Padi Hibrida dan Padi Inbrida

3. Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah, dan translokasi asimilat yang lebih tinggi 4. Keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran lebih kuat, anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1 000 butir gabah isi yang lebih tinggi Kelemahan padi hibrida: 1. Produksi benih rumit yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dan petani penangkar benih. 2. Harga benih yang mahal karena sulitnya memproduksi benih hibrida di Indonesia sehingga mayoritas benih hibrida diimpor langsung dari Cina 3. Petani harus membeli benih baru setiap tanam karena benih hasil panen sebelumnya tidak baik untuk pertanaman berikutnya 4. Tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada galur atau varietas yang mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja 5. Memerlukan areal penanaman dengan syarat tumbuh tertentu

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dilakukan oleh Februariani 2011 yang berjudul Pengaruh Penerapan Metode SRI dan Metode Konvensional Terhadap Pendapatan Usahatani Padi di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini yaitu membandingkan usahatani padi dengan menggunakan metode SRI dan metode konvensional dari segi pendapatan petani menggunakan model Cobb Douglas. Pada penelitian ini ditemukan bahwa baik metode SRI maupun metode konvensional produksi usahatani belum optimal yang ditandai dengan elastisitas produksi SRI sebesar 1.608 dan konvensional sebesar 1.857. Kedua metode ini termasuk ke dalam kurva fungsi produksi di daerah lebih dari satu yaitu dearah irrasional yang merupakan increasing return to scale. Total pendapatan usahatani padi metode SRI sebesar Rp 2 264 709 sedangakan usahatani metode konvensional sebesar Rp 2 039 816, RC rasio atas total biaya dari kedua metode ini sebesar 1.99 dan 2.20. Nilai tersebut dapat diartikan satu rupiah yang digunakan untuk kegitan usahatani padi SRI akan memberikan penerimaan sebesar 1.99 rupiah. Begitu pula dengan metode konvensional dapat diartikan setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegitan usahatani padi metode konvensional akan memberikan penerimaan sebesar 2.20 rupiah. Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat yang dilakukan oleh Basuki 2008. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis pendapatan usahatani padi hibrida dan inbrida. Usahatani padi hibrida yang dilakukan petani Kecamatan Cibuaya menunjukan keuntungan yang lebih kecil dibanding usahatani padi inbrida yaitu Rp 6 152 080 dan Rp 4 384 536. RC usahatani padi inbrida lebih besar dibandingkan padi hibrida. Hal ini menunjukan usahatani padi inbrida lebih efisien dibanding usahatani padi hibrida. RC atas biaya yang dibayarkan pada usahatani padi inbrida adalah 2.10 dan RC atas biaya yang dibayarkan pada usahatani padi hibrida adalah 1.62. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti 2007 mengenai Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah Kasus di Desa Purwoadi, Kecamatan Trimurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan dan efisiensi usahatani. Rata-rata produksi padi sawa per hektar sebesar 6 492.12 kg dalam bentuk gabah kering panen GKP dengan harga jual sebesar Rp 1 300kg, sehingga total penerimaan yang diperoleh petani per musim tanam adalah sebesar Rp 8 439 756hektar. Total biaya usahatani padi sawah yang dikeluarkan petani di Desa Purwoadi untuk satu musim tanam adalah sebesar Rp 2 914 072. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 5 525 684hektar, pendapatan atas biaya total sebesar Rp 3 596 309hektar, dan pendapatan tunai yang diperoleh adalah sebesar Rp 2 876 596hektar. Pengujian uji-F terhadap data yang dikumpulkan diperoleh nilai F-hitung sebesar 15.52, dimana nilai tersebut nyata pada tingkat kepercayaan 99. Hal ini menunjukan bahwa secara bersama-sama faktor-faktor produksi yang digunakan berkaitan atau berkorelasi terhadap produksi padi sawah. Pengujian uji-t terlihat bahwa faktor produksi: luas lahan, benih, pupuk urea, tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah, sedangkan pupuk SP-36, pupuk KCL, pupuk ZA, serta pestisida tidak berpengaruh nyata terhadap padi sawah. Nilai koefisien determinasi untuk pendugaan R 2 -adjusted didapat sebesar 73.9 yang berarti 73.9 dari variabel produksi dapat dijelaskan oleh variabel di dalam model yaitu luas lahan, benih, pupuk urea, SP-36, KCL, ZA, pestisida, dan tenaga kerja, sedangkan 26.1 dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Penggunaan faktor-faktor produksi usahtani padi di Desa Purwoadi belum mencapai kondisi efisien dan optimal karena rasio antara NPM dan BKM untuk setiap faktor produksi tidak sama dengan satu. Nilai kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi luas lahan sebesar 1.38 hektar, pupuk urea sebesar 345 kg, pupuk SP-36 sebesar 207 kg, pupuk ZA sebesar 138 kg, pestisida sebesar 2 175.97 mililiter, dan tenaga kerja sebesar 169.16 HOK.

2.5 Keterbaruan Novelty dari Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek dan lokasi penelitian. Objek pada penelitian ini adalah padi hibrida dan padi inbrida. Padi hibrida merupakan padi persilangan antara induk-induk yang berbeda secara genetik tetapi masih dalam spesies tanaman yang sama sedangkan padi inbrida merupakan individu yang memiliki hasil dari penjodohan induk-induk yang sangat erat sejenis atau hasil penyerbukan sendiri. Potensi hasil padi hibrida lebih besar dibandingkan padi inbrida. Lokasi penelitian ini adalah Desa Clumprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, dan Desa Suru, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah dengan luasan padi hibrida terbesar di Indonesia, sehingga menarik untuk melihat karakteristik padi hibrida dan inbrida, membandingkan pendapatan petani an tara petani yang menanam padi hibrida dengan petani yang menanam padi inbrida, dan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi hibrida dan inbrida. III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Menurut Rahim dan Hastuti 2007, usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Menurut Shinta 2011, ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperolah hasil maksimal. Menurut Soekartawi 2002, ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara seseorang mengalokasikan suatu sumberdaya secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya mampu menghasilkan keluaran output yang melebihi masukan input. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian adalah sebagai berikut: 1. Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan komponen utama penentu faktor produksi dari suatu komoditas pertanian. Luas lahan pertanian yang digunakan mempengaruhi skala usaha dari usahatani. Secara umum, semakin luas lahan yang digarap, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Kesuburan lahan merupakan faktor lain yang mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Semakin tinggi kesuburan lahan, semakin banyak hasil produksi yang didapatkan. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor penggerak dalam produksi dan penting diperhitungkan dalam usahatani. Ketersediaan jumlah tenaga kerja harus sesuai lahan pertanian yang ingin digarap. Disamping itu, kualitas tenaga kerja yang baik