5.3. Pengaruh Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah
Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh
Dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi berdasarkan hasil penelitian terhadap 71
responden, diketahui bahwa persentase terbesar berada pada kategori kurang mendukung, yaitu sebanyak 62 KK 87,3, dan selebihnya tidak mendukung
sebanyak 9 KK 12,7. Hasil analisis Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan anggota keluarga dengan kesiapsiagaan
rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi p=0,0050,05. Hasil analisis Regresi Linear Berganda menunjukkan bahwa dukungan anggota keluarga memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh p=0,00010,05. Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril
maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan Sarwono, 2003. Menurut Potter dan Perry 2005, keluarga memiliki pengaruh yang
kuat pada individu, begitu pula sebaliknya. Sesuai dengan hasil penelitian, dukungan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. Sehingga dapat dijelaskan bahwa semakin besar dukungan dari anggota keluarga kepada kepala
Universitas Sumatera Utara
keluarga terhadap kesiapsiagaan, maka semakin baik tindakan kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi, dan begitu pula sebaliknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan anggota keluarga dengan persentase terbesar berada pada kategori kurang mendukung 87,3. Tindakan
anggota keluarga yang kurang mendukung, berdasarkan hasil penelitian tampak dari sebagian besar anggota keluarga hanya kadang-kadang jarang memberikan ide atau
informasi mengenai bencana kepada keluarga, jarang memberikan bimbingan kepada anak mengenai tindakan penyelamatan diri saat terjadi gempa, jarang membantu
kepala keluarga menyediakan peralatan rumah tangga seperti makanan praktis, air minum, lampusenter, baterai cadangan, obat-obatan, menyisihkan uang sebagai
tabungan, dan menggantikan kepala keluarga mengikuti pelatihan kesiapsiagaan jika berhalangan. Bahkan sebagian besar anggota keluarga tidak pernah membantu
kepala keluarga menyediakan kotak P3K atau obat-obatan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan di rumah.
Berdasarkan hasil indepth interview peneliti menyimpulkan bahwa alasan utama kurangnya dukungan atau keterlibatan anggota keluarga dalam menyediakan
peralatan dan perlengkapan untuk menghadapi kondisi darurat bencana gempa bumi yaitu pendapatan keluarga yang tidak mencukupi. Suami sebagai kepala keluarga
adalah satu-satunya pencari nafkah untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga, sedangkan istri semua ibu rumah tangga. Sehingga segala kebutuhan rumah tangga
pada umumnya disediakan oleh kepala keluarga sesuai dengan pendapatannya dan
Universitas Sumatera Utara
tingkat kebutuhan keluarga. Begitu pula dengan alasan utama kurangnya dukungan anggota keluarga dalam menyisihkan uang sebagai tabungan, yakni pendapatan
kepala keluarga yang tidak mencukupi. Berdasarkan hasil indepth interview juga diketahui bahwa tidak ada atau
kurangnya dukungan anggota keluarga dalam memberikan informasi dan bimbingan kepada anak tentang gempa, disebabkan anggapan dari anggota keluarga bahwa
setiap orang sudah mengetahui cara menyelamatkan diri bila terjadi gempa, karena semua sudah memiliki pengalaman gempa dan tsunami tahun 2004. Sedangkan untuk
anak-anak yang kecil, anggota keluarga ibu khawatir anak akan semakin takut bila diberitahukan tentang gempa, sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu tidak berani
membicarakan masalah gempa bumi kepada anak, karena ibu masih memiliki rasa trauma terhadap peristiwa gempa dan tsunami tahun 2004, dan ibu juga meyakini
bahwa anak juga akan merasa takut apabila hal tersebut dibicarakan. Menurut Pieter dan Lumongga 2010, perubahan perilaku manusia juga dapat
timbul akibat kondisi emosi. Emosi adalah reaksi kompleks yang berhubungan dengan kegiatan atau perbuatan-perbuatan secara mendalam dan hasil pengalaman
dari rangsangan eksternal dan keadaan fisiologis. Dengan emosi seseorang terangsang untuk memahami objek atau perubahan yang disadari sehingga memungkinkannya
mengubah sifat atau perilakunya. Bentuk-bentuk emosi yang berhubungan dengan perubahan perilaku yaitu rasa marah, gembira, bahagia, sedih, cemas, takut dan
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
North Carolina Cooperatif Extension dalam Febriana 2009, menyatakan
pemikiran dan perencanaan sebelum terjadi bencana, umumnya dapat membantu anggota keluarga bereaksi secara bijak dalam keadaan darurat. Persiapan yang lebih
matang dapat membantu keluarga mengatasi rasa ketakutan, sehingga dapat bereaksi dengan lebih tenang terhadap keadaan tak terduga, serta dapat mengurangi kehilangan
nyawa dan harta benda ketika bencana terjadi. Menurut Febriana 2009, keluarga seyogyanya bekerjasama untuk mengenal
dan mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan dasar ketika terjadi bencana dan setelahnya. Ketika seseorang merasa siap, maka akan
mampu menanggulanginya dengan lebih baik. Keluarga yang bekerjasama sebagai sebuah tim dalam mempersiapkan keadaan darurat, akan dapat menanggulangi
keadaan dengan lebih baik daripada keluarga yang tidak mempersiapkan keadaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti sangat berharap adanya dukungan dari anggota
keluarga dalam mempersiapkan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi sebelum terjadi bencana, karena hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan
anggota keluarga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi, meskipun
pengaruh tersebut tidak signifikan. Bentuk dukungan anggota keluarga antara lain melakukan diskusi bersama untuk menentukan peralatan perlu disiapkan sesuai
dengan pendapatan dan kebutuhan keluarga, dan tindakan penyelamatan diri yang
Universitas Sumatera Utara
dapat direncanakan untuk menghadapi gempa sebelum terjadi gempa, seperti halnya masyarakat Simeulue.
Musfarayani 2009 menyatakan masyarakat Simeuleu memiliki hubungan yang saling mendukung satu sama lain di dalam kehidupan rumah tangga, saling
memberitahukan mengenai persiapan yang seharusnya dilakukan untuk menghadapi gempa besar, sehingga jumlah korban jiwa saat gempa bumi dan tsunami 2004 hanya
berjumlah 7 orang. Hal senada diungkapkan oleh Wikantiyoso 2010, bahwa kearifan lokal masyarakat Simeulue dalam membaca fenomena alam pantai telah
menyelamatkan ribuan jiwa dari bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004. Peringatan dini melalui teriakan “smong” diperoleh secara turun temurun, belajar dari
kejadian bencana dari beberapa puluh tahun yang lalu. Smong bagi masyarakat Simelue diartikan sebagai tsunami, yang menjelaskan bahwa jika terjadi gempa besar,
dan di pantai air laut surut, maka segeralah berlari ke gunung, karena akan terjadi smong
. Masyarakat Simelue selalu mensosialisasikan smong dengan cara menjadikannya sebagai dongeng legenda dalam setiap keluarga, sehingga istilah ini
jadi melekat dan membudaya di hati setiap penduduk Simelue. Berdasarkan hasil indepth interview, peneliti menyimpulkan bahwa
pengalaman, emosi, kebutuhan, dan pendapatan keluarga merupakan faktor yang turut memengaruhi anggota keluarga dalam memberikan dukungan kepada kepala
keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. Hal inilah yang menyebabkan hasil analisis Regresi Linear Berganda menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa secara statistik dukungan anggota keluarga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana
gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.
5.5. Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi