potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Danau Rawapening termasuk danau yang berada di luar kawasan konservasi.
I nformasi Rencana Tata Ruang perlu diketahui agar zonasi danau yang akan dibuat selaras dengan arah kebijakan pemanfaatan ruang di daerah tersebut. Selain
itu dilakukan juga identifikasi jenis-jenis pemanfaatan danau yang telah ada untuk menilai pemanfaatan prioritas suatu danau. Perlu diingat bahwa pada umumnya
daerah sempadan danau di I ndonesia telah terokupasi perebutan lahan
enroachment
sehingga sempadan danau berstatus hak milik. I nformasi aktivitas sektor bisnis di danau dan sekitarnya restauran, keramba jaring apung, tambang,
peternakan, perkebunan perlu dilakukan karena dari sisi ekonomi memberikan pendapatan namun dari sisi lingkungan berpotensi besar menimbulkan pencemaran.
Kriteria Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sekitar Danau
I nformasi sosial budaya masyarakat yang tinggal di sekitar danau serta yang telah menikmati manfaat atas keberadaan danau baik secara langsung maupun tidak
langsung perlu diketahui guna mengetahui persepsi mereka terkait rencana zonasi danau, serta perkiraan dampak sosial budaya yang ditimbulkan dengan adanya zonasi.
Beberapa kriteria yang perlu diidentifikasi meliputi : Dukungan masyarakat serta potensi konflik kepentingan; kriteria ini digunakan
untuk menilai dukungan masyarakat terhadap kegiatan zonasi serta impelementasi zonasi dapat berjalan dengan baik;
Kearifan lokal dan adat istiadat; kriteria ini digunakan untuk melihat ada pengetahuan lokal pengetahuan tradisional ataupun adat dan kebiasaan
masyarakat yang dapat membantu kelestarian sumberdaya alam. Metode yang dapat dilakukan untuk menggali informasi sosial budaya dengan
orientasi langsung di lapangan dan wawancara dengan perwakilan masyarakat dari berbagai profesi dan tingkat kepentingan.
Kriteria Ekonomi
Kriteria ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui nilai ekonomi suatu sumberdaya danau baik bagi masyarakat di sekitar danau maupun nilai ekonomi dalam
skala besar bagi pendapatan daerah. Kriteria yang dapat diidentifikasi meliputi:
Nilai penting perikanan; kriteria ini digunakan untuk melihat nilai penting sektor perikanan dalam suatu wilayah danau mencakup jumlah produksi baik perikanan
tangkap maupun budidaya; Estetika, potensi rekreasi dan pariwisata; kriteria ini digunakan untuk melihat
keindahan alamiah dari suatu perairan dan atau biota yang memiliki daya tarik tertentu dan apakah memiliki potensi dalam rekreasi dan pariwisata;
Kemudahan mencapai lokasi; kriteria ini memperhatikan ketersediaan akses dan kemudahan dalam mencapai lokasi kawasan dari berbagai daerah mencakup juga
ketersediaan fasilitas trasnportasi air; Potensi danau sebagai PLTA
dan sumber air baku pemanfaatan abstraksi.
Berdasarkan kriteria-kriteria identifikasi tersebut di atas, selanjutnya ditentukan jenis zona perairan danau baik untuk fungsi lindung maupun fungsi budidaya. Adapun
pembagian zona untuk fungsi lindung mencakup : zona suaka perikanan, zona sempadan danau, zona religi dan sosial budaya, dan zona restorasi- rawan bencana.
Sedangkan untuk fungsi budidaya mencakup : Zona Perikanan Tangkap, Zona Perikanan Budidaya, Zona Wisata Air, Zona Alur Transportasi dan Zona PLTA, zona
sumber air baku dan mata Air. Kriteria-kriteria di bawah ini dapat berkembang sesuai kebutuhan di daerah dengan tujuan untuk melestarikan keberlanjutan fungsi danau.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.4 di bawah ini.
Tabel 1.4 Kriteria Zonasi Danau Jenis zona
Tujuan Pengelolaan Kriteria
Fungsi Lindung
zona suaka perikanan
Suaka perikanan adalah kawasan perairan tertentu
dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat
berlindung berkembang biak jenis sumber daya ikan
tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan
a. Tempat hidup dan
berkembangbiak satu atau lebih jenis ikan tertentu yang
perlu dilindungi dan dilestarikan;
b. Mempunyai satu atau beberapa
tipe ekosistem sebagai habitat jenis ikan tertentu yang relatif
masih alami; c.
Mempunyai luas yang cukup
Jenis zona Tujuan Pengelolaan
Kriteria
sebagai habitat ikan sebagaimana disebutkan di
atas untuk menjamin proses ekologi secara alami serta
dapat dikelola secara efektif; d.
Aktivitas yang diperbolehkan untuk pendidikan;
e. Sumberdaya ikan di zona suaka
perikanan tidak boleh ditangkap.
zona sempadan
danau Sempadan danau merupakan
satu kesatuan ekologis dengan sistem badan air danau.
Keberadaan sempadan danau ditujukan untuk pencegahan
abrasi atau hal-hal lain yang dapat menyebabkan
pengurangan luasan badan air danau, nilai ekologis dan
estetika kawasan Melindungi keanekaragaman
hayati organisme akuatik danau
a. Pemanfaatan ruang untuk
ruang terbuka hijau; b.
Pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan
yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan atau
pemanfaatan air; c.
Pendirian bangunan hanya dibatasi untuk menunjang
fungsi taman rekreasi; d.
Perlu dilakukan penetapan lebar sempadan danau;
e. Vegetasi asli perlu
dipertahankan dan jika perlu direstorasi;
f. Tidak boleh ada pengambilan
material yang merusak fungsi ekosistem, danau kecuali untuk
tujuan restorasi. Zona tepian
sebagai habitat perlindungan
Melindungi keanekaragaman hayati organisme akuatik
danau a.
Mencakup zona litoral habitat di danau;
b. Tidak boleh ada bangunan atau
Jenis zona Tujuan Pengelolaan
Kriteria
keanekaragam an hayati zona
litoral instalasi akuakultur apapun di
zona litoral; c.
Tidak boleh ada pengambilan material yang merusak fungsi
ekosistem, danau kecuali untuk tujuan restorasi.
Zona restorasi- rawan Bencana
Daerah rawan bencana yang dimaksudkan meliputi peluang
terjadi perubahan drastis kondisi biofisik danau akibat
aktivitas Hidrologis, Geologis Biologi, Tekhnologi.
Tujuan pengelolaan dimaksudkan untuk
memulihkan komunitas hayati dan ekosistemnya yang
mengalami kerusakan serta mengurangi dampak risiko
bencana. Zona-zona lain kecuali suaka
perikanan dapat berubah status menjadi zona restorasi
jika terjadi kerusakan fungsi ekologis baik akibat
pencemaran maupun sebab biologis.
a. Adanya perubahan fisik, sifat
fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada
kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan
campur tangan manusia; b.
Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies
asli dalam kawasan; c.
Pemulihan ekosistem danau dapat dilakukan melalui teknik
penyifonan air di lapisan dasar, penanaman kembali
sempadandanau, perbaikan habiatat litoral, penebaran ikan
jenis asli dan pengendalian gulma air.
Zona religi, budaya dan
sejarah; Bagian dari periaran danau
didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan
budaya dan atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan
keagamaan, perlindungan nilai- a.
Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara
dan dipergunakan oleh masyarakat;
b. Adanya situs budaya dan
sejarah baik yang dilindungi
Jenis zona Tujuan Pengelolaan
Kriteria
nilai budaya atau sejarah. undang-undang mapun tidak
dilindungi undang-undang.
Fungsi Budidaya
Zona Perikanan Tangkap
Tujuan pengelolaan dimaksudkan agar aktivitas
penangkapan tidak menimbulkan kerusakan
ekologis dan konflik sosial, a.
Jaminan untuk peremajaan stok dengan mempertahankan
lokasi suaka perikanan; b.
Mempertahankan keanekaragaman fisik
kawasan; c.
Konektivitas hulu dan hilir sehingga di zona tangkap tidak
mengganggu jalur ruaya migrasi;
d. Alat tangkap yang sudah tidak
berfungsi tidak boleh dibiarkan berada di dalam badan air;
e. Alat tangkap dan cara
penangkapan yang ramah lingkungan;
f. Tidak memutus jalur migrasi
ikan katadromus dan anadromus.
Zona Perikanan Budidaya
Tujuan pengelolaan dimaksudkan agar aktivitas
budidaya tidak menimbulkan kerusakan ekologis
berkelanjutan dan konflik sosial,
a. Morfometri dan bathimetri
serta Kualitas fisika kimia dan biologi perairan mendukung
untuk aktivitas budidaya tidak melampaui nilai baku mutu
peruntukan perikanan; b.
Pengukuran daya dukung dan daya tampung beban
pencemaran danau untuk menentukan jumlah unit dan
Jenis zona Tujuan Pengelolaan
Kriteria
luasan budidaya; c.
Tidak menggangu alur transportasi, dan zona wisata
air; d.
Tidak dapat dikembangkan untuk danau-danau vulkanik
yang tidak memiliki outlet; e.
Zona perikanan tidak untuk danau yang tertutup
enclosed lake
. Zona Wisata
Air Tujuan pengelolaan
dimaksudkan agar aktivitas wisata tidak menimbulkan
kerusakan ekologis, menimbulkan konflik sosial
atau bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat setempat.
Pengelolaan zonasi wisata ditujukan agar mendatangkan
pendapatan baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi masyarakat setempat. dan membuat
pengunjung lebih survive hidup di alam, cinta dan berkontribusi
untuk alam a.
Morfometri dan bathimetri serta Kualitas fisika kimimia
dan biologi perairan mendukung untuk wisata;
b. Kemanan bagi pengunjung dan
kemudahan akses menuju lokasi;
c. Tidak terganggu sumber
pencemar.
Jenis zona Tujuan Pengelolaan
Kriteria
Zona Alur Transportasi
Pengaturan alur transportasi agar tidak terjadi konflik
kepentingan dengan pemanfaatan lain serta
meminimalsisasi dampak pencemaran perairan
a. Morfometri dan bathimetri
mendukung untuk aktivitas transportasi;
b. Alur maupun dermaga tidak
melintasi zona suaka perikanan, dan zona perikanan
budidaya; c.
Pengatuan batas tonnase dan kecepatan kapal.
Zona PLTA Fungsi pengaturan ditujukan
aktivitas pembangkit tenaga listrik tidak mengganggu
masukan debit air ke dalam danau dan jalur migrasi ikan
a. Bangunan PLTA tidak boleh
mengganggu keseimbangan hidrologi danau sehingga tidak
mengurangi kemampuan air danau untuk menetralisir
pencemaran air; b.
Tidak memutus jalur migrasi ikan katadromus dan
anadromus; c.
Jumlah debit air yang dipakai memperhatikan jumlah
ketersediaan air dan kebutuhan air lainnya seperti air baku dan
air industri, agar permukaan air danau tidak surut;
d. Tersedia wilayah pengamanan
dari kegiatan lainnya agar tidak mengganggu sarana dan
operasi PLTA, sesuai dengan karakteristik dan kondisi
danau.
Jenis zona Tujuan Pengelolaan
Kriteria
Zona Penyediaan Air
Baku Direkomendas
ikan lokasi yang terdapat
mata air menjadi zona
Penyediaan air baku
Penyediaan air baku diprioritaskan untuk keperluan
rumah tangga penduduk yang tinggal sekitar danau dan
pengontrolan kualitas air bagi peruntukan air minum
a. Prioritas penggunaan air danau
adalah untuk keperluan rumah tangga penduduk yang tinggal
sekitar danau; b.
Pengambilan air baku PDAM harus memperhatikan jumlah
ketersediaan air dan kebutuhan penduduk setempat;
c. Lokasi intake harus memenuhi
syarat kualitas air dan bebas dari kegiatan yang berpotensi
mencemari air danau, serta tersedia wilayah pengamanan;
d. Penyediaan air baku untuk
industri harus memperhatikan jumlah ketersediaan air baku
minum untuk kebutuhan penduduk setempat dan PDAM;
e. Tersedia wilayah pengamanan
dari kegiatan lainnya agar tidak mengganggu sarana dan
operasi penyediaan air baku.
Sumber : KLH 2011
1.4.2.2. Tahapan Penetapan Zonasi Perairan Danau
Zonasi perairan danau bagi pengelolaan suatu danau yang berkelanjutan merupakan arahan pemanfaatan sumber daya perairan danau oleh pemerintah,
pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten kota yang diselaraskan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW. Tahapan penyusunan zonasi perairan danau
dapat dibagi menjadi :
Tahap 1. Perencanaan
Tahapan Perencanaan merupakan tahapan awal dari kegiatan untuk menetapkan zonasi ekosistem danau. Pada tahap perencaaan ini dapat mencakup hal-hal sebagai
berikut : Koordinasi mengenai rencana kegiatan dilakukan oleh instansi yang membidangi
sumberdaya air, lingkungan hidup, pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, tata ruang, energi dan sumberdaya air, riset dan teknologi, pariwisata, Bappenas.
Sedangkan pada Pemerintah Daerah dilakukan oleh dinas yang menangani sumberdaya air, Bappeda, lingkungan hidup, pertanian, kehutanan, perikanan dan
kelautan, tata ruang, energi dan sumberdaya air, riset dan teknologi, dan pariwisata;
Pembentukan Forum atau Kelompok Kerja untuk mengembangkan Visi Bersama dalam rangka persiapan penetapan zonasi ekosistem danau;
Penentuan metode yang akan digunakan. Metodologi pengumpulan data dapat dilakukan dengan mengkaji data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data awal sekunder meliputi: laporan-laporan penelitian dan observasi yang pernah dilakukan di daerah yang diusulkan baik
yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya; Hasil I nterpretasi dari Citra Satelit;
Rencana tata ruang dari instansi terkait, serta sejarah proses terhadap inisiatif zonasi.
Pengkajian lapangan seperti pengukuran biofisik kimiawi perairan dan kajian sosial ekonomi dapat dilakukan oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, konsultan
dan LSM.
Tahap 2. Pengumpulan informasi biofisik kimiawi, peluang risiko bencana serta bentuk pengelolaan dan kebijakan
Pada tahapan ini, informasi terkini yang wajib dikumpulkan meliputi: 1 Kondisi bio-fisik-kimiawi termasuk tersedianya peta bathymetry, dimensi ukuran-ukuran fisik
danau, kualitas air horizontal dan vertikal, daya tampung beban pencemaran dan keanekaragaman hayati; Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Danau yang
mencakup 2 I dentifikasi Stakeholder dan Jenis-jenis Pemanfaatan Danau; 3 Status hukum dan Kebijakan formal yang berkaitan dengan status keberadaan danau.
Tahap 3. Analisa informasi dan membuat Rancangan Zonasi Danau
Setelah berbagai informasi data yang disebutkan pada tahap 1 dan 2 di atas terkumpulkan, lalu dianalisa untuk
selanjutnya dibuatkan “R
ancangan Zonasi Danau
”,
yang memuat informasi tujuan utama dari upaya zonasi danau yang ingin dicapai. Konsep Zonasi sebaiknya disiapkan oleh sejumlah pakar yang memahami aspek-aspek
tersebut di atas seperti: Ahli Limnologi terkait kajian bio-fisik-kimiawi perairan danau, Ahli Kebijakan terkait analisa kebijakan-kebijakan pengelolaan danau, Ahli Sosial
Ekonomi Budaya yang mengkaji nilai manfaat sumberdaya danau bagi kepentingan masyarakat. Data yang perlu dianalisa antara lain adalah berbagai data bio-fisik-
Sosek-dan kebijakan. Peta zonasi perlu dibuat dengan peta minimal skala 1:25.000, dan untuk perizinan dibutuhkan peta skala 1: 5000 , tergantung pada luasan danau.
Tahap 4. Konsultasi Publik terhadap Rancangan Zonasi Danau
Setelah konsep Rancangan Zonasi terbentuk
,
selanjutnya adalah mematangkan Rencana Pengelolaan Danau menjadi dokumen
“
Zonasi Danau
”
yang final, yaitu melalui konsultasi-konsultasi publik dengan melibatkan para pemangku kepentingan
stakeholders
lain, seperti pengambil kebijakan, sektor usaha, dan wakil masyarakat yang berada di sekitar danau. Tujuan dari konsultasi adalah untuk mendapatkan
berbagai masukan bagi perbaikan Rancangan Zonasi Danau dan mengakomodasikan berbagai kepentingan multi pihak sejauh tujuan utama Zonasi Danau adalah untuk
mempertahankan keberlanjutkan manfaat dan nilai-nilai yang terkandung dalam danau agar nantinya saat dokumen Zonasi Danau diterapkan di lapangan tidak
menimbulkan konflik dengan antara para pengguna danau.
Tahap 5. Pengesahan legalisasi Zonasi Danau dan Sosialisasi
Dokumen Final dari Zonasi Danau, yang telah disusun di atas dan telah memperoleh masukan dari berbagai pihak melalui Konsultasi Publik, selanjutnya akan
dituangkan ke dalam peraturan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah berikut konsekuensi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang mungkin terjadi terhadap
kebijakan ini. Tahapan ini lebih merupakan wewenang tugas Pemerintah, Pemerintah Daerah dalam menetapkan status hukum dari Zonasi Danau serta
mensosialisasikannya kepada berbagai pihak yang memiliki kepentingan langsung tidak langsung atas keberadaan danau di daerah tersebut.
Pengajuan zonasi dapat diinisiasi diajukan oleh kelompok orang atau oleh Pemerintah Pemerintah Daerah. Perizinan pemanfaatan dan pengelolaan ruang badan
air danau dan sempadan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah kecuali untuk danau yang berada di kawasan konservasi dan atau yang dikelola langsung oleh
pemerintah pusat.
Tahap 6. Implementasi Zonasi Danau
Tahapan ini merupakan ujung tombak dari berhasil tidaknya suatu Zonasi Danau mencapai tujuannya, yaitu
mempertahankan keberlanjutan nilai dan manfaat danau,
sehingga dapat digunakan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan Zonasi Danau adalah sangat penting. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan dan telah
mendapat kesepakatan dari berbagai pihak merupakan pendukung kuat dalam melaksanakan penegakan hukum di lapangan.
Tahapan sosialisasi dan diseminasi dapat dilakukan melalui poster, radio, multimedia, atau workshop. Secara garis besar tahapan penetapan zonasi danau
dapat digambarkan pada skema berikut.
Gambar 1.1 Skema Penetapan Zonasi Danau
Dalam penyusunan zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening, maka beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah tata ruang lahan sekitar danau,
karakteristik kualitas air, hidrologi serta hidraulik danau, serta pemanfaatan perairan dan sumber daya air danau. Oleh karena itu, penyusunan zonasi perairan danau juga
memerlukan informasi mengenai aspek pemanfaatan air dan aspek pembuangan beban pencemarannya, yang meliputi: a permukiman dan sanitasi lingkungan, b
budidaya perikanan keramba jaring apung, c pariwisata, d.transportasi air, e perhotelan sekitar danau dan I PAL limbah, f peternakan dan I PAL limbah, g
Status danau sebagai kawasan konservasi berada dalam
kawasan konsevasi
Status Danau
Tata Ruang Wilayah Pengelola saat ini
Status danau BUKAN
sebagai kawasan
Konsultasi Publik Legalisasi Zonasi
Implementasi Fungsi
Lindung Fungsi Budidaya
Analisis Spasial
Zona Suaka
Zona Sempadan
Danau Zona Rawan
Bencana restorasi
Zona religi sosial
Zona Perikanan
Tangkap Zona
Perikanan Budidaya
Zona Wisata
Alur transport
asi
PLTA
Penyedia Air Baku mata
air Pengumpulan Informasi
Ekologi Sosial
budaya Ekonomi
REKOMENDASI PEMANFAATAN
KEGIATAN PADA DTA DANAU
BEBAN LINGKUNGAN DTA DANAU
EVALUASI DTA DANAU
pertanian dan limbah pupuk, h fluktuasi permukaan air danau dan PLTA, i pengendalian tumbuhan pengganggu, j pengendalian lahan bantaran pasang surut, k
pengendalian sedimentasi, dan l kawasan konservasi di perairan danau. Selain itu, dalam menyusun zonasi pemanfaatan perairan danau, maka data primer dan
sekunder yang diperlukan antara lain adalah peta perairan dan lahan danau, peta daerah tangkapan air danau, interpretasi zona pemanfaatan ruang danau yang
disusun berdasarkan citra satelit dan peta topografi. Pada penyusunan zonasi pemanfaatan perairan Danau Rawapening ini, maka
kriteria atau variabel yang akan dikembangkan adalah :
A. Pendekatan Ekologi
Kriteria Morfometry dan Bathymetry Danau ,
yang terdiri dari: Morfologi danau bentuk fisik danau, kualitas air pada kedalaman tertentu pada dasar
danau dan permukaan danau, hidrologi berupa sungai yang mengalir sebagai air masuk ke danau atau inlet serta kondisi sungai dilihat dari faktor fisik sungai
yang mengalirkan keluar danau yang berfungsi sebagai outlet.
B. Pendekatan Pengelolaan
1.
Penggunaan lahan ,
yang terdiri dari lahan pertanian, lahan perkebunan, kehutanan, perikanan, permukiman dan pariwisata yang mempengaruhi
ekosistem danau. Penggunaan lahan yang dapat mempengaruhi kondisi lahan sekitar danau sebagai daerah tangkapan air, makin besar kondisi
lahan terbangun yang ada maka fungsi tangkapan air makin kecil, namun makin besar luas lahan hutan lindung maka fungsi daerah tangkapan air
makin besar. Besarnya jumlah luas permukiman mengindikasikan besarnya limpasan air permukaan yang mengakibatkan adanya erosi atau
penggelontoran pada sungai dan waduk.
2.
Sosial Ekonomi
yang terdiri dari kegiatan manusia yang berkaitan dengan kebutuhan dan aktifitas ekonomi: kegiatan pertanian, perkebunan,
perikanan, pariwisata dan kebutuhan air minum. Ketergantungan mata pencaharian menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk kepada
penggunaan lahan yang ada. Persentasi mata pencaharian penduduk merupakan hal yang penting bagi pengkajian permasalahan sosial ekonomi
yang ada hubungan dengan penggunaan lahan sekitar danau dan
penggunaan atau pemanfaatan perairan danau. Hal ini menjadi penilaian dalam mengindikasikan kesetimbangan dan kualitas lingkungan.
Setelah tahapan pengumpulan data dan informasi primer dan sekunder terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengolahan peta berdasarkan hasil survey
lapangan dan data sekunder. Tujuan yang mau dicapai dari tahap ini adalah untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada di Danau Rawapening. Tahapan
pengolahan data dan informasi peta yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Penentuan titik pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat
Global Position System
GPS sehingga bisa dilakukan langkah pengamatan di lapangan dan dapat melihat potensi dan masalah yang ada di suatu lokasi;
2. Besaran titik lokasi sangat bergantung kepada besar dan kecilnya suatu masalah;
3. Tahap transfer data lapangan ke dalam data digital. Pengolahan data dilakukan
dengan cara mentransfer data hasil GPS ke dalam
database
seperti
microsoft excel;
4. Dilakukan pengolahan peta dasar yang sumbernya dapat dipertanggung
jawabkan yaitu Peta Rupa Bumi I ndonesia dari BAKOSURTANAL Badan I nformasi Geospasial. Tentunya keakuratan data sangat tergantung pada apa
yang dimiliki dari instansi tersebut, namun untuk pengecekan maka dilakukan survey lapangan;
5. Unsur yang diolah dalam bentuk digital adalah peta tata guna lahan. Peta
tataguna lahan akan menunjukkan pemanfaatan lahan yang ada disekitar Danau Rawapening, serta hubungan pemanfaatan lahan, aktifitas manusia terhadap
danau tersebut, sehingga dapat diketahui potensi dan masalah yang ada; 6.
Dengan pengolahan peta digital dapat diketahui luas penggunaan lahan yang ada pada Sub DAS Rawapening Permukiman, pertanian, kehutanan,
perkebunan, dan danau, alang alang, belukar; 7.
Pengolahan segmentasi kecamatan pada Sub DAS Rawapening dapat memberikan informasi komposisi penggunaan lahan yang ada di suatu
kecamatan, misalnya persentase luas permukiman, sawah, dll. terhadap kecamatan yang ada di danau tersebut.
8. Tahap penggabungan hasil survey dengan peta dasar yang telah diolah akan
menghasilkan kondisi lapangan yang sudah dapat dituangkan menjadi sebuah peta yang objektif karena penggabungan antara data lapangan dan data dasar
dalam format digital. Dari pengolahan tersebut dapat diketahui besaran luas enceng gondok yang ada pada perairan danau, lokasi Keramba Jaring Apung
KJA dan jumlahnya, lokasi dermaga maupun pemanfaatan lainnya. Lokasi enceng gondok yang diketahui berdasarkan survey lapangan dengan membuat
titik-titik lokasi mengikuti lekukan eceng gondok sehingga terbentuklah sebuah area eceng gondok yang ada di Danau Rawapening, demikian juga pada
pemanfaatan lainnya sesuai dengan kebutuhan studi; 9.
Pengolahan peta dan lapangan juga dapat mengetahui sumber pencemar yang ada pada daerah tersebut. Biasanya sumber-sumber pencemaran air sangat
beragam diantaranya yaitu rumah sakit, pasar, bengkel mobil, industri, permukiman dan lain-lain, sehingga dapat menghasilkan peta lokasi sumber
pencemar. Kajian zonasi banyak melibatkan pihak yang berkompeten, termasuk instasi
terkait, karena umumnya instansi terkait juga melakukan kajian atau studi untuk perencanaan program ke depan. Hasil pengolahan data dari berbagai aspek menjadi
dasar untuk mengetahui potensi dan masalah yang ada di Danau Rawapening, selanjutnya melalui berbagai kriteria dan aturan maka dilakukan kajian penentuan
zonasi. Kriteria diperoleh dari peraturan dan perundang-undangan, serta pengalaman di lapangan. Oleh karena penentuan zonasi harus dilakukan secara menyeluruh.
BAB II GAMBARAN UMUM DANAU RAWAPENING
2.1 Tipologi Danau
Danau Rawapening adalah danau yang terjadi secara alamiah, yang mengeluarkan airnya pada Kali Tuntang. Danau ini menjadi bendungan karena proses
geologi yang membentuknnya. Kemudian bendungan ini disempurnakan dengan melakukan pembangunan dam pada tahun 1912
–
1916, dan memanfaatkan Kali Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar. Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun
1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha. Oleh karena itu tipologi Rawapening
adalah danau alam dan buatan.
2.2 Letak Geografis
Danau Rawapening terletak pada kordinat 7 4
’
LS - 7
30’ LS dan 110 24’46’’ BT
–
110
49’06’’ BT, dan berada di ketinggian antara 455 –
465 meter di atas permukaan laut dpl serta dikelilingi oleh tiga Gunung: Merbabu, Telomoyo, dan Ungaran. Letak
Danau ini strategis karena berada di tepian jalan raya Nasional Semarang - Solo dan Semarang
–
Yogyakarta, serta berada di jalan antar Ambarawa
–
Kota Salatiga. Secara administratif Danau Rawapening berada di Kabupaten Semarang, dan
daerah tangkapannya sebagian besar berada di Kabupaten Semarang serta hanya sebagian kecil berada di Kota Salatiga lihat Gambar 2.1.
Areal Danau Rawapening secara administratif masuk 4 empat Kecamatan di Kabupaten Semarang yakni :
Sebelah Utara : Kecamatan Bawen
Sebelah Selatan : Kecamatan Banyubiru
Sebelah Timur : Kecamatan Tuntang
Sebelah Barat : Kecamatan Ambarawa
Gambar 2.1 Lokasi Danau Rawapening
2.3 Karakteristik Danau
Danau Rawapening secara astronomis terletak pada 110
o
23’23” –
110
o
28’21’
Bujur Timur dan 7
o
15’25” –
7
o
20’15” Lintang Selatan. Luas genangan maksimum
Danau Rawapening 2.700 ha, volume air maksimum ± 65.106 m
3
dan luas minimum antara 1.300
–
650 ha dengan volume ± 15.106 m
3
. Fluktuasi kedalaman air maksimum dan minimum ± 2,40 m dengan tingkat evaporasi rata-rata harian sebesar
5,9 mm hari. Secara fisiografi Danau Rawapening dan dataran alluvial di sekitarnya terbentuk
karena adanya amblesan
subsident
Gunung Api Suropati Tua, yang menyebabkan kaki gunungapi di bagian utara bergeser lebih ke utara yang menimbulkan struktur
sesar naik. Cekungan
basin
Rawapening terjadi karena adanya pembendungan oleh lahar gunung api Ungaran Tua yang bersifat basalitis menutup aliran Sungai Tuntang.
Pembentukan ini diperkirakan terjadi pada kala Holoceen hingga Pleicene. Litologi yang dijumpai di sebelah utara Rawapening adalah breksi volkanik, aliran lahar dengan
23’23” – 28’21’
15’25” – 20’15” Lintang Selatan. Luas genangan maksimum
–
sisipan aliran lava dan tufa halus sampai kasar dari Formasi Notopuro yang diendapkan pada kala Pleistocene hingga Pleiocene. Bantuan vulkanik hasil kegiatan dari Gunung
Ungaran Purba dan Gunung Merbabu yang diendapkan pada kala Holocene hingga Pleiocene dijumpai di bagian selatan dan barat laut.
Air Danau Rawapening bersumber dari mata air dan sungai-sungai yang alirannya masuk ke danau ini. Mata air yang dijumpai di sekitar danau ini antara lain
adalah mata air Muncul, Rawapening, Tonjong, Petet dan Parat. Sungai-sungai yang alirannya masuk ke Rawapening adalah sungai Legi, Mulungan, Muncul, Kedung
Ringin, Parat, Nagan, Cengkar, Torang dan Geleh. Outlet Danau Rawapening terletak pada bagian Kali Tuntang yang mengalami
pembendungan secara alami, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pada lokasi O
utlet ini dibangun pintu air untuk mengendalikan debit air yang keluar danau, hal ini dilakukan karena air Danau Rawapening antara lain dimanfaatkan untuk sumber
pembangkit listrik tenaga air di PLTA Jelok 20.000 KWH dan PLTA Trimo 12.000 KWH, serta sumber air irigasi sawah seluas ± 40.000 ha.
2.4 Kondisi Fisik Danau
2.4.1 Geologi, Topografi dan Penggunaan Lahan
Secara alami, Danau Rawapening terbentuk melalui proses letusan vulkanik yang mengalirkan lava basalt dan menyumbat aliran Kali Pening di daerah Tuntang. Sebagai
akibatnya lembah Kali Pening menjadi terendam air dan kemudian menjadi reservoir alami yang keberadaannya sangat penting bagi sistem ekologi Sebagai akibatnya
lembah Pening yang berhutan tropik menjadi rawa, sehingga Danau Rawapening
termasuk tipe ”mangkok”.
Topografi Danau Rawapening berbentuk tanah datar dan merupakan lembah yang dikelilingi oleh daerah yang tinggi pegunungan dan perbukitan serta
terbendung di Kali Tuntang. Untuk daerah dataran tinggi daerah hulu mempunyai bentuk topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang, bergelombang, berbukit,
berbukit terjal, sampai pegunungan, karena berada di kaki gunung. Di Kecamatan Getasan, sebagai salah kecamatan dalam kawasan Sub DAS Rawapening, dimana
desa-desanya termasuk dalam kawasan berbagai sub DAS Parat dan Sub DAS Sraten, mempunyai karakteristik topografi bervariasi yaitu datar, agak bergelombang,
bergelombang, berbukit, berbukit terjal, sampai pegunungan. Daerah topografi datar dengan kelerengan antara 0 -2 , berada di sekitar muara Sub-sub DAS Parat