pemuliaan PTB. Hasil yang diharapkan adalah varietas padi tipe baru hibrida, dengan potensi hasil
15-20 lebih tinggi dari varietas unggul tipe baru VUTB seperti varietas IR64.
5. Penerapan bioteknologi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi
proses pemuliaan padi hibrida.
2.3 Keunggulan dan Kelemahan Padi Hibrida
Saat ini di Indonesia terdapat sebanyak 31 varietas padi hibrida, sebagian diantaranya dirakit oleh BB Padi seperti Maro, Rokan, Hipa3, Hipa4, Hipa5 Ceva,
dan Hipa6 Jete. Pengembangan padi hibrida yang rentan terhadap serangan penyakit terus dilakukan. Berikut merupakan keunggulan dan kelemahan padi
hibrida. Keunggulan padi hibrida:
1. Hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida
2. Sifat benih vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma
3. Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas,
area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah, dan translokasi asimilat yang lebih tinggi
4. Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran
lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1 000 butir gabah isi yang lebih tinggi
Kelemahan padi hibrida: 1.
Produksi benih rumit yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dan petani penangkar benih.
2. Harga benih yang mahal karena sulitnya memproduksi benih hibrida di
Indonesia sehingga mayoritas benih hibrida diimpor langsung dari Cina 3.
Petani harus membeli benih baru setiap tanam karena benih hasil panen sebelumnya tidak baik untuk pertanaman berikutnya
4. Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida.
Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja
5. Memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Februariani 2011 yang berjudul Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional Terhadap Pendapatan
Usahatani Padi di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan usahatani padi dengan menggunakan metode SRI dan metode
konvensional dari segi pendapatan petani menggunakan model Cobb Douglas. Pada penelitian ini ditemukan bahwa baik metode SRI maupun metode
konvensional produksi usahatani belum optimal yang ditandai dengan elastisitas produksi SRI sebesar 1.608 dan konvensional sebesar 1.857. Kedua metode ini
termasuk ke dalam kurva fungsi produksi di daerah lebih dari satu yaitu dearah irrasional yang merupakan increasing return to scale.
Total pendapatan usahatani padi metode SRI sebesar Rp 2 264 709 sedangakan usahatani metode konvensional sebesar Rp 2 039 816, RC rasio atas
total biaya dari kedua metode ini sebesar 1.99 dan 2.20. Nilai tersebut dapat