17
2 Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan,
3 Memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan
4 Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan
perbaikan. Mengacu kepada hal ini, maka penilaian kinerja usaha perikanan
mencakup kegiatan yang mengukur berbagai aktivitas usaha perikanan sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk manfaat keuangan yang layak bagi
nelayan dan pelaku usaha perikanan. Penilaian kinerja usaha perikanan dalam ukuran keuangan juga memberi informasi untuk perbaikan pengelolaan usaha
perikanan. Perbaikan usaha perikanan ini Fauzi, 2005 dan Ruddle et al., 1992 mencakup : 1 perbaikan perencanaan perbekalan, 2 perbaikan metode operasi
penangkapan ikan, penanganan hasil, dan lainnya, dan 3 perbaikan evaluasi kerja usaha perikanan. Hasil penilaian kinerja ini akan menentukan tingkat
kelayakan pengembangan suatu usaha perikanan.
2.4 Pelaku Ekonomi Perikanan
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2002 dan Munasinghe 1993, pelaku ekonomi perikanan dapat mencakup nelayan tradisional, pengusaha
perikanan dan kelompok nelayan. Menurut Sudarsono 1986 dan Hanafi dan Saefuddin 1986, koperasi dapat menjadi bagian dari pelaku ekonomi suatu
bidang bisnis bila mereka terlibat langsung. Dengan demikian, koperasi perikanan juga termasuk pelaku ekonomi perikanan. Pemerintah dapat dianggap sebagai
pelaku ekonomi perikanan bila secara mengembangkan kebijakan yang mendukung kegiatan ekonomi perikanan.
1. Nelayan tradisional
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung seperti penebar dan pamakai jaring maupun secara
tidak langsung seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan sebagai mata pencaharian. Fauzi,
18
2005. Nelayan tradisional merupakan bagian terbesar dari masyarakat nelayan di Indonesia. Nelayan tradisional ini umumnya dapat dicirikan dengan tingkat
kepemilikannya kecil dan penguasaan faktor produksi serta kemampuan managerial relatif terbatas. Keterbatasan ini akan mempengaruhi motivasi,
perilaku dan gugus kesempatan. Selain itu, vokalitas untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif rendah, sehingga
nelayan tradisional umumnya tersisihkan bila kegiatan ekonomi perikanan berkembang pesat di suatu kawasan..
Menurut Nikijuluw 2002, motivasi utama dari nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah memperoleh hasil
produksi atau tangkapan setinggi-tingginya dengan tujuan utama yakni untuk memenuhi kebutuhan keluarganya disamping kesejahteraannya. Dengan segala
keterbatasan yang dimiliki dan ketidakpastian yang dihadapi seperti cuaca, musim ikan, harga faktor-faktor produksi, dan harga jual hasil tangkapan para nelayan ini
umumnya lebih bersikap pasif dan konservatif terhadap berbagai bentuk inovasi. Nelayan tardisional umumnya menerima semua bentuk inovasi yang ada, namun
kesulitan untuk mengembangkannya.
2. Pengusaha perikanan
Pengusaha perikanan nelayan kaya lebih dianggap sebagai kelompok pelaku yang sukses dan bermodal besar dalam melakukan kegiatan pemanfaatan
sumberdaya perikanan. Berbeda dengan nelayan tradisional, gugus kesempatan pengusaha perikanan swasta skala besar biasanya jauh lebih longgar. Mereka
memiliki akses yang lebih besar terhadap berbagai fasilitas seperti perbankan, pelayanan dan penerapan teknologi baru. Mereka juga mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi pembuat kebijaksanaan bila ada kebijakan yang dapat mengancam eksistensi mereka.
Menurut Dahuri, et. al 2001, pengusaha perikanan dan nelayan kaya dapat menghidupkan kegiatan perikanan dengan lebih optimal di suatu kawasan
pesisir. Hal ini karena mempunyai motivasi bisnis yang umumnya memaksimumkan keuntungan dan mereka dapat juga melakukan berbagai bentuk
strategi mulai dari integrasi vertikal baik ke hulu maupun ke hilir, sampai integrasi
19
horizontal untuk memaksimumkan keuntungan dan akumulasi modal. Pengusaha perikanan ini umumnya mempekerjakan nelayan kecil dan tradisional dalam
menjalanakan bisnis perikanannya.
3. Kelompok nelayan
Menurut Elfindri 2002, kelompok nelayan merupakan perkumpulan yang terdapat di masyarakat nelayan yang dibentuk atas kesadaran nelayan.
Dengan kelompok, nelayan dapat memperoleh manfaat baik dalam hal menekan biaya pengadaan sarana produksi dan biaya untuk pemasaran hasil, terutama untuk
menekan biaya transportasi. Nikijuluw 2002 menyatakan bahwa kelompok nelayan juga dapat meningkatkan vokalitas nelayan dalam mengartikulasikan
pendapat dan kepentingannya. Kegiatan berkelompok dapat dipandang sebagai bentuk integrasi horizontal terutama untuk memperkuat bargaining position
nelayan, misalnya dalam pemasaran hasil produksinya.
4. Pedagang Ikan
Berdasarkan tahapan perdagangan yang dilakukan, pedagang ikan termasuk jenis pedagang perantara. Menurut Hou 1997, pedagang perantara
merupakan perorangan atau organisasi yang berusaha dalam bidang tataniaga, yang menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual-beli.
Dalam saluran tataniaga dapat terdiri dari satu atau beberapa pedagang perantara seperti: pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang eceran. Disamping
pedagang perantara, juga terdapat pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang eceran.
Dalam kaitan tentang kepentingan produsen dan konsumen serta peran pemerintah di bidang perikanan, maka peran pedagang perantara sangat
dibutuhkan. Pedagang perantara dapat membantu nelayan dalam menjual hasil tangkapannnya, sehingga mereka dapat beristirahat cukup setelah melaut.
Sedangkan konsumen juga merasa terbantu, karena tidak harus jauh-jauh mencari protein hewan ikan asal ikan ke perkampungan nelayan. Menurut Muvyarto
1987, tujuan utama dari operasi jual-belinya ialah mencari untung, sehingga ada kecenderungan untuk berusaha membeli semurah-murahnya dan berusaha menjual
20
semahal-mahalnya. Hal ini sering diterapkan oleh pedagang perantara, dan bila kurang fleksibel dapat menimbulkan konflik dengan nelayan sebagai produsen.
5. Koperasi Unit Desa KUD Mina
Dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa koperasi merupakan satu dari tiga sektor kegiatan perekonomian, selain pemerintah dan
swasta. Sebagaimana bandan usaha ekonomi lainnya, koperasi termasuk koperasi perikanan KUD Mina juga bertujuan untuk mencari keuntungan, dan
keuntungan tersebut menjadi milik anggota yang dibagi setiap periode yang disepakati. Pembagian keuntungan didasarkan atas pemilikan modal, serta
keterlibatan anggota dalam kegiatan koperasi Sudarsono, 1986. Menurut Inpres No 4 tahun 1984, KUD Mina berada dalam lingkup KUD
Serba Usaha, namun dapat memiliki susunan pengurus tersendiri sebagai salah satu kegiatan KUD. Kondisi ini menyebabkan KUD Mina lebih bebas dalam
menjalankan kegiatannya. Adapun kegiatan KUD Mina dapat mencakup pengelolaan TPI, penanganan pemasaran hasil-hasil perikanan, pelayanan
perkreditan, pengelolaan kios perbekalan, pengelolaan pabrik es dan perbengkelan, dan kegiatan pembinaan dan pelayanan kesehatan nelayan anggota.
6. Pemerintah
Dalam kegiatan ekonomi, pemerintah hendaknya berada posisi netral antara produsen dan konsumen. Namun dalam kenyataannya, pemerintah mempunyai
misi dan motivasi tersendiri yang perlu diperhitungkan dalam melihat permasalahan perekonomian yang ada termasuk di bidang perikanan. Menurut
Hardjomidjojo 2004, pemerintah berupaya untuk mencapai semaksimal mungkin didalam meningkatkan produksi, produktivitas, pendapatan nelayan, ekspor
komoditi perikanan, pertumbuhan investasi, konsumsi ikan dan dalam mewujudkan kualitas kehidupan terutama disenta-sentra perikanan. Hal ini
penting untuk kelangsungan kegiatan ekonomi berbasis perikanan di lokasi.
21
2.5 Pengembangan Ekonomi Perikanan 2.5.1 Komponen Pengembangan