Uji Organoleptik Bakso Substitusi Watts, 1989

21 yang digunakan adalah nomor 2 untuk bagian atas dan nomor 112 untuk meja sampel. Kemudian elastisitas sampel dinyatakan dengan rumus : Elastisitas = Pengukuran pada penekanan kedua x 100 Pengukuran pada penekanan pertama m Analisis Profil Tekstur Modifikasi Riyanti, 2008 Menurut Irawan 2001 pengukuran tekstur dengan Teture Profile Analyzer TPA disebut metode pengukuran imitative, yaitu metode pengukuran yang didesain untuk dengan mengimitasi proses pengunyahan makanan dalam mulut. Penggunaan tekstur profile analysis TPA adalah untuk mengetahui tingkat kekenyalan bakso karena pengaruh subtitusi sebagian daging oleh THP. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah TA XT2i Texture Analyser. Alat ini dilengkapi dengan program komputer yang berguna untuk memaksimumkan fleksibilitas dalam proses manipulasi interpretasi hasil analisis. Prinsip pengukuran tekstur dengan alat ini adalah mengukur besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel pada jarak yang ditentukan. Instrumen gaya yang digunakan meliputi probing, crushing, sawing dan snaping. Sebelum melakukan pengukuran perlu dilakukan setting pengukuran pada alat. Setting pengukuran dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Setting pengukuran alat TPA untuk produk bakso Test mode Measure force in compression Option Return to start Parameters Pre-test speed 2,0 mms Test speed 2,0 mms Post-test speed 10,0 mms Distance 30 Force 100 gram Time 5 sekon Trigger Type Auto Force 20 gram Unit Force Gram Distance strain

6. Uji Organoleptik Bakso Substitusi Watts, 1989

Pemilihan formula terbaik perlu dilakukan untuk membandingkan sejauh mana produk THP digunakan dalam produk pangan serta seberapa besar dapat menggantikan komposisi daging dalam pangan olahan daging yang dalam hal ini adalah bakso. Bahan pembanding yang digunakan adalah bakso subtitusi TSP dan bakso yang terbuat dari daging dengan komposisi yang ada dipasaran. Pemilihan formula terbaik ini didasarkan pada kompisisi kimia dan sifat fisikokimianya. Formula yang terpilih berdasarkan karakteristik kimia, fisik, dan sensori tersebut kemudian akan diaplikasikan pada produk bakso sebagai pangan olahan daging yang paling terkenal di Indonesia. Analisis sensori adalah suatu multidisiplin ilmu yang menggunakan panelis manusia sebagai alat ukur yaitu berupa alat indera manusia seperti penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan dan pendengaran untuk mengukur karakter sensori dan penerimaan dari produk makanan. Metode uji sensori yang digunakan adalah uji afektif hedonik. Uji ini bertujuan untuk memberi penilaian subyektif dalam hal kesukaan terhadap suatu produk pangan. Penilaian terdiri dari rasa, aroma, warna, tekstur dan over all secara umum. Skala yang digunakan adalah skala kategori 7-point dengan jumlah panelis tidak terlatih minimal 30 orang. Uji sensori dilakukan sebanyak dua tahap pada produk bakso, yaitu tahap pertama adalah penetapan kadar maksimum substitusi THP pada bakso dilakukan dengan cara 22 menggunakan analisis organoleptik dengan kadar substitusi sebesar 10, 25, dan 40. Penentuan formula terbaik dari tiap jenis THP pada bakso dengan metode rating hedonik terdiri dari rasa, aroma, warna, tekstur dan keseluruhan over all. Hasil yang menunjukan range yang masih dapat diterima agak suka-sangat suka menjadi tolok ukur penetapan kadar maksimum. Tahap kedua yaitu formula terbaik dari dua jenis THP dibandingkan dengan kontrol berupa bakso subtitusi TSP dan bakso daging sapi tanpa subtitusi dengan metode rating seperti tahap pertama ditambah dengan metode rangking hedonik secara keseluruhan over all untuk melihat sejauh mana konsumen membandingkan bakso subtitusi dengan bakso yang biasa dikonsumsi bakso daging sapi. Selanjutnya data diolah dengan metode statistik untuk melihat perbedaannya. 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG KACANG KOMAK

Pada penelitian-penelitian sebelumnya optimalisasi pembuatan tempe dari kacang komak telah dilakukan dan penelitian terbaru mengenai proses optimal tempe dilakukan oleh Harnani 2009. Secara garis besar, metode yang banyak digunakan oleh para perajin, pembuat, dan pengusaha tempe dapat dibedakan berdasarkan metode pengupasan kulit kacang, yaitu metode pengupasan basah dan metode pengupasan kering. Dalam penelitian ini digunakan metode pengupasan basah kulit kacang komak. Ciri utama metode pengupasan basah adalah adanya proses perendaman air panas sering pula disebut sebagai proses pemasakan awalpre-cooking, pemanasan atau pemasakan pada air yang diasamkan, dan dilanjutkan dengan proses pemeraman inkubasi pada kantong plastik polietilen PE yang telah diberi lubang Syarief et al., 1999. Visualisasi tempe kacang komak dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Visualisasi tempe kacang komak Pembuatan tempe kacang komak dalam penelitian ini dilakukan dengan perebusan kacang komak kering dalam larutan abu 5 selama 30 menit dihitung sejak mendidih dilanjutkan dengan penambahan air mendidih pada kacang yang telah ditiriskan dari larutan abu kemudian didiamkan selama 36 jam hingga berbuih. Buih yang timbul menunjukan suasana asam pada kacang. Waktu perendaman yang dilakukan lebih lama karena perebusan dalam larutan abu meningkatkan pH kacang sehingga dibutuhkan waktu lebih lama hingga dapat terbentuk buih. Waktu perebusan pun lebih lama dilakukan karena kacang komak relatif lebih keras dibanding kedelai dan kulitnya pun lebih tebal. Setelah melalui tahap pengupasan, keping biji dipisahkan dari kulitnya. Kulit biji lebih ringan dari keping biji sehingga dapat dipisahkan dengan metode pengambangan kulit dalam wadah berisi air Sapuan dan Sutrisno, 1996. Namun, dalam penelitian pemisahan kulit dan keping biji kacang komak sulit dilakukan karena perbedaan berat yang tidak signifikan sehingga kulit dan keping biji tidak terpisah sempurna. Dalam penelitian ini, pemasakan dilakukan dengan cara pengukusan keping biji selama 15 menit. Proses pengukusan ini mengurangi kehilangan zat gizi selama pemanasan bila dibandingkan dengan perebusan. Proses penirisan dilakukan selama 3 sampai 4 jam pada suhu ruang. Ragi tempe yang digunakan berbentuk bubuk yang merupakan spora kapang. Inokulasi ragi dilakukan dengan menaburkan bubuk ragi pada keping biji kacang komak yang sudah ditiriskan sebanyak 0,5 b b . Menurut Syarief et al. 1999, inokulasi dilakukan bila biji telah ditiriskan dan didinginkan hingga mencapai suhu kamar 25-27 o C. Inokulasi pada suhu yang masih panas dapat menyebabkan inaktivasi ragi tempe. Inokulasi yang dilakukan pada suhu lebih besar dari 47 o C dapat membunuh starter spora Rhizopus sehingga aktivitasnya menjadi sangat berkurang. Kondisi keping biji yang siap diinokulasikan adalah keping biji masak dengan keasaman antara pH 4,8-5,0, kadar air 45-55, dan suhu sudah dingin antara 37-43 o C. Dalam penelitian ini pemeraman dilakukan selama 36 jam pada suhu ruang. Waktu pemeraman ini sangat baik untuk pembentukan zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan. Jenis kapang dan waktu pemeraman mempengaruhi produksi dan aktivitas enzim amilase, lipase, dan protease. Aktivitas enzim amilase terjadi pada periode pemeraman 0-12 jam. Visualisasi tempe kacang komak secara melintang dapat dilihat pada Gambar 6.