85
yang dimaksud yaitu belum maksimalnya kerjasama yang terjalin misalnya kerjasama penugasan guru SLB dari dinas untuk dijadikan GPK ke sekolah
penyelenggara inklusif akan tetapi hal tersebut belum terlaksana. Selain itu pengiriman alat pembelajaran dari Dinas yang tidak sesuai dengan
kebutuhan anak berkebutuhan khusus.
2. Upaya sekolah untuk mengatasi permasalahan dalam pengelolaan
pendidikan inklusif di SDN Piyaman III
Upaya sekolah yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pengelolaan pendidikan inklusif di SDN Piyaman III sebagai
berikut :
a. Manajemen Sekolah
Manajemen sekolah dalam pengelolaan pendidikan inklusif di SD N Piyaman III memang menuai permasalahan. Permasalahan yang muncul
dalam manajemen sekolah diatasi dengan pembagian tugas yang diketahui oleh semua guru. Pembagian tugas dibuat agar dapat mendisiplinkan
tenaga kependidikan dan untuk meminimalisir terjadi masalah berikutnya serta untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab tenaga kependidikan akan
tugas yang diberikan sehingga tidak terjadi pekerjaan yang berlebihan. Seperti yang di ungkapkan oleh ibu EI selaku kepala SD N Piyaman III
sebagai berikut: “upaya yang dilakukan sekolah, manajemen sekolah selalu
berusaha untuk ideal sehingga salah satu upaya yang dilakukan yaitu pembagian tugas kepada masing-masing tenaga kependidikan
agar lebih disiplin dan penilaian yang dilakukan semakin
mudah..”EI10062016
86
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa permasalahan tentang manajemen sekolah yang ada di SD N Piyaman III yaitu dengan pemberian
tugas kepada semua tenaga kependidikan yang ada di sekolah sehingga tenaga kependidikan memiliki tanggung jawa dan penilaian yang dilakukan
semakin mudah.
b. Tanaga Kependidikan
Dalam proses pengelolaan pendidikan di SDN Piyaman III terjadi permasalahan terkait dengan tenaga kependidikan khususnya belum adanya
guru pembimbing khusus dan kompetensi yang dimiliki oleh guru. Ada beberapa upaya yang dilakukan sekolah untuk mengatasi permasalahan
tersebut seperti yang dilakukan keplaa sekolah yaitu memilih dan memilah guru
yang mempunyai
kemampuan dalam
bidang inklusif
Pengorganisasian dengan melibatkan guru kelas yang sudah mengikuti pelatihan tentang pendiidkan inklusif untuk menangani anak berkebutuhan
khusus. yang Pernyataan tersebut seperti yang diungkapkan oleh bapak HS, bapak BD dan ibu AW selaku kepala kelas SDN Piyaman III sebagai
berikut:
“masalah belum adanya guru pembimbing khusus, kita mandiri yaitu dengan memanfaatkan guru yang sudah pernah mengikuti
pelatihan untuk menangani anak berkebutuhan khusus” HS21032016
“Untuk tidak adanya guru pembimbing khusus sementara ini kita hanya mengandalkan guru kelas saja, kita hanya menunggu dari
dinas. Dari dinas hanya memberikan pelatihan yang mendasar kepada guru-
guru yang mengikuti pelatihan” BD17032016. “Upaya untuk mengatasi tidak adanya guru pembimbing khusus
yaitu hanya mengandalkan guru kelas yang sudah mengikuti
87
pelatihan dari dinas. Guru semaksimal mungkin menangani anak berkebutuhan khusus sesuai dengan tingkat pengetahuan guru”
AW15032016
Hal tersebut, Senada dengan yang diungkapkan oleh bapak AC selaku guru olahraga dan bapak BS selaku guru yang sudah pernah
mengikuti pelatihan tentang pendidikan inklusif, sebagai berikut: “...mengenai belum adanya guru pembimbing khusus yaitu dengan
mengikutsertakan guru ke pelatihan yang diadakan oleh dinas atau lembaga yang lainnya dan memberdayakan guru yang sudah pernah
mengikuti pelatihan untuk melayani anak berkebuthan khusus
dengan kemampuan sebisanya” AC10032016. “Upaya dari sekolah hanya melaporkan ke dinas pendidikan
pemuda dan olahraga mengenai semua permaslahan tersebut. Sekolah belum merektrut guru pembimbing khusus, belum ada
kebijakan dari dinas , karena di sekolah ada banyak anak berkebutuhan khusus dan berbeda-beda jenis sehingga jika kita
merekrut anak berkebutuhan khsus maka harus berapa gpk yang di
rekrut...” BS10032016. Pernyataan tersebut diperkuat oleh ibu EI selaku Kepala SDN
Piyaman III sebagai berikut :
“Untuk masalah belum adanya guru pembimbing khusus, kita hanya memberdayakan guru yang sudah ada dan yang sudah
pernah mengikuti pelatihan jika untuk merekrut guru pembimbing
khusus kita belum bisa karena terkendala oleh dana” EI08032016.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa upaya sekolah untuk mengatasi permasalahan mengenai tenaga kependidikan khususnya
guru pembimbing khusus dan guru kelas yaitu untuk mengatasi tidak adanya guru pembimbing khusus, kepala sekolah memilih guru yang sudah
mempunyai kompetensi
di bidangnya
pengorganisasian yaitu
mengandalkan guru kelas yang sudah pernah mengikuti pelatihan untuk
88
menangani anak berkebutuhan khusus sedangkan untuk megatasi guru kelas dalam menanagani anak berkebutuhan khusus, kepala sekolah
membrikan arahan dan menunjuk beberapa guru untuk mengikuti pelatihan, workshop tentang pendidikan inklusif actuating.
c. Kurikulum
Pengelolaan pendidikan inklusif di SD N Piyaman III perlu adanya komponen kurikulum. Dengan adanya kurikulum, guru dalam
menyampaikan materi dapat terarah sehingga memperlancar proses pembelajaran. Akan tetapi dalam di SD N Piayaman III terjadi suatu
permasalahan terkait dengan kurikulum. permasalahan tersebut yaitu belum adanya kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus. Selain itu guru
kesulitan dalam membuat kurikulum. dari permasalah-permaslahan tersebut dapat diatasi dengan berbagai upaya seperti kepala sekolah
memberikan pengarahan kepada guru yang menangani anak berkebutuhan khusus untuk memanfaatkan kurikuklum yang dipakai anak normal akan
tetapi untuk anak berkebutuhan khusus tingkat kesulitannya diturunkan, dan memberikan instruksi kepada guru untuk pembuatan kurikulum
modifikasi untuk anak berkebutuhan khusus actuating. Hal ini
diungkapkan oleh ibu EI selaku kepala sekolah sebagai berikut:
“untuk anak berkenbutuhan khusus kurikulum yang digunakan seharusnya kurikulum modifikasi akan tetapi guru kami mengalami
kesulitan akhirnya kurikulum di samakan akan tetapi tingkat ketuntasannya untuk anak berkebutuhan khusus dibedakan,
meskipun kkm 75 sama akan tetapi 75 untuk anak normal dengan anak berkebutuhan khusus beda, jika 75 masih sulit maka
diturunkan lagi sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan
khusus” EI08032016
89
Senada dengan pernyataan diatas, ibu AW dan bapak BS mengungkapkan seperti berikut:
“..Kurikulum yang di pakai untuk anak berkebutuhan khsusus di sini hanya kurikulum yang diselipkan atau kurikulum yang di pakai
sama dengan kurikulum anak normal, guru di sini kesulitan dalam merancang kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus..”
AW15032016
“Kurikulum disesuaikan dengan tingkat standar minimalnya, kemampuan mereka pada titik lambat belajar,walaupun KKM 75.
bobot 75 dengan anak yang normal tidak sama dengan anak berkebutuhan khusus, kami tidak memaksa seperti anak yang
normal meskipun usaha kami sudah maksimal.” BS10032016 Terkait upaya untuk mengatasi permasalahan kurikulum di SDN
Piyaman III bapak BD dan HS mengungkapkan seperti berikut: “Kurikulum yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus sama
yaitu KTSP, akan tetapi untuk anak berkebutuhan khusus tingkat kesulitannya diturunkan” BD17032016
“Kurikulum yang digunakan masih sama dengan kurikulum umum yang digunakan untuk anak normal yaitu KTSP, akan tetapi tingkat
kesulitan untuk anak berkebutuhan khusus di turunkan atau disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh anak
berkebutuhan khusus” HS21032016 Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui mengenai upaya untuk
mengatasi permasalahan terkait dengan kurikulum yang ada di SDN Piyaman III yaitu dengan menggunakan kurikulum KTSP untuk anak
normal dan untuk anak berkebutuhan khusus kurikulum yang digunakan juga KTSP akan tetapi tingkat kesulitan di sesuaikan dengan kemampuan
dan karakteristik masing-masing anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut merupakan upaya yang paling efektif karena guru masih kesulitan dalam
membuat kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus.
90
2. Proses pembelajaran