83 Intensitas biaya memberi gambaran tentang perimbangan keseluruhan
biaya yang digunakan dengan output berupa ikan hasil tangkapan selama menjalankan usaha perikanan tangkap. Handline merupakan usaha perikanan
tangkap intensitas biaya rata-rata terendah yang mencapai Rp 2430,85 per kg. Hal ini memberi indikasi bahwa dalam pengusahaan handline terjadi penghematan
signifikan. Menurut Hanley dan Spash 1993, penggunaan biaya yang rendah dapat meningkatkan nilai manfaat suatu produk kepada pelakunya. Hal ini karena
untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sama dengan usaha perikanan tangkap lainnya, handline mengeluarkan biaya yang lebih rendah.
Berkurangnya biaya operasi suatu usaha perikanan tangkap terjadi karena ada penghematan dalam penggunaan berbagai kebutuhan operasi. Bila melihat
lebih jauh, kapal handline yang berukuran relatif kecil di Kabupaten Indramayu dapat dioperasikan secara manual dengan dayung tanpa mesin dan bahan bakar.
Hal ini tentu lebih baik karena keuntunganbagi hasil bagi nelayan pelaku menjadi lebih banyak. Bila dapat dilakukan secara konsisten, maka keberlanjutan usaha
perikanan tangkap tersebut di Kabupaten Indramayu dapat lebih terjaga, begitu juga perannya bagi kesejahteraan nelayan dan ekonomi kawasan. Hermawan
2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberlanjutan usaha perikanan tidak lepas dari tingkat pemanfaatan usaha bagi rumah tangga nelayan RTN.
Usaha perikanan tangkap yang memberikan penghematan dalam biaya, handal dalam penangkapan ikan, serta memberi manfaat banyak pada masyarakat sekitar
akan selalu dilindungi dan dipertahankan keberlanjutan. Usaha perikanan JIH, JIT, payang, rawai tetap, handline, dan jaring klitik melibatkan banyak nelayan
lokal sekitar 90 dan mempunyai rate of return yang baik bunga bank, sehingga layak dikembangkan di masa datang.
5.2.3. Arahan Pengembangan Usaha Perikanan Menurut Interaksi Variabel
Ekonomi Terkait
Pada Bab 4 diilustrasikan pola interaksi variabel intensitas energi Ei, intensitas tenaga kerja Li, intensitas produksi Pi, dan intensitas biaya Ci
dalam mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Untuk usaha prikanan JIH misalnya diilustrasikan dengan rumus
84 YJIH= 16812,565-2,095EiJIH-1,210LiJIH+0,016PiJIH-0,554CiJIH. Berdasarkan
ilustrasi tersebut, peningkatan jumlah energi yang digunakan EiJIH, upaha tenaga kerja LiJIH, dan biaya produksi CiJIH tidak dapat meningkatkan
produksi ikan dalam operasi usaha perikanan JIH, namun justru sebaliknya. Hal ini bisa jadi karena penggunaan energi dan biaya lainnya dapat meningkat bila
nelayan kesulitan mendapatkan hasil tangkapan yang memadai. Konidis tersebut umumnya terjadi pada musim paceklik, dimana nelayan
terkadang lebih sibuk mencari fishing ground yang tepat daripada melakukan operasional penangkapan setting. Menurut Mamuaya, et. al 2006, pencarian
fishing ground bisa memakan waktu lama dan berada ditempat jauh pada bulan- bulan tertentu, dan bila hal ini berlanjut dapat menambah biaya solar energi,
upah karena lebih lama melaut, dan biaya operasianl lainnya. Terkait dengan ini, maka dalam operasional JIH di Kabupaten Indramayu perlu memperhatikan pola
tersebut. Sebaiknya tidak memaksa melakukan kegiatan penangkapan bila pada bulan-bulan tertentu diindikasi hasil tangkapan sulit didapat karena dapat
menyebabkan pemborosan dalam operasional penangkapan ikan. Peningkatan nilai jual hasil tangkapan ikan oleh JIH PiJIH cenderung
memacu peningkatan produksi ikan, dimana setiap harga naik Rp 16 dapat memacu peningkatan produksi ikan sebesar 1 ton. Sudarsono 1986 menyatakan
bahwa dalam aplikasi teknis perdagangan, harga jual selalu menjadi pelecut peningkatan produksi, karena setiap peningkatan harga jualnilai produk akan
langsung menjadi tambahan keuntungan dalam pemasaran produk tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian, untuk pengembangan usaha perikanan JIH yang
umumnya dilakukan dalam skala besar, sehingga manfaatnya lebih terasa bagi nelayan dan masyarakat sekitar.
Pola interaksi variabel intensitas energi JIT EiJIT, intensitas tenaga kerja JIT LiJIT, intensitas produksi JIT PiJIT, dan intensitas biaya JIT CiJIT dalam
mendukung produksi ikan oleh usaha perikanan JIT yang diilustrasikan dengan rumus YJIT = 10226,986-3,265EiJIT+0,270LiJIT-0,022PiJIH-0,438CiJIT, juga
memberikan gambaran variabel yang mendukung secara positif dan negatif. Penambahan upah tenaga kerja cenderung mendukung secara positif peningkatan
produksi ikan pada usaha perikanan JIT. Menurut Fauzi 2004, apresiasi yang tinggi terhadap tenaga kerja dapat meningkatkan kinerja dan loyalitas mereka
85 dalam berusaha. Pengaruh apresiasi dalam bentuk penambahan upah atau bonus
tersebut terkadang tidak bisa diprediksi, pada kondisi tertentu dapat membawa dampak pantastis dan pada kondisi lainnya bisa sangat kecil dan bahkan tidak ada.
Berdasarkan ilustrasi rumus tersebut, penambahan energi, intensitas produksi, dan pembiayaan tidak berbanding lurus dengan jumlah produksi JIT.
Hal ini bisa jadi penambahan pembiayaan tersebut lebih untuk menormalkan kondisi produksi pada kondisi sulit, daripada untuk meningkatkan kinerja poduksi
yang ada. Nikijuluw 2002 menyatakan perhitungan bisnis perikanan hendaknya perlu dilakukan secara matang sehingga tidak ada pembengkakan biaya di
kemudian hari. Hal ini penting supaya usaha perikanan tersebut dapat dikelola secara berkelanjutan hingga masa mendatang.
Pengaruh upah tenaga kerja pada usaha perikanan payang juga positif bagi peningkatan produksi, seperti diilustrasikan pada rumus YPy = 15191,641-
0,724EiPy+0,199LiPy-0,113PiPy-0,619CiPy. Berdasarkan ilustrasi ini, setiap peningkatan Rp 199 upah tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi
sekitar 1 ton. Sedangkan pengaruh penambahan solar dan biaya lainnya dalam operasi penangkapan ikan menggunakan payang ini cenderung tidak bisa
membantu peningkatan jumlah produksi. Hal ini karena bahan operasional dan pembiayaan tersebut ditambah lebih karena kesulitan hasil tangkapan yang
didapat nelayan dan bukan perbaikan kinerja sudah terbentuk. Menurut Pearce dan Robinson 1997, kinerja merupakan cerminan dari budaya kerja suatu
kegiatan bisnis, yang bila sudah terbentuk dan diikuti bersama sulit untuk dirubah kembali.
Dalam operasional usaha perikanan rawai tetap, peningkatan upahintensitas tenaga kerja LiRT dan peningkatan harga jualintensitas produksi
PiRT cenderung memacu peningkatan jumlah produksi ikan di Kabupaten Indramayu. Nilai positif untuk koefisien LiRT dan PiRT pada rumus YRT =
1127,835 - 0,154EiRT + 0,016LiRT + 0,011PiRT - 0,045CiRT Bab 4 mengindikasikan hal ini. Hal ini bisa jadi karena rawai tetap biasanya diusahakan
dalam skala menengah ke bawah, dimana apresiasi yang tinggi kepada tenaga kerja dan harga jual yang positif sangat mudah meningkatkan motivasi tenaga
kerjaABK yang rata-rata hanya 6 orang per unit rawai tetap. Menurut Hermawan 2006 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ABK usaha perikanan tangkap
86 skala kecil umumnya lebih kompak daripada usaha perikanan berskala industri.
Hal ini karena mereka umumnya berasal dari kerabat dan saling mengenal dengan baik satu sama lain. Terkait dengan ini, maka apresiasi dalam bentuk tambahan
upah, bonus atau lembur perlu diperhatikan dengan baik pada usaha rawai tetap ini, dan operasi penangkapan perlu dioptimalkan pada saat harga jual baik.
Penambahan biaya produksi pada usaha perikanan handline cenderung meningkatkan kinerja usaha jumlah produksi ikan meningkat, sedangkan pada
usaha perikanan jaring klitik dampak positif tersebut tidak terjadi. Bila melihat lebih jauh, peningkatan biaya produksi pada handline cenderung terjadi
penambahan atau peningkatan kualitas umpan, sedangkan yang lainnya tidak banyak berubah. Bila demikian, maka peningkatan jumlah produksi ikan cukup
wajar terjadi karena umpan yang digunakan lebih baik. Hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam operasional usaha perikanan tangkap yang menggunakan
umpan. Sedangkan pada usaha perikanan jaring klitik, umpan tidak digunakan
sehingga peningkatan biaya dapat terjadi bila ada penambahan bahan bakar solar, perbekalan dan lainnya. Sedangkan penambahan solar jaring klitik EiJK
juga tidak membawa dampak baik pada peningkatan jumlah produksi YJK, seperti ditunjukkan pada rumus YJK = 185,663-0,013EiJK-0,007LiJK-0,002CiJK.
Hal ini memberi indikasi bahwa penambahan biaya dalam operasi penangkapan ikan pada jaring klitik tidak di Kabupaten Indramayu belum menyentuh secara
langsung pada kegiatan teknis penangkapan ikan. Monintja 2001 menyatakan bahwa aspek teknis seperti umpan, alat tangkap, dan alat bantu penangkapan
GIS, fish finder, dan lainnya harus dipersiapkan setiap teras kehandalannya dalam operasi penangkapan ikan . Terkait dengan ini, maka aspek teknis yang
berpengaruh langsung pada kegiatan penangkapan perlu menjadi perhatian dan dipersiapkan secara serius, terutama pada usaha perikanan skala kecil yang
terbatassederhana peralatannnya.
87
5.3. Strategi Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan