34
Merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam perubahan volume kegiatan tertentu, dimana biaya tetap per satuan berubah. Biaya
tetap atau biaya kapasitas adalah biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu, yang
besarnya dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang, teknologi, dan metode serta strategi manajemen. Jika biaya tetap mempunyai
proporsi lebih tinggi dibanding biaya variabel, maka kemampuan manajemen dalam menghadapi perubahan-perubahan kondisi ekonomi
jangka pendek akan berkurang. Contoh biaya tetap antara lain; gaji, pajak, pemeliharaan dan perbaikan bangunan, sewa, dan masih banyak lagi.
b. Biaya Variabel
Merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, dimana biaya variabel per unit konstan.
Contoh dari biaya variabel yaitu perlengkapan, peralatan kecil, biaya komunikasi, biaya pengiriman, biaya pengangkutan, dan masih banyak
lagi.
c. Biaya Semi Variabel
Biaya semi variabel adalah biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Unsur biaya tetap merupakan jumlah biaya
minimum untuk menyediakan jasa, sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semivariabel yang dipengaruhi oleh perubahan volume
kegiatan. Contoh biaya semi variabel adalah biaya listrik, telepon, air, bensin, dan masih banyak lagi.
3.1.2. Penetapan Harga Jual
Umumnya harga jual produk dan jasa standar ditentukan oleh perimbangan permintaan dan penawaran di pasar, sehingga biaya bukan
merupakan penentu harga jual. Berdasarkan itu maka dalam keadaan normal, setiap pengusaha harus memperoleh jaminan bahwa harga jual produk atau jasa
yang dijual di pasar dapat menutupi biaya penuh untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut dan dapat menghasilkan laba wajar. Akan tetapi permintaan
35
konsumen, selera konsumen, jumlah pesaing yang memasuki pasar, dan harga jual yang ditentukan pesaing itu sulit untuk diramalkan, sehingga akan ada
ketidakpastian dalam penentuan harga jual Mulyadi, 2001. Menurut Mulyadi 2001, satu-satunya faktor yang memiliki kepastian
relative tinggi yang berpengaruh dalam penentuan harga jual adalah biaya. Melalui biaya dapat terlihat batas bawah suatu harga jual harus ditentukan,
dimana akan terjadi kerugian jika harga jual berada dibawah biaya penuh produk atau jasa. Kerugian ini dalam jangka waktu tertentu dapat mengganggu
pertumbuhan perusahaan dan dapat mengakibatkan perusahaan akan berhenti, dengan demikian dalam pengambilan keputusan penentuan harga jual
memerlukan informasi biaya produk atau jasa. Harga menurut Swastha 1998 adalah sejumlah uang yang dibutuhkan
untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Berdasarkan pernyataan sebelumnya maka selain penetapan harga pokok
produksi, penetapan harga jual juga menjadi hal penting untuk memperoleh laba. Terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan dalam melakukan penetapan harga
jual, antara lain pendekatan biaya dan pendekatan pasar Swastha, 1998.
1. Penetapan Harga Jual dengan Pendekatan Biaya a.
Cost Plus Pricing Method
Dalam metode ini harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit, ditambah jumlah tertentu untuk
menutup laba yang dikehendaki pada unit tersebut atau disebut juga marjin.
b. Mark Up Pricing Method
Penetapan harga jual dengan metode ini hampir sama dengan penetapan harga cost plus biaya plus, dimana pedagang yang membeli
barang dagangan menentukan harga jual setelah menambah harga beli dengan sejumlah mark up atau kelebihan yang merupakan laba.
c. Break Even Pricing
36
Merupakan suatu metode penetapan harga berdasarkan permintaan pasar dengan mempertimbangkan biaya, dimana suatu usaha terbilang
dalam kondisi break even jika pendapatan sama dengan ongkos produksinya. Analisa break even atau titik impas adalah suatu cara untuk
mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapa suatu usaha mencapai laba atau kerugian tertentu. Titik impas selain untuk volume
produksi atau penjualan, juga dapat digunakan untuk mengetahui kaitan antara harga jual, biaya produksi, biaya lainnya yang bervariasi dan tetap,
serta laba dan rugi.
2. Penetapan Harga Jual dengan Pendekatan Pasar
Pada pendekatan pasar penentuan harga jual tidak berdasarkan biaya, tetapi justru harga yang menentukan biaya bagi perusahaan. Penjual
atau perusahaan dapat menentukan harga sama dengan tingkat harga pasar agar dapat ikut bersaing, atau dapat juga menentukan lebih tinggi atau
lebih rendah dari tingkat harga dalam persaingan.
3.1.3. Analisa Titik Impas dan Profitabilitas
Menurut Limbong dan Sitorus 1985, selain digunakan untuk menentukan harga jual dan mengetahui volume produksi atau penjualan, juga merupakan dasar
atau landasan dalam merencanakan kegiatan operasional dalam usaha mencapai laba tertentu atau profit planning. Terdapat beberapa asumsi dalam menggunakan
analisa titik impas, antara lain : a
Biaya-biaya yang terjadi dalam perusahaan yang terkait dapat diidentifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap.
b Biaya tetap adalah konstan.
c Biaya variabel bertambah dengan bertambahnya volume produksi.
d Harga jual per unit tetap.
e Perusahaan terkait menjual atau memproduksi hanya satu jenis produk.
Menurut Mulyadi 2001 impas atau break even merupakan keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian. Tujuan dari
37
analisa impas adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba atau
nol. Dalam menentukan titik impas atau Break Even Point BEP terdapat dua cara, yaitu :
1. Pendekatan Teknik Persamaan
Secara matematis, titik impas produktivitasnya dihitung sebagai berikut :
Keadaan impas adalah jika keuntungan π sama dengan 0 nol, maka :
Keterangan : Q
= Jumlah produk P
= Harga jual produk TVC = Biaya total variabel
TFC = Biaya total tetap AVC = Biaya rata-rata variabel
2. Pendekatan Grafis
38
Pendekatan ini menentukan titik impas dengan melihat pertemuan antara garis pendapatan penjualan dengan garis biaya dalam suatu grafik,
dimana titik pertemuan antara keduanya merupakan titik impas. Pendekatan grafis secara jelas dapat terlihat pada Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Titik Impas, Laba, dan Volume Penjualan
Sumber : Mulyadi 2001
Keterangan : TR
= Penerimaan
total TC
= Biaya
total
Pendapatan, Biaya
Volume Penjualan TFC
TVC TC
TR
P
Q O
A
B
39
TVC = Biaya variabel total
TFC = Biaya tetap total
Daerah A = Daerah laba atau untung
Daerah B = Daerah rugi
P =
Pendapatan, biaya
Q =
Volume penjualan
Berdasarkan Gambar 2 terlihat titik impas terjadi pada titik perpotongan TR dan TC, saat volume penjualan sebesar Q menghasilkan
pendapatan sebesar P. Jika penjualan lebih kecil dari Q sebelah kiri maka usaha terkait akan mengalami kerugian, karena pendapatan yang menurun
membuat biaya total tidak tertutupi dan akan untung jika yang terjadi sebaliknya. Titik impas ini dapat berubah dengan adanya perubahan harga
input, output, dan teknologi. Menurut Prawironegoro dan Ari 2008, semua produk seyogyanya
harus dihitung titik impasnya, guna mengetahui apakah usaha yang bersangkutan memperoleh laba atau menderita kerugian. Setelah
mengetahui titik impas, maka kemudian dapat diketahui kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba yang disebut juga profitabilitas.
Profitabilitas dapat ditentukan oleh besarnya nilai Margin of Safety MOS dan Maginal Income Ratio MIR.
Menurut Munawir 1995, MOS menunjukkan tingkat penurunan produksi atau penjualan yang dapat ditoleransi. MIR yaitu bagian hasil
penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Semakin besar nilai MOS dan nilai MIR suatu usaha, maka semakin besar nilai
kemampuan usaha tersebut dalam memperoleh laba dan sebaliknya jika semakin kecil.
3.1.4. Analisis Nilai Tambah
40
Menurut Hardjanto dalam Furqanti 2003, nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional pada komoditi
terkait. Input fungsional dapat berupa proses mengubah bentuk atau form utility, memindahkan tempat place utility, maupun menyimpan time utility. Analisis nilai
tambah merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Selain itu analisis nilai tambah juga
menunjukkan bagaimana kekayaan perusahaan tercipta melalui proses produksi dan bagaimana distribusi kekayaan tersebut dilakukan.
Komoditas pertanian yang memperoleh perlakuan mengalami perubahan nilai sehingga menimbulkan nilai tambah, yang dipengaruhi oleh teknologi yang
digunakan dalam proses pengolahan. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya
terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah merupakan imbalan bagi tenaga kerja dan keuntungan pengolah
Gambar 3.
Gambar 3. Nilai Tambah dan Marjin Hasil Pengolahan
Sumber : Soeharjo 1991
Melalui analisis nilai tambah, maka dapat teranalisa faktor mana dari proses produksi yang menghasilkan atau menaikkan nilai tambah dan sebaliknya.
Analisis nilai tambah juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode Hayami,
= Nilai Tambah = Bahan Baku
= Input Lainnya
+
= Marjin
Keuntungan Pengolah Imbalan bagi Modal dan Manajemen
Imbalan bagi Tenaga Kerja Input Lainnya
Bahan Baku
41
dimana perhitungannya berdasarkan satu satuan bahan baku utama dari produk jadi Hayami, 1987. Analisis nilai tambah melalui metode Hayami ini dapat
menghasilkan beberapa informasi penting, antara lain berupa : a
Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah b
Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen c
Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah d
Bagian tenaga kerja, dalam persen e
Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah f
Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini, maka untuk melihat perkembangan usaha tahu dan tempe yang menjadi objek penelitian diperlukan
analisa pada aspek keuangannya. Analisa aspek keuangan ini dapat dilakukan melalui pendekatan analisis biaya dengan penelaahan pada komponen biaya,
volume penjualan, dan harga jual. Dari analisis biaya ini kemudian dapat terlihat bagaimana kondisi usaha tahu dan tempe yang menjadi objek studi, menggunakan
analisis titik impas dan nilai tambah. Melalui analisis titik impas akan terlihat nilai impas atau kondisi rugi tidak
rugi usaha yang selanjutnya akan terkait dengan profitabilitas usaha yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan analisis profitabilitas dapat terlihat seberapa besar
kemampuan usaha tahu dan tempe yang menjadi objek studi dapat memperoleh laba atau untung. Analisis profitabilitas dilihat melalui nilai MOS dan MIR usaha
terkait, yang dihitung berdasarkan nilai impas. Analisis nilai tambah yang dilakukan menunjukkan besarnya nilai tambah
dari proses pengolahan kedelai pada usaha tahu dan tempe. Analisis nilai tambah pada penelitian ini menggunakan alat analisis metode Hayami, dimana
berdasarkan analisis yang dilakukan dapat terlihat pengolahan mana yang memiliki nilai tambah yang lebih besar. Selain itu informasi lain yang bisa
42
diperoleh antara lain besarnya produktivitas produksi, besarnya marjin, serta distribusi marjin untuk faktor-faktor produksi yang digunakan selain bahan baku.
Berdasarkan analisis profitabilitas serta nilai tambah yang dilakukan pada usaha tahu dan tempe, akan diketahui sampai sejauh mana kedua usaha tersebut
telah mencapai tujuannya terutama dalam memperoleh keuntungan. Secara ringkas alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Tahu dan Tempe • Konsumsi kedelai nasional lebih besar
daripada produksi kedelai nasional • Sebagian besar persediaan kedelai
nasional berasal dari impor
•
Harga kacang kedelai yang fluktuaktif
43 Keterangan :
: Alur
Pemikiran : Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran Konseptual
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian